Sebelum memakamkan dua ahli yang telah setengah abad menjadi bagian dari dunia kultivasi, Rong Guo mendapatkan catatan yang ditulis oleh masing-masing dari mereka.Dengan hati yang berat, ia memilih untuk membaca surat dari Imam Qiu terlebih dahulu.Pesan dari Imam Qiu tertulis dengan tangan yang mulai rapuh, namun tetap kuat dalam setiap goresan tinta."Anak muda, aku tahu kamu mengalami kemunduran dalam kultivasimu. Ada sesuatu yang telah mengganggu aliran energi internalmu. Namun, salinan buku Long Xuan Shu yang telah kau baca, aku yakin, akan membantumu perlahan-lahan untuk kembali menerobos batas dan menjadi seorang ahli yang tak tertandingi.""Bersama surat ini, aku menitipkan sebuah pedang – Pedang Halilintar. Aku harap kamu bersedia membantuku dengan mengembalikannya ke Sekte Pedang Emas. Selain itu, aku telah berbicara dengan Nelayan Yang. Kami berdua sepakat untuk menurunkan dua jenis ilmu yang kami miliki kepadamu.""Dariku, tentu saja, adalah Teknik Pedang Halilintar. Meng
Perjalanan menuju Kota Baiyung Chen, meskipun melalui jalur air tawar, diperkirakan oleh Rong Guo akan memakan waktu seminggu penuh. Waktu itu bisa lebih lama lagi jika ia hanya mengandalkan dahan pohon Willow yang diambilnya dari pulau terpencil sebagai tumpuan."Menggunakan Qinggong dan terbang di atas air seperti ini sangat menguras energi sejatiku. Apalagi, proses penyembuhan luka dalam ini belum mencapai optimal," keluhnya dalam hati, seraya merasakan denyut perih yang masih menyiksa di dadanya.Angin yang menerpa wajahnya dingin, membawa aroma lembab dari sungai yang deras mengalir di bawahnya.Namun, sungai itu sudah tidak sebuas sebelumnya, arusnya kini lebih tenang, membantu mempercepat perjalanan meski tetap menguras tenaga.Rong Guo terus melayang di atas air, hanya bertumpu pada sedikit energi spiritual yang ia kumpulkan. Setiap gerakan kecil terasa seperti beban berat, namun tekadnya tidak goyah.Pada hari kedua perjalanannya yang lambat, sebuah suara keras mencabik keten
"Siapa di sana?" tanya Rong Guo, suaranya tenang namun penuh waspada saat ia melihat sosok tubuh seorang pria tua yang meringkuk di pojok buritan kapal.Hanya suara batuk-batuk yang terdengar sebagai jawaban."Uhuk – uhuk!"Rong Guo segera melangkah mendekati pria tua itu, yang tergeletak di atas lantai kapal, hanya beralaskan selimut tipis yang sudah lusuh dan hampir lapuk oleh waktu."Yeye... Anda sakit. Mengapa hanya tidur di sini? Angin malam sangat kencang, udara dingin tidak baik bagi kesehatan. Tidakkah Anda memiliki bilik kamar di kapal ini?" tanya Rong Guo dengan nada prihatin.Dia seketika berjongkok di sebelah pria tua tersebut, mengecek kesehatan pria itu.Pria tua itu tetap tidak menjawab, batuknya terus berlanjut, semakin terdengar lemah dan menyedihkan.Rong Guo, dengan hati-hati, meraba dahi pria tua itu untuk merasakan suhu tubuhnya. Sentuhan dingin kulitnya terasa kontras dengan panas yang meradang dari dahi pria tersebut."Panas sekali!" gumamnya, wajahnya berubah s
Berpikir sampai di sana, Rong Guo bersikap lebih hati-hati terhadap orang tua yang tampak sakit-sakitan. Mata pria tua itu terkadang tampak kosong, seolah memikirkan hal-hal yang jauh di luar jangkauan Rong Guo, membuatnya semakin waspada.Karena hanya merupakan penumpang kapal mendadak dan tidak membeli tiket sejak dari pelabuhan keberangkatan, Rong Guo tidak punya kamar.Dengan membayar separuh harga, Rong Guo terpaksa menginap di emperan kapal, sama seperti beberapa orang yang juga membayar harga murah, termasuk Pandai Besi Zhou Lianghua, atau yang lebih akrab disapa Pandai Besi Zhou.Emperan kapal yang mereka tempati beralaskan kayu keras yang dingin, dan angin malam yang bertiup dari sungai terasa menusuk hingga ke tulang."Yeye... jika kamu lapar, makanlah makanan kering yang aku miliki," kata Rong Guo pada sang pandai besi ketika jam makan tiba. Tangannya mengeluarkan potongan roti kering dari kantongnya, menawarkan dengan tatapan penuh pengertian.Pandai Besi Zhou sejenak ragu
