Guru Negara – Xue Yinggui terlihat masih gagah, dengan wajah penuh wibawa yang seperti seorang pria berusia empat puluh tahun.Namun, kenyataannya, usia Guru Negara hampir mendekati tujuh puluh tahun. Meski demikian, semangat dan ketajaman matanya masih memancarkan kekuatan yang tidak tergerus oleh usia.Langkah kakinya yang mantap menggema di aula Naga Emas saat ia menjadi yang pertama memasuki ruangan, menarik perhatian semua yang hadir.Setiap pasang mata tertuju padanya, memantau setiap gerakan dan ekspresi wajahnya. Di dalam keheningan yang tercipta, para jagoan muda segera berdiri dan memberi hormat, menundukkan kepala mereka dengan hormat yang tulus.Namun, Xue Yinggui tampak tak terganggu oleh itu semua. Pandangannya dengan tenang melintasi aula, seolah-olah mencari seseorang. Matanya yang tajam berhenti pada sosok anak muda yang sederhana, Rong Guo.Pakaian ala Taois yang dikenakan Rong Guo menambah kesan tenang dan sederhana pada dirinya, meski ada kekuatan besar yang tersem
Kaisar Agung – Su Weizhong sudah duduk dengan anggun di atas singgasananya. Kursi megah itu dihiasi ukiran rumit yang menggambarkan simbol-simbol kenegaraan, dengan naga yang menghunus cakarnya, memancarkan aura kekuasaan yang tak terbantahkan.Bantalan tebal yang menopang tubuh Kaisar tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga menekankan martabat seorang penguasa yang ditakdirkan untuk memerintah.Di sisi sang Kaisar, duduk Permaisuri. Seorang wanita yang meskipun mendekati usia lima puluh tahun, masih memancarkan kecantikan anggunnya. Wajahnya terlihat damai dan tenang, menyiratkan kewibawaan yang tak kalah dari sang Kaisar.Dengan jubah sutra yang menjuntai lembut, ia duduk bersahaja di samping suaminya, menyaksikan jalannya acara dengan mata yang penuh pengamatan.Suasana aula mendadak menjadi tenang ketika protokoler berseru lantang, “Resepsi makan siang, dimulai!”Semua tamu yang hadir bersiap-siap, mendengarkan instruksi selanjutnya dengan penuh hormat. Dengan isyarat singk
Tak seorang pun yang menduga, gadis penari anggun dari kelompok seni itu ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. Lebih mengejutkan lagi, kali ini serangan terhadap Kaisar menggunakan cara yang tak lazim—sihir gelap!Di Aula Naga Emas, para hadirin adalah kultivator kelas atas yang terbiasa menghadapi bahaya fisik. Menghadapi serangan langsung dengan pedang atau senjata tersembunyi bukanlah sesuatu yang sulit bagi mereka.Namun, serangan ilusi sihir—naga merah yang menyemburkan api dari rahangnya? Itu di luar keahlian mereka. Siapa di antara mereka yang memiliki kemampuan untuk melawan sihir mematikan seperti itu?Tak ada seorang pun.Ruangan menjadi sunyi.Setiap orang menahan napas, beberapa bahkan menutup mata, tidak sanggup menyaksikan pemandangan mengerikan yang akan terjadi—Kaisar Jin Shuang yang agung, mungkin saja akan tewas terbakar oleh api hitam dari naga sihir itu.Namun, tiba-tiba, di tengah keheningan yang mencekam, sebuah bayangan berkelebat dari sudut aula.Sekejap ke
Kepergian Rong Guo bersama Pangeran Mahkota menyisakan suasana tegang di Aula Naga Emas. Dari tempatnya berdiri, wajah Guru Negara tampak muram, menunjukkan ekspresi yang penuh dengan ketidakpuasan.Dahinya mengernyit tajam, jelas sekali ia tidak senang melihat bagaimana Rong Guo dengan mudah mengikuti ajakan Pangeran Mahkota tanpa mempertimbangkan kehadirannya.“Guru... apa yang harus kita lakukan? Bagaimana bisa Kakak Pangeran Mahkota berhasil membujuk seseorang dari Jianghu untuk mengikuti perintahnya?” tanya Pangeran Kesembilan, Su Weizhao, dengan nada cemas.Wajahnya tampak pucat, dan matanya berkaca-kaca, hampir seperti anak kecil yang ketakutan."Jika Imam Guo benar-benar bersekutu dengan Kakak Pangeran Mahkota, posisi kita bisa semakin terancam! Apa yang akan terjadi jika dia mendukung Kakakku dalam perebutan takhta?"Kecemasan itu semakin terlihat jelas di raut wajah Su Weizhao. Ia tahu bahwa kehadiran seorang tokoh sehebat Rong Guo di sisi Pangeran Mahkota bisa mengubah peta
