Share

Chapter 5

last update Last Updated: 2024-05-05 06:13:37

Gina berlari kecil keluar dari gudang itu, bel pulang sudah berbunyi setengah jam lalu. Gadis itu di spam telepon oleh Reva sejak tadi, dengan kejam Gina memblokir nomornya sementara.

"Kau diblokir," ungkap Ratih yang sejak tadi menonton Reva bolak-balik sembari menggigit bibirnya.

"Hah? Diblokir?" Tanya Reva linglung setelah berhenti.

Ratih hanya mengangguk saja, toh Gina sudah besar jadi tenang saja tak perlu panik seperti ini. Reva meluruh ke lantai, ingin sekali gadis itu menyentil dahi Gina, ia khawatir sejak tadi gadis itu belum kembali.

Kelas sudah sepi menyisakan mereka berdua, Ratih masih sibuk di bangkunya dengan bukunya. Reva masih panik di bawah sana, pasalnya gadis itu di kirimi pesan oleh ayahnya Gina.

"Rat, menurutmu tuan Herdian galak tidak?"

"Kenapa tiba-tiba?" Heran Ratih, tak biasanya mereka membicarakan hal seperti ini.

"Bacalah," pinta Reva menyodorkan ponselnya yang berisi chat antara dirinya dengan ayah Gina.

Ratih menerimanya dan membacanya, keningnya berkerut berpikir.

"Kau mau?" Tanya Ratih setelahnya.

"Ya, bagaimana lagi. Lagipula gratis hehe, mau!" Seru Reva senang.

Ratih sedikit heran dengan pesan Herdian, pria itu mengajak Reva berlibur. Hal yang tak pernah terjadi sebelumnya, sejak pertama berteman dengan Gina. Gadis itu jadi sedikit curiga, ya curiga yang sangat mencurigakan.

"Ini chat pertama beliau?" Ratih bertanya dengan rasa penasarannya yang membelenggu tanpa menggulir layar ke atas.

"Oh, tidak. Sebelumnya ayah Gina pernah mengirimkan pesan, coba geser ke atas aku lupa," jelas Reva gadis itu bangun dari tempatnya dan mendekati Ratih.

"Ini, hanya meminta supaya mau berteman dengan putrinya."

Reva menunjukkan chat awal antara dirinya dengan Herdian, di sana hanya menyapa dan perkenalan singkat.

Ratih mengangguk paham, "Bagaimana beliau bisa mendapatkan nomormu?"

"Astaga itu hal yang mudah, ayah Gina kan salah satu donatur disekolah ini."

Penjelasan Reva membuat Ratih terdiam, donatur sekolah yang berarti mempunyai beberapa keuntungan termasuk informasi dari para siswa meski pribadi. Dan ya tentunya ada bayaran untuk hal itu.

"Hm donatur ya?"

"Ya?" Tanya Reva bingung, "Hei kenapa?" Lanjutnya.

"Tak apa, kau telpon Gina," suruh Ratih menyodorkan ponselnya yang disambut cepat oleh Reva.

Sedangkan di luar sana Gina masih bersembunyi dibelakang tong sampah besar, tadi gadis itu berniat melalui jalan lain sekedar ingin tau namun malah terjebak di sini.

Di depan sana terjadi tawuran bersekala kecil, tanpa senjata tajam hanya beberapa anak sekolah menengah atas dengan dua kubu. Ada yang memakai seragam putih abu, ada pula yang memakai jaket menutupi seragamnya, sisanya memakai baju bebas.

Tawuran yang tak elit sepertinya, tak ada wibawanya sama sekali di tonton ya meski begitu Gina tetap merasa takut. Getaran telepon mengalihkan perhatiannya, Gina mengecek sebentar sebelum menjawab.

"Hi Ratih?"

"Hei kau dimana?!" Tanya Reva diseberang.

Gina langsung mengecilkan volume nya, berharap masih aman tanpa gangguan. Gadis itu deg-degan tak karuan, selain takut tentunya ia juga merasa jijik berdekatan dengan sampah.

"Astaga Reva, tenanglah ...." Gina berbisik lirih.

"Hah? Kau kenapa?" Reva diseberang ikutan berbisik, Ratih menyuruh membesarkan volume nya.

"Ada tawuran, aku tidak bisa lewat," jelas Gina kemudian mengirimkan lokasinya saat ini.

"Tawuran dimana? Kau lewat mana?" Tanya Ratih, gadis itu bergegas membereskan tasnya. Mengambil tas Gina dan mengajak Reva berjalan keluar.

Setelah memastikan pintu kelas tertutup barulah mereka berdua mengikuti arah yang Gina kirimkan.

"Kau diam di situ, kami akan ke sana," tegas Ratih.

"Bagaimana bisa anak itu sampai ke sana, aih." Reva di sebelah Ratih merasa pusing.

"Ayo kita lewat samping," ajak Ratih.

Reva dan Ratih berlari kecil ke arah samping kanan sekolah, melompati pagar pembatas yang tingginya hanya sebatas pinggang orang dewasa.

Mereka mengikuti arah dari ponsel, lokasinya lumayan jauh karena harus melalui kebun warga. Daerah ini juga sepi dan berantakan, sepertinya ada penebangan liar berskala kecil.

"Tak ada jalan pintas lainnya, bawa kayu ini."

Reva meneguk ludahnya kasar, ia gemetaran menerima kayu besar yang Ratih sodorkan.

"Kita? Ikutan tawuran?" tanya Reva pias, wajahnya memucat takut.

"Buat jaga-jaga, ayo!"

Ratih membawa kayu besar juga, mereka berdua berlalu dari sana dengan mengendap-endap. Jalanan begitu lenggang, daerah ini tampak sepi meski masih siang.

Dibawah pohon besar tertutup semak belukar mereka bersembunyi, memastikan keadaan didepan sana sepertinya tidak berbahaya.

"Mereka tanpa senjata, ayo lewat saja." Ratih maju melangkah keluar meninggalkan kayunya.

"Heh, yang benar saja?!" Ucap Reva tak terima.

Tak ada pilihan lain, Reva terpaksa ikut dari belakang dengan gemetaran. Di depan sana beberapa anak SMA tampak sedang beradu mulut, entah apa yang mereka cek-cok kan.

Ratih berjalan di samping jalan, berusaha tak peduli dengan anak SMA di tengah jalan sana. Reva mempercepat jalannya menggandeng Ratih erat, jantungnya berdegup kencang saat ini hingga keringat dingin membasahi tubuhnya.

"Siapa tuh cewe?" Tanya salah seorang anak SMA itu kala melihat dua gadis itu.

"Entah, anak sebelah kali," sahut lainnya.

"Bodinya manteb cuy, gas ga?" Tanya lelaki berjaket hitam.

Ratih yang pendengarnya tajam pun berhenti dan menengok ke arah anak SMA itu. Reva ikutan berhenti dan mengintip dari belakang tubuh Ratih.

"Au, noleh bro. Gila cakep juga, sini dong cantik!" Teriak si jaket hitam.

Lelaki berjaket hitam itu mendekati Ratih berusaha menggapai tangannya. Didukung oleh siulan dari teman-temannya di belakang, entah Ratih jadi berpikir jika tawuran ini sangat tidak menyenangkan.

"Argh, lepas! Sakit!"

Belum sampai digapai sudah Ratih pelintir tangannya, bunyi retakan tulang terdengar nyaring membuat bulu kuduk merinding. Reva yang dibelakang hanya bisa diam ketakutan, gadis itu mundur semakin jauh. Teman-teman anak SMA itu juga diam masih berpikir harus bagaimana, mereka tak punya nyali hanya diam berdiri.

Meski Reva bisa beladiri namun ia belum pernah mempraktekkan ilmu itu di dunia nyata, dan juga lawannya laki-laki itu belum pernah.

"Reva ...," panggil Ratih pelan tanpa menoleh, masih dengan tangan yang memelintir.

"I-iya?" Sahut Reva takut.

Ratih melemparkan tas Gina yang kemudian di tangkap Reva, "Susul Gina, aku ada urusan sebentar," suruh gadis itu.

Reva mengangguk dan berlalu cepat dari sana, gadis itu memaksa diri pergi. Ratih menatap datar lelaki dibawahnya yang kesakitan, cengkraman tangannya semakin menguat.

