Home / Historical / Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris / Bab 63 Bayangan di Balik Tahta

Share

Bab 63 Bayangan di Balik Tahta

Author: Caesar Azka
last update Last Updated: 2025-03-16 05:09:38

Setelah ledakan dalam gedung tersebut keadaan seperti tidak pernah terjadi sesuatu.

Arka menatap layar di hadapannya, penuh dengan laporan keuangan dan strategi bisnis yang kompleks. Di sekelilingnya, ruang rapat Wijaya Corp dipenuhi para petinggi perusahaan yang menunggu keputusannya.

Azura berdiri di sudut ruangan, mengamati mereka satu per satu. "Kau yakin bisa menangani ini, Arka?"

Arka menghela napas panjang, lalu mengangguk. "Aku harus. Ini bukan hanya tentang bisnis. Ini tentang keluarga."

Seorang pria paruh baya berkacamata, salah satu dewan direksi, bersuara. "Tuan muda, semua pihak menanti keputusan Anda. Apakah kita akan melanjutkan ekspansi ke sektor energi atau mempertahankan fokus pada properti?"

Arka menyandarkan punggungnya, berpikir keras. "Kami akan melanjutkan ekspansi. Tetapi bukan dalam skala besar. Kita harus mengamankan aset yang ada sebelum melangkah lebih jauh
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 64 Bayangan di Balik Kekuasaan

    Jakarta tampak seperti biasa—padat, sibuk, dan penuh hiruk-pikuk kehidupan. Namun, bagi Arka, kota ini tidak lagi sama. Ledakan yang terjadi beberapa hari lalu di gedung Wijaya Corp seolah tidak pernah ada. Tidak ada puing-puing, tidak ada korban, bahkan tidak ada berita mengenai kejadian itu. Arka berdiri di lantai tertinggi gedungnya, menatap kota yang membentang luas di bawahnya. Azura berjalan mendekat. "Kau masih memikirkannya?" Arka tidak menoleh. "Tentu saja. Ledakan itu nyata. Aku melihatnya. Kita semua ada di sana. Tapi sekarang… semuanya kembali seperti semula." Isvara menyandarkan punggungnya di dinding. "Ada sesuatu yang tidak beres. Ini bukan hanya manipulasi media. Ini sesuatu yang lebih besar." Genta mengangguk. "Pertanyaannya, siapa yang cukup kuat untuk menghapus kejadian itu dari dunia nyata?" Arka mengepalkan tangannya. "Hanya satu orang yang bisa melakukannya… Raksa."

    Last Updated : 2025-03-16
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 65 Bayangan Selalu Mengintai

    Arka berdiri diam di tengah kegelapan yang meliputi ruang kantornya. Matanya menyipit, mencoba mencari sumber suara yang barusan terdengar. Azura menghunus pedangnya, tubuhnya menegang. "Itu suara Raksa, bukan?" Genta menggenggam belatinya. "Tidak mungkin… Dia seharusnya sudah lenyap setelah ledakan itu." Sebuah suara tawa kecil terdengar, menggema di seluruh ruangan. "Arka, kau benar-benar masih terlalu naif." Arka mengepalkan tangannya. "Tunjukkan dirimu, Raksa! Kalau kau ingin melawan, hadapilah secara langsung!" Tiba-tiba, cahaya merah samar muncul di sudut ruangan. Dari kegelapan, Raksa berjalan perlahan, mengenakan jubah hitam dengan mata yang menyala tajam. "Aku tidak datang untuk bertarung kali ini." Arka menatapnya penuh curiga. "Lalu untuk apa kau di sini?" Raksa menyeringai. "Untuk memperingatkanmu… Jangan mengira bahwa karena kau sudah duduk di tahta in

    Last Updated : 2025-03-16
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 66 Kembalinya Seorang Sahabat

    Arka duduk di ruang rapat dengan ekspresi tegang. Grafik saham Wijaya Corp terpampang di layar besar, menunjukkan garis menurun yang mengkhawatirkan. Genta menghela napas. "Kita berhasil menahan laju penurunan, tapi belum cukup untuk memulihkan kepercayaan investor." Azura melipat tangannya. "Mereka masih takut. Raksa mungkin tidak muncul, tapi jejaknya masih terasa di sini." Isvara menatap Arka. "Kita butuh strategi baru sebelum perusahaan ini benar-benar runtuh." Tiba-tiba, pintu ruang rapat terbuka. Seorang pria dengan jas hitam melangkah masuk dengan percaya diri. "Mungkin aku bisa membantu?" Arka terkejut. "Raka?" Pria itu tersenyum tipis. "Sudah lama, Arka." Arka berdiri dan menghampirinya. "Bagaimana kau bisa tahu situasi ini?" Raka menepuk bahunya. "Aku selalu memantau. Dan sepertinya kau butuh bantuan." Genta mengangkat alis.

    Last Updated : 2025-03-16
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 67 Strategi dan Kekuatan

    Arka duduk di depan layar laptopnya, menatap kode-kode digital yang berantakan. Di sampingnya, Isvara terus mengetik dengan cepat, berusaha melacak jejak peretas yang mencuri dokumen penting perusahaan. Azura berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan ekspresi serius. "Sudah berhari-hari, tapi kita masih belum menemukan siapa pelakunya." Genta menendang kursi dengan frustrasi. "Ini bukan sekadar peretasan biasa. Mereka benar-benar ahli dalam menghapus jejaknya." Isvara menghela napas dalam. "Aku sudah menelusuri beberapa server bayangan dan ada pola yang menarik. Pelaku tidak hanya menghapus dokumen, tapi juga mengalihkan jejak ke beberapa alamat IP yang tersebar di luar negeri." Arka menyipitkan mata. "Jadi mereka ingin kita percaya bahwa ini ulah pihak luar?" Raka, yang baru saja masuk ke ruangan, menyeringai. "Aku punya firasat bahwa orang dalam terlibat. Pergerakan ini

    Last Updated : 2025-03-16
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 68 Strategi, Penghianat dan Ancaman Baru

    Arka berdiri di depan layar besar di ruang rapat utama Wijaya Corp. Di sampingnya, Isvara menampilkan hasil investigasi mereka mengenai peretasan dokumen yang hilang. "Setelah menelusuri jejak digital yang kita temukan, akhirnya kita mendapatkan bukti yang tak terbantahkan," kata Isvara sambil menampilkan rekaman akses ilegal ke dalam sistem perusahaan. Di layar, tampak seorang pria paruh baya, yang tak lain adalah salah satu petinggi di Wijaya Corp, Pak Herman. Raka menyilangkan tangannya. "Jadi, ini dalangnya?" Pak Herman tampak pucat. "Kalian salah paham! Aku hanya…" Arka menatapnya tajam. "Jangan mencoba berbohong. Kami punya semua bukti yang menunjukkan bahwa kau bekerja sama dengan pihak luar untuk melemahkan perusahaan ini." Pak Herman menelan ludah. "Aku… Aku hanya menjalankan perintah. Aku tidak tahu siapa yang sebenarnya ada di balik ini!" Azura, yang berdiri di sudut r

    Last Updated : 2025-03-17
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 69 Ujian Tanpa Akhir

    Malam itu, Arka duduk di ruang kantornya yang mewah di lantai tertinggi Wijaya Corp, menatap layar komputer yang menampilkan grafik pertumbuhan perusahaannya. Bisnisnya berkembang pesat, bahkan lebih cepat dari perkiraan siapa pun. Namun, dalam kesuksesan ini, Arka tahu ancaman selalu mengintai. Tiba-tiba, telepon kantornya berdering. Isvara yang berdiri di dekatnya mengangkatnya. "Ya?" suara Isvara tajam dan waspada. Dari seberang telepon, terdengar suara yang dalam dan dingin. "Aku harap kalian siap. Karena malam ini, ujian sesungguhnya akan dimulai." Seketika, lampu di gedung tiba-tiba meredup. Alarm berbunyi, menandakan ada penyusup. Arka berdiri. "Mereka datang lebih cepat dari dugaanku." Azura melangkah ke depan, menggenggam pedangnya. "Siapa pun mereka, aku siap." Genta menatap layar CCTV yang menunjukkan beberapa pria berpakaian hitam memasuki gedung dari b

    Last Updated : 2025-03-17
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 70 Musuh Dalam Bayangan

    Malam itu, Arka berdiri di balkon kantornya, menatap lampu-lampu kota Jakarta yang berkilauan. Pikirannya masih tertuju pada kartu hitam yang ia temukan kemarin. "Selamat atas kemenanganmu. Tapi ini baru permulaan." Siapa pun yang mengirim kartu ini, mereka pasti memiliki rencana besar. Isvara berjalan mendekat. "Kau terlihat gelisah." Arka menoleh. "Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang disiapkan untukku." Azura yang berdiri di sudut ruangan menyilangkan tangan. "Kau benar. Aku baru saja mendapatkan informasi bahwa seseorang telah menyewa petarung yang lebih kuat dari Takeda." Arka mengepalkan tangannya. "Mereka tidak akan berhenti sampai aku kalah." Genta menatap serius. "Jadi, apa rencanamu?" Arka menghela napas. "Aku akan menunggu mereka datang. Dan kali ini, aku akan mencari tahu siapa dalang di balik semua ini." Beberapa hari kemudian,

    Last Updated : 2025-03-17
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 71 Pertarungan Tanpa Pedang

    Ruangan utama kediaman keluarga Wijaya dipenuhi oleh para anggota keluarga besar. Suasana tegang terasa di udara, seolah sebuah badai akan segera meledak. Di tengah ruangan, Arka berdiri dengan tenang, tatapannya tajam mengarah pada Reza, yang berdiri di sisi lain dengan ekspresi penuh emosi. "Aku tidak menyangka kau akan sejauh ini, Reza," Arka membuka suara, suaranya tenang tapi penuh tekanan. Reza mendengus. "Kau yang merebut semuanya dariku! Aku hanya mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku." Kakek Wijaya, pemimpin keluarga, duduk di kursi besar di tengah ruangan. Tatapannya penuh kebijaksanaan dan ketegasan. "Cukup," suaranya menggema, membuat semua orang terdiam. "Aku ingin mendengar penjelasan dari kalian berdua." Arka melangkah maju. "Reza telah mencoba menghancurkan bisnis keluarga ini. Dia menggunakan koneksi gelapnya untuk mempengaruhi investor dan merusak kepercayaan p

    Last Updated : 2025-03-17

Latest chapter

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 223 Kembali ke Akar

    Langit Jakarta diguyur cahaya senja yang lembut saat helikopter hitam mendarat di atap gedung utama Wijaya Corporation. Bilah-bilah rotor melambat, meniupkan debu dan kenangan di udara. Dari dalam kabin, Arka turun lebih dulu, mengenakan jaket hitam bertuliskan WJ Core di lengannya. “Masih terasa aneh ya,” gumam Kiara di belakangnya. “Kita barusan keluar dari altar kehendak… dan sekarang berdiri di atap kantor pusat.” Genta menyeringai sambil menenteng tas data. “Aneh itu kalau kita tiba-tiba bangun di kebun belakang dengan piyama.” Raka menepuk bahunya. “Jangan beri semesta ide aneh, Gen.” Mereka berempat berdiri berjejer, menatap siluet kota yang perlahan berubah warna. Di bawah mereka, gedung-gedung menjulang seperti urat nadi dari ambisi yang pernah hampir dibajak oleh kehendak jahat. Arka menarik napas panjang. “Kita berhasil. Dunia masih berdiri.” “Dan kita masih satu,” Kiara menambahkan,

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 222 Jejak yang Tertinggal

    Altar kehendak bergema dengan getaran lembut, seolah menghela napas terakhir setelah ribuan tahun terbungkam. Dinding kubah yang retak menyala dengan pola cahaya yang bergerak pelan, membentuk simbol-simbol purba yang tak dikenali, tapi terasa akrab bagi Arka dan yang lain. “Tempat ini hidup,” bisik Genta, mengamati garis cahaya yang menjalar di sepanjang lantai. “Tapi bukan seperti teknologi. Ini… sesuatu yang lain.” Kiara menyentuh salah satu simbol, dan cahaya melesat cepat, menyusuri lengannya tanpa melukai. “Seolah-olah tempat ini mengenali kita.” Raka melangkah mendekati pusat altar, di mana sebuah pilar kristal muncul perlahan dari bawah tanah. Di dalamnya, pusaran kehendak berwarna emas berdenyut pelan seperti jantung. “Tunggu,” ucap Arka sambil menatap sekeliling. “Kalian dengar itu?” Detak. Lembut, tapi dalam. Seperti jantung raksasa yang berdetak dari dalam dunia itu sendiri. Kiara m

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 221 Inti dari Segalanya

    Kilatan pertama menyambar seperti tombak cahaya yang mengoyak udara. Arka dan yang lain menembus pusaran badai, tubuh mereka melayang bebas di antara fragmen waktu dan kehendak yang saling bertabrakan. Setiap helai udara terasa tajam, seolah menolak keberadaan mereka. Arka menggertakkan gigi, tubuhnya tertarik ke dalam spiral cahaya keperakan. “Tahan formasi! Jangan terpisah!” “Aku kehilangan gravitasi!” teriak Genta, tubuhnya terpental ke arah fragmentasi kota yang hancur di kejauhan. Kiara melompat, menyambar tangan Genta. “Aku dapat dia! Tapi ini… bukan ruang biasa. Waktunya loncat-loncat!” Raka berputar di udara, kakinya menjejak sebongkah memori masa depan yang padat, lalu meluncur ke arah Arka. “Kita harus sampai ke pusat! Di sanalah kehendak disimpul jadi satu!” Di tengah pusaran, sosok bertopeng perak berdiri kokoh, tubuhnya membesar menjadi kolosus setinggi gedung. Di dadanya, mata yang berputar kini

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 220 Lapisan Ketiga

    Arka mendarat di permukaan yang tak padat, seolah pijakan itu terbuat dari bayangan air. Setiap langkah meninggalkan riak yang memantulkan kenangan. Langit di atasnya merah kelam, bergemuruh seperti dada yang menahan napas terlalu lama. “Tempat ini… terasa seperti dalam mimpiku,” gumamnya, memandang sekitar. Kiara mendarat tak jauh darinya, tangannya terangkat, menjaga keseimbangan. “Tapi ini bukan mimpi. Ini ruang kehendak terdalam. Lapisan ketiga.” Dari balik kabut, siluet Raka muncul, tubuhnya bersimbah cahaya kehendak yang belum sepenuhnya stabil. “Aku lihat bayangan Ayah tadi… seperti nyata.” “Bukan bayangan,” sahut Genta yang menyusul, napasnya memburu. “Tempat ini menyerap ingatan paling kuat dalam diri kita. Dan memutarnya jadi senjata.” Angin bertiup pelan, namun membawa aroma darah dan logam. Lalu satu demi satu sosok muncul dari balik kabut—wajah-wajah yang seharusnya sudah mati. Ayah Raka. Saudara

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 219 Pusaran Kehendak

    Genta melompat ke panel darurat, jarinya menari di atas tombol manual. Sinyal listrik masih lumpuh, tapi ia berhasil mengaktifkan suplai cadangan untuk server utama. Layar menyala kembali dalam kilatan biru redup, menampilkan grafik-grafik kacau dan sinyal spiral dari dasar laut. “Gelombangnya meningkat,” gumamnya. “Ini bukan hanya sinyal… ini panggilan.” Arka berjalan perlahan ke tengah ruangan, di mana wajah digital bertopeng perak masih menatap mereka dari layar. Cahaya dari monitor memantul di matanya yang membara, menciptakan siluet tajam di balik bahunya. “Kau siapa sebenarnya?” tanya Arka, suaranya pelan tapi tegas. “Pertanyaan yang salah, Arka Wijaya,” suara itu mengalun seperti gema di dalam tengkorak. “Pertanyaannya adalah: berapa lama lagi kehendak manusia bisa menolak evolusi yang sudah kutawarkan?” Kiara menatap layar dengan rahang mengeras. “Kau menyebut dirimu ide. Tapi ide tidak lahir sendiri.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 218 Kehendak di Balik Layar

    Asap tipis mengepul dari sudut-sudut ruangan. Cahaya darurat berpendar merah, melemparkan bayangan bergerigi di wajah-wajah tegang. Di tengahnya, wajah bertopeng perak masih terpampang di layar utama, menatap semua yang hadir tanpa berkedip. Suara itu terdengar lagi, serak tapi stabil. “Divisi Kehendak? Nama yang indah. Tapi sia-sia.” Raka maju dua langkah, belatinya bergetar oleh listrik statis dari medan proteksi yang belum sepenuhnya mati. “Kalau kau hanya bisa bicara dari balik layar, kau pengecut.” “Justru karena aku di balik layar, aku hidup lebih lama dari kalian semua,” jawab suara itu. “Aku bukan tubuh. Aku adalah algoritma keserakahan, rumus dominasi, strategi kolonialisme yang kalian warisi diam-diam.” Kiara menoleh ke Genta. “Apakah ini AI yang kita deteksi dari dasar laut?” Genta mengetik cepat, matanya tak lepas dari data baru yang masuk. “Tidak sepenuhnya. Ini semacam antarmuka. Tapi energinya…

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 217 Bayangan di Langit

    Bayangan hitam yang mengambang di atas cakrawala makin jelas. Bukan retakan dimensi, bukan pula makhluk seperti Zerah—melainkan armada. Puluhan—tidak, ratusan kapal udara taktis melayang membentuk formasi setengah lingkaran di langit senja. Baling-baling rotor mereka tak menimbulkan suara, hanya getaran halus yang merambat ke tanah, seperti denyut jantung dunia yang baru bangkit. “Ini bukan invasi, kan?” bisik Raka sambil meraih senjata di pinggang. Genta menatap hasil pemindaian di alatnya. “Bukan. Ini… pasukan militer. Tanda pengenal mereka sah. Tapi mereka dalam mode siaga tinggi.” Beberapa pesawat turun perlahan, melepaskan platform logam yang terhampar rapi di tanah. Dari sana, pasukan berseragam hitam-hijau turun, berbaris dalam diam. Seorang pria berambut putih dan berseragam panglima berdiri di tengah mereka, mengenakan lencana khusus bertuliskan SATGAS ARDHA GARDA NASIONAL. Arka maju beberapa langkah

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 216 – Kehendak yang Bangkit

    Cahaya biru menyelimuti medan pertempuran. Pilar-pilar energi yang sebelumnya mencabik langit kini membeku di udara, seolah diperintah oleh kehendak yang lebih tua dari waktu. Sosok asing yang muncul dari celah realitas itu melayang perlahan, jubah panjangnya berpendar lembut, dan matanya memancarkan cahaya keemasan yang menembus jiwa siapa pun yang menatapnya. Arka berdiri membeku di tengah pusaran penyegelan. Energi di sekeliling tubuhnya masih berkobar, tapi kini tertahan—seolah sebuah tangan tak kasatmata menggenggamnya. “Siapa… kau sebenarnya?” tanya Arka pelan. Sosok itu turun menyentuh tanah. “Aku adalah bagian dari darahmu. Dan engkau adalah bagian dari kehendakku yang tertinggal di dunia ini.” Raka terhuyung, menahan luka di lengannya, matanya terpaku pada simbol bercahaya di udara—tiga garis spiral yang saling berpotongan membentuk mata ketiga di tengah kehampaan. Kiara berbisik, “Simbol itu… mengik

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 215 Warisan di Ujung Darah

    Tanah terbelah. Awan menghitam. Dari tubuh Sakarat, sosok Zerah melayang perlahan—gerakannya anggun seperti kabut, tapi tekanan kehadirannya menekan dada semua orang. Di sekelilingnya, waktu bergetar. Suara-suara dari masa lalu bergema lirih, menciptakan irama aneh yang menyesakkan telinga. Kiara mundur beberapa langkah. “Itu… bukan makhluk biasa.” “Bukan,” desis Arka. “Dia bukan makhluk. Dia… adalah kehendak yang ditolak oleh alam semesta.” Zerah menatap ke arah mereka, topengnya berganti-ganti bentuk—wajah-wajah yang familiar muncul sekilas: wajah Raksa, wajah Nadira, bahkan wajah Reza. Setiap wajah muncul hanya untuk digantikan oleh kekosongan tanpa ekspresi. “Arka Wijaya,” suaranya terdengar seperti ribuan orang berbicara bersamaan. “Darahmu adalah kunci. Warisanmu adalah pengikat. Maka, akulah yang berhak menuntutnya.” Tubuh Arka bergetar saat aliran energi dari dalam dadanya berdenyut semakin kuat. Simb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status