"Masa lalu seperti dua mata pisau. Bijaklah menggunakannya. Kadang dia bisa menjadi guru untuk menata masa depan, kadang bisa menjadi momok yang menakutkan dan membuatmu selalu ketakutan"
===================Lintang meletakkan putrinya yang baru selesai diberi ASI di dalam box bayi yang diletakkan di dalam kamarnya. Sejenak menatap wajah mungil yang tertidur lelap. Begitu damai, tak ada beban akibat carut-marut permasalahan orang dewasa.'Kita pasti akan baik-baik saja tanpa Ayah, Nak. Mama janji tidak akan pernah membiarkanku terlantar.'Lintang bergumam seakan sang putri mengerti apa yang dia katakan. Pantas saja banyak orang merindukan masa kanak-kanak mereka, berharap tidak pernah tumbuh menjadi besar, lalu menua. Begitu banyak ragam masalah yang harus dihadapi orang-orang yang telah tumbuh dewasa. Mulai dari cinta monyet, pekerjaan, beban hidup, dan pergolakan dalam rumah tangga."Kami berhubungan delapan bulan yang lalu.""Apa? Kau mengkhianatiku saat aku berjuang hidup dan mati melahirkan anak kita?"Pengakuan Arsen kembali terngiang di benak Lintang membuat luka di hatinya semakin parah . Perlahan bayangan masa kecilnya melintas di depan mata seperti slide sebuah film. Almarhum sang ayah, tak pernah sekali pun membiarkan senyum hilang dari wajahnya. Apalagi sampai membiarkannya menangis. Begitu juga sang bunda selalu memeluk dan menghibur kala dia merasa sedih.. Pandangan Lintang mulai mengabut, karena air mata yang mulai tergenang di pelupuknya..Namun, rindu pada sang ayah dia sampaikan melalui lantunan doa. Berharap bisa menjadi pelita di alam kuburnya, sementara sang bunda ... Lintang hanya mampu menekan dada yang kembali terasa ngilu, merayap perlahan melilit jantungnya.. Beberapa bulan setelah kematian sang nakhoda, wanita itu--Ibunda Lintang--berubah menjadi sangat pendiam. Tak peduli dengan orang-orang sekitar, setiap hari hanya melamun sambil menatap ke arah pintu. Sering menggumamkan hal yang tidak dimengerti oleh Lintang, yang saat itu baru saja duduk di kelas empat sekolah dasar.Sepertinya kematian sang ayah memberi pukulan berat bagi kejiwaan sang bunda, hingga wanita empat puluh tahunan itu seakan memutus hubungan dengan dunia. Dia seolah-olah berada di dunianya sendiri. Puncaknya, suatu sore saat langit sedang mencurahkan hujan ditingkahi petir dan guruh. Lintang mendapati tubuh sang bunda tergantung di plafon rumah."Bunda! Bunda!" Lintang kecil histeris, dia menangis meraung-raung hingga warga berdatangan."Astagfirulllah! Ya Allah ...." Warga yang berdatangan sangat terkejut, mereka segera menghubungi polisi agar bisa mengevakuasi jenazah wanita malang tersebut. Tak mampu mengendalikan rasa kehilangan, membuat wanita itu lupa ada sang putri yang membutuhkan dirinya. Lintang kecil menjadi korban tindakan gegabah dari seorang yang menyimpan kesedihan terlalu dalam, lupa jika maut, rejeki, dan jodoh hak preogratif Yang Maha Kuasa.Lintang kecil kemudian diserahkan ke sebuah panti asuhan karena tidak memiliki kerabat terdekat. Dinas sosial yang menangani kasus Lintang sebagai anak negara sengaja menjauhnya dari rumah tersebut, bermaksud agar mendapatkan penanganan atas trauma psikis yang didapat karena kehilangan yang beruntun, apalagi dia adalah saksi dari kenekatan sang bunda.Hidup di tengah lingkungan baru, membuat Lintang kecil selalu ketakutan. Apalagi bila langit mencurahkan hujan disertai petir, dia akan meringkuk sambil memeluk kedua lutut, dan menutup telinga.. d8a menjerit histeris memanggil nama sang bunda, bila sudah begitu