Perjanjian Hitam Dimulai
Jam dinding kayu kuno yang terpasang di ruang tengah berdentang sebanyak sebelas kali menandakan hari mulai memasuki tengah malam. Kali ini secara bersamaan sepasukan jangkrik dan kodok bangkong kembali menggelar show nya diluar rumah yang berdiri diatas lahan seluas lima hektar itu. Alunan suara musik band Progrock asal Inggris, Pink Floyd berjudul “Careful with That Axe, Eugene” yang diputar via turntable diruang tamu juga ikut menambah gaduh memecah malam menemani Darko yang sedang serius membaca secarik kertas folio milik ayahnya yang sempat dibawa saat ia lari dari kamar atas tadi.
Ketujuh Nammanprai tersebut memiliki bahan dasar dan tingkatan yang berbeda-beda. Ada cara-cara khusus untuk mengendalikan, memanggil, merawat, dan memberikan persembahan spirit (hantu) yang bersemayam di minyak itu. Dalam tulisan-tulisan ayah pula disertakan pantangan-pantangan apa saja yang tak boleh dilanggar selama memegang minyak ini.
“Pantangan yang harus dijaga, tidak boleh dilangkahi manusia atau binatang, dibawa ke wc, dibawa melayat ataupun kekuburan, dan jangan dibawa ketempat ibadah,”tulis ayah yang dibaca pelan oleh Darko.
Merawat Nammanprai dari tulisan-tulisan yang masih dibacanya itu pun tergolong susah-susah gampang. Seperti rutin diberi makan asap dupa minimal seminggu sekali, mengucap katha (mantera) khusus saat ritual, dan memberikan persembahan berupa nasi lengkap dengan sayur dan buah-buahan matang setiap permintaan si pemiliknya terkabul. Namun yang membuat bulu kuduknya merinding ketika ia membaca bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bahan dasar minyak itu dulunya.
“Nammanprai Merah terbuat dari 7 darah perempuan yang meninggal kecelakaan, Nammanprai Hijau berkomposisi ekstrak tumbuhan mistik dan terdapat potongan tengkorak jidat (Panneng) wanita, Nammanprai Kuning memiliki komposisi bubuk tulang paha gadis perawan, yang berwarna Coklat terbuat dari campuran cairan Vagina wanita, lalu Nammanprai Putih Susu memiliki komposisi dari 107 mayat wanita meninggal tak wajar, dan yang Ungu Kehijauan terbuat dari 9 rambut mayat pelacur…ahhh ngeri sekali asal muasal Nammanprai ini! Pantas saja ayah sering bolak-balik Thailand, pastinya untuk berburu minyak-minyak itu,”
Kemudian ia melanjutkan membaca tulisan itu dan menemukan penekanan khusus mengenai satu jenis minyak diantara ketujuh Nammanprai koleksinya.
Yang berwarna hitam.
Perlakukan khusus yang hitam, berikan beberapa batang dupa yang lebih banyak, persembahkan porsi makanan yang lebih, bacakan katha nya setiap malam, penuhi permintaan ketika hantu nya menampakan diri, dan panggil nama spiritnya hanya ketika melakukan prosesi ritual bakar dupa saja, itupun ucap dengan hati-hati dengan cara berbisik.
“Nang Dam..Nang Dam..Nang Dam..”ia membaca nama hantu Nammanprai Hitam itu dari tulisan Hans namun dengan cara yang agak keras.
“Aduh! Terlanjur mengucap asal saja aku barusan,”sesalnya.
Rupanya asal muasal si Nammanprai berwarna hitam tersebut berbahan dasar dari ekstrak minyak seorang wanita yang diperkosa dan bunuh diri saat sedang mengandung bayi. Nammanprai jenis ini merupakan minyak mistik yang tingkatannya paling tinggi, angker, ampuh dan sadis dari sisi khasiat bagi tuannya kelak.
Dibuat langsung oleh kolaborasi Dua Bomoh (dukun hutan aliran kiri) asal Thailand dan Cambodia, menggunakan metode magis sihir hitam Necromantic. Hitam dari yang terhitam. Paling terkutuk. Itulah Nammanprai Nang Dam.
