"Kalau menurutmu apa De? " Tanya Aiden kepada Dea.
"Ummm.... Kalau menurutku.... Terserah kamu sih, " jawab Dea.
"Hm.... " Aiden menghela nafasnya dengan mata tertutup.
"Tapi kalau kamu mau ambil resiko kamu bisa terima tawaran itu, " lanjut Dea.
"Gitu ya," ujar Aiden.
"Ya," jawab Dea.
"Hemmm.. " Aiden menghela nafasnya kembali.
"Udah? " tanya Dea pada Aiden.
"Udah sih, " jawab Aiden.
"Aku balik kekamar ya? " tanya Dea.
"Jangan dulu lah, udah aku siapin coklat tuh, " ucap Aiden dengan menunjuk gelas yang berisi coklat panas.
"Mau ngapain? "tanya Dea.
" Ya temenin lah, emang kamu gak bosen dikamar terus-terus an, " ujar Aiden.
"Nggak tuh, " jawab Dea.
"Kamu sering ngobat ya De? " tanya Aiden.
"Nggak," jawab Dea.
"Kalau enggak kenapa kemarin bisa sampek kayak gitu, " ucap Aiden penasara
"Buka aja De, tidak masalah," ujar Aiden dengan seringai dibibirnya tanpa melihat Dea."Oke." Dea membuka kimononya, hanya dengan menggunakan underwear Dea memilih baju dilemarinya, lalu mengambil kaos dan celana selututnya.Aiden mash sibuk dengan ponselnya."Habis ini teman-temanku mau kesini De," ujar Aiden memberitahu Dea."Ngapain?" tanya Dea."Mau main sama Kamu," jawab Aiden."Ada-ada aja sih temenmu," ucap Dea yang sedang menyisir rambutnya."Mana aku tau, kalau gak nyaman nanti langsung pergi aja gapapa. Tapi sapa mereka dulu ya," tutur Aiden. Aiden turun dari ranjang Dea."Ayo sarapan dulu De," ajak Aiden yang langsung berjalan keluar dari kamar Dea. Dea membuntuti Aiden dari belakang, ketika pintu lift terbuka ada sesosok bik Asih."Tuan.... teman-teman Tuan sedang berada diruang tamu," ujar bik Asih. Dea dan Aiden masuk kedalam lift."Baru datang Bik?" tanya Aiden."Iya Tuan," jawab bik Asih.
"Kamu siapa?" tanya perempuan itu. "Dea, " jawab Dea. "Dea? Kok gak pernah lihat ya. Siapanya Aiden kamu?," tanya wanita itu, dengan tangan yang menyilang didepan dadanya. "Aku is-" "Dia sepupu aku," Potong Aiden yang tiba-tiba sudah ada diruang tamu. "Sepupu darimana By? " tanya Wendy. "Dari.... Jawa Timur By, " jawab Aiden. "By? Baby? Oh.... Paham berarti ini si Wendy, " batin Dea. Wendy mengernyitkan dahinya. "Kok bisa-bisanya Aiden punya sepupu kucel begini, perasaan semua keluarga Aiden orang beraa deh," batin Wendy. "Ehh.... Kamu bawa kue juga, " ucap Aiden, yang mencoba mengalihkan Wendy dari Dea. Wendy masih memperhatikan Dea dari atas sampai bawah. "Wahhh nih anak gasopan banget, berani-beraninya secara terang-terangan melihatku kayak gitu," batin Dea yang tersinggung melihat tatapan Wendy. Aiden mengkode Dea agar segera masuk
Dea mendiamkan deringan yang ada diponselnya. Nomor tersebut kembali menelpon Dea, cukup lama Dea mendiamkan telepon itu, namun akhirnya dia mengangkatnya."Hallo," suara orang diseberang telepon."Ya?" saut Dea."Besok jam 1 siang temui saya dibangunan terbengkalai ditengah kota, nanti saya bagi lokasi saya," ucap seseorang yang dimana suaranya disamarkan. Telepon langsung mati ketika orang itu selesai berbicara. Dea mendengus kesal."Siapa orang ini," gumam Dea melihat nomor yang tertera di history panggilan. Dia merenung sebentar, lalu Dea kembali masuk kekamar."Emm Pak Hando, saya pamit pulang dulu ya," pamit Dea."Ahh iya-iya Nak, terima kasih udah jenguk Bapak ," ucap pak Hando."Ngomong-ngomong Pak Hando kapan diperbolehkan pulang dari sini?" tanya Dea."Besok Nak," jawab pak Hando."Kalau gitu besok saya jemput ya Pak, tunggu saya dulu ya," ucap Dea."Iya Nak, bapak bakal nunggu kamu," jawa
Aiden dan Dea terbangun ketika mendengar suara alarm. Dengan mata yang masih berat Dea mematikan alarm yang berada dimeja sampingnya. Aiden memilih untuk melanjutkan tidurnya dan Dea mengcek-ucek matanya, setelah puas dia bergegas kekamar mandi. Ketika Dea selesai mandi dia melihat Aiden masih tertidur pulas dibalik selimut berwarna cream. Dea mengambil ponselnya yang berada dinakas samping ranjang untuk menelpon Toni. butuh beberapa waktu sampai teleponitu dijawab oleh Toni,"Hallo." Suara serak Toni yang baru bangun tidur. Mata Dea memutar bola matanya ketika mendengar suara serak Toni."Nih bocah bisa-bisanya masih tidur," batin Dea."Habis ini kita berangkat, jangan lupa sarapan," ucap Dea."Eh!? Non Dea?, aduh Non masih ngantuk banget saya, " keluh Toni yang kaget karena tidak menyangka majikannnya yang menelponnya."Sekarang masih jam 7 pagi, jam 8 kita berangkat, cepet siap-siap, lanjut tidur," ujar Dea yang langsung
Aiden berangkat kekantor dengan pak Lastro, ketika didalam mobil. "Pak nanti tolong ambil uang dibank ya," perintah Aiden pada pak Lastro. "Iya Tuan," setuju pak Lastro. "Ini, Bapak udah tau kan?" tanya Aiden yang menyerahkan rekening pada pak Lastro. "Iya Tuan, permisi," kata pak Lastro dengan sopan mengambil rekening dari Aiden. "Nanti kita pulang malam Pak, tolong siapkan beberapa bodyguard. Aku nanti mau ketemu orang soalnya, buat jaga-jaga aja," ucap Aiden. "Siap Tuan," jawab pak Lastro. Aiden kembali sibuk dengan tab nya. Disisi lain Dea sudah berada didalam rumah pak Hando, Toni ijin tidur dikamar tamu rumah pak Hando untuk melanjutkan tidurnya yang kurang karena mendapat telepon dari majikannya. "Pak, saya boleh numpang tidur tidak?" ijin Toni. "Boleh, itu kamar pertama sebelah kiri ya," jawab pak Hando menunjuk kamar. "Ah iya Pak terima kasih, Non saya tidur bentar ya," pa
Toni memaksa Dea untuk pulang, untuk berjalan saja Dea tidak mampu. Toni membopong Dea untuk masuk kedalam mobil, Pak Hando membukakan pintu untuk Toni."Pak Hando saya pamit dulu ya, Pak Hando jangan lupa makan sama minum obatnya," pamit Toni yang mencium tangan pak Hando."Iya iya Nak, hati-hati ya," ujar pak Hando dengan menepuk-nepuk pundak Toni,Toni mengangguk dan langsung masuk kedalam mobil. Toni keluar dari pekarangan rumah pak Hando.Ketika dalam perjalanan Toni merogoh sakunya untuk menelpon bik Asih, dengan tergesa-gesa dia mencari nomor bik Asih. Ketika sudah ketemu Toni menempelkan benda kotak bercahaya ke telinganya dan disangga oleh bahunya, tidak butuh waktu lama sambungan telepon itu sudah tersambung."Hallo Bik?" panggil Toni."Apa Ton," jawab bik Asih."Kepala Non Dea tiba-tiba sakit, badannya lemes banget, panas juga. Langsung pulang atau dibawa kerumah sakit Bik?" tanya Toni."Kok bisa!? habis ngapain Non Dea, baw
"Mohon maaf saya belum bisa menjawabnya sekarang Pak, tapi dari gejala pasien bisa saja pasien mengalami hipoglikemia atau kadar gula darah yang terlalu rendah. Saya harus mengecek kadar gula darah pasien dulu, permisi," pamit dokter. suster yang membantu dokter mengikuti dibelakangnya."Baik Dok," jawab Aiden. Aiden mendekati Dea, mata Dea terpejam rapat, wajahnya sangat pucat."Suhu badannya masih sangat tinggi," batin Aiden. Tangan Dea digenggam olehnya, lalu menghela nafasnya Dea berat.Bik Asih beranjak berdiri ketika dokter keluar dari kamar,"Bagaimana Dok?" tanya bik Asih."Sebentar ya Bu, saya belum bisa menjawabnya sekarang," jawab dokter dan berlalu pergi."Hahh...." helaan nafas bik Asih."Boleh masuk nggak nih?" tanya Toni."Jangan, nunggu Tuan keluar dulu," jawab pak Lastro.Bik Asih melihat majikannya dari luar, lalu kembali duduk. beberapa saat kemudian suster kembali masuk kedalam kamar Dea.
