Di bawah tanah, di kedalaman perut bumi tempat Sekte Makam Neraka berkediaman, suasana terasa begitu mencekam.Cahaya lampu minyak, dan obor yang redup memantulkan bayangan-bayangan para kultivator ke dinding-dinding batu, menciptakan gerakan seolah mengikuti ketegangan yang menyelimuti para kultivator aliran hitam yang berkumpul di bawah Pohon Ek gersang itu."Bing Xin Mo!" suara-suara kultivator aliran hitam terdengar mendesis, menggema hingga kei lorong-lorong bawah tanah yang sempit.Kebanyakan kultivator yang hadir pada malam purnama itu mengenal dengan baik siapa Bing Xin Mo ini.Bing Xin Mo tidak hanya memiliki kepandaian yang tinggi, tetapi juga Kultivasi di ranah Pendekar Lotus Emas. Sejak lama, dia selalu ingin bersaing melawan Raja Kelelawar Hitam. Dengan kesaktian yang setara di ranah Pendekar Lotus Emas, Bing Xin Mo sangat berambisi untuk memimpin seluruh Aliran Hitam di Kekaisaran Yue Chuan, dan mengalahkan Raja Kelelawar Hitam.Sayangnya, dalam suatu duel yang berlangsu
Kebekuan seketika melanda saat suara itu terdengar, membantah dominasi Iblis Hati Es – Bing Xin Mo. Semua mata langsung terkunci pada dua sosok yang berdiri di pintu gua, jalan masuk ke perkampungan Sekte Makam Keramat.Mereka adalah sepasang suami istri. Keduanya tampak berusia tidak kurang dari Enam puluh tahun.Yang laki-laki, meskipun wajahnya tua sesuai usianya, akan tetapi dari busana yang ia kenakan, ia terlihat seperti tubuh seorang perjaka yang berusia dua puluh tahun. Otot-ototnya menonjol dari lekukan baju yang ketat di lengannya. Dan semua penampilan otot ini memenuhi postur tubuhnya yang tinggi dan tegap. Wajahnya muram dan terlihat kejam. Dia tidak menyanggul atau setidaknya mengikat rambut panjangnya dengan pita, sehingga rambut putih itu tergerai, tampak kusut dan acak-acakan.Sebaliknya, yang perempuan justru terlihat sangat rapi.Meski rambutnya putih seperti salju, ia mengunci rambut itu dengan jepitan, membentuk konde yang rapi di atas kepala. Sebuah tusuk konde em
Di antara suhu yang dingin dan lembab, di antara desiran angin yang bergemuruh melewati celah-celah tebing, masuk ke dalam perkampungan Sekte Makam Neraka, semua kultivator aliran hitam diam dan membisu.Suasana tegang menyelimuti tempat itu, seolah-olah setiap napas dan gerakan mereka, bisa membawa bencana.Bing Xin Mo mengangkat pedang Es berwarna putih berkilau kebiruan tinggi di atas kepalanya.Pedang itu memantulkan cahaya yang dingin, menambah kesan mendominasi pada dirinya. Dia berdiri dengan anggun, matanya yang tajam berputar memindai sekelilingnya, senyum tipis yang tersungging di bibirnya menambah kesan angkuh.Dengan mendengus dingin, Bing Xin Mo berkata, "Semua penghalang jalanku menjadi penguasa aliran hitam, yakni mereka yang memiliki kultivasi tinggi sudah aku bereskan! Dan Raja Kelelawar Hitam pun sudah binasa!”Ekspresi Bin Xin Mo terlihat mengerikan. Wajahnya yang putih dan sepucat salju, tampak serakah ketika tak dapat menyembunyikan keerakahan ingn menjadi penguas
Pemahaman yang mendalam tentang Niat Pedang, atau Maksud Pedang, meliputi beberapa tingkat:Roh PedangNadi PedangIstana PedangBaru-baru ini, setelah menutup diri dalam perenungan, pelatihan, dan kultivasi yang serius, Rong Guo mengalami kemajuan yang signifikan dalam beberapa kemampuan tempurnya.Pertama, seperti yang kita ketahui, Rong Guo telah mencapai tahap Tulang Beruang, dari lima kelas tulang, di mana Tulang Beruang adalah tingkat keempat. Dari lima tingkat tulang yang dimiliki seorang praktisi bela diri, pencapaian ini sangat mengesankan.Sedangkan Niat Pedang, sebuah kemampuan tingkat tinggi dari seorang Kultivator Pedang, sudah dicapai oleh Rong Guo pada tahap Nadi Pedang. Semua pencapaiannya ini tak lepas dari campur tangan Aula Koi Keberuntungan, yang memberikan dia banyak sekali sumber daya.Setelah menutup diri menjelang pertemuan Kultivator aliran hitam, Rong Guo berhasil menerobos dan mencapai tahap Pendekar Lotus Emas tahap awal dalam ranah kultivasinya.Sebuah pen
Sepulangnya para kultivator aliran sesat dari pertemuan di Hutan Xiang, kebencian dan pertikaian di antara dua aliran yang sejak lama berusaha menahan diri itu kini mulai mengalami pergolakan. Hawa musim gugur yang dingin, ditambah dendam yang membara di hati para kultivator aliran sesat, makin memperkuat ketegangan di antara dua kubu ini.Bermula dari kasus Ekspedisi Kuda Perak.Sejak kejadian di Hutan Qingsong, di mana pemimpin dan wakil pemimpin Ekspedisi Kuda Perak tewas secara misterius, Tuan Muda Tang Wei dari Klan Tang marah luar biasa. Amarahnya membara seperti api yang tak terkendali."Kejadian ini harus diselidiki! Dan aku curiga ada campur tangan aliran sesat di dalamnya!" Suara Tang Wei menggema keras memenuhi aula Keluarga Tang di ibukota. Ia menggebrak meja yang terbuat dari kayu jati, hingga patah menjadi dua. Kekuatan dan ilmu yang ia terapkan saat marah itu adalah seni tangan kosong dari Sekte Khong Tong. Kepingan kayu beterbangan di udara, menambah dramatis suasana a
Warung Jin Hua Nainai ini hanya dilayani oleh sepasang suami istri yang sudah lanjut usia. Mereka tampak tua dan lemah, sepertinya usia mereka tidak kurang dari tujuh puluh tahun. Tidak ada kesan bahwa mereka adalah orang Jianghu (dunia persilatan), mengingat pakaian mereka terbuat dari kain linen murah dengan warna monokrom yang tidak menarik.Berbekal ini, kecurigaan Meng Jiang berkurang.Arak hangat disajikan, sepiring besar manthau dihidangkan, dan daging kambing tumis sebagai teman manthau sudah tersaji di meja.Kelompok ekspedisi itu makan dan minum dengan lahap, menunggu sajian bakmi kuah panas yang segera dihidangkan."Akhirnya, setelah menunggu lama, menu yang dinanti-nanti dan cocok dengan udara musim gugur ini keluar!" seru Meng Jiang.Seperti kuli bangunan yang tidak menyentuh makanan selama dua hari, dua belas orang itu makan dan minum arak dengan senangnya. Tak ada rasa susah yang melintas di ingatan mereka."Tolong tambah dua belas mangkuk bakmi lagi. Kuah Anda sungguh
Angin musim gugur berhembus tajam, menusuk tulang hingga ke sumsum. Bunga-bunga persik yang mulai layu berguguran di tanah, menyebarkan aroma khas yang manis dan lembut. Daun-daun pohon maple yang menguning bertebaran di sepanjang jalan, menciptakan pemandangan indah seperti permadani alami yang menyelimuti jalanan di Kota Daqi.Pagi itu, kejadian yang melibatkan gerbong kereta kuda milik Ekspedisi Kuda Perak di warung Jin Hua naynay, akhirnya menjadi skandal besar yang mengguncang Ibukota Daqi.Di pagi hari, seorang pelayan muda membuka pintu gerbang manor yang mewah, bertuliskankan ‘Manor Keluarga Tang.’Sambil membawa sapu ditangan, ia menggerutu tak habis-habisnya. "Daun-daun maple ini seperti tak ada habisnya. Baru saja kemarin aku sapu bersih, kini sudah menumpuk lagi, membuat pemandangan tak sedap dipandang!" keluhnya dengan nada kesal.A'hao, nama pelayan itu, baru saja membersihkan dedaunan maple dan bunga magnolia di halaman dalam manor. Hatinya langsung jatuh dalam keputus
Selama berjalan di jalanan Kota Daqi yang terlihat menguning dengan daun maple, Rong Guo sengaja berjalanberputar-putar. Kadang ia masuk lorong sempit dan kumur, kadang juga menembus ke jalanan besar. Jika tidak kenal siapa dia, pasti orang menyimpulkan Rong Gu ini sudah gila, tampak seperti orang kebingungan.Namun dibalik semua itu, ia menyadari kalau sedang di buntuti oleh mata-mata.Ketika ia berdiridi Gerbang Timur, sesekali melempar senyum kearah belakang... lalu fokus berjalan.Tak lama kemudian, ia sudah berjalan melewati Hutan Osmantus, hutan di pinggi Gerbang Timur yang pada musim gugur itu tampak mulai meranggas, terlihat aneh dan misterius.Udara pagi yang sejuk menyentuh kulitnya, dan aroma bunga osmantus yang manis tercium lembut di udara, memberikan kontras yang tajam dengan sikap acuh tak acuh yang ia tampilkan.Tiba-tiba, Rong Guo berhenti dan menoleh ke sekitar dengan tatapan tajam.Suaranya menggema di antara pepohonan ketika ia berteriak keras, "Sudah sejak tadi me
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m