Penatua Chen Yu dari sekte Zhonglu dengan langkah cepat mengejar sosok Rong Guo dan Imam Zhang, yang sudah tampak mengecil di ujung jalan yang berkelok-kelok dan berbukit. Datang bersamanya adalah lima murid Sekte Zhonglu yang sebelumnya berjaga di Gerbang Zhonglu, daerah kekuasaan mereka. Hal ini tentunya membuat Imam Zhang mengerutkan keningnya, terlihat tidak senang.Dengan wajah yang tampak kurang bersahabat, sang Imam berkata dengan nada suara yang terdengar ketus, "Apakah ada sesuatu lagi yang dibutuhkan Penatua Chen Yu, sampai-sampai mengejar Imam tua ini?"Melihat Imam Zhang menampakkan raut kurang senang, Chen Yu membungkuk sembilan puluh derajat. Bagaimanapun juga, Zhang Qing Nian adalah seorang senior – adik perguruan Master sekte Wudang. Artinya, imam tua ini sederajad dengan master Sekte Zhonglu sendiri. Secara etika di Rimba Persilatan, Chen Yu harus menghormati imam tua itu."Maafkan kelancanganku, Imam Zhang. Namun, aku lupa untuk bertanya terlebih dahulu. Siapakah adi
"Telapak Angin Puyuh!"Suara Rong Guo terdengar lembut, seperti bisikan, hampir tak terdengar. Namun, efek dari serangan yang disebut Telapak Angin Puyuh itu sungguh dahsyat, efek yang di timbulkan mirip seperti badai salju yang tiba-tiba menerjang di tengah musim panas.Diiringi suara desiran pukulan yang terdengar seperti angin berhembus, dunia seakan membeku. Sebuah serangkum energi berbasis dingin, hasil dari penyerapan energi rembulan yang terus menerus, tampak bergerak menyasar ke arah Chen Yu. Saat itu, mata Penatua Chen Yu melebar, penuh kengerian, ketika melihat serangan berbahaya yang membawa efek dingin itu mendekat."Celaka! Energi apa yang digunakan Taoist kecil ini?" Chen Yu berteriak dalam hati. Dia ingin menarik serangan pedangnya dan memblokir serangkum energi dingin itu, tapi itu sudah tak mungkin. Chen Yu hanya bisa pasrah ketika energi Telapak Angin Puyuh itu tiba-tiba menyentuh dadanya, yang dalam keadaan kosong, tidak memiliki perlindungan.BUM!Chen Yu – penatua
Pagi yang cerah menyambut dua sosok laki-laki tua dan anak muda kaki Gunung Zhonglu. Meski kabut asap tipis menggelayut di udara, Rong Guo dan Imam Zhang tampaknya sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan mereka.Semalam, setelah Imam Zhang menyatakan puas dengan pelatihan pedang Rong Guo ketika ia sudah Lelah di dini hari, barulah anak Rong Guo diijinkan untuk beristirahat. “Ketrampilanmu dengan pedang ini, sungguh sempurna. Seolah-olah ini diciptakan untuk mu dan senjata bernetuk payung itu.” puji sang Imam.Ketika itu, hati Rong Guo dipenuhi sukacita saat dipuji. Sejak pelatihannya dengan jurus pertama hingga kesepuluh Ketrampilan Pedang Huanglong Jian Fa, tidak ada satu pujianpun yang keluar dari mulut sang Imam. Jelas tadi malam, ia tersanjung, sehingga sepanjang pagi selalu bersiul-siul kegirangan.Saat itu nyanyian burung pagi terdengar menambah keindahan pemandangan di kaki gunung yang dipenuhi pepohonan Persik. Bunga-bunga berwarna merah muda bermekaran, menandakan mus