“Pandai Besi Zhou?” tanya Rong Guo dengan ekspresi tak percaya. Suaranya terdengar keras, hampir bernada menuduh. “Anda membuntutiku?”Sejak menuebut namanya Pandai Besi Zhou Lianghua, Rong Guo tidak lagi menyebutkan dengan panggilan ‘Yeye’.Meski begitu, di dalam hatinya Rong Guo merasa was-was."Qinggong yang sangat hebat untuk seorang setua dia dan dalam keadaan sakit-sakitan. Sekuat apa sebenarnya Refiner ini?" pikirnya. Rong Guo tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Sebagai pewaris ilmu meringankan tubuh dari Raja Kelelawar Hitam yang terkenal, Rong Guo terbiasa menghadapi para ahli bela diri dengan kemampuan luar biasa.Namun, harus diakui, kemampuan Qinggong yang dimiliki oleh Pandai Besi Zhou ini melebihi ekspektasinya. Untuk menjaga penampilannya agar tetap tenang dan tidak memunculkan kecurigaan, Rong Guo memilih bersikap pura-pura tak tahu siapa sebenarnya orang tua ini.“Er... aku sebenarnya malu untuk menjelaskan,” jawab Pandai Besi Zhou dengan nada rendah. Wajahnya me
Menunggu sekian lama membuat hati Rong Guo semakin tak tenang. Ia hanya mondar-mandir di halaman Kuil Hati Suci, yang penuh dengan tumpukan daun pohon maple yang telah gugur.Daun-daun itu berserakan di tanah, menciptakan pemandangan yang suram dengan warna merah kecokelatan.“Guru Tao Guo, apa yang membuat Anda gelisah?” tanya Hanki, murid Tao yang kemarin menyambutnya di depan gerbang. Hanki sedang menyapu halaman yang tampak menguning dengan hamparan daun maple yang mulai membusuk.Suara sapu lidi yang menggesek tanah terdengar berkresekan, menambah kegelisahan yang sudah menguasai Rong Guo."Aku sedang menunggu orang tua yang semalam bersamaku. Dia pergi sejak malam, namun belum juga kembali hingga kini,” jawab Rong Guo sambil melirik ke arah pintu gerbang, berharap melihat sosok yang dinantikannya muncul dari balik bayangan.Wajah Hanki terbelalak, matanya membesar seolah baru saja mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan. Dengan wajah polos namun penuh rasa ingin tahu, ia membe
Di tengah jantung Hutan Pinus, seorang Imam Tao tampak duduk dengan tenang sambil membaca sebuah buku kuno.Di sekelilingnya, tanah hutan yang biasanya tenang kini dihiasi oleh deretan makam baru, tanahnya masih segar dan basah. Makam-makam itu seolah menambah keheningan dan kekhidmatan suasana hutan, menciptakan kesan tempat yang sakral dan penuh misteri.Rong Guo sedang asyik mempelajari buku yang diperolehnya dari Penempa Zhou Lianghua. Angin hutan berhembus lembut, membawa serta aroma khas dari daun-daun pinus yang wangi, seolah menyelimuti Rong Guo dalam keharuman yang menenangkan.Tanpa sadar, dia terus membaca isi buku itu, bahkan hingga matahari mulai condong ke barat dan cahaya senja yang lembut menyelimuti hutan dengan keemasan.Di tengah keheningan Hutan Pinus, waktu terasa melambat. Angin membawa aroma pinus yang menenangkan, namun Rong Guo begitu larut dalam kisah di hadapannya, hingga tak menyadari gelap yang mulai menyelimuti.Menurut catatan yang tertulis dalam buku ya
Pagi itu, udara segar menyelimuti Kuil Hati Suci, dan sinar matahari yang lembut menyebar di antara pepohonan pinus yang tinggi. Rong Guo, dengan langkah mantap, meminta audiens untuk bertemu dengan Kepala Kuil, Imam Yin Fai.Di halaman, Hanki, murid Tao yang sering tampak sibuk, sedang menyapu dengan penuh perhatian. Namun, suara gesekan sapu lidi di tanah dan gumaman tak puas yang terus keluar dari bibirnya menunjukkan bahwa dia sedang dalam suasana hati yang kurang baik.Saat Rong Guo tiba, Hanki terkejut dan hampir menjatuhkan sapunya.“Apa yang kamu kesalkan, hai murid Tao?” tanya Rong Guo dengan nada penuh perhatian.Hanki, terkejut dan wajahnya berubah seketika dari ekspresi kesal menjadi lebih tenang, menjawab dengan raut wajah yang dipaksakan ceria.“Ah, Guru Tao Guo. Anda benar-benar membuat saya terkejut. Sebenarnya, saya menggerutu karena daun-daun pohon maple ini terus-menerus gugur setiap hari, menumpuk, dan membuat saya harus bekerja lebih keras...”Sementara itu, tanga
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa