Ucapan Arion membuat mata Saga berkilat marah.
“Kau …!” desisnya.
Arion terkekeh sambil melepas cengkeraman Saga di bajunya. Sahabatnya ini memang berbeda dari yang lain. Di saat semua pria di lingkungannya berganti-ganti pasangan atau sudah melakukannya, hanya Saga yang tidak pernah menyentuh wanita di luar batas sekalipun itu kekasihnya sendiri.
“Aku tahu kamu bukan orang seperti itu. Aku menghargainya. Dan, aku bersyukur akhirnya kalian saling mengakui. Kalian sangat beruntung.” Arion mengangguk saat pelayan meletakkan pesanannya. Ia pun meneguknya sedikit.
Keduanya diam sambil menatap cangkir kopi masing-masing.
“Kalian akan menikah? Kapan?”
“Entahlah, kami belum membahasnya lagi.”
Arion mengangguk.
Kedua pria itu pun menghabiskan waktu di café hingga menjelang subuh. Sementara itu, Val masih terlelap di kamar Saga yang nyaman.
Saga masih tetap berada di café setelah Arion meninggalkannya subuh tadi. Meskipu
“Kak Saga kalau sudah mengantuk, bakal lama tidurnya. Aku juga lagi off hari ini.” Kaira menambahkan saat Val masih terkejut dengan ajakan itu.“Oh. Baiklah.” Akhirnya Val setuju setelah memikirkannya.“Oke, sip! Nanti aku jemput di lobi, ya?” Adik Saga tampak kegirangan mendengar jawaban itu.Val pun segera pamit ke apartemennya untuk bersiap-siap. Kurang dari satu jam, Val sudah berada di dalam mobil Kaira yang melaju santai.“Kak Val biasanya weekend ke mana?” tanya Kaira.“Aku jarang berpergian sih. Aku termasuk kaum rebahan,” jawab Val sambil tertawa.“Ih, enaknya. Aku juga maunya gitu, tapi kadang kaki ini gatal minta jalan-jalan. Kebiasaan di tempat kerja karena harus berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain.”“Kamu keren.” Pujian yang dilontarkan Val membuat Kaira sedikit tersipu.“Ah, keren apanya. Kalau keren,
Saga sudah menunggu di depan lobi apartemen Val ketika dua gadis itu tiba menjelang malam.“Kalian ini dari mana saja sampai malam begini baru pulang?” omelnya ketika Val dan Kaira turun. “Pasti kau yang bikin gara-gara!” tuduhnya pada sang adik.“Salah sendiri suruh siapa molor!” Kaira tidak mau kalah. “Makanya jangan bergadang. Apalagi sama cewek, bisa sampai pagi tuh!”Val jadi tersipu melihat kedipan mata Kaira.“Bergadang apanya?” bantah Saga. “Aku nggak─”“Iya, iya, aku mengerti. Aku nggak akan bilang Mami kalau kalian ….” Kembali Kaira mengedip nakal. “Ah, tapi Mami kayaknya juga nggak keberatan. Malah seneng mau dapet cucu, dan aku dapet keponakan. Asyiiik!”“Hei, Kai, kau ini ngomong apa sih?! Val, dia habis makan apa jadi melantur begini?” Wajah Saga memerah dan menatap Val untuk meminta pertolongan.Val hanya b
Saga baru saja selesai mandi ketika teringat kado pemberian Val yang sudah ia letakkan di lemari bajunya. Ia tersenyum melihat botol wewangian itu lalu menyemprotkannya ke seluruh tubuh.Wangi segar favoritnya segera memenuhi ruangan. Perlahan ia menghidu aromanya dan rasa bahagia menyeruak di dadanya.Dengan wajah penuh senyuman Saga menjemput Val di lobi. Gadis itu sudah menunggunya sejak beberapa menit yang lalu.“Kau tidur nyenyak semalam?” tanya Saga saat keduanya sudah melaju santai.“Lumayan. Kamu sendiri?”“Hmm … saking senangnya, aku nggak bisa tidur.”“Kenapa?”“Karena kau selalu ada di kepalaku, di depan mataku, bahkan menutup mata pun, kau masih ada di sana.”Val mendelik mendengar rayuan Saga. “Halah! Pagi-pagi sudah ngegombal,” decaknya. Samar-samar hidungnya mengenali aroma parfum yang ia beli kemarin.Dia memakainya, p
Val dan Saga telah resmi menjalin hubungan secara terbuka. Baik kedua keluarga dan teman-teman, semua telah mengetahuinya. Namun, bukan berarti hubungan itu aman, tentram, dan lancar tanpa kendala. Layaknya hubungan dua orang manusia, perbedaan pendapat dan pertengkaran kecil selalu ada. Terlebih, Val dan Saga mengawalinya dengan rasa saling membenci. Bahkan, dalam acara makan malam dua keluarga besar untuk membahas tanggal pernikahan pun diwarnai adu mulut yang seru. Di ruang VIP sebuah restoran, Val dan Saga saling mempertahankan pendapatnya.“Sabtu!” tegas Saga.“Nggak! Minggu saja!” tolak Val sama-sama keras kepalanya.Mereka berdua diminta menentukan hari yang dipilih untuk mengadakan resepsi pernikahan. Orang tua Saga dan Val memberi kebebasan pada dua anak manusia itu untuk berdiskusi dan memutuskannya bersama. Nyatanya, mereka berdua mempunyai sifat yang sama kerasnya dan tidak mau mengalah.“Rupanya kalian belum memu
“Aku nggak mau di sini! Review-nya jelek.” Val menunjuk brosur gedung pernikahan di tangannya.“Itu nggak enak. Aku pernah mencobanya. Kau akan menyesal bila memilihnya,” tolak Saga saat Val memilih bagian katering.“Temanku pernah memakainya, tapi jadinya hancur. Dia sampai menangis dan malu bila mengingatnya.” Kali ini Val mengarah pada vendor bridal.“Yang ini! Hasilnya kasar! Terkesan murahan!” Saga melempar salah satu brosur ke meja yang berantakan oleh tumpukan selebaran dan kartu nama.Kaira yang sejak tadi diam mengamati mereka, menghela napas panjang dan menggaruk-garuk kening yang tidak gatal. Saat ini, ketiganya berada di apartemen Saga untuk mendiskusikan vendor yang akan mereka pakai. Dua hari lalu, Saga sudah memberi keputusan tentang tanggal pernikahan mereka pada Robby. Ayahnya itu langsung meminta daftar vendor yang akan dipakai.Saga kelabakan. Akhirnya dengan persetujuan Va
Berkat Kaira, semua urusan vendor bisa selesai dengan cepat. Setelah mengamati dua perbandingan yang dibuat Kaira dan Val, Saga pun sudah memutuskan. Harga dan jadwal temu pun sudah diatur. Sisanya tinggal urusan gaun yang akan dipilih.Bagi sebagian besar─bisa jadi semua─wanita, pemilihan gaun pengantin ini merupakan saat-saat istimewa. Seorang wanita yang akan tampil bak ratu sehari, tentu akan menunjukkan sisi dirinya yang paling cantik dan mengagumkan. Karena itulah, gaun pengantin ini merupakan poin yang krusial dan penuh pertimbangan.Kali ini, Rima dan Diana turut serta ketika memilih jas dan gaun pengantin. Beberapa pilihan warna dan model jas disodorkan pada Saga, pria itu langsung memutuskan dengan cepat. Namun, bukannya puas, Diana justru memberi saran lain sebagai pertimbangan.“Apa lagi, Mi? Aku ‘kan sudah memilihnya, dan itu sudah sesuai dengan yang aku mau. Kemarin-kemarin disuruh cepat memilih, giliran sudah kupilih, malah nggak sesua
“Kamu kenapa, Ga? Suntuk banget kelihatannya.” Arion melihat sahabatnya itu tampak pucat dan lelah. Makanan di depannya hanya berkurang sedikit.Saga menghela napas dan menyandarkan tubuh ke kursi kayu. Mereka berdua sedang menghabiskan waktu istirahat di rumah makan pilihan Arion.“Mau menikah saja, urusannya ribet, ya? Padahal cuma nikah doang,” keluhnya. “Mesti urus surat-surat, jadwal temu vendor, dan tetek bengek lainnya.”“Ya, iya lah, Ga. Mau gampang, ya, kawin saja,” gurau Arion sambil tertawa.Saga mendengus. “Nggak juga. Habis kawin, kalau ada hasil, ya, tetap ribet juga. Tapi … memang harus dijalani.”Arion tersenyum. Ia membayangkan dua sahabatnya berjalan berdampingan di altar. Dalam hati, ia mengucap doa tulus untuk mereka.“Nggak kerasa, ya … sebentar lagi kalian akan menikah,” ujar Arion pelan seperti ditujukan pada dirinya sendiri.&
“Kenapa? Bukannya kau lapar? Dulu kau bisa menghabiskannya sendirian, ‘kan?” Saga menyodorkan piring itu.Seketika wajah Val memerah mengingat ia pernah melakukannya saat bersama Arion. Entah apa karena memang nasi goreng ini enak sekali, atau ada lubang besar di lambungnya sehingga bisa menerima makanan begitu banyak.“Kamu sengaja ingin membuatku gendut? Apa kamu mau memilih baju lagi gara-gara nggak muat?” semprot Val kesal, tapi ia tetap menyendok nasi itu ke mulutnya. Bukan hanya aromanya saja yang menggelitik hidung, tapi rasanya juga memanjakan lidah. Tidak perlu waktu lama, makanan itu sudah berkurang separuhnya.Senyum Saga kembali mengembang. Ia mengedarkan pandang ke sekeliling lalu menghela napas panjang.“Sudah lama aku nggak ke sini. Tempat ini masih sama seperti dulu. Bedanya, sekarang aku sama kamu. Bukannya sama Arion.”Perkataan itu membuat Val tertawa. Saga senang melihat gadisnya sudah k