Aiden melihat nomor yang tertera diponselnya, menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali untuk menenangkan dirinya."Halo?""Hallo Baby," panggil manja Wendi diseberang telepon."Apa?" jawab Aiden. Emosinya masih meluap-luap dibenaknya."Ihh.... kok cuek si By?" rajuk Wendy."Ada apa By? aku lagi sibuk," jawab Aiden mencoba untuk ramah dengan kekasihnya."Aku habis dari kantormu, kata Elvaro kamu lagi jenguk keluargamu yang sakit," ujar Wendy."Iya," jawab Aiden."Siapa yang sakit By?" tanya Wendy penasaran."Papa? Mama? atau Oma?" lanjutnya penasaran."Bukan By," jawab Aiden."Trus siapa dong?" desak Wendy. Membuat Aiden semakin dongkol."Saudara," jawab Aiden."Ohh, Dea sepupu kamu itu?" tebak Wendy yang kelihatan sekali dari nadanya dia sangat kesal."Iya," jawab Aiden."Oh.... nanti aku samperin ya? kan hari ini kamu janji mau dinner, aku udah booking cafe," ujar
"Argghhh!!!!" erangnya frustrasi. Dea yang hanya perempuan biasanya kini dihadapkan kenyataan yang tak terduga. Ia sudah didapuk sebagai ketua organisasi mematikan di negara ini, sangat di luar nalar. Bahkan ayahnya tak mengatakan apapun soal ini, bekal pengetahuan menjadi seorang ketua pun terasa sangat memusingkan."Sial! Kenapa sangat rumit!" kesalnya sembari menyamakan kode yang ada di layar ponsel dan laptop. Mr. Bad dari kemarin mengirimkan rentetan kode untuk mengakses sistem organisasi, tapi hingga sekarang Dea hanya berhasil memecahkan empat kode. Masih tersisa enam kode.'Krruuukkkk...' suara perutnya menggelegar di telinganya."Hahh... aku lupa tidak makan dari kemarin, kita akhiri kerjaan konyol ini dengan makan sepuasnya."Ketika membuka pintu kamar, Bik Asih, Rara, dan Nina sedang berjalan ke arah kamarnya. Dea tertegun melihat troli dengan berbagai hidangan di atasnya."Non," sapa Bik Asih dengan senyum semringah. Wanita paruh baya itu nampak lega melihat kemunculan Dea
Dua orang tersebut merasa curiga ketika melihat mobil yang terparkir di halaman rumah. Mereka yakin jika Pak Hando tidak memiliki keluarga satupun. Itu pasti seorang tamu. Dea dan Toni mengamati gerak gerik keadaan rumah Pak Hando dari dalam mobil.Namun, semakin ditelisik mata Dea melebar ketika melihat salah satu lelaki sedang membawa senjata di depan pintu masuk. Pria berbadan tegap dengan warna kulit gelap berjalan mengitari rumah dengan was-was."Ton, kamu di sini dulu.""Saya akan ikut Nyonya.""Jangan!" tolak Dea. "Tunggu di sini selama 15 menit, jika selama itu aku belum keluar dari dalam rumah. Segera ke Mr.Bad.""T-tapi.""Ikuti perintahku, jangan banyak tanya."Dea langsung turun dari mobil, tak lupa membawa kotak makanan yang ia siapkan untuk Pak Hando. Dadanya berdetak cukup kenjang ketika kakinya menjangkah ke dalam pekaran rumah. "Siapa itu?" tanya seseorang yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah."Dea, keponakannya Pak Hando.""Pak Hando tidak memiliki keponakan. Jang
Mendapat sergapan dari majikan laki-lakinya, membuat Toni kebingungan harus menjawab apa. Nyonya muda memintanya untuk menyembunyikan peristiwa hari ini.Sedangkan Aiden kini dalam mode geram."Maaf Tuan, saya tidak bisa menjawab. Anda bisa menanyakan langsung pada Non Dea. Namun, keadaan Non Dea menjadi drop lagi kemungkinan besar karena tidak sarapan dan meminum obat," jelas Toni."Trus tadi kemana saja?""Ke rumah teman Non Dea.""Laki-laki atau perempuan?" selidik Aiden."Perempuan dan laki-laki.""Kamu merahasiakan sesuatu pada saya?"Toni diam, enggan membuka suaranya."Great!" Aiden mengangguk-anggukan kepalanya. "Ternyata kamu sudah berkomplotan dengan Dea."Toni hanya mampu menelan salivanya."Sekarang kamu bisa istirahat, keluar.""Saya dipecat Pak?" Toni shock dengan kata keluar."Tidak, beristirahatlah. Kamu sudah menemani Dea seharian," jelas Aiden. Ia tidak bermaksud memecat Toni."Baik Tuan, terima kasih." Toni undur diri dari hadapan Aiden. Aiden hanya bisa menghela na
Pembicaraan semalam membuat Aiden termenung pagi ini. Makanan di depannya sedari tadi teranggurkan karena Aiden sibuk dengan pikirannya."Memang ada yang melarang?" Pertanyaan ini sukses membuat Aiden tidak fokus.Ia ingin menyakan hal ini lebih mendalam pada Dea. Namun, setelah melontarkan pertanyaan itu Dea tertidur pulas di samping Aiden. Aiden tidak bisa menanyakan lebih jelas lagi. Ditambah ketika bangun tidur Dea sudah menghilang dari kamarnya.Bik Asih menghampiri Aiden."Tuan, apa sarapannya perlu diganti?" "Tidak," tolak Aiden. "Dimana Dea?""Non Dea pergi dengan Toni.""Ini masih pagi dan dia sudah pergi?""Maafkan saya Tuan, tadi sudah saya larang. Namun, Non Dea tidak mendengarkan saya.""Pergi kemana Dea?"Bik Asih menggelangkan kepalanya. Aiden menghela nafasnya dan segera menghubungi Dea.Namun, telepon itu tidak tersambung. Ia beralih menghubungi Toni. Hasilnya sama saja, di antara mereka tidak ada yang bisa dihubungi.Aiden emosi karena Dea pergi tanpa pamit padanya
Mendengar tawaran Papa membuat Aiden pusing. Ia tidak tahu jika Orangtuanya secara diam-diam mendirikan perusahaan baru.Namun, persyaratan yang diberikan Papanya terasa sangat gila. Bagaimana bisa dia memberikan cucu pada orangtuanya? Sedangkan dalam perjanjian yang tertera dalam kontrak pernikahannya hal itu tidak akan terjadi."Jadi bagaimana Aiden? Kamu menerima tawaran ini?" tanya Kusuma."Uhh... Aiden belum terpikirkan Pa. Beri aku sedikit waktu untuk memutuskannya.""It's okay boy, tidak masalah. Kamu harus merayu Dea agar Papa segera menimang cucu." "Emm... Aku tidak yakin," ucap Aiden ragu."Papa sudah tidak sabar mendapatkan cucu dari kamu. Hanya kamu harapan Papa. Kami tidak bisa mengharapkan cucu pada Kakakmu."Yaa... Kakak Aiden hingga sekarang enggan untuk menikah. Dan dia memilih kabur ke Amerika mendirikan perusahaannya sendiri disana.Meskipun setiap tahun kakaknya pulang ke Indonesia, namun dia hanya menciptakan berbagai keributan di keluarganya.Kusuma menepuk dada
Aiden terbangun, diliriknya Dea kini masih tertidur di sampingnya. Ketika ia mengalihkan pandangannya ke langit-langit kamar."Sudah bangun?" tanya Dea dengan mata yang tertutup. Aiden terkaget mendengar pertanyaan itu."Ya, sudah. Kamu tidak tidur?""Tidak, aku sudah tidur cukup lama.""Emm okay." Aiden merasa sangat canggung berada satu ranjang dengan Dea setelah mengetahui perasaan Devano."Intropeksi dirilah Aiden, jangan membuat orangtuamu khawatir."Aiden termenung mendengar perkataan Dea. "Cinta memang tidak bisa dipaksa, tapi perhatikan juga orangtuamu. Kebahagiaan tidak hanya soal wanita," lanjut Dea dengan mata yang masih tertutup.Aiden menatap langit-langit kamarnya dengan mulut terbungkam. "Dari awal kamu memiliki pilihan, kamu bisa menolak pernikahan ini untuk mengejar cintamu. Tapi kamu lebih memilih menikah denganku. Jadi, seberapa besar cintamu pada Wendy?"'Seberapa besar cintaku pada Wendy?' tanya Aiden pada dirinya sendiri. Aiden tidak bisa menemukan jawabannya.
"Tapi kenapa Dea?" tanya Aiden kebingungan.Devano menundukkan kepalanya."Gua gak tau Den. Sekali liat Dea gua langsung berdebar-debar, terutama sorot matanya.""Ada apa dengan sorot matanya?" tanya Aiden penasaran."Ketulusan, kesedihan, ahhh...! Gua gak tau, tapi gua suka sama sorot mata Dea." Devano mengucapkan kalimat itu dengan bibir yang tersenyum.Ini pertama kali Aiden melihat ekspresi Devano yang seperti itu. "Sorry, seharunya gua gak ngomong kayak gini ke elu. Tapi karena lu dan Dea cuma nikah kontrak, gua masih punya kesempatan kan?" tanya Devano menatap mata Aiden.hening, Aiden terpaku dengan pernyataan Devano."Ekhem..." deham Aiden memecah keheningan. "Yaa... ada kesempatan.""YES!" girang Devano dengan mengepalkan tangannya semangat.Aiden tidak bisa berkata apapun. Ada banyak hal yang sangat terduga akhir-akhir ini.Pikirannya blank, tidak tau apa yang harus dilakukannya."Ekheemmm... Gua bakal nunggu urusan kalian sampai selesai Den. Jadi gua nggak bakal ganggu per
"Aku milih Dea Pa," jawab Aiden sedikit tercekat. Hatinya terasa sangat berat, namun dia tidak bisa melawan."Kalau begitu, kamu putusin Wendy sekarang juga," perintah papanya."T-tapi Pa.""Papa beri waktu sampai besok buat kamu putusin Wendy. Atau jabatan kamu saya turunin," ancam papanya. Mendengar ucapan papanya, Aiden ingin marah. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Papanya memang belum resmi memberikan perusahaan itu kepadanya. Dia hanya bertugas mengolah bisnis yang sudah dibangun orang tuanya.Sangat disayangkan jika Aiden harus turun dari jabatannya sekarang. Meskipun ia sudah memiliki beberapa bisnis kecil. Namun, itu tidak sebanding dengan jabatan di perusahaan papanya.Dengan berat hati Aiden pun mengangguk, mengartikan jika dia akan memenuhi perintah Papanya.Kedua orangtuanya langsung berdiri dan kembali ke kamar Dea. Tinggal Aiden yang terduduk di atas sofa dengan frustasi."Sial!" ucapnya dengan tangan yang mengepal erat.Pikirannya menjadi kalut karena diperintah
Keadaan Dea semakin membaik, sudah lima hari dia opname di rumah sakit. Hari ini dia diperbolehkan dokter untuk pulang. Semua orang sibuk mempersiapkan kepulangan Dea, termasuk mertua dan oma.Aiden hari ini ijin tidak masuk kerja untuk menemani istrinya. Hal ini dia lakukan karena kedua orangtuanya juga ikut menjemput Dea. Seandainya jika tidak ada orangtuanya, kemungkinan besar Aiden memilih untuk masuk kerja karena ada meeting yang sangat penting di kantor."Udah?" tanya Aiden pada Dea yang duduk di atas ranjang. Dea sudah bersiap untuk keluar dari kamarnya. Semua orang kini sedang sibuk mengemas barang istrinya."Udah," jawab Dea."Kuat jalan? atau mau aku gendong?" tanya Aiden yang bersiap menggendong Dea."Aku jalan aja. Bik..." panggil Dea pada Bik Asih yang sedari tadi sibuk dengan tas milik Dea."Eh... Iya Non." Bik Asih yang sedari tadi sibuk dengan mengemas barang langsung menghampiri Dea."Biar aku saja Bik," sergah Aiden.Mama dan Ayah mertua memperhatikan sepasang keka