Akhirnya, setelah merenung cukup lama, Rong Guo mengambil napas dalam dan memantapkan keputusannya."Baiklah, Pangeran Mahkota," ujar Rong Guo seraya menatap lurus ke depan, memancarkan ketenangan seorang ahli."Aku akan tinggal di kediaman Anda, namun dengan satu syarat: aku ingin tak ada gangguan selama aku menutup diri di paviliun yang Anda sediakan. Cukup kirimkan dua pelayan untuk membersihkan paviliun dan memasak untukku, tak lebih."Mendengar keputusan ini, wajah Pangeran Mahkota seketika berubah cerah, hampir seperti bulan yang muncul di balik awan malam.Dia tak menyangka bahwa jenius nomor satu yang baru dikenal seluruh kekaisaran akan begitu mudah setuju untuk tinggal di kediamannya. Kegembiraan membuncah di hatinya, namun ia berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan terlalu banyak antusiasme.Pada zaman itu, kediaman para bangsawan—terlebih lagi keluarga kerajaan—adalah sebuah kompleks luas yang lebih menyerupai manor, dengan banyak paviliun.Setiap paviliun memiliki f
Semenjak menetap di Paviliun Jubah Merah, kehadiran Rong Guo di Kota Xuefeng Du semakin jarang terlihat. Keheningannya menyelubungi namanya, dan seiring berjalannya waktu, orang-orang di ibukota mulai melupakan siapa dirinya—Imam Naga yang pernah menjadi topik hangat.Kehidupan terus berjalan, dan banyak kejadian baru yang mengejutkan ibukota serta dunia persilatan, menggeser popularitas dan ingatan akan sosoknya.Pada Purnama pertama di musim gugur, Kota Xuefeng Du memancarkan keindahan yang memikat. Suasana terasa romantis, hampir magis, ketika lampu-lampu minyak dan lampion-lampion berwarna cerah menghiasi setiap sudut jalanan ibukota.Lebih-lebih di area pusat kota, dekat dengan Pasar Barat, keramaian semakin menambah kesan megah.Danau yang melingkari pasar tampak seperti cermin, memantulkan sinar purnama dan cahaya lampion-lampion yang berkelap-kelip.Pantulan-pantulan tersebut menciptakan bayangan berkilauan yang mengesankan, membuat siapa pun yang menyaksikan merasa seolah ber
Pagi itu, di sebuah kedai makan kecil yang terletak di pinggiran Pasar Kota Xuefeng Du, suasana begitu hidup.Asap tipis dari makanan yang dipanggang di atas bara menari-nari di udara, bercampur dengan aroma rempah yang menguar dari panci besar di belakang dapur.Pelanggan yang datang dan pergi tampak sibuk menikmati sarapan mereka, namun ada satu topik yang mendominasi pembicaraan di setiap sudut meja: kematian Saudagar Bai Mingyun dan dua pengawalnya."Jadi... Airmata Giok Fenghuang itu benar-benar ada? Itu bukan cuma legenda yang dibuat-buat? Tapi apa hubungannya dengan kematian Saudagar Bai Mingyun?" tanya seorang tamu dengan nada setengah percaya, wajahnya sedikit pucat saat membahas topik yang menakutkan itu.Seorang pria tua di sudut ruangan menoleh, dengan wajah penuh rahasia ia menjawab,"Jelas ada hubungannya. Konon, saudagar itu datang ke utara bukan untuk berdagang, melainkan untuk menjual sebuah informasi—tentang keberadaan ramuan kuno yang selama ini hanya dianggap donge
"Pangeran Mahkota, apakah ada petunjuk yang bisa dibagikan? Tolong ceritakan kepada imam sederhana ini," ujar Rong Guo dengan nada tenang.Ia menuangkan teh bunga krisan kering ke dalam cawan, aroma khas dari bunga itu memenuhi udara di sekitar gazebo Pavilliun Jubah Merah. Mereka duduk dalam keheningan sesaat, menikmati suasana tenang di sekitar paviliun.Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa nampan berisi kue kacang kastanye dan kue osmanthus yang harum. Hidangan kecil itu diletakkan dengan hati-hati di meja, menambah kehangatan dalam pertemuan mereka.Sambil menyesap teh bunga krisan yang harum, Pangeran Mahkota akhirnya membuka suara, namun ada keraguan dalam suaranya."Guru Tao Guo, apakah Anda pernah mendengar tentang Airmata Giok Fenghuang?" tanyanya, meski tatapannya kosong, seperti terselimuti keputusasaan.Rong Guo mengangkat alis, merasa heran dengan cara sang pangeran menyampaikan berita itu."Pangeran Mahkota, sebaiknya jangan berteka-teki. Berterus teranglah.
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa