Tiga hari berada di Bali, kini Samira, Wisnuaji dan seluruh keluarga Raharja akan kembali ke Jogja. Kini Samira hanya sanggup menatap wajah wajah yang mungkin tidak akan ia temui lagi setelah tujuannya datang ke Indonesia tercapai. Tidak hanya Samira, karena kini Wisnuaji memandang Samira yang berpenampilan santai dengan celana jeans robek robek dan jaket jeans panjangnya. "Pa, gebetan papa boleh juga penampilannya." Wisnuaji melirik Juna namun enggan berkomentar lebih. Ia lebih memilih mengalihkan obrolan. "Kamu yakin Jun, mau ikut Papa nemuin mamamu?" "Iya. Visanya sudah di urus sama Nada." "Papa penasaran kenapa kamu dengan mudahnya menyetujui itu semua?" "Siapa tau dengan bertemu Mama, aku bisa memaafkannya dan aku juga meminta do'a restu sama dia supaya pernikahan aku langgeng dan segera di beri momongan." "Nada yang bujuk kamu?" "Ya begitulah Pa. Papa ke sana sama Tante Samira juga?" "Nggak tau, yang jelas sama kamu. Papa juga sudah mulai urus Visa." Juna hanya menga
Ningrum melihat Wisnuaji yang memeluk Samira dari arah kolam renang rumahnya. Ia tidak pernah menyangka jika putranya masih memiliki keberanian untuk berdekatan dengan wanita setelah pengkhianatan mantan istrinya dulu. Sebagai wanita yang sudah banyak makan asam garam kehidupan, Ningrum tau Samira adalah wanita baik baik yang tidak akan melakukan hal yang sama seperti Mama Juna dulu lakukan kepada Wisnuaji. Ningrum pun tidak akan mempermasalahkan jika Samira tidak bisa memberikan anak untuk putranya, asal Wisnuaji bahagia, itu sudah cukup untuk Ningrum. Sayangnya membuat anaknya berani membuka diri untuk mengakui perasaannya atau minimal menyadari perasaannya begitu sulit karena dia sudah membentengi dirinya untuk tidak menyeburkan diri ke lumpur cinta yang mungkin saja akan membuatnya harus merasakan sakit seperti dulu.Kebanyakan wanita menginginkan laki laki yang mengatakan perasaannya lebih dulu, atau banyak mengeluarkan kata kata manis, namun Ningrum sadar, jika putranya tidak me
Samira membuka matanya karena merasa ada yang memeluk pinggangnya. Ketika ia menurunkan pandangannya ia melihat sebuah tangan ada di sana. Pelan pelan ia memutar tubuhnya dan ia syok melihat Wisnuaji sedang tidur sambil memeluknya. Wajah Wisnuaji yang tenang ketika tidur sanggup membuat Samira tersenyum. Ia tahu, laki laki seperti Wisnuaji tidak akan menyentuhnya tanpa seijin darinya. Kini bukan Wisnuaji yang bergairah, justru libido Samira yang mulai bangun dari tidur panjangnya. Apalagi ketika ia memandang wajah Wisnuaji di tambah ia mengingat badan Wisnuaji tadi sore ketika ia tidak mengenakan baju atasan. Samira masih sibuk dengan pikirannya ketika ia mendengar suara Wisnuaji yang khas orang bangun tidur. "Better?" Karena kaget Samira sempat memundurkan badannya, tapi ia merasa bahwa tangan Wisnuaji yang masih berada di pinggangnya menariknya maju ke depan hingga badan mereka bersentuhan. "Iya. Makasih Mas," kata Samira sambil mendongak menatap Wisnuaji. Wisnuaji hanya terse
Setelah sampai di rumah Ningrum tanpa beristirahat lagi, Samira langsung mempacking semua barang barangnya untuk pulang ke Surabaya. Ia bergegas karena Wisnuaji mengatakan kepadanya jika ia akan menjemputnya setelah selesai berkemas kemas. Benar saja, 2 jam setelah Wisnuaji pamit, kini ia sudah datang lagi ke rumah Ningrum."Wis, kamu mau ikut Samira?""Iya Bu, aku cuma antar dia.""Nggak sekalian saja kamu ngelamar dia disana, biar nggak bolak balik?""Sabar Bu, semua itu pakai proses. Kenal kan belum lama, istilah anak sekarang PDKT dulu.""Nggak jamin Wis PDKT berhasil, kamu dulu sama Pinar gimana? pacaran 6 tahun, nikah 2 tahun sudah bubar."Wisnuaji memilih tersenyum maklum daripada harus menanggapi ibunya. Dirinya lebih sering kalah jika harus beradu argumentasi dengan Ningrum."Maaf ya Mas, mesti nunggu aku siap-siap," kata Samira ketika ia turut bergabung dengan Wisnuaji dan Ningrum di ruang keluarga."Nggak pa-pa, sudah siap?""Sudah.""Okay kalo gitu. Bu, Wisnu pamit dulu ya
"Kita mau kemana?" Tanya Samira pada Wisnuaji ketika mobil mereka sudah meninggalkan lokasi cafe. "Yang jelas enggak ke Mall," kata Wisnuaji sambil mengambil Alano dari pangkuan Samira karena Alano mengulurkan tangannya minta di gendong Opa nya. Samira yang melihat itu hanya bisa tersenyum. Seharusnya Wisnuaji lebih pantas menjadi ayahnya Alano daripada Opanya. Melihat itu Samira justru tertawa sendiri. "Kamu kenapa ketawa, ada yang lucu?" "Nggak, nggak pa-pa, lihat Alano ganteng banget ya Nak kamu." Kini Wisnu justru tertawa di sebelah Samira. "Gimana enggak ganteng bapaknya aja bule, emaknya masih ada keturunan asia timur gitu. Sayangnya nggak lama lagi Alano mau dibawa bapaknya ke Italia." "Why?" "Karena sudah cukup lama Tom tinggal di sini. Ini aku puasin main sama dia karena besok nggak bisa lagi." "Oh," hanya itu kata Samira. Tidak terasa kini mobil mereka sudah memasuki salah satu parkiran kebun binatang. "Ini kamu bawa Alano dulu, aku bukain strollernya" "Sini Nak,
Setelah mengantar Alano pulang ke rumahnya, Wisnuaji mengantar Samira ke rumah ibunya lagi, namun ketika ia sampai di sana, ada mobil Mercedes Benz terparkir di halaman rumah ibunya. "Siapa lagi ini?" Desis Wisnuaji sambil berjalan masuk ke rumah di ikuti Samira di sebelahnya. Ketika Samira masuk ke rumah, Ningrum langsung menghampirinya "Nduk, itu ada tamu buat kamu." "Siapa Bu?" "Kamu lihat sendiri saja." Ketika Samira sampai di ruang tamu Ningrum, ia menemukan Kakaknya sudah ada di sana bersama istrinya. "Mas Nuno, kok bisa ada di sini?" "Maaf Mir, kalo kita ganggu ketenangan kamu, tapi Mas harap kamu pulang." "What happened?" "Sejak pulang dari sini kemarin Papa nggak mau makan, nggak mau minum obat." "Kalo hanya berkunjung aku nggak masalah Mas, kalo menginap aku nggak bisa." "Why?" "Aku merasa itu bukan tempat aku, karena kalian yang katanya keluarga justru meninggalkan aku ketika aku jatuh." "Mir, kamu boleh benci, marah, atau bahkan nggak maafin kita, tapi tolong
Setelah melewati bukit bukit dengan jalan berkelok kelok, akhirnya mobil Wisnuaji sampai di pantai Wohkudu. "Akhirnya sampai juga," kata Nada sambil memandang laut di depannya. "Papa beli tiket dulu ya?" pamit Wisnuaji pada mereka semua. "Okay Pa," jawab Juna sambil mengacungkan jempolnya. Kini Samira yang masih ada di dekat mobil justru harus di suguhi adegan keuwuan sepasang suami istri yang jarang ia lihat di depan matanya ini. Untuk pertama kalinya ia melihat Juna memeluk Nada dari belakang dan Juna mendaratkan kepalanya di pundak Nada. "Nad?" "Hmm." "Ingat nggak pertama kali kita keluar bareng kemana?" "Resto rumah sakit," jawab Nada singkat. "Bukan Nad tapi ke pantai, kita camping sama ngopi berdua." Kini Samira melihat Nada mengurai tangan Juna yang ada di pinggangnya dan membalikkan tubuh menghadap Suaminya. "Itu yang kedua Junaidi, yang pertama kamu ajakin aku makan di resto terus kamu bilang, aku ini sosok perempuan yang pantas jadi Thropy wife." "Itu enggak aku
Sudah tiga hari Wisnuaji menemani Samira di Surabaya. Selama itu pula Samira tidak pernah mengajaknya menengok Papanya.Bahkan kini yang ia lakukan hanya jalan jalan keliling mall. Dari Tunjungan Plaza satu hingga Tunjungan Plaza lima bersama teman off roadnya, Risnawan Atmaji. "Kamu ngapain ke sini?" "Nemenin teman nengok Papanya." "Perempuan?" "Iya." "Bilang saja calon istri Wis. Lagian lihat style kamu kaya gini nggak sulit lah dapat jodoh." Wisnuaji hanya tertawa disebelah Risnawan Atmaji, temannya. "Kamu sendiri gimana setelah jadi duda Mas?" "Me?" "Yes, you." "Nggak enak Wis, nyesel iya, mau balik sudah nggak bisa. Mereka sudah bahagia dengan hidup mereka masing masing. Sekarang hiburanku hanya cucu saja kalo ke Jogja." "Eric bule banget ya? Luna nggak dapat apa-apa," kata Wisnuaji sambil tersenyum. "Iya, cuma di kontrak buat ngekost doang 9 bulan. Tapi Eric asli cucuku, bukan salah ambil di rumah sakit lho," kata Risnawan Atmaji sambil tertawa. "Iya percaya, dia mi
Hari-hari Samira dan Wisnuaji semakin bertambah semarak dengan kehadiran kedua cucu kembar mereka. Bahkan paling tidak 3 kali dalam seminggu mereka akan berkunjung ke rumah sang anak hanya untuk bermain dengan Edel dan Galen. Kini Edel dan Galen telah berusia hampir 6 bulan dan Nada sudah bersiap untuk memasuki dunia kerja kembali. Di karenakan kondisi tersebut Wisnuaji dan Samira benar-benar mencari baby sitter yang memiliki kredibilitas yang baik dan sudah pernah di pekerjakan oleh orang terdekat mereka. Pilihan mereka jatuh ke baby sitter yang pernah merawat anak Meinita dan Nuno. Atas rekomendasi mereka berdua, akhirnya Samira dan Wisnuaji mempekerjakan Sari dan Ana. "Sam, kamu yakin buat pakai Sari dan Ana untuk Edel dan Galen?" "Yakin. Mereka beneran bersertifikat, bahkan mereka fasih berbahasa asing. Aku rasa cocok untuk itu. Apalagi mereka telah menikah dan memiliki anak, amanlah Mas." "Ya sudah, besok kita tinggal bilang sama Juna dan Nada. Tapi aku tetep nggak akan lepas
Wisnuaji dan Samira baru saja mendarat di Yogyakarta internasional Airport. Ketika mereka baru saja keluar dari pintu keluar bandara. Tiba-tiba handphone Samira berbunyi yang menandakan ada pesan masuk. Ketika ia membuka pesan tersebut, ternyata Nada yang mengirimkan foto twins di group keluarga Widiatmaja. Nada : *sending picture* Nada : Eyang Ningrum, Mama Samira dan Papa Wisnu. Ini foto si kembar. Samira langsung tersenyum membaca pesan tersebut. Kemudian ia menyimpan foto si kembar ke dalam folder yang ada di handphonenya. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu?" Tanya Wisnuaji kepada Samira ketika mereka baru saja masuk ke mobil. "Ini lagi lihat foto cucu kita. Bule banget ya, Mas? Kayanya gen-nya Pinar kuat sih di si kembar." Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan meminjam handphone milik Samira. Ia tersenyum melihat cucunya. Rasa bangga dan bahagia bercampur menjadi satu di dalam dirinya. "Kamu kenapa kaya mau nangis gitu, Mas?" Tanya Samira ketika melihat sang suami berkaca-ka
Minggu pagi ini Samira telah bersiap siap untuk mengikuti acara wisata yang di selenggarakan oleh ibu-ibu dasawisma yang menaungi aster miliknya. Disebut dasawisma karena anggotanya hanya 10 KK. "Mas, ini cuma 10 keluarga aja yang ikut piknik?" Tanya Samira ketika mereka menunggu bus di depan gang perumahan. "Iya. Tapi mereka bawa anak-anaknya." "Lha kita cuma berdua aja. Aneh nggak sih Mas?" "Siapa bilang cuma berdua. Anak-anak masih di jalan. Bentar lagi mereka datang." Samira hanya sanggup melongo mendengar penuturan Wisnuaji. Karena kemarin Wisnuaji hanya mendaftarkan Samira dan dirinya sendiri. "Kemarin kamu cuma daftar dua lho, Mas. Apa masih ada slot kosong?" "Masih. Yang minta Bu ketua buat kita ajak anak-anak kemarin. Nah, itu mereka." Samira menoleh menuju arah telunjuk Wisnuaji. Terlihat Juna sudah menggendong tas ransel dan Nada membawa tas piknik Tupperware. Samira yakin menantunya sudah membawa perbekalan untuk makan siang mereka. "Assalamualaikum Ma, Pa," sapa
Samira menatap Wisnuaji yang sedang mempacking barang-barangnya kedalam travel bag kecil berwarna hitam. Setelah beberapa saat, Samira memutuskan untuk mendekati sang suami."Mas, kamu mau kemana lagi? Kita baru balik tadi pagi dari rumah Juna.""Aku mau touring Harley Davidson, di ajakin Adam. Kamu ikut aja, nanti naik mobil bareng Slamet.""Slamet ikut?""Ya gitu, dia bawa mobil ngintilin di belakang sama istri-istrinya temenku. Kamu ikut juga yuk?"Samira menghela nafasnya."Nggak deh Mas, kasian Nada. Juna sering ke luar kota, kalo enggak juga pulang kantor sudah malam. Aku mau temani dia aja sekalian belajar bikin kue.""Yakin nggak ikut?""Nggak Mas, yang penting kamu hati-hati ya. Nggak usah ngebut kalo di jalan. Sering sering kasih kabar."Wisnuaji hanya tersenyum dan memeluk sang istri."Makasih ya, sudah jadi istri yang mau mencoba memahami hoby suami tanpa ngedumel.""Iya Mas. Lagian itu juga kado dari aku, masa aku larang kamu buat ikut. Kan lucu kalo kaya gitu," kata Sami
Malam ini Samira harus tidur sendirian karena Wisnuaji memilih untuk mengikuti kegiatan Ronda lagi setelah mereka menikah. Walau di kompleks mereka tinggal memiliki satpam, tetapi kegiatan Ronda masih tetap di jalankan agar silaturahmi antar bapak-bapak tetap terjaga. Samira mengingat perdebatannya dengan sang suami tadi siang sewaktu mereka baru saja tiba di rumah setelah beberapa hari berada di Bali."Sam, nanti malam kamu tidur sendiri ya?""Memang Mas Wisnu mau kemana?""Aku mau ikut ronda lagi. Sudah sejak kita menikah, aku nggak pernah ikut ronda sama bapak-bapak. Arisan juga nggak pernah datang.""Kan sudah ada satpam yang keliling kompleks, bahkan kita punya satpam pribadi di depan Mas. Apa itu masih belum cukup?"Kini Wisnuaji hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Mungkin bagi Samira yang sejak lahir sudah tinggal di kawasan elite tidak pernah melihat sang ayah atau kakak laki-lakinya mengikuti kegiatan seperti ini sehingga ia kurang memiliki rasa guyup dengan lingk
Sepulang dari Bali beberapa hari lalu, Samira dan Wisnuaji masih belum bertemu lagi dengan anak serta menantunya."Mas, ke rumah anak-anak yuk?"Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan memandang istrinya yang sedang duduk santai sambil menikmati wedang secang buatan Minah."Mereka lagi pulang ke Temanggung. Jauh Sam.""Iya, tapi kasian Nada hamil gini tapi Juna sering ke luar kota. Lagipula Nada itu barusan resign Mas. Biasanya orang yang sibuk tiba-tiba santai pasti bingung, jenuh nggak tau apa yang mesti di lakuin.""Terus kamu mau ngajakin Nada ngapain?""Beli perlengkapan buat twins. Lagipula sudah mau 6 bulan kan Mas, biar nggak ribet kalo dekat-dekat lahiran.""Biar Nada di jemput Slamet aja. Kamu coba telepon dia suruh ke sini.""Kita jemput saja, gimana Mas?""Nggak, lumayan waktu tiga jam bisa buat tidur atau istirahat.""Yowes Mas, aku coba telepon Nada dulu ya?"Wisnuaji hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Kini Samira langsung meraih handphonenya dan seger
"Sam, semuanya sudah selesai di packing?" Tanya Wisnuaji pada Samira. "Sudah Mas. Btw beneran ini kita dapat gratisan nginap di hotelnya Tom dan Salma?" Tanya Samira balik kepada sang suami. "Iya. Katanya jatah mereka sekarang soalnya kemarin sudah Fabian sama Deva yang bayarin." "Bayarin?" "Iya. Mereka kalo liburan bersama itu digilir siapa yang nanggung transportasi serta akomodasinya. Sekarang jatahnya mereka besok yang babymoon kayanya jadi jatahnya Nada sama Juna." Samira hanya menganggukkan kepalanya dan segera ia menuju ke depan meja riasnya untuk mempersiapkan diri karena Juna dan Nada sebentar lagi akan sampai bersama Ningrum. Satu jam setelahnya keluarga Widiatmaja sudah dalam formasi komplitnya yang terdiri dari Ningrum, Wisnuaji, Samira, Juna dan Nada. Kini mereka semua segera menaiki Toyota Vellfire hitam untuk menuju ke Yogyakarta internasional Airport di Kulon Progo. Di dalam mobil suasana yang santai namun tidak seterbuka biasanya karena Ningrum ada bersama merek
Alarm di handphone Samira bergetar, kemudian ia bangun dan melihatnya dengan tersenyum. Ketika ia menengok ke sisi sebelah kanan ranjangnya, tampak sang suami yang sedang tertidur dengan pulas. Segera ia bangun dari posisi tidurnya dan mencium bibir Wisnuaji dengan pelan hingga sang suami mengerjapkan matanya. Penglihatan Wisnuaji tanpa kacamata atau contact lens yang sedikit kurang fokus membuatnya menatap Samira dengan menyipitkan matanya. "Happy birthday Mas," kata Samira sambil tersenyum di depan wajah Wisnuaji. "Tanggal berapa sekarang?" "Tanggal tiga Mas." "Astagfirullah, aku lupa. Makasih ya," kata Wisnuaji sambil bangun dari posisi tidurnya untuk duduk di ranjang. "Sama-sama. Selamat ulang tahun ke 57 ya Mas. Semoga di usia...," Perkataan Samira terhenti ketika bibirnya secara tiba-tiba di lumat oleh Wisnuaji. Samira hanya sanggup menutup matanya dan menerima pemberian sang suami. Bahkan Samira terbawa suasana hingga ia mengalungkan tangannya ke leher Wisnuaji. Wisnuaj
Dua hari setelah singgah di Surabaya untuk melakukan RUPS, Samira dan Wisnuaji kembali ke Jogja menggunakan kereta sesuai keinginan Wisnuaji yang ingin menikmati perjalanan. Sepanjang perjalanan dari stasiun Gubeng hingga Stasiun Yogyakarta banyak hal yang mereka obrolkan berdua. "Mas," panggil Samira ketika mereka menyadari di gerbong ini hanya mereka berdua penghuninya. "Hmm." "Berasa naik gerbong pribadi ya, sepi begini." "Ya beginilah kalo bukan weekend, libur panjang rata-rata nggak terlalu ramai. Apalagi kereta pagi seperti ini." "Mas," panggil Samira lagi ketika Wisnuaji tidak banyak mengajaknya bicara. "Apa?" "Aku kemarin undang satu orang lagi untuk datang di acara tasyakuran yacht rent kita." "Siapa?" "Heni. Istrinya Redi." Satu detik.... Dua detik.... Tiga detik.... Samira masih menanti reaksi Wisnuaji yang ternyata tetap sama yaitu terbengong bengong di sampingnya. Mau tidak mau Samira harus menceritakan semuanya pada sang suami. "Iya Mas. Sepulang RUPS kemar