“Jangan sekali-sekali mempermainkan dan menelantarkan Nammanprai itu jika sudah mengikat janji kepadanya, atau nyawamu menjadi taruhan, termasuk seluruh keturuanmu akan dibantai habis olehnya. Sekali mengikat sumpah kepada Nammanprai, seumur hidupmu dianggap tuannya dan akan terikat batin kepadanya sampai MATI,”ujar Hans dalam tulisannya yang digaris spidol merah.
Tak lama usai membaca seluruh isi kertas itu, tiba-tiba seluruh lampu rumah padam. Termasuk perapian untuk menghangatkan badan di ruang tamu ikut padam. Suasana menjadi gelap gulita. Suara alam yang tadinya menghibur diluar rumah ikut membisu. Dinginnya udara malam yang menusuk tulang berganti menjadi hawa panas.
Panas sekali sampai-sampai Darko menanggalkan mantel tebalnya hingga tersisa kaus singlet yang masih melekat ditubuh.
“DAARRRR….” Suara ledakan seperti petasan terdengar dari lantai atas memecah keheningan kelam itu. Dan tiba-tiba;
“SIAPA YANG SANGGUP DAN BERANI MENGUCAP SUMPAH ATAS NAMAKU, SAAT ITU JUGA AKAN KUTAGIH JANJINYA MENJADI TUANKU UNTUK SELAMANYA. MENOLAK PERJANJIAN BALASANNYA HANYA KEMATIAN,”
suara seorang wanita yang sangat keras nan menakutkan tiba-tiba saja memekak kan telinga Darko.
Jantung Darko seperti berhenti seketika, Ia ketakutan hampir mati mendadak dibuatnya. Suara itu merupakan hal yang paling menakutkan dari yang paling mengerikan selama hidupnya.
Suasana masih amat mencekam dimana ia tidak bisa melihat cahaya setitik pun dirumah itu. Gelap sekali. Kakinya bergetar, air mata nya menetes membasahi paha yang merembes melalui celana jeans nya.
Belum lagi habis ketakutannya;
“SEBAGAI PENGIKAT JANJI, AKU MINTA TUJUH TETES DARAH JARI MANIS TUANKU…TUANGKAN LIMA TETES KEDALAM MANGKUK TEMBAGA DAN SISANYA TETESKAN KEDALAM TUBUHKU! NAMMANPRAI HITAM…”
suara menggelegar itu hadir kembali menyuruh Darko mengikuti perintahnya.
“Itu…itu…pasti…Nang Dam hantu Nammanprai Hitam yang dikatakan ayah.. apa yang harus kuperbuat sekarang! Celaka aku!”
“Mengikat janji menjadi tuannya, atau…”
“Atau habis sudah nyawaku malam ini juga”
“Oke… aku akan ambil keputusan ini. Kesempatanku untuk menjadi tuan dari hantu Nammanprai itu mengikuti jejak ayahku, beranikan diriku..akan kulalui malam ini,”gumamnya dalam hati.
Tapi bagaimana ia bisa sampai kekamar atas? Keadaan didalam rumah gelap gulita. Bahkan ia tidak bisa melihat tangannya sendiri walaupun sudah didekatkan didepan matanya.
Tiba-tiba lampu lilin tempel yang berada disepanjang tembok tangga sampai menuju ke lantai atas itu menyala dengan sendirinya sehingga ia mampu melihat keadaan sekitar dari terangnya cahaya api yang berada sekitar 7 meter dari ruang tamu.
Tanpa berlama-lama, langsung saja Darko yang mengenakan kaos singlet itu beranjak dari sofanya dan perlahan berjalan menuju lantai atas. Walau masih diliputi kengerian yang amat sangat, Darko bukanlah model pria yang penakut. Urusan Jin dedemit, pocong, genderuwo dan segala model tetek bengek makhluk astral lainnya sudah sering ia temui ketika melakukan ritual-ritual di beberapa tempat bersama ayahnya dulu.
Namun kali ini memang berbeda. Aura mistis, nuansa kelamnya sungguh lain dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dulu ada Hans yang selalu menemani dan membimbing sehingga ia merasa aman terjaga jikalau ada kejadian tak terduga menghampirinya. Pernah dulu ketika ayah dan anak itu melakukan ritual di sebuah petilasan di kawasan Bali Utara, nyawanya hampir terenggut akibat Darko lupa merapal mantra yang benar sehingga ia diganggu oleh makhluk astral mengerikan bertubuh besar, mata seukuran bola tenis melotot tanpa berkedip, taring-taring panjang nampak menyeruak dan kuku dari kedua tangannya menjulur panjang seperti silet yang bisa membunuh seketika itu juga.
Melihat anaknya dibawah ancaman kematian, Hans dengan sigap melawan makhluk itu, komat kamit merapal mantra sambil mengeluarkan keris pusakanya yang memiliki bilah sepanjang 50cm dari warangkanya, dan mengacung-acungkan kedepan siap menghunus makhluk mengerikan itu. Tak sebanding dengan ilmu yang dimiliki Hans, sang peneror akhirnya hilang seirama munculnya asap putih semerbak bau minyak cendana dan sedikit amis darah. Dengan haru, ayah memeluk anak satu-satunya tersebut dan kembali melanjutkan ritualnya.
Kini ia hanya seorang diri tak ada lagi yang bisa membantunya dalam urusan supranatural. Hanya peninggalan beberapa ajaran lelaku tingkat standar untuk keperluan ritual dan mantra-mantra penjagaan didalam ingatannya.
Sampai didepan pintu masuk kamar yang terbuka, ia melihat diatas meja altar itu masih berjejer tujuh Nammanprai yang berserakan. Hanya satu botol yang berdiri tegak. Nammanprai Nang Dam. Api lilin beraneka warna dikiri kanan meja hidup dengan sendirinya. Tanpa berpikir lama, Darko langsung duduk simpu, mengambil pisau cutter yang masih Nampak bekas darah membeku di sisi-sisinya.
Dan “AWW..!” membuncar darah segar dari jari manis kiri dan langsung diteteskan sebanyak lima kali diatas mangkuk tembaga itu. Tidak lupa perintah dari suara misterius tadi, ia langsung membuka tutup botol Nammanprai Nang Dam dan meneteskan dua kali kedalamnya. Semerbak amis yang amat sangat dari dalam botol berisi cairan hitam itu lalu menyebar keseluruh ruang kamar.
Ia terdiam……………………………
……………………………………….
……………………………………….
Menunggu apalagi selanjutnya. Selama kurang lebih lima menit tidak ada hal apapun yang terjadi di ruang yang hanya diterangi oleh beberapa lilin dialtar. Tenang sekali, hanya kesunyian yang ada. Sesekali hanya terdengar suara ranting pohon yang jatuh tepat diatas atap kamar itu. Ia tidak kuasa menengok keatas, kekiri, kanan, apalagi kebelakang. Hanya tatapan kosong penuh ketakutan fokus kepada areal altar.
“Ngeeekkkk…!” Tidak berapa lama kemudian, seperti ada suara pintu bergerak dan “Klekk..!” pintu kamar tertutup pelan dengan sendirinya. Walau diliputi rasa penasaran, ia masih tak berani menengok kemana-mana. Hanya mematung dan mematung.
Bau anyir amis darah dan daging bangkai yang menyelubungi kamar dengan pelan berganti wangi aroma minyak gaharu yang lembut tercium. Semakin kuat aromanya datang menusuk hidung membuat kepala Darko agak pusing. Sedikit ia menyenderkan badannya bertumpu pada dua tangannya yang menyentuh lantai kebelakang. Tiba-tiba seperti ada yang mendekap lembut badannya dari belakang, pelukan halus itu semakin nyata. Ada sepasang tangan berkulit putih bersih yang merangkul pinggangnya. Dingin seperti es tangannya. Dia seorang wanita. Wangi gaharu itu berasal dari tubuhnya.
Darko merasa sedikit geli ketika merasakan ada udara dari hembusan hidung sesosok misterius itu mengenai leher samping kirinya. Kecupan demi kecupan kecil mendarat di leher pria itu. Namun ia masih membatu tanpa mengucap sepatah kata pun.
“EHMM…EHMM…!”mendesah kecil, Darko merasa nyaman terhadap cumbuan misterius itu, tapi ia tetap mematung sedikit gemetar sambil menikmati, merasakan kecupan mulut yang meninggalkan noda liur yang membasahi areal lehernya.
“Mulai sekarang kau adalah tuanku! Menggantikan Hans yang sudah mati..layani aku dan diriku berbalas melayanimu. Ini syarat utamanya…setubuhi aku tanpa henti setiap malam Jumat tepat pukul 01.00 sampai menjelang pagi. Selama itu juga tuan bakar dupa Cendana. Aku adalah Mae Nang Dam Phi Tai Thang Klom ,”bisiknya sambil mengecup-ngecup leher Darko lagi.
Sebagai laki-laki normal, entah itu manusia ataupun hantu, ulah Nang Dam kepada Darko membuat kejantanannya mengeras. Didalam hatinya masih berkecamuk pikiran-pikiran penasaran. bercinta dengan hantu Nang Dam. Bagaimana rupanya, apakah menakutkan. Apakah sanggup melakukan hubungan badan dengannya. Bayangkan saja ML dengan wanita cantik sambil tutup mata.
“AHH masak bodo, siapapun dia, saat ini aku tidak bisa menahan hasrat seksualku lagi”
Tanpa pikir panjang, ia beranjak berdiri membakar 17 batang dupa Cendana berukuran besar yang memang sudah tersedia disana. Pikirnya pasti dupa sisa pakai sang ayah. Lalu kemudian ia meraih tangan sambil sihantu dan menuntunnya ke atas springbad. Direbahkannya Nang Dam yang berbalut gaun hitam diatas kasur dengan perlahan dan disibakkannya kain yang mengerudungi wajah wanita itu sekaligus melucuti gaunnya sampai tak berbusana sama sekali. Darko terperanjak, dalam remang cahaya lilin, Darko melihat wajah Asli Nang Dam yang begitu menawan. Belum pernah seumur hidupnya melihat wanita secantik itu. Wanita-wanita yang pernah ia tiduri sebelumnya tidak ada yang semanis dia. Memiliki rambut hitam kecoklatan lurus setengah ikal panjang sepinggang, Oval wajahnya, halus sekali kulit wanita itu saat ia mulai menyentuhnya, bermata sipit, bibirnya tipis kecil dan kemerahan alami tanpa memakai lipstik. Dadanya bulat ranum kecil sebesar buah alpukat.
“Sayangnya ia hanyalah hantu. Seandainya seorang manusia pasti akan dijadikannya istri,” pikirnya membatin.
Dimalam yang dingin itu, Darko mulai menyetubuhi si cantik Nang Dam. Desahan demi desahan keluar ucap parau kadang kuat dari mulut mereka berdua. Sementara diluar sana suara beberapa anjing dari permukiman bawah menyalak tanpa henti menyumbang backsound dimalam kelam berkabut.
Hans dan Ruthai 19 Oktober 1991 “Nang...! Nang…!Ruthai, kemari sayang,” panggil pria berbadan tinggi ganteng dengan alis tebal dan brewokan yang tercukur rapih diruang tamu kepada isterinya yang sedang memasak di dapur itu. “Sebentar Hans, masakanku hampir jadi…segera aku kesanaaaa,” Aroma masakan dari dapur berlarian membabi buta keseluruh ruangan tak terkecuali masuk tanpa pamit menuju ruang tamu dan meremas-remas perut Hans yang sedang amat sangat keroncongan. Ia sedang asyik memilih-milih vinyl lagu untuk diputar ketika nanti bersantap ria bersama isteri tercintanya itu. Hans dan Ruthai memang biasa memakai ruang tamu untuk bersantai mendengarkan music, membaca buku sekaligus ritual isi perut. “Nikmat sekali aroma masakan ini, seperti aku kenal… tapi dimana ya?”dalam hatinya ia berdebat dengan memori otaknya mengenai misteri harum masakan itu. “Ahh ini dia! album ini lumayan lama tidak kuputar, jadi kangen musi
Rutinitas ritual“Haaaans… Haaaans… Haaaans.. Kau tak lupa malam ini waktunya persembahan untuku. Ingat Haaans…”Langsung terbangun dari tidur, melihat jam tangan ditangan kirinya menunjukan pukul 01.00 WIB. Pria berumur 32 tahun itu menengok kesamping melihat isterinya sedang mengarungi samudera mimpi yang dalam. Masih menggunakan piyama coklatnya, ia langsung saja bergerak perlahan turun dari ranjang, berjalan gemulai seperti tak menapak dilantai dan membuka pintu kamar lalu menutupnya kembali tanpa meninggalkan jejak suara sedikitpun dari kamar itu kecuali semerbak samar harum parfumnya yang masih berkeliaran seiring langkah kakinya menjauh dari kamar.“Waktunya hampir telat..! semoga ia tak marah,”Dengan kondisi yang masih terkantuk-kantuk, mempercepat langkahnya setengah cepat ia langsung menuju lantai atas. Seperti malam-malam biasanya, kabut-kabut tipis serupa asap selalu menyelimuti rumah itu.
Rahasia yang terkuak dan pengakuan05.17WIB“Kreek..kreek..kreekk..”Diluar ruangan kamar lantai dua terdengar suara renyah langkah kaki yang bergesekan dengan lantai dari papan kayu.“Ngeeekkk..”Pintu kamar terbuka pelan perlahan dan semakin lebar mengakibatkan asap dupa bercampur kabut tipis yang meliputi kamar ritual mencuri keluar melalui rongga pintu. Dengan rasa penasarannya, Ruthai memberanikan diri untuk melihat secara langsung apa yang sebenarnya dilakukan suaminya selama ini di kamar khususnya tersebut. Asap yang tebal masih mengganggu penglihatan Ruthai. Ia berusaha menahan batuk dari asap dupa yang terhisap hidungnya.Dibukanya lebih lebar lagi secara perlahan menunggu kedua pasang matanya untuk bisa melihat lebih jelas suasana kamar. Ia mendengar ada suara aneh seperti suara lirih seorang wanita. Ruthai langsung masuk kedalam mendekati ranjang itu, dan…!Astaga, dengan perasa
Rumah Warisan Orchestra puluhan kodok serta aroma basah tanah memecah kesunyian nuansa kelam malam yang dingin lagi sepi di rumah tua bergaya abad ke-19 berlantai dua itu. Bangunannya berbahan utama kayu dan eksteriornya didominasi cat berwarna Hitam, dan Coklat. Letaknya di puncak bukit terpencil, sehingga tak akan nampak dari permukiman dibawahnya ketika memasuki waktu senja. Seolah lenyap disembunyikan bumi atau memang sengaja tidak ingin menampakan wujudnya diwaktu-waktu tertentu. Sudah Tujuh hari lamanya Darko seorang diri menempati rumah warisan dari almarhum ayahnya yang mati secara tiba-tiba ketika berada di kediaman nenek tujuh bulan yang lalu. Hampir tidak pernah beranjak ia dari duduknya selama berjam-jam di sofa coklat teras depan rumahnya sejak sore tadi, menikmati kerlap-kerlip citylight perkotaan Bandung. Suara hujan dan alam ditengah kegelapan malam seluas pandangan matanya, pria berumur 27 tahun ini masih asyik saja melamun memikirkan sesuat
Kamar RitualHabis sudah tujuh batang rokok yang ia hisap sepanjang berada di ruang tamu. Matanya yang semakin sayup mengajak segera untuk merebahkan tubuhnya di tempat tidur, namun masih ada perasaan mengganjal didalam dirinya agar mendatangi lantai dua yang sama sekali belum dijamahnya selama tujuh hari tinggal disana.“krrak..krrak..krrak” suara langkah demi langkah kakinya menaiki tangga kayu yang dilapisi karpet beludru halus menuju lantai dua yang agak gelap dan hanya diterangi lampu-lampu tempel dari lilin ungu yang berjejer mengikuti alur jalan.Sambil menyalakan lilin di dinding sepanjang perjalanannya ke atas, Darko menyimak satu persatu foto-foto dan lukisan yang menempel memenuhi tembok lantai dua itu. Mayoritas terpajang foto-foto ayahnya disaat muda dengan background pedesaan yang diduga kuat ada di pedalaman Thailand. Adapula beberapa lukisan bergambar wanita eropa yang mengenakan busana hitam-hitam ala gothic abad ke-19