Dari arah Puncak Anyan Feng, tampak tiga aura pedang melesat cepat, diiringi suara siulan pedangyang tajam, yang membelah udara. Sasaran serangan pedang itu adalah Rong Guo, yang masih melayang di atas ketinggian, di antara awan-awan.Kejadian ini berlangsung sangat cepat, sehingga semua penonton di kaki Gunung Moye terkejut. Tak ada satu pun dari mereka yang mengedipkan mata, terperangah menyaksikan momen berbahaya ini.“Pertempuran masih berlanjut!” desis salah satu kultivator di kaki Gunung Moye, suaranya bergetar penuh antisipasi.“Tiga Grand Master, masing-masing dari Sekte Xuandu, Hehuan, dan Akademi Linchuan bergabung untuk menyerang Si Topeng Putih!” sahut penonton lain dengan nada tak percaya.“Mereka sungguh tak tahu malu, menyerang sosok Imam Tao yang baru saja bertarung hidup dan mati... kini mereka bersatu dalam serangan besar!” kata seorang kultivator lain dengan nada marah, saat ia melihat ketidakadilan di cakrawala.Sementara itu, Rong Guo yang telah kehilangan sebagia
Musim panas berlalu dengan cepat, seperti hembusan angin yang membawa kehangatan pergi begitu saja. Perubahan musim mulai terlihat dengan tanda-tanda alam yang tak bisa diabaikan.Daun-daun pohon maple mulai berjatuhan satu per satu, menciptakan hamparan permadani berwarna kuning dan oranye yang indah di bawah kaki pepohonan. Suasana ini menandai bahwa musim gugur telah tiba.Namun, sebelum orang-orang sempat benar-benar menikmati pemandangan itu, hawa dingin mulai merayap perlahan, membawa pesan bahwa musim dingin segera datang.Hari demi hari, suhu semakin turun. Namun peristiwa duel di Gunung Moye tetap menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan para ahli beladiri.Nama Si Topeng Putih, yang dulunya hanya dikenal segelintir orang, kini menjadi legenda hidup yang selalu disebut-sebut dalam setiap diskusi.Popularitasnya melonjak drastis, dan berdasarkan daftar terbaru para petarung terkuat di Benua, Si Topeng Putih kini menduduki peringkat ketiga. Hal ini menyebabkan Nyonya Yinfe
Sepuluh jurus berlalu tanpa An Lushan berhasil menyentuh sehelai rambut lawannya.Sebaliknya, ia berulang kali terhempas mundur, tangannya terasa panas dan lecet akibat benturan pedangnya dengan telapak tangan pria Podura yang tampak begitu tenang.Pria Podura itu tersenyum tipis, seolah tidak sedikit pun terpengaruh oleh pertempuran yang baru saja terjadi. "Sudah sepuluh jurus. Tidakkah kau ingin mengundangku masuk dan berbicara lebih lanjut?"An Lushan menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.Jelas kekuatannya jauh di bawah pria Podura itu. Bahkan, jika dibandingkan dengan dua legenda yang bertarung di Gunung Moye, dia merasa seperti asap yang tak berarti apa-apa.Akhirnya, dengan rasa enggan yang tertahan, An Lushan mengangguk. Ia memutuskan untuk mengundang pria Podura itu masuk ke aula tertutup, penasaran dengan apa yang akan ditawarkan oleh pria penuh misteri itu.Di dalam ruangan yang dipenuhi kesunyian, perundingan dimulai. Pria Podura itu mengungkapkan maksud ked
Dalam sekejap mata, Kota Xingguang yang selama ini tidak begitu menonjol karena lokasinya yang berdekatan dengan ibu kota Tianzhou, tiba-tiba berubah menjadi pusat keramaian yang dipenuhi oleh para kultivator.Hiruk pikuk kehidupan kota yang biasanya tenang, kini diselimuti oleh kehadiran sosok-sosok berbahaya yang berlalu-lalang di sepanjang jalanan berbatu.Para kultivator berjalan berkelompok, ada yang bertiga, bahkan beberapa di antaranya bergerombol hingga lima orang.Semuanya tampak membawa pedang, menggantung di pinggang atau dipunggung mereka, memberi kesan bahwa mereka adalah orang-orang yang harus dihormati sekaligus ditakuti. Aura kekuatan dan bahaya yang terpancar dari mereka begitu nyata, membuat penduduk lokal tak berani sembarangan mendekat.Namun, ada juga yang berjalan seorang diri, tanpa teman atau sekutu. Meski tampak sendirian, tidak ada yang berani mengganggu mereka. Pedang yang berkilauan, tersemat di pinggang atau di punggung, menjadi tanda peringatan yang jelas
Ding – ding – ding!Suara lonceng yang digenggam oleh gadis pembawa acara lelang berbunyi nyaring, menggema di seluruh aula dan menandai dimulainya acara pelelangan yang ditunggu-tunggu di Rumah Lelang Menara Emas Surgawi.Ini adalah momen yang dinanti oleh semua tamu yang hadir, dan ketegangan mulai terasa di udara.Keriuhan yang sebelumnya memenuhi ruang tersebut segera meredup saat semua tamu menyadari bahwa lelang akan segera dimulai. Semua mata kini tertuju ke panggung, menanti dengan penuh harap dan rasa ingin tahu.Tak lama setelahnya, langkah kaki lembut terdengar, saat seorang gadis muda melangkah masuk ke panggung dengan anggun.Meskipun kecantikannya tidak dapat disandingkan dengan pesona gadis pembawa acara, kehadirannya berhasil menarik perhatian seisi ruangan.Aura yang terpancar dari dirinya begitu kuat, hingga membuat para tamu, terutama pria-pria yang hadir, terpesona dan menahan napas, seolah-olah waktu berhenti sejenak.“Menara Emas Surgawi memang dikenal mengumpulka
Pelelangan Hari Kedua oleh Pihak Menara Emas SurgawiMeskipun pihak tuan rumah memamerkan benda-benda seperti artefak, barang antik, atau pil tingkat menengah pada hari kedua, banyak praktisi kelas satu yang merasa belum terpuaskan.Apalagi mereka yang tergolong dalam kelompok Grand Master.Kekecewaan mulai terasa di antara para peserta pelelangan yang datang dengan harapan tinggi. Suara bisik-bisik mulai terdengar, mengiringi tatapan tajam yang dilemparkan ke arah panggung pameran.Pemimpin sekte-sekte terkemuka mulai menunjukkan ketidakpuasan mereka.Beberapa di antaranya menunggu-nunggu penampakan benda legendaris seperti kuku dan sisik naga merah, namun hingga pelelangan hari kedua berakhir, yang dinanti-nantikan tak kunjung muncul.Pemimpin Bai dari Sekte Pedang Tianyi bahkan mengerutkan wajah dengan penuh amarah.Kegelisahan tampak jelas di raut wajahnya, terutama setelah Nona Lan Fei menutup lelang hari kedua tanpa kejutan apapun.Di sepanjang perjalanan pulang menuju penginapa
Kota Xingguang di malam hari terlihat benderang, bak permata yang bersinar di kegelapan. Lampu-lampu minyak berkelap-kelip dan lampion berwarna-warni menggantung di depan toko-toko, menciptakan pemandangan yang menawan.Perusahaan dagang yang bergerak di bidang wisata—seperti rumah hiburan, restoran, rumah teh, dan kedai arak—menambah daya tarik kota ini. Meskipun hanya sebuah kota kecil, pesonanya tak kalah dibandingkan dengan kemegahan Ibukota Tianzhou yang megah.Meskipun belum menjelang tengah malam, jalanan kota mulai dipenuhi para pemabuk. Mereka berjalan sempoyongan, bernyanyi dalam lantunan lagu yang tak keruan, semakin menambah kesan hidup di kota ini.Suara tawa dan jeritan gembira bersatu dalam senandung malam, menimbulkan atmosfer yang hangat meski dengan aroma alkohol yang menyengat.Di depan rumah hiburan, para pramuria kelas bawah tampak berdiri, berusaha menarik perhatian pelanggan yang ingin menghabiskan satu malam penuh kenikmatan bersama mereka.Dengan anggur murah
Ketika duel dahsyat antara Si Topeng Putih dan Norzin Sang Semidevil terjadi di puncak Gunung Moye, tidak semua Pemimpin Sekte yang berada di dunia persilatan datang untuk menyaksikan secara langsung.Sebagian besar dari mereka hanya mendengar kabar dari murid-murid atau penatua sekte mereka, itupun yang menonton pertarungan hanya dari kaki gunung, mendengar dari jauh gemuruh hebat yang menyelimuti pertarungan pada waktu itu.Salah satu Pemimpin Sekte yang tidak hadir saat itu adalah Pemimpin Bai dari Sekte Tianyi.Saat desas-desus mulai menyebar, menceritakan betapa dahsyatnya kekuatan Si Topeng Putih, Bai hanya mendengus penuh cemoohan.Baginya, kisah-kisah tersebut tak lebih dari cerita yang dibesar-besarkan. Dalam benaknya, satu-satunya orang yang layak mendapat penghormatan di dunia persilatan adalah Taoist Tianxuan, peringkat pertama yang tak terbantahkan.Bukan Lei Yunfeng dari Sekte Xuandu, yang berada di peringkat kedua, apalagi Si Topeng Putih, yang saat itu hanya menduduki
“Apakah Tuan berdua dari Benua Podura?” tanya An Luo Xing. Suaranya bergetar halus, mencerminkan campuran rasa takut dan harap yang bersarang di hatinya.Tatapannya tak berani menatap lurus ke arah kedua pria asing itu, yang berdiri tegap dengan aura yang menekan. Ia menunggu jawaban dengan jantung berdebar kencang.Pria asing yang mengenakan zirah gelap itu mengerutkan alisnya. Pandangannya tajam seperti bilah pedang saat ia menjawab dingin,“Anda siapa? Kami hanya ingin bertemu Tuan An Lushan.”Kata-kata itu menghantam An Luo Xing seperti gelombang badai. Sejenak pikirannya terasa kosong, napasnya tercekat. Bagaimana mungkin mereka tidak tahu? Ayahnya, An Lushan, telah tewas bertahun-tahun lalu dalam perang besar melawan dataran tengah.“Bukankah ayah tewas demi membela mereka, Benua Podura? Bagaimana bisa mereka tak tahu hal ini? Ada sedikit rasa tidak senang dihat An Luo Xhing.Sementara pikirannya berusaha mencerna situasi, ia merasakan kemarahan membara di dadanya.Namun, ia seg
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga