Menunggu sekian lama membuat hati Rong Guo semakin tak tenang. Ia hanya mondar-mandir di halaman Kuil Hati Suci, yang penuh dengan tumpukan daun pohon maple yang telah gugur.Daun-daun itu berserakan di tanah, menciptakan pemandangan yang suram dengan warna merah kecokelatan.“Guru Tao Guo, apa yang membuat Anda gelisah?” tanya Hanki, murid Tao yang kemarin menyambutnya di depan gerbang. Hanki sedang menyapu halaman yang tampak menguning dengan hamparan daun maple yang mulai membusuk.Suara sapu lidi yang menggesek tanah terdengar berkresekan, menambah kegelisahan yang sudah menguasai Rong Guo."Aku sedang menunggu orang tua yang semalam bersamaku. Dia pergi sejak malam, namun belum juga kembali hingga kini,” jawab Rong Guo sambil melirik ke arah pintu gerbang, berharap melihat sosok yang dinantikannya muncul dari balik bayangan.Wajah Hanki terbelalak, matanya membesar seolah baru saja mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan. Dengan wajah polos namun penuh rasa ingin tahu, ia membe
Di tengah jantung Hutan Pinus, seorang Imam Tao tampak duduk dengan tenang sambil membaca sebuah buku kuno.Di sekelilingnya, tanah hutan yang biasanya tenang kini dihiasi oleh deretan makam baru, tanahnya masih segar dan basah. Makam-makam itu seolah menambah keheningan dan kekhidmatan suasana hutan, menciptakan kesan tempat yang sakral dan penuh misteri.Rong Guo sedang asyik mempelajari buku yang diperolehnya dari Penempa Zhou Lianghua. Angin hutan berhembus lembut, membawa serta aroma khas dari daun-daun pinus yang wangi, seolah menyelimuti Rong Guo dalam keharuman yang menenangkan.Tanpa sadar, dia terus membaca isi buku itu, bahkan hingga matahari mulai condong ke barat dan cahaya senja yang lembut menyelimuti hutan dengan keemasan.Di tengah keheningan Hutan Pinus, waktu terasa melambat. Angin membawa aroma pinus yang menenangkan, namun Rong Guo begitu larut dalam kisah di hadapannya, hingga tak menyadari gelap yang mulai menyelimuti.Menurut catatan yang tertulis dalam buku ya
Pagi itu, udara segar menyelimuti Kuil Hati Suci, dan sinar matahari yang lembut menyebar di antara pepohonan pinus yang tinggi. Rong Guo, dengan langkah mantap, meminta audiens untuk bertemu dengan Kepala Kuil, Imam Yin Fai.Di halaman, Hanki, murid Tao yang sering tampak sibuk, sedang menyapu dengan penuh perhatian. Namun, suara gesekan sapu lidi di tanah dan gumaman tak puas yang terus keluar dari bibirnya menunjukkan bahwa dia sedang dalam suasana hati yang kurang baik.Saat Rong Guo tiba, Hanki terkejut dan hampir menjatuhkan sapunya.“Apa yang kamu kesalkan, hai murid Tao?” tanya Rong Guo dengan nada penuh perhatian.Hanki, terkejut dan wajahnya berubah seketika dari ekspresi kesal menjadi lebih tenang, menjawab dengan raut wajah yang dipaksakan ceria.“Ah, Guru Tao Guo. Anda benar-benar membuat saya terkejut. Sebenarnya, saya menggerutu karena daun-daun pohon maple ini terus-menerus gugur setiap hari, menumpuk, dan membuat saya harus bekerja lebih keras...”Sementara itu, tanga
Rong Guo melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki menuju Kota Xuefeng Du, menghabiskan hampir dua bulan lamanya di jalanan yang berliku, dan sangat menantang.Dia sengaja memilih perjalanan darat yang melelahkan, menggunakan setiap kesempatan untuk melatih Seni Pedang Bianglala dan bermeditasi dalam upaya untuk menerobos ke tingkat Pendekar Lotus Emas.Namun, sekeras apapun ia mencoba, setiap upaya itu berakhir sia-sia, seolah ada tembok tak terlihat yang menghalangi kemajuannya."Aku benar-benar harus mendapatkan Pil Zhen Long untuk bisa menerobos ke tingkat Pendekar Lotus Emas," gumam Rong Guo dalam hati, tatkala ia berdiri di hadapan gerbang Timur Kota Xuefeng Du.Benteng kota yang menjulang tinggi, dicat dengan warna putih kelabu yang pudar, berdiri kokoh di depannya. Jalan di atas benteng itu dipenuhi oleh prajurit yang melakukan patroli, menciptakan suasana yang angker namun sekaligus memberikan rasa aman bagi warga kota.Salah satu prajurit yang berjaga di pintu masuk,
Di tempat para tamu undangan di wilayah istana Kekaisaran Jin Shuang, suasana mendadak tegang saat Pemimpin Sekte Bayangan Hitam, Gong Fang, muncul. Aura menindas yang ia tebarkan menyelimuti udara, membuat setiap orang yang hadir merasakan tekanan yang mencekam.Pandangan semua orang langsung tertunduk, terhimpit oleh kehadirannya yang dominan.Namun, seketika aura menindas itu meredup.Tiba-tiba saja, Seorang pria berpakaian rapi dengan jubah beludru biru tua muncul dengan langkah percaya diri.“Akademi Xue Hua,”“Bukankah itu Pemimpin akademi beladiri Xue Hua?”Bisik-bisik terjadi, dan semua sorotan langsung berpindah pada sosok yang baru datang, yang disebut dari Akademi Xue Hua.Tampaknya, penampilan sosok yang baru datang ini, meski usianya tidak jauh berbeda dari Gong Fang, namun wajahnya yang tampak muda, seperti pemuda berusia dua puluhan, memancarkan karisma yang memikat.Penampilannya yang dramatis menarik perhatian semua orang.Sebagai pendatang di Kekaisaran Jin Shuang, j
Rong Guo memerhatikan pria yang berdiri di tengah kerumunan dengan tatapan tajam. Pria itu tampak megah dan mengesankan, dikelilingi oleh murid-murid Sekte Pedang Emas yang berbaris dengan sikap hormat.Di tengah sorak-sorai dan teriakan yang menggema dari para penonton, Rong Guo tetap tenang, tidak terganggu oleh keramaian di sekelilingnya. Suara tepuk tangan dan sorak-sorai yang memuji Sekte Pedang Emas membaur menjadi satu, menciptakan suasana yang sangat meriah di lapangan."Diakah yang disebut Pemimpin Shen Yutian, pemimpin Sekte Pedang Emas?" tanya Rong Guo dalam hati, matanya tajam meneliti setiap detail penampilan pria tersebut dengan penuh rasa ingin tahu.Shen Yutian berdiri dengan sikap penuh kewibawaan di antara murid-muridnya, mengenakan jubah yang tampak bercahaya dengan warna keemasan di bawah cahaya bulan sabit.Jubah itu, meskipun berdesain mirip pakaian Imam Tao, terbuat dari sutera halus yang melayang lembut di sekeliling tubuhnya, menambahkan kesan mewah.Rambutnya
Tak lama setelah langkah-langkah prajurit yang mengendarai Suiji Ma—kuda sembrani yang agung—hilang dari pandangan, perhatian orang-orang segera teralihkan ke iring-iringan yang tak kalah memukau.Sejumlah gadis-gadis muda dan pemuda yang berwibawa tampak berjalan dengan penuh kehormatan, memikul sebuah peti besar yang dihias dengan ukiran indah.Peti itu tidak hanya besar, tetapi juga penuh makna, dengan lambang-lambang suci Kekaisaran Jin Shuang terpahat pada setiap sudutnya. Ukiran naga yang meliuk-liuk dengan megah dan phoenix yang melambangkan keabadian, menambah aura mistis pada peti tersebut."Menurut Saudara Rong, apa yang ada di dalam peti itu?" tanya Ouyang Fai dengan nada penuh teka-teki. Sejak mengetahui usia Rong Guo yang masih muda, Ouyang Fai dengan penuh hormat mulai menyapanya dengan sebutan "Saudara" alih-alih "Daozhan."Sambil memperhatikan sorai sorak dan tepuk tangan penonton yang memenuhi arena, Rong Guo mengerutkan keningnya, lalu menjawab dengan tenang namun te
Mendengar kata-kata penuh arogansi yang diucapkan oleh Bao Xuan, wajah Jiang Hui berubah menjadi tegang, disertai amarah yang membara. Seketika, aura kebencian terpancar dari matanya.Sekte Pedang Surgawi dikenal sebagai yang terkuat di antara Sekte Bintang Empat di Kekaisaran Jin Shuang, dan Jiang Hui, calon pemimpin generasi berikutnya, tidak akan membiarkan kehormatannya diinjak-injak begitu saja."Aku tidak peduli siapa dirimu! Namun, dengan sikapmu yang begitu sombong, aku, Jiang Hui, tidak akan bermurah hati lagi!" suara Jiang Hui menggelegar, penuh dengan tekad dan kemarahan yang tak tertahankan.Wajahnya yang semula merah padam kini menyunggingkan senyum dingin yang menakutkan.Setelah kata-kata itu terucap, suara siulan pedang bergema, memecah keheningan yang menegangkan. Pedang di tangan Jiang Hui, yang pada pertarungan sebelumnya masih ia sembunyikan kekuatannya, kini diungkapkan dalam wujud sejatinya.Seluruh hawa murni yang dimilikinya tercurah dalam gerakan pedangnya. Ce
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit