Setelah melewati bukit bukit dengan jalan berkelok kelok, akhirnya mobil Wisnuaji sampai di pantai Wohkudu. "Akhirnya sampai juga," kata Nada sambil memandang laut di depannya. "Papa beli tiket dulu ya?" pamit Wisnuaji pada mereka semua. "Okay Pa," jawab Juna sambil mengacungkan jempolnya. Kini Samira yang masih ada di dekat mobil justru harus di suguhi adegan keuwuan sepasang suami istri yang jarang ia lihat di depan matanya ini. Untuk pertama kalinya ia melihat Juna memeluk Nada dari belakang dan Juna mendaratkan kepalanya di pundak Nada. "Nad?" "Hmm." "Ingat nggak pertama kali kita keluar bareng kemana?" "Resto rumah sakit," jawab Nada singkat. "Bukan Nad tapi ke pantai, kita camping sama ngopi berdua." Kini Samira melihat Nada mengurai tangan Juna yang ada di pinggangnya dan membalikkan tubuh menghadap Suaminya. "Itu yang kedua Junaidi, yang pertama kamu ajakin aku makan di resto terus kamu bilang, aku ini sosok perempuan yang pantas jadi Thropy wife." "Itu enggak aku
Sudah tiga hari Wisnuaji menemani Samira di Surabaya. Selama itu pula Samira tidak pernah mengajaknya menengok Papanya.Bahkan kini yang ia lakukan hanya jalan jalan keliling mall. Dari Tunjungan Plaza satu hingga Tunjungan Plaza lima bersama teman off roadnya, Risnawan Atmaji. "Kamu ngapain ke sini?" "Nemenin teman nengok Papanya." "Perempuan?" "Iya." "Bilang saja calon istri Wis. Lagian lihat style kamu kaya gini nggak sulit lah dapat jodoh." Wisnuaji hanya tertawa disebelah Risnawan Atmaji, temannya. "Kamu sendiri gimana setelah jadi duda Mas?" "Me?" "Yes, you." "Nggak enak Wis, nyesel iya, mau balik sudah nggak bisa. Mereka sudah bahagia dengan hidup mereka masing masing. Sekarang hiburanku hanya cucu saja kalo ke Jogja." "Eric bule banget ya? Luna nggak dapat apa-apa," kata Wisnuaji sambil tersenyum. "Iya, cuma di kontrak buat ngekost doang 9 bulan. Tapi Eric asli cucuku, bukan salah ambil di rumah sakit lho," kata Risnawan Atmaji sambil tertawa. "Iya percaya, dia mi
Siang ini Samira mengantarkan Wisnuaji ke Bandara Juanda. Selama perjalanan menuju bandara Wisnuaji mengatakan kepada Samira untuk memikirkan apa yang pernah ia katakan sebelumnya. Bagi Samira memang Wisnuaji tidak pernah berbicara blak blakan tapi sebagai wanita dewasa, ia paham apa yang di maksud Wisnuaji. "Mas, kalo sudah sampai sana kabarin ya?" "Iya." "Kamu mau tinggal dimana selama di sana?" "Dirumah besan aku." "Oh, kalo misalnya terlalu jauh, kamu bisa pakai rumah aku. Nggak terlalu jauh dari rumah sakit Pinar dirawat." "Nggak usah, nggak enak sama Juna." Samira hanya tersenyum dan melihat Wisnuaji yang berpenampilan santai dengan kemeja putihnya. Samira sedang berfikir, apa yang dilakukan Bu Ningrum agar bisa memiliki anak yang awet muda seperti ini. Bahkan menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya dan bertanggung jawab mendidik anaknya hingga sukses seperti sekarang. "Sam, kamu ngelihatin aku begitu kenapa?" "Nggak, nggak pa-pa Mas. Aku minta tolong untuk teru
"Jun, Papa keluar sebentar ya," pamit Wisnuaji kepada Juna yang masih tetap menunggu Mamanya di dalam ruangan. "Iya Pa. Hati hati." "Okay." Setelah berpamitan kepada Juna, Wisnuaji memesan taxi dan segera menuju ke rumah Samira sesuai dengan alamat yang Samira berikan kepadanya. Ketika Sampai di sana Wisnuaji menemukan sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas dan tertata rapi. Buru buru ia mengirim pesan kepada Samira. Karena Wisnuaji takut jika ia salah rumah. Jika untuk seorang wanita berusia 43 tahun memiliki rumah sebesar ini di negara orang pasti penghasilan Samira cukup besar. Wisnuaji : *sending picture* bener ini rumah kamu? Samira: betul Mas, masuk saja, aku sudah minta maid menunggu kedatangan Mas Wisnu. Wisnuaji : okay Sam. Makasih. Samira : sama-sama Mas😊 Kemudian Wisnuaji berjalan menuju pintu utama rumah Samira dan memencet bel, tidak lama kemudian pintu itu di buka oleh seorang wanita berusia pertengahan 30 tahunan. Kini setelah di persilahkan masuk, Wisn
Selama perjalanan dari Indonesia menuju ke London, Nada banyak bercerita kepada Samira tentang keluarga Widiatmaja terutama Papa mertuanya. "Tan, Tante mau nggak aku kasih kisi-kisi sebelum nyemplung di keluarga Widiatmaja yang berdarah biru itu?" "Darah itu merah Nad bukan biru." "Maksud aku ningrat." Kini Samira tertawa kecil di sebelah Nada. "Bukannya kamu juga dari kalangan yang sama dengan keluarga suamimu?" Nada menghela nafasnya pasrah dan menggaruk sisi samping kepalanya. "Tante kan sudah tau, keluarga aku itu gesreknya kaya gimana, beda lah sama keluarga Papa mertua aku." "Ya sudah kamu mau cerita apa?" "Aku nggak tau Papa gimana, cuma Juna itu nggak ada romantis romantisnya dan kayanya itu turunan dari gen Papa. Makanya kalo Tante Samira nunggu Papa bilang i love you itu sama saja Tante nungguin hujan emas dari langit." Samira hanya tersenyum menanggapi kata kata Nada. Apa yang dikatakan Nada memang mendekati kenyataan yang ada. Wisnuaji bukan pria yang romantis da
Setelah kembali ke atas bersama Wisnuaji, Samira menemukan Juna dan Nada baru saja selesai membacakan Yasin untuk Pinar Defne. Kini Samira menyadari satu hal, jika yang diminta Pinar Defne kepadanya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Melihat bagaimana Juna ketika mendekat ke Pinar, aura wajah yang sungguh sangat kacau balau bahkan penampilannya tampak tak terurus hanya dalam beberapa waktu mereka tidak bertemu. Mungkin menjadi istri Wisnuaji adalah hal yang mudah, namun masuk ke hidup Juna dan bisa di terima menjadi ibu, sungguh butuh perjuangan yang lebih keras daripada meluluhkan hati Wisnuaji. Apalagi Samira baru saja mengenal Juna dan Juna bukan anak balita yang bisa di sogok dengan Es krim atau di ajak bermain ke kebun binatang. Mencoba di terima sebagai ibu oleh seorang pria dewasa berusia 30 tahun yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang ibunya, namun tiba tiba begitu menyayangi ibunya ketika bertemu ibunya dalam keadaan ibunya yang sudah berada di kondisi kritis sung
Plak...... Sebuah tamparan keras mendarat dengan sempurna di pipi kiri Juna dan kini ia mengangkat pandangannya hingga ia melihat istrinya sedang berapi-api. "Puas kamu menyakiti Tante Samira seperti itu?" Tidak ada jawaban dari Juna untuk Nada namun Nada masih terus meluapkan emosinya di dekat tangga rumah Pinar. "Kamu sadar nggak Jun, kalo bukan karena Tante Samira, kamu nggak akan pernah bisa ketemu sama Mama kamu. Oh iya, satu lagi Tante lebih pantas dapat ucapan terimakasih dari kamu daripada ucapan kamu tadi." "Aku cuma nggak mau dia lewatin garis yang seharusnya nggak dia masukin Nad" "Pernah mikir nggak kamu, Tante itu sudah sayang sama papa tulus, kalo bukan karena dia mikirin perasaan almarhumah Mama sama kamu, ngapain dia pakai acara repot repot buat baik baikin kamu sampai kamu bisa terima dia dulu di hidup kamu baru nikah sama Papa." "Aku nggak masalah dia nikah sama Papa. Aku cuma nggak bisa anggap dia sebagai ibu aku." "Wait....wait...wait...bukannya kamu pengen
"Emang orang bule ada acara pengajian sampai 7 hari ya?" Bisik Deva ke Nada "Nggak tau gue. Itu kan ide Tante Liz sama Mama. Turutin saja daripada panjang urusannya," bisik Nada balik ke Deva "Ya sudah, ayo kita ke depan keburu mulai acaranya," kata Deva sambil menggandeng Nada ke depan menuju ruang keluarga Selama satu jam ke depan mereka melantunkan ayat ayat suci Al-Qur'an hingga akhirnya acara berakhir dan kini sebagai tuan rumah dadakan Samira dan Nada lah yang berkewajiban menjamu keluarga Nada. "Tan, maaf ya karena ngerepotin Tante," kata Nada sambil menata minuman dan makanan yang akan di bawa para maid untuk ke depan. "Santai saja, kaya sama siapa saja Nad," kata Samira sambil membantu Nada "Tan..." "Hmm..." "Juna sudah minta maaf beneran sama Tante?" "Iya sudah kemarin." "Baguslah kalo dia cepat sadar. Aku kira perlu aku gampar lagi tuh mukanya." Mau tidak mau Samira tertawa mendengar kata kata Nada "Nad, jangan keseringan ngegampar suami. Bisa masuk ranah hukum
Hari-hari Samira dan Wisnuaji semakin bertambah semarak dengan kehadiran kedua cucu kembar mereka. Bahkan paling tidak 3 kali dalam seminggu mereka akan berkunjung ke rumah sang anak hanya untuk bermain dengan Edel dan Galen. Kini Edel dan Galen telah berusia hampir 6 bulan dan Nada sudah bersiap untuk memasuki dunia kerja kembali. Di karenakan kondisi tersebut Wisnuaji dan Samira benar-benar mencari baby sitter yang memiliki kredibilitas yang baik dan sudah pernah di pekerjakan oleh orang terdekat mereka. Pilihan mereka jatuh ke baby sitter yang pernah merawat anak Meinita dan Nuno. Atas rekomendasi mereka berdua, akhirnya Samira dan Wisnuaji mempekerjakan Sari dan Ana. "Sam, kamu yakin buat pakai Sari dan Ana untuk Edel dan Galen?" "Yakin. Mereka beneran bersertifikat, bahkan mereka fasih berbahasa asing. Aku rasa cocok untuk itu. Apalagi mereka telah menikah dan memiliki anak, amanlah Mas." "Ya sudah, besok kita tinggal bilang sama Juna dan Nada. Tapi aku tetep nggak akan lepas
Wisnuaji dan Samira baru saja mendarat di Yogyakarta internasional Airport. Ketika mereka baru saja keluar dari pintu keluar bandara. Tiba-tiba handphone Samira berbunyi yang menandakan ada pesan masuk. Ketika ia membuka pesan tersebut, ternyata Nada yang mengirimkan foto twins di group keluarga Widiatmaja. Nada : *sending picture* Nada : Eyang Ningrum, Mama Samira dan Papa Wisnu. Ini foto si kembar. Samira langsung tersenyum membaca pesan tersebut. Kemudian ia menyimpan foto si kembar ke dalam folder yang ada di handphonenya. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu?" Tanya Wisnuaji kepada Samira ketika mereka baru saja masuk ke mobil. "Ini lagi lihat foto cucu kita. Bule banget ya, Mas? Kayanya gen-nya Pinar kuat sih di si kembar." Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan meminjam handphone milik Samira. Ia tersenyum melihat cucunya. Rasa bangga dan bahagia bercampur menjadi satu di dalam dirinya. "Kamu kenapa kaya mau nangis gitu, Mas?" Tanya Samira ketika melihat sang suami berkaca-ka
Minggu pagi ini Samira telah bersiap siap untuk mengikuti acara wisata yang di selenggarakan oleh ibu-ibu dasawisma yang menaungi aster miliknya. Disebut dasawisma karena anggotanya hanya 10 KK. "Mas, ini cuma 10 keluarga aja yang ikut piknik?" Tanya Samira ketika mereka menunggu bus di depan gang perumahan. "Iya. Tapi mereka bawa anak-anaknya." "Lha kita cuma berdua aja. Aneh nggak sih Mas?" "Siapa bilang cuma berdua. Anak-anak masih di jalan. Bentar lagi mereka datang." Samira hanya sanggup melongo mendengar penuturan Wisnuaji. Karena kemarin Wisnuaji hanya mendaftarkan Samira dan dirinya sendiri. "Kemarin kamu cuma daftar dua lho, Mas. Apa masih ada slot kosong?" "Masih. Yang minta Bu ketua buat kita ajak anak-anak kemarin. Nah, itu mereka." Samira menoleh menuju arah telunjuk Wisnuaji. Terlihat Juna sudah menggendong tas ransel dan Nada membawa tas piknik Tupperware. Samira yakin menantunya sudah membawa perbekalan untuk makan siang mereka. "Assalamualaikum Ma, Pa," sapa
Samira menatap Wisnuaji yang sedang mempacking barang-barangnya kedalam travel bag kecil berwarna hitam. Setelah beberapa saat, Samira memutuskan untuk mendekati sang suami."Mas, kamu mau kemana lagi? Kita baru balik tadi pagi dari rumah Juna.""Aku mau touring Harley Davidson, di ajakin Adam. Kamu ikut aja, nanti naik mobil bareng Slamet.""Slamet ikut?""Ya gitu, dia bawa mobil ngintilin di belakang sama istri-istrinya temenku. Kamu ikut juga yuk?"Samira menghela nafasnya."Nggak deh Mas, kasian Nada. Juna sering ke luar kota, kalo enggak juga pulang kantor sudah malam. Aku mau temani dia aja sekalian belajar bikin kue.""Yakin nggak ikut?""Nggak Mas, yang penting kamu hati-hati ya. Nggak usah ngebut kalo di jalan. Sering sering kasih kabar."Wisnuaji hanya tersenyum dan memeluk sang istri."Makasih ya, sudah jadi istri yang mau mencoba memahami hoby suami tanpa ngedumel.""Iya Mas. Lagian itu juga kado dari aku, masa aku larang kamu buat ikut. Kan lucu kalo kaya gitu," kata Sami
Malam ini Samira harus tidur sendirian karena Wisnuaji memilih untuk mengikuti kegiatan Ronda lagi setelah mereka menikah. Walau di kompleks mereka tinggal memiliki satpam, tetapi kegiatan Ronda masih tetap di jalankan agar silaturahmi antar bapak-bapak tetap terjaga. Samira mengingat perdebatannya dengan sang suami tadi siang sewaktu mereka baru saja tiba di rumah setelah beberapa hari berada di Bali."Sam, nanti malam kamu tidur sendiri ya?""Memang Mas Wisnu mau kemana?""Aku mau ikut ronda lagi. Sudah sejak kita menikah, aku nggak pernah ikut ronda sama bapak-bapak. Arisan juga nggak pernah datang.""Kan sudah ada satpam yang keliling kompleks, bahkan kita punya satpam pribadi di depan Mas. Apa itu masih belum cukup?"Kini Wisnuaji hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Mungkin bagi Samira yang sejak lahir sudah tinggal di kawasan elite tidak pernah melihat sang ayah atau kakak laki-lakinya mengikuti kegiatan seperti ini sehingga ia kurang memiliki rasa guyup dengan lingk
Sepulang dari Bali beberapa hari lalu, Samira dan Wisnuaji masih belum bertemu lagi dengan anak serta menantunya."Mas, ke rumah anak-anak yuk?"Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan memandang istrinya yang sedang duduk santai sambil menikmati wedang secang buatan Minah."Mereka lagi pulang ke Temanggung. Jauh Sam.""Iya, tapi kasian Nada hamil gini tapi Juna sering ke luar kota. Lagipula Nada itu barusan resign Mas. Biasanya orang yang sibuk tiba-tiba santai pasti bingung, jenuh nggak tau apa yang mesti di lakuin.""Terus kamu mau ngajakin Nada ngapain?""Beli perlengkapan buat twins. Lagipula sudah mau 6 bulan kan Mas, biar nggak ribet kalo dekat-dekat lahiran.""Biar Nada di jemput Slamet aja. Kamu coba telepon dia suruh ke sini.""Kita jemput saja, gimana Mas?""Nggak, lumayan waktu tiga jam bisa buat tidur atau istirahat.""Yowes Mas, aku coba telepon Nada dulu ya?"Wisnuaji hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Kini Samira langsung meraih handphonenya dan seger
"Sam, semuanya sudah selesai di packing?" Tanya Wisnuaji pada Samira. "Sudah Mas. Btw beneran ini kita dapat gratisan nginap di hotelnya Tom dan Salma?" Tanya Samira balik kepada sang suami. "Iya. Katanya jatah mereka sekarang soalnya kemarin sudah Fabian sama Deva yang bayarin." "Bayarin?" "Iya. Mereka kalo liburan bersama itu digilir siapa yang nanggung transportasi serta akomodasinya. Sekarang jatahnya mereka besok yang babymoon kayanya jadi jatahnya Nada sama Juna." Samira hanya menganggukkan kepalanya dan segera ia menuju ke depan meja riasnya untuk mempersiapkan diri karena Juna dan Nada sebentar lagi akan sampai bersama Ningrum. Satu jam setelahnya keluarga Widiatmaja sudah dalam formasi komplitnya yang terdiri dari Ningrum, Wisnuaji, Samira, Juna dan Nada. Kini mereka semua segera menaiki Toyota Vellfire hitam untuk menuju ke Yogyakarta internasional Airport di Kulon Progo. Di dalam mobil suasana yang santai namun tidak seterbuka biasanya karena Ningrum ada bersama merek
Alarm di handphone Samira bergetar, kemudian ia bangun dan melihatnya dengan tersenyum. Ketika ia menengok ke sisi sebelah kanan ranjangnya, tampak sang suami yang sedang tertidur dengan pulas. Segera ia bangun dari posisi tidurnya dan mencium bibir Wisnuaji dengan pelan hingga sang suami mengerjapkan matanya. Penglihatan Wisnuaji tanpa kacamata atau contact lens yang sedikit kurang fokus membuatnya menatap Samira dengan menyipitkan matanya. "Happy birthday Mas," kata Samira sambil tersenyum di depan wajah Wisnuaji. "Tanggal berapa sekarang?" "Tanggal tiga Mas." "Astagfirullah, aku lupa. Makasih ya," kata Wisnuaji sambil bangun dari posisi tidurnya untuk duduk di ranjang. "Sama-sama. Selamat ulang tahun ke 57 ya Mas. Semoga di usia...," Perkataan Samira terhenti ketika bibirnya secara tiba-tiba di lumat oleh Wisnuaji. Samira hanya sanggup menutup matanya dan menerima pemberian sang suami. Bahkan Samira terbawa suasana hingga ia mengalungkan tangannya ke leher Wisnuaji. Wisnuaj
Dua hari setelah singgah di Surabaya untuk melakukan RUPS, Samira dan Wisnuaji kembali ke Jogja menggunakan kereta sesuai keinginan Wisnuaji yang ingin menikmati perjalanan. Sepanjang perjalanan dari stasiun Gubeng hingga Stasiun Yogyakarta banyak hal yang mereka obrolkan berdua. "Mas," panggil Samira ketika mereka menyadari di gerbong ini hanya mereka berdua penghuninya. "Hmm." "Berasa naik gerbong pribadi ya, sepi begini." "Ya beginilah kalo bukan weekend, libur panjang rata-rata nggak terlalu ramai. Apalagi kereta pagi seperti ini." "Mas," panggil Samira lagi ketika Wisnuaji tidak banyak mengajaknya bicara. "Apa?" "Aku kemarin undang satu orang lagi untuk datang di acara tasyakuran yacht rent kita." "Siapa?" "Heni. Istrinya Redi." Satu detik.... Dua detik.... Tiga detik.... Samira masih menanti reaksi Wisnuaji yang ternyata tetap sama yaitu terbengong bengong di sampingnya. Mau tidak mau Samira harus menceritakan semuanya pada sang suami. "Iya Mas. Sepulang RUPS kemar