“Tunggu sebentar, Ga,” kata Val sambil berdiri. Ia meletakkan mangkuk berisi handuk dan air hangat di nakas.
“Jangan pergi!” Saga yang bersandar di tempat tidur menahan lengan Val.
Gadis itu tersenyum dan mengelus kepalanya seperti menjinakkan kucing liar. “Aku nggak ke mana-mana kok. Aku akan segera kembali. Tunggu, ya?” katanya lembut.
Saga pun menurut dan menunggu dengan gelisah. “Benarkah dia akan kembali?” gumamnya sedih. Sejurus kemudian senyum mengembang di bibirnya melihat gadis itu datang sambil membawa sebuah nampan.
“Sudah kubilang aku akan kembali. Aku membawa makanan untukmu.” Val meletakkan nampan di pangkuan Saga. “Makanlah.”
Saga memandang nampan berisi semangkuk bubur yang terlihat lezat dan harum di pangkuannya. Ia memandang gadis itu lagi.
“Kenapa? Kamu mau disuapin?” tanyanya.
Saga menelengkan kepala. Perlahan, ia mengangguk meski d
Astaga! Tadi itu mengagetkanku! Val berjalan cepat meninggalkan apartemen Saga sambil mengelus-elus dadanya yang berisik di dalam. Debaran jantungnya masih berpacu dan berkejaran saat Saga memeluknya dari belakang. Apalagi bisikan di telinganya. Sekujur tubuhnya menegang sekaligus bergetar karena perasaan yang membuncah.Untung saja dia nggak melihat wajahku! Val menepuk-nepuk kedua pipinya lalu menggeleng cepat. Ia naik dan masuk ke apartemennya.Apa ini artinya aku dan Saga berpacaran? Val merenung sendiri di sofa. Tapi, dia masih sama Kaira, ‘kan? Atau sudah putus? Kalau belum, artinya aku dan Saga pasangan selingkuh?“Astaga! Apa yang kupikirkan?! Kenapa aku begini? Bodohnya aku! Padahal Arion jelas masih kosong, kenapa memilih yang sudah terisi?!” Val berdiri dan mondar-mandir dengan frustrasi. Sesekali ia memukul kepalanya, mengutuk dan merutuk dengan gemas.Mau tak mau, Val mengakui dirinya tela
Val tidak berkata apa-apa lagi, meski hatinya ingin mengungkapkan banyak hal. Sesekali ia menoleh pada Saga yang masih berada di posisi yang sama.Ada apa dengannya? Aku ingin bertanya, tapi takut. Apakah aku salah kalau menanyakan tentang hubungan kami sekarang? Ah, tapi aku juga malu. Akhirnya waktu berlalu begitu saja tanpa percakapan sama sekali hingga sampai di kantor. Kecanggungan masih terasa dan terlihat jelas di mata orang lain. Val dan Saga yang ibarat anjing dan kucing, tidak biasanya saling mendiamkan seperti sekarang. Namun, hal itu tidak berlangsung lama.Menjelang makan siang, Saga mendapati pekerjaan Val yang salah. Ia yang sejak tadi sibuk mengatasi deru dalam dadanya, tidak bisa menahan diri lagi, lalu menegur Val dengan keras.“Val! Kenapa kau ubah bagian ini?!”Val terkejut karena sudah lama Saga tidak menegurnya seperti ini. Suara pria itu begitu keras hingga terdengar ke meja seberang. Val bisa melihat se
Hari berikutnya masih dengan kecanggungan yang sama. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam dan berkata seperlunya saja. Ketika turun dari mobil dan berjalan ke lift pun tetap sama. Hanya saja, jarak keduanya tidak sejauh sebelumnya. Beberapa kali tangan mereka yang bersisian hampir saling menyentuh.Saga ingin sekali menggandeng tangan itu dan menggenggamnya erat, tapi tidak punya keberanian. Padahal ia dulu pernah memeluk Val ketika menenangkannya di rumah sakit. Entah mengapa sekarang rasanya berbeda.“Val ….” Akhirnya Saga berhasil membuka mulutnya untuk berbicara setelah sekian lama terkunci. Mereka sedang berada di dalam lift yang bergerak naik.“Ya!” Val terlihat sangat terkejut sehingga jawaban yang terlontar mirip teriakan.Saga terkekeh sebentar. “Kenapa kau kaget begitu? Kau lagi melamun?”Val memalingkan wajah. “Ng-nggak kok,” jawabnya gugup.Jantung Val masih belum berdetak
Val segera keluar dari lobi gedung. Ia berjalan cepat dan berusaha mengalihkan pikiran dari percakapan tentang kencan Saga.“Val?” Sebuah suara muncul dari mobil yang berhenti di depan lobi, tempat Val berdiri. Sosok Arion muncul dari jendela yang terbuka.“Rion? Bukannya kamu nggak balik kantor lagi habis makan siang?” tanya Val heran.“Iya, tapi ada titipan di lobi, jadi aku mengambilnya.” Arion menunjuk bungkusan di jok samping. “Kamu nggak sama Saga?”“Oh, aku ada urusan lain. Saga juga bilangnya mau pergi,” jawab Val jujur.Tiba-tiba Arion turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Val. “Masuklah, kuantar.”Val tergugu mendapat perlakuan seperti ini lagi dari Arion. Sejenak ia ragu. Benaknya memikirkan seorang yang lain, tapi hatinya berkata, bahwa untuk saat ini dia bukan milik siapa-siapa selain dirinya sendiri. Dia masih bebas.Arion melihat keraguan itu,
Otak Saga berputar cepat memikirkan segala kemungkinan yang membuat hal ini terjadi. Ingatannya sampai pada saat ia mengantar sang ibu bertemu teman lamanya.Tak butuh waktu lama bagi Saga untuk mengerti. Rupanya wanita yang ia temui waktu itu adalah orang tua Val. Ia juga menduga, sang ibulah yang merencanakan dan mengatur semua ini.“Mamamu, dan … mamiku … saling mengenal?” Hanya itu yang sanggup Saga ucapkan sambil mengembalikan ponsel Val.Val menerimanya dengan gugup dan menjawab, “Se-sepertinya begitu.”Hening kembali menyela. Bingung tidak tahu harus bersikap bagaimana. Perasaan senang dan terkejut, bercampur jadi satu. Tidak ada yang menyangka semuanya akan terjadi seperti ini.“Jangan-jangan telepon di tangga itu ….” Kalimat yang meluncur bersamaan dari bibir mereka, menjelaskan semuanya. Hari itu mereka telah mendapat permintaan yang sama dari ibu masing-masing.“Jadi &
“Kenapa? Kak Val kaget, ya?” Kaira mengedipkan mata.Val bergantian memandang Kaira dan Saga. “Ja-jadi … kalian ….”“Iyaaa!” Kaira mengangguk senang. “Jadi, Kak Val nggak perlu cemburu sama aku, ya! Kelakuan kita memang begini!”Val mendelik menuntut jawaban dari Saga yang berusaha melepaskan diri dari Kaira.“Kau nggak pernah bertanya dengan benar,” jawabnya kikuk, kemudian tertawa geli bersama sang adik.Val merasa sangat malu sekali mengingat selama ini ia telah salah paham. Ingin sekali ia menyembunyikan diri di kolong tempat tidur, karena tidak berpikir lebih jauh dan larut dalam pikiran gilanya sendiri.Mendadak Val tersadar. Jadi … ciuman yang waktu itu … nggak apa-apa, ‘kan? Dadanya kembali berdesir.“Ayo, duduk! Kak Val yang punya rumah, kok malah bengong saja!” ujar Kaira membuyarkan lamunan Val.“K
“Sudah kubilang aku nggak cemburu!” Val menutup pintu mobil dengan keras saat mereka sudah sampai di tempat parkir apartemen.“Tapi, wajahmu merah!” Saga mengejar gadis itu sambil tertawa.Val berjalan cepat-cepat menuju lobi apartemennya. Ia sangat kesal sekali karena Saga membahas hal itu lagi sepanjang perjalanan dari rumah orang tuanya.Saga berhasil menyamai langkah Val dengan mudah. Gadis itu tidak peduli dan segera masuk ke dalam lift. Ketika Saga ingin masuk, Val menahannya.“Sana pulang! Kamu membuatku marah saja!” usirnya. Ia menekan tombol lantai tujuannya dan membiarkan pintu perlahan menutup.Herannya, Saga tidak memaksa masuk. Ia hanya tersenyum mengamati Val hingga tidak terlihat lagi, kemudian kembali ke apartemennya dengan senang.Val menatap pantulan dirinya di dinding lift. Desah pelan lolos dari bibirnya. Kejadian beberapa hari terakhir ini, berputar-putar dalam benaknya. Semuanya terja
Saga memang sudah merencanakan akan membuat nasi goreng. Ia sengaja menggoda gadis itu lagi, yang justru menjadi senjata makan tuan dengan permintaannya yang tidak masuk akal.“Kau duduk manis saja di situ. Biar aku yang menyiapkannya. Waktu aku sakit, kau sudah membuatkan makanan untukku. Ini sebagai balasannya.” Sambil berkata begitu, Saga mulai mengeluarkan nasi putih yang sudah ia siapkan sebelumnya, telur, daging ayam, dan beberapa bumbu tambahan.“Oh! Aku nggak perlu membantu sama sekali, ‘kan?” Val duduk bertopang dagu di meja.“Iya. Kau diam saja. Oh, wajan di mana? Talenan? Pisau?” Saga sibuk mencari di laci dan lemari dapur Val.Val tertawa lalu mengambil peralatan yang dibutuhkan. Pada akhirnya, dia juga turut membantu Saga mencuci dan memotong bahan-bahan. Meski Saga menolak, tapi ia tetap bersikeras melakukannya.“Aku kasihan sama dapurku.” Begitu jawaban Val.Pagi itu, di da