"Coba ulangi?" Tanya Ratih pelan, pandangannya merendahkan lawan bicara.

"A-argh, Lo siapa sih!" Jerit si jaket hitam itu, memaksa nyali berani dengan membalas tajam tatapan Ratih.

"Heh, lepasin!" Salah satu temannya maju, remaja bercelana robek-robek itu berusaha mendorong Ratih.

Ratih melepas pelintiran nya dan beralih menangkap tangan si celana robek-robek, ia putar dan kunci kakinya cepat membuat lelaki itu berteriak.

"Lo .... Regan Ananta Prabu, nama doang kece, kok beraninya ngelawan cewe." Ratih membaca name tag di seragam remaja itu, ia ingat siapa orang yang memiliki nama belakang sama dengannya.

Ratih hempaskan Regan kebawah, tak lupa pijakan di tungkai kakinya membuat Regan menjerit ngilu.

"Ah, cewe gila!"

Regan kesakitan di bawah sana di bantu si jaket hitam berdiri, teman-teman mereka sudah kabur dari sana. Ratih berdecak sinis, sepertinya mereka ini hanya gaya-gayaan saja tak punya nyali tak punya kekuatan juga.

"Kalau abang gue tau, habis Lo! Hahaha!" Sombongnya selangit meski masih tertatih-tatih berdiri, Regan membanggakan kakaknya yang sudah memiliki tingkat tinggi di beladiri itu.

"Kak Arga ga sebodoh, Lo."

Regan terdiam sejenak bagaimana gadis didepannya ini tahu nama kakaknya. Si jaket hitam disebelahnya juga hanya diam sejak tadi, tangannya masih sedikit nyeri.

"Lo siapa?" Tanya Regan tajam, remaja itu sangat penasaran.

"Buang-buang waktu aja, lain kali kalau mau tawuran latihan gelut. Bacot doang mana seru, payah."

Setelah mengucapkan itu tanpa pamit Ratih berlalu, si jaket hitam menatap Regan bingung dan Regan yang ditatap hanya diam memandangi Ratih hingga gadis itu menemui kedua temannya di sana.

"Pulang lah kita, gue mau pijetan. Ah ngilu anjir, sialan!" Si jaket hitam mengeluh menahan nyeri sembari memapah Regan mereka berjalan pergi.

"Hm pulang ajalah, uh kaki gue!" Regan sangat kesakitan bila kakinya menapak, nyerinya masih terasa hingga saat ini karena Ratih benar-benar kuat menginjaknya.

"Anjir di tinggal pulang, sialan emang!" umpat Regan saat mereka sampai ke tempat mereka memarkirkan motornya. Hanya tinggal motor mereka berdua di sana.

Si jaket hitam Tio namanya, mendudukkan Regan dikursi trotoar. Tio mencoba menghubungi Arga, kakaknya Regan.

"Halo bang, boleh minta tolong jemput kita," pinta Tio, lelaki itu ikutan duduk menunggu disebelah Regan.

"Oh oke, makasih ya bang."

Setelahnya Tio mengirim lokasi, untungnya Arga juga sedang tidak sibuk.

"Lo kenal tuh cewe, Gan?" Tanya Tio penasaran.

"Mukanya kaya ga asing, tapi gue ga kenal."

Regan mencoba mengingat-ingat kembali, wajah Ratih seperti pernah ia lihat entah di mana.

***

Related chapters

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 6

    Saiful mondar-mandir di dalam sel nya, pria itu sangat bingung dan ketakutan. Ini sudah hari ke 3 sejak Ratih memberikannya penawaran kebebasan, ke-dua temannya hanya diam sembari saling menatap penasaran.Suara langkah kaki dari kejauhan terdengar menggema, itu adalah pengawas penjara dan menghampiri sel Saiful. Pria buncit berseragam polisi membuka kunci gembok dan menatap tajam tiga orang didalamnya."Atas nama Saifullah, ada yang ingin menemui Anda." Ucapan sang pengawas itu membuat Saiful tercekat sejenak, pria itu mengangguk lemas dan bersiap keluar.Tangannya di borgol sembari di tuntun berjalan ke ruang pertemuan, di kursi sana sudah duduk seorang gadis dengan aura gelap yang mencekam. Ratih memandang rendah Saiful didepannya, gadis itu mengulas senyum manis palsu sebagai ungkapan sambutan dengan telepon penghubung yang sudah ia angkat.Saiful mengangkat telepon penghubung dengan gemetaran, keringat dingin membasahi tubuhnya bagian dalam."Apa jawaban mu?" Tanya Ratih membuka

    Last Updated : 2024-05-07
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 7

    "Hei ini apa?" Tanya Reva ke Gina, mereka berdua tengah berada dalam perjalanan di mobil."Oh ini untuk mengatur suhu AC mobil, kau kedinginan tidak?" jelas Gina."Oh iya iya, tidak kok. Apa masih lama sampainya?" "Hm, kurang tahu." "Pak, berapa lama lagi kita akan sampai?" Tanya Gina ke sang sopir."Sekitar tiga jam lagi, Non." Gina mengangguk saja, gadis itu mengeluarkan jajanannya dari tas."Biar tidak bosan," ungkap Gina menyodorkan beberapa camilan."Ah, aku kenyang Na. Aku merasa bosan, Ratih online tidak?" Gina masih mengunyah makanan nya, ia menyodorkan ponselnya ke Reva. "Coba kau hubungi, video call!" perintahnya."Hehhe oke!" seru Reva segera mengambil ponsel Gina dan mencari Ratih.Hanya bunyi deringan terdengar, sepertinya Ratih sedang tidak aktif. Reva terduduk lesu, mengembalikan kembali ponsel Gina dan mencomot makanannya."Perasaan ku tidak tenang, apakah Ratih baik-baik saja?" ungkap Reva menunjukkan keresahannya."Em, aku juga merasa ganjal. Semoga dia baik-baik

    Last Updated : 2024-05-11
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 8

    Disebuah tempat nan jauh dalam hutan, tampak dua lelaki tengah berusaha menyusun kayu. Mereka membuat gubuk dengan benda seadanya, hanya bermodalkan ranting-ranting dan dedaunan."Sampai kapan kita disini?" "Entahlah, bos cuma bilang bakalan jemput kalau keadaan udah membaik.""Tapi sampai kapan?" "Sampai kiamat! Udah kerjain ini, udah mau malem!" gerutu seorang pria. Akhirnya Anton kicep dimarahi oleh Farid, kini mereka berdua melanjutkan pekerjaannya. Dengan kayu yang ditata rapat menancap tanah, kemudian atapnya di beri alas daun kelapa. "Kita ga bawa makan apa? Laper gila!" Anton mengeluh kembali."Habis ini nyari ikan di sungai, ga usah ngeluh mulu." Anton diam kembali, dengan terpaksa bekerja meski perutnya keroncongan meminta di beri asupan. Farid, pria itu bolak-balik mengangkut kayu dan daun kelapa. Mengikatkan daun kelapa dengan pelepah pisang, kemudian membuat pintu dari daun pisang. Hari sudah mulai petang, gelap sekali di tengah hutan ini. "Gue takut bre. Kenapa si

    Last Updated : 2024-05-15
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 9

    "Pelatih tidak bisa datang, kita latihan sendiri." Ucapan senior itu meredupkan semangat para anggota junior, apalagi yang anak-anak. Tampak wajah mereka langsung berubah masam, mereka merindukan pelatih karena orangnya sangat baik dan supportif. "Yah, kenapa kak? Beliau kemana?" tanya seorang bocah lelaki. "Beliau pergi ke luar negeri, bisnis." Jawaban itu mendapat anggukan dari beberapa orang. "Kalau begitu biar Kak Safar yang ngajar, setuju?" ungkap bocah tadi. "Setuju!!" Ratih hanya tersenyum saja, kemudian mereka semua mulai berbaris dan melakukan pemanasan. Sejak tadi Safar yang berdiri di depan sana tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah Ratih, namun Ratih abaikan, gadis itu tampak sangat fokus dengan pemanasannya. "Ah, Bang Safar gak fokus ih!" seru bocah perempuan di depan Ratih. "He'em, matanya jelalatan mulu!" sahut bocah lelaki disebelahnya. "Heh astaga bocah ini," gumam Safar lirih. Bocah perempuan itu berbalik badan menatap ke belakang, "mending kak Ratih

    Last Updated : 2024-05-16
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 10

    Reva dan Gina sedang berbincang melalui video call dengan Ratih. Ketiganya membahas hal random apa saja, bahkan sejak tadi Reva tak henti-hentinya berceloteh ria."Ah kau tau, saat di pantai tadi aku melihat bule! Astaga tampan sekali, aku menyukainya!" ungkap Reva girang."Murahan sekali hatimu ini, ada yang tampan sedikit langsung suka!" ejek Gina, gadis itu berada di belakang Reva sedang mewarnai kukunya."Ck yang cintanya bertepuk sebelah tangan diam saja!" ucap Reva tak terima yang membuat Gina menyenggol gadis itu hingga jatuh dari kasur."Aw, ah dasar!" Ratih di seberang hanya tertawa kecil memperhatikan keduanya seolah seperti biasa, sembari gadis itu membaca lembaran kertas sejak tadi."Oh ya Ratih, bagaimana di sekolah? Kau baik-baik saja kan?" tanya Gina cemas.Tablet Gina diletakkan di atas meja yang membuat jarak tangkapan video menjadi lebih lebar, Reva masih di bawah malas naik hanya terlihat kepalanya saja."Ya baik, bagaimana dengan kalian? Apakah liburannya menyenan

    Last Updated : 2024-05-19
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 11

    Begitu hening malam ini, selepas Ratih berbincang dengan teman-temannya ia membaca satu-persatu informasi yang telah dikumpulkannya. Masih banyak yang janggal, Ratih kesulitan mengorek lebih dalam lagi. "Hm kalung yang indah ...," kagumnya pelan memandangi kalung berbandul hati itu. Kilatan cahaya yang memantul dari bandul itu begitu indah, Ratih pun mendekati ke cermin dan memakainya. Kalung emas putih dengan bandul berbentuk hati itu tampak pas di lehernya yang jenjang dan cerah. "Um cantik," pujinya. Kembali duduk dan mulai mengisi data formulir beasiswa itu, akan ia manfaatkan kesempatan ini. Otaknya berpikir keras bila suatu hari ia melanggar harus membayar denda, ia harus kaya setidaknya memiliki tabungan lebih dari 1 Miliar. Ratih mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. "Apa tawaranmu masih berlaku?" tanyanya setelah panggilan terhubung. "Tentu masih, kau menerimanya?" tanya seorang lelaki di seberang sana dengan nada senang. "Ya, ku terima." Setelahnya sese

    Last Updated : 2024-05-20
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 12

    Setelah olahraga lanjut fisika, tubuh yang lelah harus dipaksa berpikir keras memahami berbagai materi ini. Teman-teman kelasnya sudah pada tepar, bahkan masih ada yang mengenakan kaos olahraga. Kipas kelas di nyalakan maksimal membuat bau keringat berhamburan."Woi, siapa yang ga mandi!" jerit Gibran."Baunya gila!" sahut Safar, pemuda itu sudah memakai seragam Pramuka nya. Safar mendekat ke salah satu murid yang dekat kipas angin, murid itu begitu berisi lemak masih mengenakan kaosnya. Beberapa temannya masih ada yang tengah sibuk menyalin jawaban untuk PR fisika ini, tak begitu memperhatikan sekitar. Ada pula yang tengah pijit di belakang sana."Oh ternyata! Ini orangnya!" seru Safar menuduh. Safar mendekat dan mencoba mengendus-endus area sekitar nya."Ganti gak!" Safar memaksa murid itu berdiri yang akhirnya si murid itu menyerah."Iya iya!" jawab murid itu pasrah.Setelah murid itu pergi perlahan bau tak

    Last Updated : 2024-05-21
  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 13

    Suasana rumah Gina begitu kelam dan mencekam, padahal hari masih siang dengan terik matahari yang menyengat di luar sana. Ratih bersama Gina tengah duduk di kursi tamu menghadap sang ayah, Herdian. Reva masih tidur di kamar Gina, gadis itu kelelahan di perjalanan pulang."Sepertinya Saya belum terlalu mengenali diri mu," ucap Herdian. Pria itu duduk dengan kaki yang di silangkan bagai penguasa. "Yah, ini teman ku. Satu kelas, Ratih namanya." Gina bergegas menjelaskan sebelum ayahnya bertanya macam-macam.Herdian mengangguk perlahan, tangannya menyentuh area dagu seolah berpikir. Ratih yang di samping Gina masih diam, gadis itu waspada sembari matanya mencuri-curi pandang ke area sekitar."Ratih ya, hmm." "Perkenalkan, Saya adalah ayah Gina." Dapat Ratih lihat Herdian seolah-olah sedang berusaha menjadi manusia ramah dengan senyum palsunya. Ratih mengulas senyum kecil tanpa membalas ucapan Herdian. Ia tahan supaya tidak mengamuk saat itu juga, ingin sekali ia robek mulut sok manis p

    Last Updated : 2024-05-22

Latest chapter

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 22

    Saat ini ketiga gadis tengah bergerak sembunyi-sembunyi didekat tempat dapur sekolah. Mereka mendorong Ratih keluar dari tempat persembunyian saat melihat seorang wanita masuk membawa cangkir kosong. Ratih berdalih ingin meminta gula pasir pun diperbolehkan masuk untuk mengambil."Eh Bu, ini untuk siapa kalau boleh tahu?" tanya Ratih menunjuk nampan berisi secangkir kopi yang sedang ibu itu buat."Oh ini untuk siapa tadi namanya, Pak John. Pokoknya yang sedang berkunjung kesini." "Saya minta kopi sekalian boleh?" pinta Ratih beralibi."Oh iya boleh, itu di toples kaca dekat tempat gula."Ratih manggut-manggut saja, ia ambil toples gula dan mengambil beberapa sendok teh. Sambil melirik lirik ke si ibu tadi ia sok sibuk dengan kegiatannya sendiri.Setelah ibu-ibu itu pergi untuk mencari gelas lainnya di ruangan lain, Ratih bergegas menuangkan beberapa tetes cairan di botol yang ia bawa dan mengaduknya cepat."Lekas lah pulang ke neraka pria tua, Lucifer menunggumu di sana." Ratih bergu

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 21

    Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang sedang terjadi, para murid seolah terhipnotis. Diam membisu dan bingung, hanya Ratih yang memperhatikan sekitar dengan penuh curiga.Sesi berdoa sudah selesai, ajaibnya para murid langsung tersadar dan bangun seolah tidak terjadi apa pun. Gina dan Reva juga seperti baru bangun dari tidur, pandangan mereka tampak bingung."Baiklah anak-anak silakan kembali ke kelas masing-masing dan melanjutkan pembelajaran!" Para murid langsung berhamburan keluar dari aula seperti robot menyisakan Ratih yang duduk tenang menunggu hingga sepi. Reva sedari tadi sudah mengeluh dan menggeret lengan Gina untuk keluar."Sabar, tunggu sepi," ucap Gina melepaskan tangan Reva dari lengannya.Reva mendengus lirih, netra gadis itu berkeliaran mencari kiranya kotak Snack yang masih utuh untuk dibawa pulang. Ketemu, di dekat pintu kamar mandi area duduk kelas 11 ada sekitar 5 kotak. Reva berlari ke arah situ yang kemudian di susul oleh Gina."Jangan!" teriak Ratih.Reva la

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 20

    "Rat, nanti kau sibuk?" tanya Safar di perjalanan kembali ke kelas. Upacara baru saja selesai, para murid dibubarkan untuk mengambil buku dan alat tulis kemudian langsung di suruh ke aula sesuai barisan kelasnya.Gina dan Reva yang berjalan di sampingnya saling berbisik lirih untuk pamit duluan ke kelas yang di angguki Ratih."Ya, setelah mengembalikan motor mu aku akan bekerja."Safar mengulum senyumnya, "bekerja ya? Sampai jam berapa?" lanjutnya bertanya."Entah, ada apa memangnya?" "Hehe, aku hanya ingin meminta tolong untuk mengajariku. Aku tidak mau guru les yang ayah pilihkan, jadi aku mencarinya sendiri."Ratih menaikkan alisnya menatap heran Safar, mereka sudah hampir masuk kelas."Hm, guru les ya?" Safar mengangguk senang."Berapa bayarannya?""Berapapun yang kau minta," jawab Safar.Ratih menyeringai kecil, "haha satu juta setiap pertemuan?" guraunya membuat Safar mendelik."Kau sengaja membuatku bangkrut ya?" Ratih terkekeh geli. "Bercanda. Atur saja, aku bisa hanya hari

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 19

    "Jika kau sudah masuk maka sulit untuk keluar, ini bukan bisnis biasa."Dean dan Ratih berada di ruangan pria itu, tadi Ratih sudah diberikan gambaran tentang pekerjaan yang akan ia lakoni. Terlihat kejam dan mengerikan, namun tetap Ratih iyakan. Apa yang dirinya dan Arthur tadi lakukan hanyalah contoh kecil."Ya, tentu aku paham mengenai hal itu." Dean tersenyum mendengarnya, ia serahkan sebuah pisau bercorak ular di gagangnya ke Ratih."Kau gesit untuk melawan dari jarak dekat, gunakan ini sebagai senjata." Ratih hanya menatap tanpa minat."Aku mempunyai senjata ku sendiri, simpan saja." Gadis itu menolak, menggeser kembali pisau yang Dean serahkan."Aku tau, simpan ini. Suatu saat akan berguna, ringan namun tajam. Kau bisa melihat kilatan itu bukan."Ratih tatap pisau itu dan mengambilnya, sebelum memasukkannya ke saku ia pasang dulu penutupnya. "Ya terimakasih, ada hal lain lagi?" tanya Ratih membuat Dean menyeringai."Kau harus belajar menggoda untuk mengelabuhi para pria nanti

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 18

    Di sebuah ruangan yang sepi, Ratih berdiri memperhatikan sebuah peta yang Dean tunjukkan. Itu adalah peta digital dengan titik-titik bewarna sebagai penanda."Hijau adalah sekutu, dan merah itu musuh. Titik biru ini adalah tujuan kita, klien kita." Dean menunjuk titik yang tersebar di sekitar sana."Pergerakan mereka bisa hilang karena sinyal, yang merah ini adalah salah satu yang berhasil di lacak. Mereka juga bisa melacak di mana kita berada."Dean berjalan ke arah meja dan mengambil sebuah kotak, ia kembali ke Ratih dan menyerahkan kotak itu."Gunakan ini sebagai petunjuk, ini dibuat khusus untuk setiap anggota." Ratih memperhatikan kotak itu, isinya seperti ponsel. Bentuknya balok tipis, lengkap dengan kameranya dan juga pengunci layar sentuh dengan sidik jari di tengah bagian belakangnya."Baik, lalu?" Ratih masih belum paham."Arthur akan melatih mu, misi pertama kalian adalah ini." Dean menunjuk salah satu titik biru, lokasinya tak jauh dari sini."Antarkan ini ke alamat itu,"

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 17

    Dean membawa Ratih ke ruang senjata, tempatnya berada di depan ruang tadi. Ia tunjuk dan jelaskan alat-alat itu."Ini adalah Z30FX, buatan Inggris," ucap Dean menunjuk senapan bewarna hitam mengkilat dibalik balok kaca."Dan ini," ucap Dean kemudian beralih ke sebuah pistol kecil tampak sepanjang telapak tangan. "Ini SIU 40, melesat bagai angin tanpa suara. Ia bisa meretakkan kaca anti peluru," jelas Dean bangga."Di buat terbatas karena bahan-bahannya yang sulit untuk di cari. Aku memiliki ini pun harus mengorbankan koleksi mobil tua ku, huh tapi tak apa."Ratih hanya mendengarkan saja, ia tak tertarik untuk membicarakan hal-hal lain.Tok, tok, tok. "Masuk!" sahut Dean.Seorang wanita berpakaian ala pelayan pun membuka pintu, ia berjalan mendekat ke arah Ratih dan Dean."Makanannya sudah siap, Tuan."Dean mengangguk dan mengisyaratkan tangannya untuk pelayan itu pergi."Mari, Nona Ratih. Sepertinya kau sudah tampak kelaparan." Ratih diam tanpa menyahut, ia ikuti Dean yang berjalan

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 16

    Di kamar Gina ketiga gadis itu duduk melingkar di atas ranjang dengan makanan yang Ratih bawa pulang di tengahnya. Mereka mendengarkan Ratih bercerita tentang pengalamannya barusan, tentang dikejar sekelompok pemotor yang tujuannya hanya menguji katanya. "Hm, sepertinya kau tau siapa yang menyuruh mereka kan?" ucap Gina yang di benarkan oleh Reva. "Ya, bahkan sampai kirim salam!" seru Reva sembari menirukan Ratih mengangkat kedua jari tengahnya. "Heh, turunkan tanganmu!" tegur Gina menampar kecil tangan Reva. "Hehe, iya." "Ya, aku tau orang itu." Ratih mengambil makanan dan memakannya, Gina memperhatikan dalam diam gadis itu tengah berpikir. "Hah, ayo skincare an saja. Mumpung kita bisa tidur bersama hehe!" seru Gina bersemangat. Reva berdiri dan melompat, "ayo! Aku juga ingin cantik seperti kalian!" teriaknya. "Heh, tenanglah. Sangat pecicilan sekali!" Mereka bertiga bergantian cuci muka dan mengenakan baju tidur Gina, rasanya nyaman dan hangat. Jarang sekali bisa berkumpul

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 15

    Ratih termenung di depan kaca toilet, matanya memerah dengan suhu tubuh yang kian memanas. Ia hela napasnya sejenak, hingga merasa lebih baik dan terkontrol. Perbincangannya dengan seseorang barusan membuatnya begitu kepikiran. "Sepertinya aku terlalu menunda-nunda, huh." Setelah merapikan penampilannya barulah ia keluar dari sana dan kembali menghampiri Safar yang sudah menunggunya. Ia lihat di meja sudah ada pesanannya tersedia, Safar tersenyum manis menyambut Ratih datang."Kau baik-baik saja?" tanya Safar setelah Ratih duduk."Um, ya. Aku baik, maaf membuatmu menunggu lama.""Ah tidak sama sekali," sahut Safar menggigit bibirnya menahan ucapannya. "Ah iya, aku ingin membicarakan sesuatu," ucap Safar pelan dengan tatapan mata yang dalam."Iya? Membicarakan apa?" tanya Ratih.Safar terlihat gugup dan ragu, ia menahan napasnya sebelum berkata."Apakah kau membutuhkan pasangan?" tanya Safar memberanikan diri.Dalam hatinya Safar berteriak, seharusnya bukan itu yang ia ucapkan. Benar

  • Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)   Chapter 14

    Gaun coklat muda berenda itu tampak semakin cantik di tubuh ramping Ratih. Kulit Ratih yang cerah terlihat lebih bercahaya berkat sapuan pelembab kulit yang Gina pakaikan ke tubuhnya. Rambut hitam bergelombang nan menawan tampak seperti badai di tengah laut malam, begitu menggelora di mata. "Foto dulu!" jerit Reva, tak henti-hentinya gadis itu mengekor kesana-kemari membujuk Ratih berfoto.Ratih mendengus malas, "tidak mau! Jangan memaksaku!" kesalnya."Sekali saja, ya ya ya! Ayolah, tidak ku publikasikan di sosial media kok!" bujuk Reva dengan wajah yang mencoba imut. Reva sudah membuka kamera ponselnya dan mengarahkannya ke Ratih. Gina masih di depan cermin bertaut diri, gadis itu lelah setelah mendandani Ratih karena baru pertama kali."Hei cepatlah ganti bajumu! Sudah hampir jam setengah 8!" suruh Gina ke Reva, yang membuat Reva memanyunkan bibirnya."Iya iya! Kalau begitu, selfie sendiri! Plis, aku hanya ingin mengenang masa-masa ini!" Karena Reva yang bersikeras membujuk akhi

DMCA.com Protection Status