tak seorang pun bisa membujjuk hingga dia tertidur karena kelelahan.Saat satu per satu anak-anak panti diadopsi oleh keluarga baru, Lintang hanya memandang dari balik tirai jendela kamar. Bukan tidak ada yang menginginkannya. Sejak awal kedatangannya, Lintang telah menarik perhatian orang tua asuh. Mata besar dan indah, hidung yang bertengger tinggi di wajah ayu, kulit putih pucat, dan rambut panjang berponi membuat dia terlihat seperti boneka Matryosh. Menggemaskan."Lintang, apa kamu tidak mau seperti teman-temanmu yang lain?" Ibu Panti bertanya padanya, sebab dia selalu menolak setiap Buk Rima-pemilik panti--menanyakan kesediaannya pindah ke rumah orang tua asuh."Aku lebih suka tinggal di sini, Buk," jawabnya pelan.Lintang terlalu takut beradaptasi dengan lingkungan baru. Selain itu dia juga telanjur nyaman tinggal di panti tersebut. Masa remaja dihabiskan Lintang dengan belajar. Tidak pernah berleha-leha, hingga dia mampu menamatkan strata satu dengan nilai summacumlaude.Hidup Lintang berjalan mulus tak ubahnya jalan tol. Trauma masa lalu pun perlahan mampu teredam, meski sekali-kali datang menghampiri dalam mimpi. Akan tetapi, bayang-bayang tubuh sang ibu yang tergantung semakin samar, dia tidak lagi berteriak di tengah malam, atau meringkuk di sudut ruangan saat langit memuntahkan air hujan. Lintang bahkan mulai mencintai hujan. Baginya hujan adalah anugerah, air dari langit itu selalu datang membawa kesejukan bagi semesta, dan yang paling dia sukai adalah detik-detik hadirnya pelangi, dan sisa air yang menggantung di ujung daun.Hujan pula yang mempertemukan dirinya dengan Arsen. Saat itu hari sudah merangkak senja. Awan kelabu bergelayut di langit yang mulai terlihat mendung, Titik hujan mulai jatuh berderai perlahan. Lintang yang saat itu tengah pulang mengendarai motor, melihat seorang pria mengenakan setelan jas berdiri di pinggir jalan dalam keadaan bingung dan berusaha menyetop setiap kendaraan yang lewat dengan wajah kalut, sambil sesekali melirik jam di pergelangan tangan.Entah angin apa yang membuat Lintang memelankan laju motornya, ketika jarak antara mereka semakin dekat. Benar perkiraan wanita tersebut. Pria berkaca mata minus itu mendekatinya setengah berlari."Mbak, tolong Papa saya, dia terkena serangan jantung. Mobil saya tiba-tiba mogok." Laki-laki itu memohon agar Lintang bersedia mengantarkan seorang pria paruh baya yang terlihat terkulai tidak berdaya di bangku depan, persis di sebelah kemudi.Melihat itu hati Lintang terketuk. "Ayuk, saya antar." Dia sigap membantu dengan mendudukkan Papa Arsen di antara mereka."Makasih sebelumnya, Mbak.""Tidak apa-apa, yang penting kita antar dulu ke rumah sakit." Lintang lalu memacu motornya menembus hujan yang mulai turun dengan deras. Dia juga menemani pria tersebut di rumah sakit sampai mendapat kabar sang ayah telah siuman. Pria itu menawarkan baju ganti kepada Lintang, tetapi wanita itu menolak. Setelah Arsen masuk ke dalam ruang ICU, Lintang ingat jika dia harus segera pulang, tak ingin membuat Buk Rima cemas. Wanita itu gegas pergi tanpa sempat berpamitan pada Arsen.Satu bulan kemudian. Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi, turun dari mobil range rover hitam mengkilat. Lintang mengenali pria tersebut sebagai ayah Arsen. Yang lebih mengejutkan pria tersebut adalah donatur utama dari panti asuhan yang dia tempati sekaligus penyandang dana pendidikannya selama ini. Kedatangan pria tersebut membawa lamaran untuk Lintang agar wanita itu mau menikahi Arsen, putranya.Lintang dilema. Di satu sisi dia sangat menyayangi panti asuhan tempat dia dibesarkan dan tak ingin penolakannya berimbas pada panti. Akan tetapi, di sisi lain dia tidak bisa menikah dengan pria yang tidak dia kenal. Bagaimana keduanya akan menjalani rumah tangga jika mereka adalah orang asing yang baru bertemu dalam hitungan jam. Namun, bayang-bayang kesedihan di raut Buk Rima mengusik hati Lintang. Dia tak ingin dianggap manusia yang tidak membalas budi. Jadi, wanita tersebut memutuskan membalas kebaikan itu. Dia pikir cinta bisa datang dari terbiasa dan dia ingin membuktikannya sendiri.Seminggu pernikahan keduanya, Lintang mengerti bagaimana sifat Arsen. Dia tipe pria romantis yang tak malu mengumbar kata-kata puitis. Sikapnya sangat manis dan bersahaja, bahkan pria yang menjabat sebagai general manajer di sebuah hotel berbintang lima itu tak sungkan turun tangan membantu pekerjaan rumah. Bahu membahu mereka membangun rumah tangga yang dibangun tanpa pondasi cinta.Seiring waktu berlalu, Lintang jatuh cinta pada suaminya sendiri. Hanya wanita buta dan tidak peka yang tidak jatuh cinta pada pria seperti Arsen yang memiliki fitur wajah sempurna. Pun Arsen, pria itu telah jatuh cinta kala pertama melihat Lintang di tengah hujan deras itu.Wanita itu benar-benar jatuh cinta pada sosok Arsen, hingga rasanya seluruh hati hanya tentang pria tersebut. Bersama mengarungi lautan rumah tangga dengan bahtera yang mereka bangun berdua. Tak ada yang mudah. Cobaan segera menerpa di tahun pertama. Arsen kehilangan pekerjaan karena hotel tempat dia bekerja diakuisisi oleh pemilik baru. Menjadi pengangguran membuat pria yang terbiasa parlente itu uring-uringan. Sementara sang ayah mertua tak berniat menerima Arsen di perusahaannya. Sempat bingung dengan keputusan tersebut, barulah setelah beberapa bulan kemudian Lintang mengerti, jika sikap tersebut untuk membentuk karakter Arsen yang manja karena selalu mengharap bantuan sang ayah.Setelah setahun menjadi pengangguran, Arsen memutuskan ikut membantu usaha percetakan undangan yang dirintis Lintang sejak kuliah. Awalnya sangat sulit, tetapi berkat keyakinan dan semangat dari sang istri, percetakan mereka berkembang. Bahkan menjadi salah satu percetakan terbesar dan terkenal di kota mereka.*Lintang terduduk di tepi ranjang sambil menekan dada yang terasa sesak. Semua siluet masa lalu menghantamnya satu per satu tanpa jeda. Berebut keluar dari ruang ingatan yang telah dia kunci rapat. Wanita itu tergugu dalam tangis, hatinya merintih perih atas jalan hidup yang tak pernah mudah. Selalu saja pahit dan getir menjadi rasa utama yang dia cecap, tak sepadan dengan sepercik rasa manis yang hadir. Pernikahan yang dia agungkan harus kandas di tengah jalan. Tragis ... padahal lima hari lagi mereka akan merayakan anniversary pernikahan yang kelima. Lintang kembali tersenyum pahit, mengingat kado yang didapat dari suami tercinta justru sebuah kata talak, penanda runtuhnya mahligai rumah tangga mereka.Wanita itu bergerak menuju lemari yang diletakkan di tepat di depan ranjang king size miliknya, yang dialasi seprai putih dengan motif bunga tulip berwarna kuning. Memasukkan beberapa potong pakaian yang tersisa ke dalam travel bag yang terbuka di atas ranjang. Air matanya semakin deras saat tumpukan pakaian dari lemari telah berpindah ke dalam tas. Sebentar lagi ... Lintang menghela napas panjang dan dalam, mencoba menetralisir sesak yang semakin menekan dada. Meski bibirnya yang meminta perceraian, bukan berarti dia tidak