Share

Dua Batu Nisan.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-21 17:13:25

Di sana, di tepi danau, Rong Guo menyaksikan dua setengah abadi itu—Nelayan Yang dan Imam Qiu—sedang bertempur. Gerakan mereka sangat cepat. Energi berhamburan membuat air danau bergolak, bahkan sebagian air tampak terciprat ke udara.

Namun, dalam pertarungan kali ini, ada yang berbeda dari sebelumnya.

Keduanya bertarung dengan wajah yang terlihat penuh kegembiraan, hampir seperti sepasang teman lama yang bersuka ria dalam adu keahlian.

Sesekali terdengar mereka saling memberi koreksi, ketika salah satu tertindih oleh serangan pedang, atau serangan telapak tangan yang penuh tenaga dalam.

“Nelayan miskin! Seni telapakmu masih memiliki banyak kekurangan! Aku tak heran, kalau kamu lari seperti kucing hutan, dikejar-kejar para praktisi pemula dari Langit Biru,” ejek Imam Qiu dengan nada mengejek.

Sementara pedangnya berkilat di udara, membentuk tembok pedang bercahaya, dan kecepatannya mengalir seperti cahaya kilat yang tiba-tiba menghantam Nelayan Yang.

Sebaliknya, dengan gerakan yang te
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Shofiyudin Musthofa
Terima kasih Thor #3
goodnovel comment avatar
Jimmy Chuu
astaga... nanti yah.
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Warisan Artefak Kuno   192, Meninggalkan Pulau.

    Sebelum memakamkan dua ahli yang telah setengah abad menjadi bagian dari dunia kultivasi, Rong Guo mendapatkan catatan yang ditulis oleh masing-masing dari mereka.Dengan hati yang berat, ia memilih untuk membaca surat dari Imam Qiu terlebih dahulu.Pesan dari Imam Qiu tertulis dengan tangan yang mulai rapuh, namun tetap kuat dalam setiap goresan tinta."Anak muda, aku tahu kamu mengalami kemunduran dalam kultivasimu. Ada sesuatu yang telah mengganggu aliran energi internalmu. Namun, salinan buku Long Xuan Shu yang telah kau baca, aku yakin, akan membantumu perlahan-lahan untuk kembali menerobos batas dan menjadi seorang ahli yang tak tertandingi.""Bersama surat ini, aku menitipkan sebuah pedang – Pedang Halilintar. Aku harap kamu bersedia membantuku dengan mengembalikannya ke Sekte Pedang Emas. Selain itu, aku telah berbicara dengan Nelayan Yang. Kami berdua sepakat untuk menurunkan dua jenis ilmu yang kami miliki kepadamu.""Dariku, tentu saja, adalah Teknik Pedang Halilintar. Meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-22
  • Warisan Artefak Kuno   Kapal Penyelamat.

    Perjalanan menuju Kota Baiyung Chen, meskipun melalui jalur air tawar, diperkirakan oleh Rong Guo akan memakan waktu seminggu penuh. Waktu itu bisa lebih lama lagi jika ia hanya mengandalkan dahan pohon Willow yang diambilnya dari pulau terpencil sebagai tumpuan."Menggunakan Qinggong dan terbang di atas air seperti ini sangat menguras energi sejatiku. Apalagi, proses penyembuhan luka dalam ini belum mencapai optimal," keluhnya dalam hati, seraya merasakan denyut perih yang masih menyiksa di dadanya.Angin yang menerpa wajahnya dingin, membawa aroma lembab dari sungai yang deras mengalir di bawahnya.Namun, sungai itu sudah tidak sebuas sebelumnya, arusnya kini lebih tenang, membantu mempercepat perjalanan meski tetap menguras tenaga.Rong Guo terus melayang di atas air, hanya bertumpu pada sedikit energi spiritual yang ia kumpulkan. Setiap gerakan kecil terasa seperti beban berat, namun tekadnya tidak goyah.Pada hari kedua perjalanannya yang lambat, sebuah suara keras mencabik keten

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Warisan Artefak Kuno   Pandai Besi Zhou.

    "Siapa di sana?" tanya Rong Guo, suaranya tenang namun penuh waspada saat ia melihat sosok tubuh seorang pria tua yang meringkuk di pojok buritan kapal.Hanya suara batuk-batuk yang terdengar sebagai jawaban."Uhuk – uhuk!"Rong Guo segera melangkah mendekati pria tua itu, yang tergeletak di atas lantai kapal, hanya beralaskan selimut tipis yang sudah lusuh dan hampir lapuk oleh waktu."Yeye... Anda sakit. Mengapa hanya tidur di sini? Angin malam sangat kencang, udara dingin tidak baik bagi kesehatan. Tidakkah Anda memiliki bilik kamar di kapal ini?" tanya Rong Guo dengan nada prihatin.Dia seketika berjongkok di sebelah pria tua tersebut, mengecek kesehatan pria itu.Pria tua itu tetap tidak menjawab, batuknya terus berlanjut, semakin terdengar lemah dan menyedihkan.Rong Guo, dengan hati-hati, meraba dahi pria tua itu untuk merasakan suhu tubuhnya. Sentuhan dingin kulitnya terasa kontras dengan panas yang meradang dari dahi pria tersebut."Panas sekali!" gumamnya, wajahnya berubah s

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Warisan Artefak Kuno   Kuil Hati Suci.

    Berpikir sampai di sana, Rong Guo bersikap lebih hati-hati terhadap orang tua yang tampak sakit-sakitan. Mata pria tua itu terkadang tampak kosong, seolah memikirkan hal-hal yang jauh di luar jangkauan Rong Guo, membuatnya semakin waspada.Karena hanya merupakan penumpang kapal mendadak dan tidak membeli tiket sejak dari pelabuhan keberangkatan, Rong Guo tidak punya kamar.Dengan membayar separuh harga, Rong Guo terpaksa menginap di emperan kapal, sama seperti beberapa orang yang juga membayar harga murah, termasuk Pandai Besi Zhou Lianghua, atau yang lebih akrab disapa Pandai Besi Zhou.Emperan kapal yang mereka tempati beralaskan kayu keras yang dingin, dan angin malam yang bertiup dari sungai terasa menusuk hingga ke tulang."Yeye... jika kamu lapar, makanlah makanan kering yang aku miliki," kata Rong Guo pada sang pandai besi ketika jam makan tiba. Tangannya mengeluarkan potongan roti kering dari kantongnya, menawarkan dengan tatapan penuh pengertian.Pandai Besi Zhou sejenak ragu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Warisan Artefak Kuno   Suara Pertempuran Di Bubungan .

    “Pandai Besi Zhou?” tanya Rong Guo dengan ekspresi tak percaya. Suaranya terdengar keras, hampir bernada menuduh. “Anda membuntutiku?”Sejak menuebut namanya Pandai Besi Zhou Lianghua, Rong Guo tidak lagi menyebutkan dengan panggilan ‘Yeye’.Meski begitu, di dalam hatinya Rong Guo merasa was-was."Qinggong yang sangat hebat untuk seorang setua dia dan dalam keadaan sakit-sakitan. Sekuat apa sebenarnya Refiner ini?" pikirnya. Rong Guo tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Sebagai pewaris ilmu meringankan tubuh dari Raja Kelelawar Hitam yang terkenal, Rong Guo terbiasa menghadapi para ahli bela diri dengan kemampuan luar biasa.Namun, harus diakui, kemampuan Qinggong yang dimiliki oleh Pandai Besi Zhou ini melebihi ekspektasinya. Untuk menjaga penampilannya agar tetap tenang dan tidak memunculkan kecurigaan, Rong Guo memilih bersikap pura-pura tak tahu siapa sebenarnya orang tua ini.“Er... aku sebenarnya malu untuk menjelaskan,” jawab Pandai Besi Zhou dengan nada rendah. Wajahnya me

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Warisan Artefak Kuno   Di Jantung Hutan Pinus.

