Share

Bab 69 Ujian Tanpa Akhir

Author: Caesar Azka
last update Last Updated: 2025-03-17 05:10:16

Malam itu, Arka duduk di ruang kantornya yang mewah di lantai tertinggi Wijaya Corp, menatap layar komputer yang menampilkan grafik pertumbuhan perusahaannya. Bisnisnya berkembang pesat, bahkan lebih cepat dari perkiraan siapa pun.

Namun, dalam kesuksesan ini, Arka tahu ancaman selalu mengintai.

Tiba-tiba, telepon kantornya berdering. Isvara yang berdiri di dekatnya mengangkatnya.

"Ya?" suara Isvara tajam dan waspada.

Dari seberang telepon, terdengar suara yang dalam dan dingin. "Aku harap kalian siap. Karena malam ini, ujian sesungguhnya akan dimulai."

Seketika, lampu di gedung tiba-tiba meredup. Alarm berbunyi, menandakan ada penyusup.

Arka berdiri. "Mereka datang lebih cepat dari dugaanku."

Azura melangkah ke depan, menggenggam pedangnya. "Siapa pun mereka, aku siap."

Genta menatap layar CCTV yang menunjukkan beberapa pria berpakaian hitam memasuki gedung dari b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 70 Musuh Dalam Bayangan

    Malam itu, Arka berdiri di balkon kantornya, menatap lampu-lampu kota Jakarta yang berkilauan. Pikirannya masih tertuju pada kartu hitam yang ia temukan kemarin. "Selamat atas kemenanganmu. Tapi ini baru permulaan." Siapa pun yang mengirim kartu ini, mereka pasti memiliki rencana besar. Isvara berjalan mendekat. "Kau terlihat gelisah." Arka menoleh. "Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang disiapkan untukku." Azura yang berdiri di sudut ruangan menyilangkan tangan. "Kau benar. Aku baru saja mendapatkan informasi bahwa seseorang telah menyewa petarung yang lebih kuat dari Takeda." Arka mengepalkan tangannya. "Mereka tidak akan berhenti sampai aku kalah." Genta menatap serius. "Jadi, apa rencanamu?" Arka menghela napas. "Aku akan menunggu mereka datang. Dan kali ini, aku akan mencari tahu siapa dalang di balik semua ini." Beberapa hari kemudian,

    Last Updated : 2025-03-17
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 71 Pertarungan Tanpa Pedang

    Ruangan utama kediaman keluarga Wijaya dipenuhi oleh para anggota keluarga besar. Suasana tegang terasa di udara, seolah sebuah badai akan segera meledak. Di tengah ruangan, Arka berdiri dengan tenang, tatapannya tajam mengarah pada Reza, yang berdiri di sisi lain dengan ekspresi penuh emosi. "Aku tidak menyangka kau akan sejauh ini, Reza," Arka membuka suara, suaranya tenang tapi penuh tekanan. Reza mendengus. "Kau yang merebut semuanya dariku! Aku hanya mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku." Kakek Wijaya, pemimpin keluarga, duduk di kursi besar di tengah ruangan. Tatapannya penuh kebijaksanaan dan ketegasan. "Cukup," suaranya menggema, membuat semua orang terdiam. "Aku ingin mendengar penjelasan dari kalian berdua." Arka melangkah maju. "Reza telah mencoba menghancurkan bisnis keluarga ini. Dia menggunakan koneksi gelapnya untuk mempengaruhi investor dan merusak kepercayaan p

    Last Updated : 2025-03-17
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 72 Puncak Kekuasaan

    Malam yang sunyi berubah menjadi arena pertarungan. Arka berdiri tegap, menatap pria penuh luka di hadapannya. Udara terasa berat, seolah menunggu ledakan yang akan terjadi kapan saja. Pria itu melangkah maju, matanya tajam. "Aku tidak akan menahan diri, Arka Wijaya." Arka mengangkat tangannya, bersiap. "Aku tidak mengharapkan sebaliknya." Dalam sekejap, pria itu melesat dengan kecepatan luar biasa. Pukulan pertama hampir mengenai rahang Arka, tapi dengan refleks cepat, Arka memiringkan kepala dan menangkis serangan itu dengan lengan bawahnya. "Cepat juga," gumam Arka. Pria itu tersenyum tipis. "Aku belum mulai." Tiba-tiba, serangan beruntun datang. Tendangan, pukulan, dan gerakan mengelabui yang hampir tak bisa diikuti mata biasa. Namun, Arka bukan lawan sembarangan. Dengan ketahanan dan teknik yang sudah diasah dalam berbagai pertarungan sebelumnya, ia mampu membaca pola serangan lawannya.

    Last Updated : 2025-03-17
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 73 Strategi dan Ancaman

    Sejak resmi menjadi pewaris utama Wijaya Corp, Arka mulai melakukan berbagai perubahan besar dalam struktur bisnis keluarga. Ia tahu, mempertahankan kejayaan perusahaan bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga strategi dan kecerdikan. Di ruang rapat utama, Arka berdiri di depan layar besar yang menampilkan diagram ekspansi bisnis mereka. Di hadapannya, para direktur utama duduk dengan penuh perhatian. "Kita harus mulai ekspansi ke sektor teknologi dan energi terbarukan," kata Arka dengan suara tegas. Salah satu direktur, Pak Darman, mengangkat tangan. "Tapi Tuan Muda, sektor itu memiliki persaingan ketat. Apakah Anda yakin ini langkah yang tepat?" Arka tersenyum tipis. "Justru karena persaingannya ketat, kita harus masuk sekarang. Dengan modal dan jaringan yang kita miliki, kita bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki inovasi tinggi. Dengan begitu, kita tidak memulai dari nol, melainkan memperce

    Last Updated : 2025-03-18
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 74 Langkah Besar dan Bayangan Persaingan

    Pagi itu, langit Jakarta dipenuhi awan mendung, seolah menggambarkan ketegangan yang mengintai. Namun, di dalam ruang rapat utama Wijaya Corp, suasana justru dipenuhi dengan antusiasme. Arka berdiri di depan layar proyektor, menjelaskan strategi barunya. Para direktur, pemegang saham, dan jajaran eksekutif mendengarkan dengan penuh perhatian. "Kita akan melakukan ekspansi besar-besaran ke sektor teknologi hijau dan AI. Dunia sedang bergerak menuju efisiensi energi, dan jika kita ingin tetap berada di puncak, kita harus beradaptasi lebih cepat dari pesaing kita." Pak Darman mengangkat tangan. "Arka, ini langkah yang berani. Tapi bukankah ekspansi ini membutuhkan investasi yang sangat besar?" Arka tersenyum. "Itulah mengapa kita akan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan luar negeri yang sudah memiliki teknologi tersebut. Kita tidak perlu memulai dari nol, kita hanya perlu bermitra dengan yang terbaik." Bu

    Last Updated : 2025-03-18
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 75 Bayangan Masa Lalu dan Strategi yang Menguat

    Arka duduk di ruang rapat utama Wijaya Corp, menatap layar besar yang menampilkan berbagai angka pertumbuhan perusahaan. Para direksi dan eksekutif tersenyum puas. "Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, pertumbuhan Wijaya Corp melonjak hingga dua puluh persen," ujar salah satu analis keuangan. "Kolaborasi dengan perusahaan asing telah memberikan dampak besar pada ekspansi bisnis kita." Genta, yang duduk di samping Arka, tersenyum. "Sepertinya kita berhasil membuat gebrakan besar di industri ini." Azura menambahkan, "Tidak hanya dalam negeri, tetapi beberapa konglomerat luar negeri juga mulai mendekati kita untuk bekerja sama." Arka mengangguk. "Ini baru permulaan. Kita tidak boleh lengah. Pastikan semua investasi berjalan sesuai rencana, dan tidak ada celah bagi pihak luar untuk menggoyahkan stabilitas perusahaan." Para direksi mengangguk setuju. Keperca

    Last Updated : 2025-03-18
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 76 Bayangan Masa Lalu yang Terserak

    Arka duduk diam di ruang kerja kakeknya, pikirannya berkecamuk setelah mendengar penjelasan tentang orang tuanya. Hatinya menolak untuk mempercayai begitu saja. "Jadi, ayah menganggapku pengkhianat?" suaranya terdengar datar, tetapi matanya menyiratkan ketidakpercayaan. Kakek Wijaya menatapnya dalam. "Itulah yang dia tunjukkan selama bertahun-tahun. Dia tidak lagi membicarakanmu, tidak ingin mencari tahu keberadaanmu." Arka menggeleng perlahan. "Tapi… itu tidak masuk akal." Kakeknya menyipitkan mata. "Apa maksudmu?" Arka menghela napas panjang. "Saat aku mengejar Raksa, aku sempat bertemu ayah di dalam gua. Dia memberiku petunjuk, meskipun hanya sesaat. Dia tidak terlihat seperti seseorang yang membenciku. Justru sebaliknya, dia seakan ingin membantuku." Ruangan itu mendadak sunyi. Kakek Wijaya mengusap dagunya, wajahnya menunjukkan ekspresi berpikir.

    Last Updated : 2025-03-18
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 77 Warisan Darah Juang

    Malam yang semula tenang berubah menjadi arena pertempuran. Bayangan-bayangan hitam yang muncul dari kegelapan langsung menyerang Arka dan timnya. Genta dengan sigap menangkis serangan pertama, sementara Azura melompat ke samping, menghindari tusukan belati dari salah satu penyerang. Arka berdiri di tengah, menunggu momen yang tepat. "Mereka bukan orang sembarangan," gumamnya, memperhatikan gerakan lawan yang begitu terlatih. Salah satu pria bertopeng maju, mengayunkan pedang pendek ke arah Arka. Dengan refleks yang luar biasa, Arka menunduk dan menendang perut lawannya, membuatnya terpental ke belakang. Tanpa memberi waktu bagi lawan untuk bangkit, Arka melesat dan menghantam wajahnya dengan siku. "Kalian sebaiknya pergi sekarang jika tidak ingin berakhir lebih buruk," ujar Arka, suaranya penuh ancaman. Namun, para penyerang itu hanya tertawa. "Kami sudah dipersiapkan untuk menghadapi seseorang sepertimu, Ar

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 223 Kembali ke Akar

    Langit Jakarta diguyur cahaya senja yang lembut saat helikopter hitam mendarat di atap gedung utama Wijaya Corporation. Bilah-bilah rotor melambat, meniupkan debu dan kenangan di udara. Dari dalam kabin, Arka turun lebih dulu, mengenakan jaket hitam bertuliskan WJ Core di lengannya. “Masih terasa aneh ya,” gumam Kiara di belakangnya. “Kita barusan keluar dari altar kehendak… dan sekarang berdiri di atap kantor pusat.” Genta menyeringai sambil menenteng tas data. “Aneh itu kalau kita tiba-tiba bangun di kebun belakang dengan piyama.” Raka menepuk bahunya. “Jangan beri semesta ide aneh, Gen.” Mereka berempat berdiri berjejer, menatap siluet kota yang perlahan berubah warna. Di bawah mereka, gedung-gedung menjulang seperti urat nadi dari ambisi yang pernah hampir dibajak oleh kehendak jahat. Arka menarik napas panjang. “Kita berhasil. Dunia masih berdiri.” “Dan kita masih satu,” Kiara menambahkan,

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 222 Jejak yang Tertinggal

    Altar kehendak bergema dengan getaran lembut, seolah menghela napas terakhir setelah ribuan tahun terbungkam. Dinding kubah yang retak menyala dengan pola cahaya yang bergerak pelan, membentuk simbol-simbol purba yang tak dikenali, tapi terasa akrab bagi Arka dan yang lain. “Tempat ini hidup,” bisik Genta, mengamati garis cahaya yang menjalar di sepanjang lantai. “Tapi bukan seperti teknologi. Ini… sesuatu yang lain.” Kiara menyentuh salah satu simbol, dan cahaya melesat cepat, menyusuri lengannya tanpa melukai. “Seolah-olah tempat ini mengenali kita.” Raka melangkah mendekati pusat altar, di mana sebuah pilar kristal muncul perlahan dari bawah tanah. Di dalamnya, pusaran kehendak berwarna emas berdenyut pelan seperti jantung. “Tunggu,” ucap Arka sambil menatap sekeliling. “Kalian dengar itu?” Detak. Lembut, tapi dalam. Seperti jantung raksasa yang berdetak dari dalam dunia itu sendiri. Kiara m

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 221 Inti dari Segalanya

    Kilatan pertama menyambar seperti tombak cahaya yang mengoyak udara. Arka dan yang lain menembus pusaran badai, tubuh mereka melayang bebas di antara fragmen waktu dan kehendak yang saling bertabrakan. Setiap helai udara terasa tajam, seolah menolak keberadaan mereka. Arka menggertakkan gigi, tubuhnya tertarik ke dalam spiral cahaya keperakan. “Tahan formasi! Jangan terpisah!” “Aku kehilangan gravitasi!” teriak Genta, tubuhnya terpental ke arah fragmentasi kota yang hancur di kejauhan. Kiara melompat, menyambar tangan Genta. “Aku dapat dia! Tapi ini… bukan ruang biasa. Waktunya loncat-loncat!” Raka berputar di udara, kakinya menjejak sebongkah memori masa depan yang padat, lalu meluncur ke arah Arka. “Kita harus sampai ke pusat! Di sanalah kehendak disimpul jadi satu!” Di tengah pusaran, sosok bertopeng perak berdiri kokoh, tubuhnya membesar menjadi kolosus setinggi gedung. Di dadanya, mata yang berputar kini

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 220 Lapisan Ketiga

    Arka mendarat di permukaan yang tak padat, seolah pijakan itu terbuat dari bayangan air. Setiap langkah meninggalkan riak yang memantulkan kenangan. Langit di atasnya merah kelam, bergemuruh seperti dada yang menahan napas terlalu lama. “Tempat ini… terasa seperti dalam mimpiku,” gumamnya, memandang sekitar. Kiara mendarat tak jauh darinya, tangannya terangkat, menjaga keseimbangan. “Tapi ini bukan mimpi. Ini ruang kehendak terdalam. Lapisan ketiga.” Dari balik kabut, siluet Raka muncul, tubuhnya bersimbah cahaya kehendak yang belum sepenuhnya stabil. “Aku lihat bayangan Ayah tadi… seperti nyata.” “Bukan bayangan,” sahut Genta yang menyusul, napasnya memburu. “Tempat ini menyerap ingatan paling kuat dalam diri kita. Dan memutarnya jadi senjata.” Angin bertiup pelan, namun membawa aroma darah dan logam. Lalu satu demi satu sosok muncul dari balik kabut—wajah-wajah yang seharusnya sudah mati. Ayah Raka. Saudara

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 219 Pusaran Kehendak

    Genta melompat ke panel darurat, jarinya menari di atas tombol manual. Sinyal listrik masih lumpuh, tapi ia berhasil mengaktifkan suplai cadangan untuk server utama. Layar menyala kembali dalam kilatan biru redup, menampilkan grafik-grafik kacau dan sinyal spiral dari dasar laut. “Gelombangnya meningkat,” gumamnya. “Ini bukan hanya sinyal… ini panggilan.” Arka berjalan perlahan ke tengah ruangan, di mana wajah digital bertopeng perak masih menatap mereka dari layar. Cahaya dari monitor memantul di matanya yang membara, menciptakan siluet tajam di balik bahunya. “Kau siapa sebenarnya?” tanya Arka, suaranya pelan tapi tegas. “Pertanyaan yang salah, Arka Wijaya,” suara itu mengalun seperti gema di dalam tengkorak. “Pertanyaannya adalah: berapa lama lagi kehendak manusia bisa menolak evolusi yang sudah kutawarkan?” Kiara menatap layar dengan rahang mengeras. “Kau menyebut dirimu ide. Tapi ide tidak lahir sendiri.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 218 Kehendak di Balik Layar