merasakan sakit. Justru luka hatinya teramat dalam.Tanpa dia sadari, Arsen mengamati dalam diam di ambang pintu kamar. Pria itu tak berani menghampiri, sebab sadar telah menduakan cinta Lintang, membagi hati dengan wanita yang juga mencuri hatinya. Andai i waktu diputar kembali ke masa lalu, dia lebih memilih mengakui hubungan terlarang itu. Mungkin saja, Lintang tidak berkeberatan dia menikahi Anita, menjadikan wanita tersebut sebagai istri kedua.'Aku harus mencoba membujuk Lintang sekali lagi agar mau menerima Anita menjadi istri kedua."Kau tahu apa yang paling menyakitkan dalam sebuah hubungan? Menjadi pilihan antara dirimu dan seseorang yang baru dia kenal"================Pagi belum sepenuhnya datang. Sisa pekat masih bergelayut di langit yang mulai membiaskan cahaya merah jambu di ufuk timur. Sepertinya sang surya malu-malu beranjak dari peraduan. Aroma tanah basah begitu kentara menggelitik hidung, sementara butiran air setia menggantung di ujung daun, sisa hujan semalam.Di dalam kamar yang didominasi warna putih, Lintang berbaring di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Lingkar hitam terlihat jelas di bawah mata wanita tersebut, menandakan dia tak pernah tidur cukup waktu. Tentu saja, wanita mana yang bisa tidur dengan tenang, sementara rumah tangganya tidak baik-baik saja. Semua memori lima tahun terakhir berduyun-duyun datang memenuhi benaknya, menyulut sakit di dada. Sejak memutuskan menikah, Lintang tak pernah membayangkan rumah tangganya akan berakhir dengan perceraian. Wanita itu melakuka
"Kadang memilih pergi bukan karena tak ingin berjuang. Akan tetapi, karena merasa sesuatu itu tidak pantas diperjuangkan."=================Aroma masakan menguar dari arah dapur. Sesekali terdengar suara air dan denting sendok beradu dengan wajan. Suara itu terdengar ke telinga Lintang, meski samar. Wanita tersebut mengendus memastikan aroma yang menggelitik hidungnya. Dia meraih weker yang ada di atas meja kecil di samping ranjang. Dahinya berkerut saat jam menunjukkan pukul delapan pagi. Siapa yang memasak di dapurnya sepagi ini? Di rumah, mereka tidak memiliki asisten rumah tangga. Lintang masih mampu menangani pekerjaan rumah sendiri. Hidup yang keras di masa kecil mengajarinya agar tidak bergantung kepada orang lain. Didorong rasa penasaran, Lintang bangkit dari ranjang, lalu mengikat rambut panjangnya asal. Wanita itu melangkah keluar dari kamar setelah mencuci mukanya terlebih dahulu. Saat melintas di depan kamar tamu--tempat Arsen tidur setelah pria itu menjatuhkan talak--di
"Kau tahu apa yang lebih tajam dari pedang dan berbisa dari ular? LidahDia bisa menghancurkan hati dan meluluhlantakkan rasa yang terpatri."===============Mobil yang ditumpangi Lintang berbelok ke sebuah gang kecil dengan jalan berbatu. Daerah tersebut cukup ramai penduduk meski berada di daerah pinggir kota. Di sebuah bangunan bercat putih, sang supir menghentikan mobilnya."Buk, sudah sampai."Lamunan Lintang buyar saat teguran sang sopir menyapa membran telinganya, halus. Perjalanan dua jam terasa sangat singkat, mungkin karena pikiran wanita itu tidak berada di tempatnya. Dia sibuk melanglang buana, menyibak awan yang menutupi kenangan indah kala pernikahannya masih baik-baik saja.Lintang keluar dari mobil setelah membayar tarif yang disebutkan sang sopir. Wanita itu menatap ragu ke arah rumah bercat putih tulang yang berada tepat di hadapan. Ada bimbang yang menggelayuti hati. Dia resah memikirkan reaksi Buk Rima ketika mendengar kegagalan rumah tangganya. Di mata wanita yang
Hamparan bunga melati dan sedap malam menyambut penglihatan Lintang kala wanita itu membuka kaca jendela kamarnya. Semerbak wangi menyerbu hidungnya, begitu menenangkan. Matahari masih enggan keluar dari peraduan. Hujan deras semalam masih menyisakan udara dingin, yang perlahan menyusup dari celah teralis jendela yang gordennya tersingkap, menyapa lembut kulit Lintang, hingga dia harus menggosok kedua lengannya untuk memberi rasa hangat.Berbalik menatap Gayatri yang masih tidur pulas di atas ranjang. Bayi itu sama sekali tidak terganggu dengan kokok ayam yang terdengar bersahutan. Lintang tersenyum tipis, berjalan mendekat, lalu menyelimuti tubuh mungil dan rapuh itu hingga batas dada. Gayatri sedikit menggeliat merenggangkan tangannya, hanya sebentar setelah itu kembali tertidur.Setelah memastikan putrinya kembali lelap. Lintang berjingkat menjauhi ranjang dan keluar. Berjalan menuju dapur, mendapati Mbak Murni telah berada di sana. Wanita itu terlihat sibuk mengaduk sesuatu di ata
"Meski selalu terlihat baik-baik saja, aku tetaplah aku yang membutuhkan pegangan kala badai menggulung dalam ketidakberdayaan."==============Lintang menekan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tangis wanita itu pecah kala menceritakan pengkhianatan sang suami di hadapan Handoko--Papa Arsen--Dia membuka kembali lembar demi lembar album pernikahan yang ternoda titik hitam, seperti mengiris perlahan hatinya yang sudah tidak utuh lagi. Wanita itu tidak baik-baik saja, meski beberapa hari ini dia mencoba tegar, mensugesti diri jika dia sanggup menelan pil pahit yang disodorkan Arsen.Nyatanya, dia tetaplah seorang wanita. Di balik pembawaannya yang tegas dan mandiri, Lintang amat sangat rapuh, jiwanya haus kasih sayang yang hilang sejak masa kanak-kanak. Bahtera yang dia harapkan terus mengarungi lautan, harus kandas terhempas puting beliung. Handoko yang mendengar cerita menantunya tersebut hanya diam seraya menatap tajam ke arah Arsen, yang berdiri mematung di hadapan sang papa. Be
"Luka mampu membuat seseorang terjatuh, lalu merasa tak punya masa depan. Namun, luka juga bisa menempa hati menjadi sekuat baja."=================Lintang menggedor pagar tinggi yang berdiri kokoh di depan rumah Handoko. Wanita itu terus berteriak hingga suaranya berubah serak. Setelah mendengar penolakan Lintang, Handoko memerintahkan satpam membawa wanita itu keluar dari rumahnya, pun Arsen. Pria paruh baya itu tidak mengijinkan Lintang membawa Gayatri, sebelum wanita itu merubah niatnya untuk bercerai. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula, begitulah hidupnya sekarang. Lintang terus berteriak, meski Murni berusaha menenangkannya. Wanita itu ikut menangis melihat kondisi Lintang yang berantakan. Dia hanya bisa memeluk tubuh wanita tersebut yang luruh ke tanah. Keduanya berpelukan sambil menangis sesugukkan, terdengar memilukan bagi siapa yang mendengar."Sudahlah, Mbak. Sebaiknya kita pulang. Gayatri aman di sini. Mbak juga harus pikirkan kesehatanmu?" bujuk Murni sambil menge
"Sabarlah hati. Jika kamu dilukai, artinya kamu masih perlu diuji agar tetap kuat menerima segala berkah di masa depan."===========Matahari bersinar sangat garang, seolah-olah ingin menyengat apa saja yang dia sentuh dengan cahayanya. Tak banyak orang berlalu-lalang di tengah teriknya yang terasa membakar kulit. Pun Lintang, wanita itu bahkan mengernyitkan dahinya saat silau menerpa kaca pelindung helmnya. Harusnya tadi pagi dia telah berada di rumah orang tuanya dan mengeluarkan Anita dari sana. Akan tetapi, perdebatan dengan Buk Rima memakan waktu yang cukup lama. Wanita itu menyayangkan kekeraskepalaan Lintang, dia menganggap Ibu Gayatri tersebut terlalu arogan dengan keputusannya, terlalu terburu-buru, sehingga memutuskan sesuatu tanpa berpikir jernih dan dalam.Namun, Lintang menolak mentah-mentah tuduhan tersebut. Baginya, kesalahan apa pun akan termaafkan, tetapi tidak sebuah perselingkuhan. Apalagi dengan jelas keduanya telah berzina. Adanya janin di rahim Anita membuktikan
"Kadang, tak cukup satu ujian untuk membuktikan kita pantas atau tidak menerima berkah. Tetapi, ikhlas menerima semua cobaan dan meyakininya sebagai cara Tuhan menyayangi kita."==============Lintang membiarkan sepoi angin membelai rambutnya perlahan. Tatapan wanita itu jatuh pada gulungan mega yang terbias warna saga. Sang bagaskara begitu congkak memamerkan pesonanya pada semesta, selalu saja begitu kala dia hadir ataupun tenggelam. Dia mampu membuat seluruh mata tertuju padanya kala melukis selarik warna jingga di ujung cakrawala.Suara ombak terdengar keras menampar batu karang yang berdiri kokoh, asin laut terasa menyerbu indera penciuman dan meninggalkan rasa lengket di pipi Lintang. Wanita itu menggenggam kunci rumah yang diserahkan Arsen dengan terpaksa. Dia berhasil mendapatkan rumah peninggalan orang tuanya kembali. Dengan tatapan kemarahan Anita, dia meninggalkan kedua orang yang kemudian bersitegang tentang di mana Anita akan tinggal. Dia tak mau tahu apa pun perdebatan k
Pekarangan rumah yang ditumbuhi pepohonan pinus terlihat rindang. Suara gemericik air yang jatuh ke dalam kolam membuat pendengaran menjadi tenang. Di bawah canopy berwarna biru, di bagian kiri disusun banyak tanaman hias beraneka ragam. Mulai dari mawar, anggrek, kaktus, dan sebangsa daun keladi, lengkap dengan jenis dan warna masing-masing. Seorang wanita yang rambut hitamnya sudah disela uban, terlihat mengamati anak-anak kecil berlarian di pekarangan yang sangat sejuk tadi. Dia beberapa kali ikut tertawa melihat tingkah lucu mereka. Wanita itu adalah Lintang. Setelah bertahun-tahun mengalami cobaan, kemudian menikah dengan Satya, tidak serta-merta membuat hidup Lintang dihujani kebahagiaan. Begitu banyak masalah yang menghadang. Akan tetapi, keduanya bisa melewati kerikil-kerikil tajam dengan berbekal kepercayaan dan cinta yang besar. Saling percaya dan menghormati menjadi kunci keharmonisan rumah tangga mereka. Lintang lagi-lagi tersenyum kecil melihat keriuhan yang tercipta da
"Siapa yang bisa menentang jalan takdir. Bila Dia telah berkehendak, langit dan bumi pun tak akan sanggup menghalangi."==============Lintang meraba dadanya yang kini berdentum-dentum, ada haru yang menyelimuti hatinya. Menatap pantulan diri di dalam cermin, ada seraut wajah yang kini sedang tersenyum bahagia dengan riasan wajah sederhana. Wajah yang dulu kuyu dan menyimpan banyak luka di matanya, kini bersinar bak mentari pagi. Setelah bertahun berlalu, bahagia itu datang menghampiri. Tidak dengan memaksa, tetapi hanya merayu Yang Maha Kuasa dengan doa dan pengabdian tinggi."Ayo, Lintang semua sudah menunggu."Bunda Dewi menghampiri Lintang. Dia membingkai wajah wanita itu dengan kedua telapak tangannya. Senyum tulus dia ukir di wajahnya yang telah menua."Bunda berdoa semoga kebahagiaan ini tak pernah lekang dari hidupmu."Lintang mengangguk pelan, memeluk wanita yang telah berjasa membimbing menjemput hijrahnya. Setetes air mata jatuh tergelincir di pipinya. Tak ada kata yang bis
Kamu BagikuBertemu denganmu tak pernah kukira. Memilikimu adalah ingin, jatuh cinta padamu di luar nalar, dan menyandingmu bukan kemampuanku.Engkau laksana cahaya yang kutitipkan pada mentari pagi, hangat, dan menyulut semangat dalam diri. Engkau juga seperti senjakala, membias indah di cakrawala. Cahayamu indah menggugah rahsa, lesapkan gundah di dalam sukma.Hadirmu memberi terang sekaligus tenang. Engkau adalah puncak segala keindahan. Cinta ini begitu megah dan tertanam kokoh di dalam dada. Begitu besar inginku milikimu. Tak jemu merayu Sang Pemilik Cinta di sepertiga malam, agar sedia menyandingkan nama kita di lauh mahfuz. Bermimpi merenda cinta penuh makna, saling menggenggam hingga usia menua.Janjiku padamu duhai sang pemilik rahsa. Andai Tuhan takdirkan kita menempuh perjalanan bersama, kujaga setia sampai nadi, lalu memupuk cinta membiarkannya menyemak belukar. Hati ini akan selalu berdebar karenamu, hingga jantungku berhenti berdetak.Setiap helaan napasku akan selalu me
Lintang tertawa melihat Gayatri sibuk menangkap kupu-kupu dengan jaring kecil yang terbuat dari potongan jala yang dijepit dengan bambu tipis dan dibuat menyerupai bentuk kerucut. Tawa batita itu berderai-derai ketika kupu-kupu tersebut beterbangan ketika dihampiri. Udara di seputaran komplek olah raga terasa sangat sejuk. Apalagi di kala sore hari. Banyaknya pepohonan besar yang tumbuh berjajar membuat udara terasa sangat rindang. Lintang memperhatikan sekeliling, banyak orang berlalu lalang. Entah hanya untuk menghabiskan sore atau memang sekadar berolah raga. Ada juga yang memang sengaja datang untuk berburu aneka macam kuliner kekinian yang dijual berjejer sepanjang jalan.Pun Lintang. Sejak memutuskan untuk menjauh dari Satya dan masa lalunya yang menyakitkan, wanita itu memilih kota Padang sebagai tempatnya menenangkan diri. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai, dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu padat. Sengaja Lintang memilih kota tersebut, selain penduduknya yan
Tangan Anita mengerat memegang pulpen yang diberikan Handoko. Matanya nanar membaca surat perjanjian di atas meja. Hari ini dia diperbolehkan pulang. Sayangnya, tanpa membawa apa pun. Tidak buah hati yang tidak pernah disusui atau lelaki yang dia cintai. Semua kembali ke awal. Dia masuk seorang diri, kini keluar pun sebagai fakir."Tunggu apalagi? Makin lama kau menahan, semakin lama pula putramu mendapat penanganan."Suara Handoko menggedor pertahanan Anita yang memang sudah rapuh. Ketegaran yang dia bangun dan terlihat kokoh, sebenarnya sudah keropos sejak awal. Dia saja yang keras kepala bertahan untuk sesuatu yang semu. Kini, keyakinan yang telah disematkan sejak semalam, perlahan melonggar. Bayang-bayang kerinduan kepada putranya kelak, kembali menggoyahkan teguh Anita. "Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu tanda-tanganmu saja." Handoko bangkit dari kursi dan merapikan jasnya. "Jika kau mundur, aku akan minta perawat melepas alat penunjang hidup anakmu""Jangan! Saya moho
Anita terenyuh melihat bayinya yang berada di dalam kotak inkubator. Bayi lelaki yang dia kandung selama sembilam bulan terlihat sangat kecil, lemah, dan tidak berdaya. Bahkan, wanita itu takut untuk menyentuhnya saja. Seolah-olah sentuhannya bisa menyakiti bayi tersebut. Anita membekap mulutnya untuk meredam tangis yang pecah sejak masuk ke ruangan NICU. Ada yang berdentang hebat di dada, menyakiti dan membuat ngilu ke sekujur tubuhnya. Anita lemah, dia tidak berdaya melihat buah hatinya tergeletak hanya memakai popok dengan wajah membiru."Bagaimana anak saya, sus?" tanya Anita melihat seorang perawat mendekatinya."Untuk saat ini menunggu keadaannya stabil. Harus segera dilakukan operasi, karena katup jantungnya bocor.""Berapa biaya operasinya?" tanya Anita lagi dengan lirih."Sekitar seratus juta, Buk. Itupun resikonya sangat besar. Setelah operasi harus dilakukan perawatan berkala."Mendengar penjelasan perawat tersebut tubuh Anita seketika lunglai. Tenaganya benar-benar tersed
Handoko terdiam, seraya menatap lurus ke depan setelah mendapatkan telepon dari rumah sakit yang mengatakan bahwa Anita telah bangun dari koma. Setelah hampir dua minggu wanita tersebut tidak sadarkan diri, akhirnya dia membuka mata. Ternyata Tuhan tidak akan mengabulkan doa buruk meskipun itu untuk kebaikan. Handoko menganjur nafas panjang dan dalam. Sepertinya dia terpaksa harus bertemu Anita sekali lagi, meski sebenarnya tidak ingin. Melihat wanita itu dia sama sekali tidak respect. Sampai detik ini Handoko masih belum bisa menerima kenyataan bahwa rumah tangga anak dan menantunya telah hancur. Sama seperti Arsen, dia pun menyalahkan Anita sebagai biang keladi dari semua malapetaka itu.Handoko kembali mengalihkan pandangan pada putranya yang sedang duduk di ruang terapis. Baru satu minggu ini lelaki itu mencarikan putranya seorang psikiater karena perubahan psikis Arsen. Sejak bercerai Arsen seperti kehilangan jati dirinya. Dia tidak bersemangat dalam hal apa pun. Ditambah lagi
Anita merasakan pekat menyelimutinya. Bahkan, dia tidak bisa melihat ujung-ujung jemarinya sendiri. Perlahan-lahan dia mulai merasakan sesak, seolah-olah tempat dia berdiri, bergerak semakin menyempit. Anita panik, dia berusaha berjalan, tetapi tidak tahu apakah maju atau mundur karena semua terlihat sama. Wanita itu mulai panik. Dia terduduk dan mulai menangis. Semakin lama tangis Anita semakin kencang. Dia berteriak hendak mengeluarkan sesak di dada. Namun, suaranya seolah-olah tenggelam.Anita semakin panik saat mulai kepayahan menghela napas. Dia merangkak, tetapi buta pada arah. Tiba-tiba saja dari arah sebelah kiri, Seberkas cahaya hadir dan terlihat seperti bintang yang berkelap-kelip di atas langit malam. Wanita itu tersenyum lega dia mulai menumbuhkan sedikitharapan. Dia segera bangkit, lalu bergegas berjalan ke arah sumber cahaya yang terlihat dekat. Langkah Anita semakin cepat, dia bersemangat berlari karena cahaya semakin benderang. Namun, anehnya semakin dikejar jarak se
Tubuh Kinanti yang jatuh dari lantai tiga, tepat mengenai meja bartender membuat pengunjung yang berada di sekitar meja berteriak histeris. DJ segera menghentikan musiknya ketika melihat tubuh bos mereka bersimbah darah. Kinanti menggelepar sesaat, lalu diam. Para petugas keamanan segera berlari ke atas untuk mengamankan Arsen dan Anita, setelah orang-orang yang berada di lantai tiga menunjuk mereka sebagai biang keributan. Anita yang shock menurut ketika seorang lelaki berbadan tegap memegang lengannya dan membawa masuk ke dalam ruang kerja Kinanti. Namun, Arsen malah melawan. Dia mengatakan jatuhnya Kinanti murni kecelakaan. Akan tetapi, para petugas keamanan tetap mengamankan si lelaki.Tidak berapa lama mobil ambulan dan polisi datang ke lokasi. Setelah mengambil dokumentasi, petugas medisk segera mengevakuasi tubuh Kinanti masuk ke dalam ambulan. Para pengunjung berdengung berebut ingin melihat sosok pemilik diskotik yang tidak berdaya. Tidak hanya itu, beberapa pemburu berita j