Mataku mengerjap perlahan, mengedarkan pandang ke segala penjuru arah untuk mengenali tempat yang menampung tubuhku saat ini. Nyeri yang terasa pada kepalaku membuatku mengurungkan niat raga untuk terduduk dan bersandar pada kepala ranjang. Aku mencoba mengingat kejadian sebelum tub uhku terbaring pada ranjang, seingatku tubuhku menapak pada tanah pemakaman umum yang menjadi tempat peristirahat terakhir nenek.
Helaan napas keluar begitu saja, saat menyadari diriku pingsan sebelum pulang kerumah ini, rasanya menyebalkan sekali bila terlihat lemah di hadapan manusia lain. Tak terkecuali di depan Lee maupun Joo yang bernotabe sebagia manusia yang cukup dekat denganku sendiri.Dahiku menyirit bingung karena tidak mendapati manusia lain yang hinggap ataupun singgah dalam kamar, aku pikir Lee akan menungguku sadar atau pun ikut terlelap di sampingku karena kelelahan.Setelah meredakan rasa sakit pada kepala yang kini mulai mereda, aku mendudukan tubuhku dan menyadarkan pungAnggap saja aku sebagai manusia yang selalu berlarut-larut memikirkan kejadian yang terlalu besar menurut raga maupun hati. Aku termenung di taman samping rumah yang biasanya menjadi tempat favorit nenek saat menyelesaikan rajutan buatan tangannya sendiri. Tatapanku menatap ke depan dengan pandnagan kosong tanpa minat, sungguh sebenarnya aku sendiri tak ingin melihat diriku dengan versi yang sedemkian.Rasanya tak ingin mengakhiri sesi bersama nenek, terlalu sayang dan disayangkan bila mana diakhiri begitu saja dengan bab yang cukup pendek. Jadi tidak ada salahnya bukan bila kuperpanjang untuk beberapa bab ke depan? Aku hanya ingin menuangkan kerinduan mendalamku pada nenek. Terlepas dari kalian yang ingin menganggap diriku terlalu berlebihan atau apapun.Merasa diperhatikan oleh manusia lain, aku terpaksa mengalihkan pandang mejadi menatap pintu masuk ruang tamu yang selalu dibiarkan terbuka lebar. Aku mendengus secara tak sadar saat mendapati Benn berdiri tepat di
Suara bel rumah yang ditekan beberapa kali terpaksa membuatku bangkit dari tidur dengan sangat terpaksa. Aku berjalan gontai menuruni satu persatu anak tangga dengan wajah bantal yang masih sangat tampak pada wajah.Aku baru sadar saat menapaki lantai satu bilamana malam tadi tertidur di kamar nenek tanpa ada yang membangunkan. Bahkan Lee sekali pun mungkin saja memilih tidur di kamarku sendiri. Tanganku terulur menyatukan helaian demi helai rambut yang tampak acak-acakan dan menjepitnya menggunakan jepit rambut dengan gerakan yang cukup gesit. Sedangkan kedua kakiku terus menapaki lantai satu dengan tujuan menuju pintu. Tanganku terulur, bergerak menarik pintu ke dalam agar bisa terbuka, wajah sembab yang masih sangat tampak tak kuhiraukan.Nenek bilang setiap kali ada bel yang terdengar, enggan ataupun senang pada akhirnya harus dibukakan. Pamali, sedemikian yang almarhumah katakan beberapa waktu silam.“Siapa?” tanyaku setelah pintu utama te
Byur...Aku menceburkan diri ke dalam kolam renang luas yang disinggahi beberapa manusia dengan tujuan yang sama. Ini bukan temapt pelatihan berenang yang biasanya kusinggahi untuk belajar, aku sudah mengabil cuti unrtuk satu minggu ke depan, pelatih juga mengerti keadaanku yang sekarang terbilang tidak baik-baik saja untuk melakukan pelombaan atau pelatihan.Aku berenang dengan gaya bebas menuju ujung kolam sana, kemudian menendang keramik agar tubuhku kembali bernenang menuju awal semula aku bernenag.Sesekali wajahku tampak pada permukaan air, tangan kananku tergerak untuk mengusap air yang masih membasahi wajahku agar netra bisa melihat dengan leluasa.Netraku kini beralih mengedarkan ke segala penjuru arah, orang-orang di dekat kolam ini sibuk dengan kegiatannya sendiri. Melihat senyuman yang terpatri pada wajah mereka seketika membuatku mendengus kesal, entah mengapa rasa iri menyeruak dalam dada, rasanya aku juga ingin berada di posisi mereka.Siapa y
Untuk sesekian kalinya, ketukan pada pintu secara beruntun berhasil membuat umpatan keluar dari mulutku dengan sebegitu mudahnya. Dengan sangat terpaksa dan malas, aku bangkit dari posisi tertidur tengkurap menjadi berdiri tegap. Sandal rumahan yang biasanya kupakai ini melekat apik pada kedua kaki, membawaku berjalan menuju pintu kamar untuk menuruni satu persatu anak tangga, membukakan pintu untuk tamu yang belum kuketahiu siapa manusia yang berkunjung sore-sore seperti ini.Aku membuka pintu setelah membuka kunci dua kali, namun sepersekian detik setelahnya aku terkisap karena Lee dan Joo masuk ke dalam rumahku dengan masing-masing tangan mereka membawa kantung belanjaan dengan merk supermarket di dekat komplek. Aku kembali menutup pintu utama kembali, kemudian memperhatikan dua manusia yangh menjalin kasih itu menggerutu karena aku terlalu lama membuka pintunya.Mungkin biasanya Lee dan Joo langsung masuk bila berkunjung di rumahku, namun kali ini pintu utama selalu ku
Helaaan napas keluar begitu saja, aku menatap nanar benang wol dan dua jarum rajut yang berada dalam genggaman tangan. Ternyata memaksa sesuatu yang sebenarnya tidak kita sukai benar-benar melelahkan. Tanganku meletkakan benang dan jarum rajut itu di atas meja bundar diruang tengah. Berlaih memejamkan mata dengan kedua tangan berposisi di depan dada. Juga menyandarkan tubuhku pada sandaran sofa yang kini kutumpangi untuk menampung tubuhku sendiri.Pikiranku berkelana pada masa lalu silam, sepertinya walau begitu buruk bila kuingat kembali, melupakan sebagian memori kelam itu bukan jalan keluar yang tepat.Nenek, rasanya sepi sekali rumah besar ini tanpa dirimu. Hidup sendirian tanpa ada yang menemani membuatku semakin terjun dalam dunia lain, rasanya dunia pikirkan jauh lebih menarik dan menenangkan di banding dunia asli yang nyatanya sedari kecil menampungku. Sekelibat pemikiran mencari tahu cara agar bisa menetap di dunia pikiran pernah terlintas dalam benak, itu s
Senyuman pada wajah Joo dan Lee membuatku ikut tersenyum tipis, rasanya nyaman mendapati mereka tertawa senang seperti demikiran. Aku pun tak kalah senangnya, siapa yang tak sennag di terima di Universitas ternama yang sudah diimpi-impikan semua siswa tingkat akhir? Termasuk diriku, Lee dan Joo yang memang tidak ada dalam pengecualian.Pengumumannya sekitar tiga puluh menit yang lalu, namun rasa senang yang menguar masih sangat kental. Ada rasa bangga tersendiri bagi kami bertiga. Masuk ke dalamnya sangat sulit, persaingan yang ada juga pastinya sangat ketat.Tuhan, terima kasih hadiahnya. Aku benar-benar menyukainya. Rasa syukur tak berhenti kuutarakan pada sang pembuat semesta, aku tersenyum haru saat Lee kembali menatapku dengan senyuman lebranya, ia pasti sangat tidak percaya. Lee juga sudah menhubungi sang bunda perihal kabar baik ini, Joo dan diriku turut merasakan senang melihatnya.“Ayo pergi, kita harus mempersiapkan segala sesuatu untuk awal kuliah kit
Tak ada yang berbeda dengan rasa nyaman sekaligus tegang saat tubuhku hanyut menuju dunia pikiran. Aku mulai memejamkan mata kala tubuhku mulai berekasi menuju dunia lain untuk ke sekian kalinya, sedangkan kedua tangankau kubebaskan mengudara sesuai gravitasi yang ada di tempat pijakanku saat ini.Sedetik berikutnya, aku membuka mata kala merasakan kedua telapak kakiku menapak pada rerumputan khas di dunia pikiran. Aku mengedarkan pandnagan mencari Athala, namun suara sepeda yang dikayuh dari arah belakang membuat tubuhku berputar seratus delapan puluh derajat. Tertampang di sana, Athala melambai-lambaikan tangan kanannya dengan kedua kaki yang masih setia mengayuh sepeda kuno miliknya. Senyuman pada wajahku ikut terbit tanpa berpikir lama, aku reflek berlari kecil ke arahnya tanpa memperdulikan keadaan.Bak kesialan yang menerpa begitu saja, aku tersandung kakiku sendiri yang tak terbalut apapun, aku mendelik saat merasakan tubuhku terhuyung ke depan dan siap membentur ta
Rasanya tak menyangka bila tubuhku kini benar-benar berpijak di depan gedung fakultas sastra indonensia universitas ternama di Jakarta. Senyumanku tak pudar, rasa haru dan sedih menyeruak menjadi satu. Ada sedikit kegelisahan karena diriku menapak pada tempat ini dengan susah payah, aku inagin mewujurdkan keinginan terakhir nenek. Beliau ingin cucu tersayangnya masuk ke jenjang perkuliahan dan lulus dengan waktu yang di tentukan.Aku tak pernah diberatkan dengan keinginan wanita paruh baya itu, walaupun kini beliau tidak ada, rasanya masih sama. Ada kesenangan tersendiri bila menyelesaikan sesuatu dengan pikiran tertuju menuju wanita renta itu.Langkah kakiku kembali berjalan menaiki satu persatu anak tangga yang terdapat di depan gedung besar ini, senyuman pada wajahku dibalik masker yang kukenakan tak kubiarkan luntur.Aku mengambil jurusan sastra indonesia, sedangkan Lee dan Joo bak menjadi selpasang manusia yang tak ingin dipisahkan memilih menyayomi Akuntas