Val memandang kepergian dua sosok itu hingga menghilang di dalam lift. Kemudian ia terduduk lesu di kursinya. Matanya menatap meja kerja sebelah yang kosong tanpa penghuni sejak tadi pagi. Ada rasa sepi dan juga kecewa mengetahui pemiliknya tidak ada di sana. Berkali-kali ia membuang napas panjang ketika sedang makan siang.
Teman-temannya saling berpandangan dengan heran. Terlebih ketika Val masih menyuap sendok ke dalam mulutnya, padahal kotak makannya sudah kosong.
“Kamu kenapa, Val?” tanya Rara mendekatkan wajah dan melambaikan tangan di depan Val.
Val mengerjap sebentar lalu menjawab, “Oh, apa?”
“Val, kamu lagi ada masalah sama Pak Saga?” tebak Rara langsung. Ia menangkap sesuatu yang tidak beres di antara keduanya sejak tadi pagi.
“Hah? Nggak. Nggak ada apa-apa kok,” jawab Val gugup sehingga suaranya terdengar berlebihan.
“Kalau nggak ada apa-apa, kok diem-dieman gitu?” Tatapan
Ponsel Saga sudah berdering beberapa kali di atas meja, tapi empunya masih enggan beranjak. Dia lebih memilih berbaring di sofa dengan sebelah lengan menutupi mata.Akhirnya ponsel itu berhenti berbunyi setelah beberapa kali panggilan dan digantikan oleh bunyi pesan masuk. Dengan malas, Saga membacanya. Dari Arion.“Ga, aku di café bawah. Turunlah.”“Aku mau tidur.”“Masih sore, Ga. Ayo, turun. Aku butuh teman ngopi. Kutraktir.”Kalau bukan Arion yang memintanya, Saga akan tetap menolaknya. Karena ini adalah sahabatnya, ia pun turun. Baru saja hendak berbelok ke arah café, matanya menangkap sosok yang sudah dua hari ini ia hindari dengan sengaja. Dengan cepat ia mengirim pesan pada Arion.“Ke apartemenku saja. Bawakan kopiku.”Arion membaca pesan itu sambil menggelengkan kepalanya. Ia pun berdiri dan membelikan pesanan Saga lalu keluar. Benaknya terus bert
Val sudah bisa menduga bahwa Saga tidak akan muncul lagi pagi ini di depan lobi apartemennya. Karena itu, ia sudah memesan taksi yang sampai sekarang belum tiba.“Ini sudah hari ketiga dia menghindar. Awas saja kalau sampai dia berani muncul, aku akan menghabisinya!” geram Val. “Katanya, ada masalah itu harus dihadapi supaya bisa belajar! Huh! Dia sendiri lari dari masalah!”Kekesalan Val semakin memuncak saat taksi pesanannya belum datang sejak belasan menit yang lalu. Baru saja ia akan menelepon, kendaraan itu berhenti di depannya.“Maaf, terlambat. Tadi macet sekali di sana,” kata sang sopir sebelum Val menumpahkan kemarahannya.Val masuk tanpa bicara apa-apa dan tiba di kantor beberapa menit lebih lama dari seharusnya. Ia sampai di tempat duduknya dengan napas terengah karena berlari setelah turun dari taksi. Untung saja, Saga tidak ada sehingga ia aman dari omelannya yang menusuk.Sepanjang hari Val berusaha
“Tunggu sebentar, Ga,” kata Val sambil berdiri. Ia meletakkan mangkuk berisi handuk dan air hangat di nakas.“Jangan pergi!” Saga yang bersandar di tempat tidur menahan lengan Val.Gadis itu tersenyum dan mengelus kepalanya seperti menjinakkan kucing liar. “Aku nggak ke mana-mana kok. Aku akan segera kembali. Tunggu, ya?” katanya lembut.Saga pun menurut dan menunggu dengan gelisah. “Benarkah dia akan kembali?” gumamnya sedih. Sejurus kemudian senyum mengembang di bibirnya melihat gadis itu datang sambil membawa sebuah nampan.“Sudah kubilang aku akan kembali. Aku membawa makanan untukmu.” Val meletakkan nampan di pangkuan Saga. “Makanlah.”Saga memandang nampan berisi semangkuk bubur yang terlihat lezat dan harum di pangkuannya. Ia memandang gadis itu lagi.“Kenapa? Kamu mau disuapin?” tanyanya.Saga menelengkan kepala. Perlahan, ia mengangguk meski d
Astaga! Tadi itu mengagetkanku! Val berjalan cepat meninggalkan apartemen Saga sambil mengelus-elus dadanya yang berisik di dalam. Debaran jantungnya masih berpacu dan berkejaran saat Saga memeluknya dari belakang. Apalagi bisikan di telinganya. Sekujur tubuhnya menegang sekaligus bergetar karena perasaan yang membuncah.Untung saja dia nggak melihat wajahku! Val menepuk-nepuk kedua pipinya lalu menggeleng cepat. Ia naik dan masuk ke apartemennya.Apa ini artinya aku dan Saga berpacaran? Val merenung sendiri di sofa. Tapi, dia masih sama Kaira, ‘kan? Atau sudah putus? Kalau belum, artinya aku dan Saga pasangan selingkuh?“Astaga! Apa yang kupikirkan?! Kenapa aku begini? Bodohnya aku! Padahal Arion jelas masih kosong, kenapa memilih yang sudah terisi?!” Val berdiri dan mondar-mandir dengan frustrasi. Sesekali ia memukul kepalanya, mengutuk dan merutuk dengan gemas.Mau tak mau, Val mengakui dirinya tela
Val tidak berkata apa-apa lagi, meski hatinya ingin mengungkapkan banyak hal. Sesekali ia menoleh pada Saga yang masih berada di posisi yang sama.Ada apa dengannya? Aku ingin bertanya, tapi takut. Apakah aku salah kalau menanyakan tentang hubungan kami sekarang? Ah, tapi aku juga malu. Akhirnya waktu berlalu begitu saja tanpa percakapan sama sekali hingga sampai di kantor. Kecanggungan masih terasa dan terlihat jelas di mata orang lain. Val dan Saga yang ibarat anjing dan kucing, tidak biasanya saling mendiamkan seperti sekarang. Namun, hal itu tidak berlangsung lama.Menjelang makan siang, Saga mendapati pekerjaan Val yang salah. Ia yang sejak tadi sibuk mengatasi deru dalam dadanya, tidak bisa menahan diri lagi, lalu menegur Val dengan keras.“Val! Kenapa kau ubah bagian ini?!”Val terkejut karena sudah lama Saga tidak menegurnya seperti ini. Suara pria itu begitu keras hingga terdengar ke meja seberang. Val bisa melihat se
Hari berikutnya masih dengan kecanggungan yang sama. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam dan berkata seperlunya saja. Ketika turun dari mobil dan berjalan ke lift pun tetap sama. Hanya saja, jarak keduanya tidak sejauh sebelumnya. Beberapa kali tangan mereka yang bersisian hampir saling menyentuh.Saga ingin sekali menggandeng tangan itu dan menggenggamnya erat, tapi tidak punya keberanian. Padahal ia dulu pernah memeluk Val ketika menenangkannya di rumah sakit. Entah mengapa sekarang rasanya berbeda.“Val ….” Akhirnya Saga berhasil membuka mulutnya untuk berbicara setelah sekian lama terkunci. Mereka sedang berada di dalam lift yang bergerak naik.“Ya!” Val terlihat sangat terkejut sehingga jawaban yang terlontar mirip teriakan.Saga terkekeh sebentar. “Kenapa kau kaget begitu? Kau lagi melamun?”Val memalingkan wajah. “Ng-nggak kok,” jawabnya gugup.Jantung Val masih belum berdetak
Val segera keluar dari lobi gedung. Ia berjalan cepat dan berusaha mengalihkan pikiran dari percakapan tentang kencan Saga.“Val?” Sebuah suara muncul dari mobil yang berhenti di depan lobi, tempat Val berdiri. Sosok Arion muncul dari jendela yang terbuka.“Rion? Bukannya kamu nggak balik kantor lagi habis makan siang?” tanya Val heran.“Iya, tapi ada titipan di lobi, jadi aku mengambilnya.” Arion menunjuk bungkusan di jok samping. “Kamu nggak sama Saga?”“Oh, aku ada urusan lain. Saga juga bilangnya mau pergi,” jawab Val jujur.Tiba-tiba Arion turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Val. “Masuklah, kuantar.”Val tergugu mendapat perlakuan seperti ini lagi dari Arion. Sejenak ia ragu. Benaknya memikirkan seorang yang lain, tapi hatinya berkata, bahwa untuk saat ini dia bukan milik siapa-siapa selain dirinya sendiri. Dia masih bebas.Arion melihat keraguan itu,
Otak Saga berputar cepat memikirkan segala kemungkinan yang membuat hal ini terjadi. Ingatannya sampai pada saat ia mengantar sang ibu bertemu teman lamanya.Tak butuh waktu lama bagi Saga untuk mengerti. Rupanya wanita yang ia temui waktu itu adalah orang tua Val. Ia juga menduga, sang ibulah yang merencanakan dan mengatur semua ini.“Mamamu, dan … mamiku … saling mengenal?” Hanya itu yang sanggup Saga ucapkan sambil mengembalikan ponsel Val.Val menerimanya dengan gugup dan menjawab, “Se-sepertinya begitu.”Hening kembali menyela. Bingung tidak tahu harus bersikap bagaimana. Perasaan senang dan terkejut, bercampur jadi satu. Tidak ada yang menyangka semuanya akan terjadi seperti ini.“Jangan-jangan telepon di tangga itu ….” Kalimat yang meluncur bersamaan dari bibir mereka, menjelaskan semuanya. Hari itu mereka telah mendapat permintaan yang sama dari ibu masing-masing.“Jadi &