Sayangnya, meskipun ranah Kultivasi Chen Yu berada satu Tingkat di atas Rong Guo, kualitas hawa murni yang dimiliki Chen Yu tidaklah sebanding dengan kualitas hawa murni di Inti Mutiara Rong Guo. Seperti yang kita ketahui, Inti Mutiara Rong Guo adalah berkah dari Datuk aliran sesat di masa lalu, Mo Shilin. Oleh karena itu, kualitas hawa murni seorang Datuk Rimba Persiltan yang berusia kuno, jelas berbeda dibandingkan dengan Chen Yu, seorang praktisi di ranah Ksatria Merak Emas level awal.Ditambah lagi, seperti yang dikatakan oleh Imam Zhang, jurus Huanglong Jian Fa Wudang adalah sebuah Seni Pedang yang cocok dan berjodoh dengan energi Rembulan yang dilatih Rong Guo. Kekuatan dan kemampuan dasar jurus ini berubah menjadi lebih berbahaya di tangan Rong Guo.TRANG!"Celaka!" teriak Chen Yu tanpa sadar. Suaranya bergema di udara, mencerminkan kejutan dan rasa takjub tak percaya.Energi Pedang yang ditusuk oleh Chen Yu - seolah-olah pedang raksasa yang jatuh dari langit, kini hanya memben
Malam telah menjelang saat Rong Guo dan Imam Zhang memutuskan untuk melarikan diri dari kaki Gunung Zhonglu. Di tengah kegelapan malam, saat sudah berada di kaki Gunung Hua Shan, Imam Zhang berbicara dengan suara yang terdengar tegas."Rong Guo," katanya, "kita harus mengubah arah perjalanan ini. Menurut pertimbanganku, sebaiknya kita pergi ke bagian barat negeri ini!" Ekspresi Imam Zhang tampak penuh kekhawatiran.Pada saat itu, mereka beristirahat di Hutan Persikkaki Gunung Hua Shan, tempat dimana Sekte Hua Shan, sebuah sekte aliran putih yang berdiri tegak di puncak gunung.Rong Guo tampak bingung dan bertanya, "Mengapa kita tidak melanjutkan perjalanan ke Ibukota Daqi, Tuan Zhang? Apakah Anda memiliki rencana lain?"Sejak awal, rencana mereka adalah menuju Kota DaQi. Namun, Imam Zhang membatalkan perjalanan itu sepihak, padahal, Rong Guo sudah sangat bersemangat. Setelah hidup sekian lama di atas Gunung Wudang, dia sangat tertantang untuk menginjakkan kaki pertama kali di ibukota
Saat tubuh Rong Guo terjatuh dan berguling-guling di tepi jurang yang curam, dua aura berbahaya segera muncul dari belakangnya. Aura-aura ini membawa hawa penindasan yang sangat kuat, seolah-olah mendominasi seluruh area di sekitar Jembatan Lembah Zuzhou."Zhang Qiang Nian, Imam yang sudah hampir mati mengenaskan," suara keras Yan Bai, Wakil Pemimpin Sekte Wudang, bergema di udara. "Mengapa kamu dan bocah jahat itu tidak mau menyerah? Lebih baik mengaku salah dan dibawa untuk diadili di Gunung Wudang!"Di belakang Yan Bai, tampak puluhan murid Sekte Wudang berdiri dengan wajah garang. Yan Wei, Tang Wu Xie, dan Huo Shi berada di antara mereka, semua dengan pedang di tangan, siap untuk bertempur dan menghancurkan dua orang buronan sekte. Tatapan mata merah mereka terkunci pada satu arah – Rong Guo.Suara lainnya seakan tak mau kalah, terdengar bergaung. "Imam Zhang, menyerahlah!" namun nada suara ini lembut, dialah Jiang Chen wakil pimpinan Sekte Zhonglu. Ia tampak seolah-olah seorangma
BYUR! BYUR! Saat itu ada dua sosok yang jatuh dari ketinggian, masuk ke dalam air.Rong Guo merasakan hawa dingin yang menusuk tulang. Dia menggigil, sebelum akhirnya jatuh pingsan, tak tahu bagaimana nasib Imam Zhang. Dalam Sepertinya mereka berdua terjatuh dan tenggelam dalam air dingin yang dalam, di bawah jurang legendaris Jembatan Zuzhou.Hidup selama berbulan-bulan hanya sebagai buronan, berlari dan bersembunyi dari kejaran ahli-ahli Sekte Wudang dan Sekte Zhonglu, membuat jiwanya terasa letih. "Mungkin lebih baik aku menutup mata selamanya. Keberadaanku di dunia ini, tidak pernah membawa kebahagiaan. Semoga, di kehidupan baru nanti, aku akan bisa lebih bahagia, diterima oleh orang-orang di sekitar."Saat itu, Rong Guo merasa tak ingin lagi bangun dan keluar dari air dingin itu. Ia menutup matanya, lalu tertidur dalam kedalaman air di bawah jurang Jembatan Zuzhou, tidak tahu apakah ia sekadar pingsan saja, atau sudah mati. Ia tak ingin berpikir lagi.Dalam tidurnya itu, Rong Guo
Setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh Dukun Yijun, kebencian yang tersembunyi di dalam hati Rong Guo semakin membara. Meski begitu, di luar ia tampak tenang. Seolah-olah ia mampu mengendalikan perasaan yang sedang bergolak di dalam dirinya. Sepanjang malam, Rong Guo hanya duduk berlutut di sisi Imam Zhang, melayani Tuannya yang ia hormati dengan pengabdian yang mendalam.Kadang kala, Xinyi, gadis kecil yang ceria, datang berkunjung dan selalu mengajak Rong Guo untuk bermain-main di luar. Namun, dengan nada lembut dan berharap Xinyi dapat mengerti, Rong Guo selalu menolak ajakan gadis kecil itu."Adik kecil... pergilah bermain-main sendirian. Kakak masih harus menjaga Tuanku ini, hingga dia tersadar nanti. Karena sepertinya dia membutuhkan perhatian dan perawatan secara pribadi, dari hari ke hari," kata Rong Guo dengan nada suara yang lembut namun tegas.Mendengar penolakan tersebut, Xinyi pun pergi dengan wajah cemberut.Namun, ada kalanya, Dukun Yijunlah yang meminta Rong Gu
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m
Di dalam dungeon, lantai tiga Hundun Yaosai,Monster kalajengking merah raksasa, sebesar kerbau, berdiri dengan penuh ancaman. Makhluk Dark Beast peringkat Naga Iblis ini mengurung tiga hunter yang berdiri di mulut dungeon berbentuk belantara. Mata mereka bersinar tajam, siap menghabisi.Pemimpin kalajengking merah itu, dengan suara serak yang dalam, mengancam. “Kalian akan mati di sini. Tiga orang, berani-beraninya masuk ke dungeon kami!”Tawa mengerikan mengiringi perkataan itu, suara kekehan dari lebih dari lima ratus kalajengking merah yang mengelilingi mereka.“Ayo kita santap mereka! Mereka masih muda, pasti dagingnya lembut dan manis!” kata salah satu kalajengking dengan suara garau.Suara gaduh seperti babi yang disembelih mengisi udara. Namun, yang mengejutkan, ketiga hunter itu tak tampak gentar. Bahkan, pemimpin mereka yang terlihat muda itu hanya tersenyum mengejek.“Ingin menyantap kami? Apa kamu yakin bisa?” tanyanya, suaranya dingin dan penuh tantangan.“Beraninya kamu!
Pada saat Rong Guo menjejakkan kakinya di pelataran Aula Dewa Arca, seketika suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya, terdiam sejenak oleh kehadirannya yang menonjol.Beberapa orang langsung melangkah maju, ingin melihat lebih dekat pemuda yang baru saja menaklukkan sepuluh ahli tingkat Pendekar Naga Giok itu.Sementara yang lainnya tetap berdiri di tempat, sorot mata mereka menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam. Keheningan memenuhi ruang, hanya terdengar desiran angin lembut yang menggoyang dedaunan.“Apakah itu benar-benar Hunter Guo yang terkenal?” tanya seorang hunter, matanya tertuju pada Rong Guo dengan rasa penasaran.“Tidak disangka, ia punya kemampuan luar biasa. Seorang diri ia mengalahkan sepuluh ahli Pendekar Naga Giok!” kata yang lain, suaranya penuh kekaguman.“Jika aku bisa berteman dengannya, apakah itu mungkin?” gumam seorang hunter muda, terdengar seperti sedang membayangkan kemungkinan itu.Seribu pertanyaan mengalir dalam pikiran mereka, namun tak s