    Menunggu sekian lama membuat hati Rong Guo semakin tak tenang. Ia hanya mondar-mandir di halaman Kuil Hati Suci, yang penuh dengan tumpukan daun pohon maple yang telah gugur.Daun-daun itu berserakan di tanah, menciptakan pemandangan yang suram dengan warna merah kecokelatan.“Guru Tao Guo, apa yang membuat Anda gelisah?” tanya Hanki, murid Tao yang kemarin menyambutnya di depan gerbang. Hanki sedang menyapu halaman yang tampak menguning dengan hamparan daun maple yang mulai membusuk.Suara sapu lidi yang menggesek tanah terdengar berkresekan, menambah kegelisahan yang sudah menguasai Rong Guo."Aku sedang menunggu orang tua yang semalam bersamaku. Dia pergi sejak malam, namun belum juga kembali hingga kini,” jawab Rong Guo sambil melirik ke arah pintu gerbang, berharap melihat sosok yang dinantikannya muncul dari balik bayangan.Wajah Hanki terbelalak, matanya membesar seolah baru saja mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan. Dengan wajah polos namun penuh rasa ingin tahu, ia membe

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-25
  • Warisan Artefak Kuno   Tiga Kitab Maha Sakti.

    Di tengah jantung Hutan Pinus, seorang Imam Tao tampak duduk dengan tenang sambil membaca sebuah buku kuno.Di sekelilingnya, tanah hutan yang biasanya tenang kini dihiasi oleh deretan makam baru, tanahnya masih segar dan basah. Makam-makam itu seolah menambah keheningan dan kekhidmatan suasana hutan, menciptakan kesan tempat yang sakral dan penuh misteri.Rong Guo sedang asyik mempelajari buku yang diperolehnya dari Penempa Zhou Lianghua. Angin hutan berhembus lembut, membawa serta aroma khas dari daun-daun pinus yang wangi, seolah menyelimuti Rong Guo dalam keharuman yang menenangkan.Tanpa sadar, dia terus membaca isi buku itu, bahkan hingga matahari mulai condong ke barat dan cahaya senja yang lembut menyelimuti hutan dengan keemasan.Di tengah keheningan Hutan Pinus, waktu terasa melambat. Angin membawa aroma pinus yang menenangkan, namun Rong Guo begitu larut dalam kisah di hadapannya, hingga tak menyadari gelap yang mulai menyelimuti.Menurut catatan yang tertulis dalam buku ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-26
  • Warisan Artefak Kuno   Kura-kura Zircon Yang Kedua.

    Pagi itu, udara segar menyelimuti Kuil Hati Suci, dan sinar matahari yang lembut menyebar di antara pepohonan pinus yang tinggi. Rong Guo, dengan langkah mantap, meminta audiens untuk bertemu dengan Kepala Kuil, Imam Yin Fai.Di halaman, Hanki, murid Tao yang sering tampak sibuk, sedang menyapu dengan penuh perhatian. Namun, suara gesekan sapu lidi di tanah dan gumaman tak puas yang terus keluar dari bibirnya menunjukkan bahwa dia sedang dalam suasana hati yang kurang baik.Saat Rong Guo tiba, Hanki terkejut dan hampir menjatuhkan sapunya.“Apa yang kamu kesalkan, hai murid Tao?” tanya Rong Guo dengan nada penuh perhatian.Hanki, terkejut dan wajahnya berubah seketika dari ekspresi kesal menjadi lebih tenang, menjawab dengan raut wajah yang dipaksakan ceria.“Ah, Guru Tao Guo. Anda benar-benar membuat saya terkejut. Sebenarnya, saya menggerutu karena daun-daun pohon maple ini terus-menerus gugur setiap hari, menumpuk, dan membuat saya harus bekerja lebih keras...”Sementara itu, tanga

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-26

Bab terbaru

  • Warisan Artefak Kuno   EPILOG.

    Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga

  • Warisan Artefak Kuno   Sosok Dibalik Topeng.

    Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc

  • Warisan Artefak Kuno   Pertempuran Final – Part II.

    Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u

  • Warisan Artefak Kuno   Pertempuran Final – Part I.

    Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad

  • Warisan Artefak Kuno   Awal Kejadian.

    Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata

  • Warisan Artefak Kuno   Keajaiban di Cakrawala.

    "Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny

  • Warisan Artefak Kuno   Fenomena Aneh.

    Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin

  • Warisan Artefak Kuno   Puncak terlarang - Kedua.

    Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia

  • Warisan Artefak Kuno   Puncak terlarang - Pertama.

    Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status