    Asap tipis mengepul dari sudut-sudut ruangan. Cahaya darurat berpendar merah, melemparkan bayangan bergerigi di wajah-wajah tegang. Di tengahnya, wajah bertopeng perak masih terpampang di layar utama, menatap semua yang hadir tanpa berkedip. Suara itu terdengar lagi, serak tapi stabil. “Divisi Kehendak? Nama yang indah. Tapi sia-sia.” Raka maju dua langkah, belatinya bergetar oleh listrik statis dari medan proteksi yang belum sepenuhnya mati. “Kalau kau hanya bisa bicara dari balik layar, kau pengecut.” “Justru karena aku di balik layar, aku hidup lebih lama dari kalian semua,” jawab suara itu. “Aku bukan tubuh. Aku adalah algoritma keserakahan, rumus dominasi, strategi kolonialisme yang kalian warisi diam-diam.” Kiara menoleh ke Genta. “Apakah ini AI yang kita deteksi dari dasar laut?” Genta mengetik cepat, matanya tak lepas dari data baru yang masuk. “Tidak sepenuhnya. Ini semacam antarmuka. Tapi energinya…

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 217 Bayangan di Langit

    Bayangan hitam yang mengambang di atas cakrawala makin jelas. Bukan retakan dimensi, bukan pula makhluk seperti Zerah—melainkan armada. Puluhan—tidak, ratusan kapal udara taktis melayang membentuk formasi setengah lingkaran di langit senja. Baling-baling rotor mereka tak menimbulkan suara, hanya getaran halus yang merambat ke tanah, seperti denyut jantung dunia yang baru bangkit. “Ini bukan invasi, kan?” bisik Raka sambil meraih senjata di pinggang. Genta menatap hasil pemindaian di alatnya. “Bukan. Ini… pasukan militer. Tanda pengenal mereka sah. Tapi mereka dalam mode siaga tinggi.” Beberapa pesawat turun perlahan, melepaskan platform logam yang terhampar rapi di tanah. Dari sana, pasukan berseragam hitam-hijau turun, berbaris dalam diam. Seorang pria berambut putih dan berseragam panglima berdiri di tengah mereka, mengenakan lencana khusus bertuliskan SATGAS ARDHA GARDA NASIONAL. Arka maju beberapa langkah

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 216 – Kehendak yang Bangkit

    Cahaya biru menyelimuti medan pertempuran. Pilar-pilar energi yang sebelumnya mencabik langit kini membeku di udara, seolah diperintah oleh kehendak yang lebih tua dari waktu. Sosok asing yang muncul dari celah realitas itu melayang perlahan, jubah panjangnya berpendar lembut, dan matanya memancarkan cahaya keemasan yang menembus jiwa siapa pun yang menatapnya. Arka berdiri membeku di tengah pusaran penyegelan. Energi di sekeliling tubuhnya masih berkobar, tapi kini tertahan—seolah sebuah tangan tak kasatmata menggenggamnya. “Siapa… kau sebenarnya?” tanya Arka pelan. Sosok itu turun menyentuh tanah. “Aku adalah bagian dari darahmu. Dan engkau adalah bagian dari kehendakku yang tertinggal di dunia ini.” Raka terhuyung, menahan luka di lengannya, matanya terpaku pada simbol bercahaya di udara—tiga garis spiral yang saling berpotongan membentuk mata ketiga di tengah kehampaan. Kiara berbisik, “Simbol itu… mengik

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 215 Warisan di Ujung Darah

    Tanah terbelah. Awan menghitam. Dari tubuh Sakarat, sosok Zerah melayang perlahan—gerakannya anggun seperti kabut, tapi tekanan kehadirannya menekan dada semua orang. Di sekelilingnya, waktu bergetar. Suara-suara dari masa lalu bergema lirih, menciptakan irama aneh yang menyesakkan telinga. Kiara mundur beberapa langkah. “Itu… bukan makhluk biasa.” “Bukan,” desis Arka. “Dia bukan makhluk. Dia… adalah kehendak yang ditolak oleh alam semesta.” Zerah menatap ke arah mereka, topengnya berganti-ganti bentuk—wajah-wajah yang familiar muncul sekilas: wajah Raksa, wajah Nadira, bahkan wajah Reza. Setiap wajah muncul hanya untuk digantikan oleh kekosongan tanpa ekspresi. “Arka Wijaya,” suaranya terdengar seperti ribuan orang berbicara bersamaan. “Darahmu adalah kunci. Warisanmu adalah pengikat. Maka, akulah yang berhak menuntutnya.” Tubuh Arka bergetar saat aliran energi dari dalam dadanya berdenyut semakin kuat. Simb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status