"Mbak bentar lagi sampai loh nanti aja ya, kita pipisnya di rumah yang kita tuju,” cegahku agar Mbak Asih tidak bersikeras untuk turun dari mobil.“Enggak bisa gitu Ita, aku sudah kebelet pipis banget. Masak aku mau putus di mobil ini mana jalannya jelek cepetan berhenti! Danu hentikan mobilnya!” teriak Mbak Asih.Mau tidak mau akhirnya Mas pelam menepikan mobil. Aku pun ikut turun bersama Mbak Asih. Aku harus menjaganya agar dia tidak kabur.Kami menumpang di sumur warga dan aku menunggu Mbak Asih di luar lama sekali sampai Mas Danu meneleponku.“Dik, lama amat sudah setengah jam loh buruan, ah!” ucap Mas Danu.“Astagfirullah ... iyakah Mas? Ya sebentar aku ketok pintunya dulu ya, masih lama juga ini sepertinya Mbak Asih tidak hanya buang air kecil. Mungkin dia buang air besar,” jawabku.“Ya, sudah, Mas tunggu ya, ini enggak enak juga kan, kita janjian sudah mau mepet waktunya.”“Iya, Mas tunggu, ya?”Kuketuk pintu kamar mandi sampai beberapa kali. Mbak Asih pun tidak menyahut. Apaka
“Baiklah kalau begitu terima kasih kami permisi dulu ya, Pak, Bu,” pamit Mamah Atik.Kembali kami masuk ke dalam mobil dengan perasaan yang sangat kecewa Mbak Asih benar-benar menguji kesabaran kami.Aku tidak enak pada Ustaz yang akan meruqyah Mbak Asih karena kami sudah janji hari ini.“Lebih baik kita tetap datang ke rumah Ustaz kalau kita tidak sampai ke sana takutnya beliau kecewa pada kita,” usul Mas Danu.“Iya, bener yang dikatakan Danu. Ya sudah kita gegas ke rumah Ustaz dulu nanti kita car Asih lagi semoga saja anak itu benar-benar pulang ke rumah,” jawab Mama Atik.Aku setuju saja dan aku tahu Mas Danu juga Mamah Atik sangat kecewa pada Mbak Asih.“Nanti kita minta saja pada Ustaz untuk datang ke rumah kita untuk meruqyah Mbak Asih,” ucap Mas Danu“Iya, Mas, nanti kita minta tolong sama ustaz nya saja untuk datang ke rumah kita Mbak Asih ini sudah benar-benar meresahkan mana dia sedang hamil aku yakin Mbak Asih itu tidak bawa uang. Bagaimana bisa dia pulang ke rumah?” jawa
“Ada apa Mbak Ita, sepertinya terjadi sesuatu?” tanya ustazah.“Ya, Usatzah, tadi Mbak Asih ikut kami dan turun di jalan. Mungkin Mas Danu dan Mamah Atik sudah menjelaskan pada Ustazah. Herannya yang membuat tidak diterima oleh akal sehat adalah Mbak Asih sudah sampai rumah,” jelasku.Mas Danu tentu saja tampak kaget, tapi ustazah hanya tersenyum.“Kita tunggu suami saya pulang setelah ini kita berangkat ke rumah Mbak Ita. Sepertinya memang saudara Mas Danu tidak bisa dibawa ke sini maka nanti saya dan suami insya Allah ikut pulang ke rumah Mas Danu. Saat ini ustaz sedang mengisi ceramah di majelis taklim masjid samping rumah. Kita tunggu saja Insya Allah nanti sekitar jam menjelang asar sudah selesa,” ucap ustazah.“Alhamdulillah .... terima kasih Ustazah atas pengertiannya dan juga atas waktunya,” jawab Mas Danu.“Ya, sudah saya tinggal sebentar ke belakang untuk menyiapkan segala sesuatunya. Maaf ini Mbak, Mas bukannya dicuekin,” pamit ustazah.“Iya, Ustazah tidak kenapa-kenapa sil
"Iya, Mah, aamiin. Terima kasih Mamah.”“Mas, coba nanti kita tanyakan pada sstaz tentang siapa yang ngirim pesan misterius itu di HP-mu siapa tahu Ustaz Ari bisa tahu,” saranku.“Pak Ustaz ahli ruqyah, Dik, bukan ahli IT. Ya, jelas beliau tidak tahu,” jawab Mas Danu seraya terkekeh.“Ya, barangkali aja, kan, beliau tahu tidak ada salahnya kan, kalau kita tanya”.“Iya, nanti Mas coba tanyakan, setelah beliau selesai meruqyah Mbak Asih karena Mbak Asih adalah prioritas utama kita. Kalau mbak Asih sudah sembuh maka dunia kita terasa aman sekali. Kasihan Mbak Asih jika terus-terusan begitu rasanya aku tidak tega meskipun Mbak Asih selalu saja jahat pada kita, tapi kita tidak boleh jahat dan juga semena-mena padanya,” ujar Mas Danu lagi.Benar yang dikatakan Mas Danu. Prioritas kami adalah Mbak Asih, dia harus sembuh dulu. Apalagi sekarang Mbak Asih sedang hamil kalau dia terus-terusan begitu kasihan juga anaknya nanti.Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga Pak ustaz sudah selesai me
Belum juga ruqyah dimulai Mbak Asih sudah mulai meraung-raung minta dilepaskan. Aku segera menyuruh ibu untuk pergi dari ruang tengah ini kasihan Kia kalau melihat semua adegan yang akan terjadi nanti.“Asih, tenanglah ada Ibu di sini. Kamu tidak diapa-apain hanya didoakan saja sama Ustaz,” ucap ibu mertuaku.“Tidak mau Bu, aku bisa melakukannya sendiri. Aku bisa berdoa sendiri kenapa Ibu minta orang lain untuk mendoakanku memangnya aku orang mati,” jawab Mbak Asih.“Sudah biarkan saja Bu, itu yang berbicara bukan Asih jiwanya sudah dirasuki Ibu pegang saja tangannya,” sahut ustazah.Kami semua yang ada di sini membantu proses jalannya ruqyah Mbak Asih.Baru saja dibacakan ayat kursi dan juga ayat terakhir dalam surat Al-baqarah Mbak Asih sudah menggeliat-geliat bak cacing kepanasan.Mbak Asih berontak dan tenaganya pun sangat kuat sehingga membuat aku, ibu, dan Mamah Atik terjengkang ke belakang.Mbak Asih melepas jilbabnya dan hendak melepas gamisnya secepat kilat ustazah mengambil
"Jadi ruqyahnya masih tetap berlanjut ya, Ustazah?” tanyaku lagi.“Tentu saja, prosesnya itu tidak hanya sekali dua kali pasien langsung sembuh bahkan ada yang sampai 40 kali baru sembuh kasusnya memang beda-beda semoga saja Asih nanti beberapa kali diruqyah bisa lekas sembuh,” jawab ustazah.“Insya Allah ... Ustazah bantu doanya juga untuk kesembuhan anakku kasihan sekali dia entah siapa yang sudah membuatnya begini. Kenapa harus anakku yang jadi sasaran,” keluh ibu.“Sabar, Bu ... semua yang terjadi pada hidup kita baik itu yang enak maupun tidak semua sudah takdir Allah tugas kita adalah menjalaninya dengan ikhlas. Semoga dengan begitu hidup kita akan jadi lebih damai dan juga lebih tenang,” jawab ustazah.“Jadi, Ustazah, kapan dilanjutkan ruqyahnya lagi?” tanya Mamah Atik.Begitu mendengar kata ruqyah Mbak Asih langsung melihat ke arah Mamah Atik dengan tatapan yang sangat-sangat menakutkan.“Insya Allah ... nanti ba'da isya kita lanjutkan lagi. Kalau sekarang biarkan tubuh Asih
Aku baru tahu ternyata proses Ruqyah Syariah seperti ini.Tidak ada kembang tujuh rupa atau benda-benda lain sebagai medianya. Murni hanya menggunakan ayat-ayat suci Alquran yang dibacakan oleh peruqyah.Bukan hanya itu korban pun tidak harus dimandikan dengan bunga tujuh rupa mandi dengan tujuh air sumur yang berbeda seperti pengobatan yang sudah dilakukan oleh Mbak Asih sebelumnya.Perintahnya pun tidak main-main ustazanya memakai sarung tangan agar tidak menyentuh kulit pasien secara langsung apalagi Pasien itu seorang muslimah.Pasien harus menggunakan baju longgar yang menutup aurat lengkap dengan kaos kaki dan juga hijabnya.Mbak Asih aku lihat sudah sedikit ada perubahan yang tadinya tatapannya kosong sekarang tatapannya sudah tidak kosong lagi.Sebenarnya aku kasihan pada Mbak Asih. Karena pada saat di ruqyah tadi benar-benar reaksinya begitu dahsyat. Erangan dan tangisa dengan berbagai macam suara keluar dari mulut Mbak Asih.Mbak Asih pun mual-mual dan muntah kata ustaz d
Nyaliku sedikit menciut, tapi kemudian ustaz bilang padaku untuk jangan takut karena Mas Danu tidak akan melukaiku.“Terus bacakan ayat-ayat Allah bisikkan ke telinga suaminya bantu saya,” pinta ustaz.Aku mengangguk lalu terus membaca ayat Alqur’an yang aku bisa dan aku bisikan di telinga Mas Danu.Alhamdulillah Mas Danu lambat-laun bereaksi matanya kembali terpejam dia pun kembali sandaran ke tembok.Tepat jam 11 malam ruqyah selesai. Mbak Asih langsung lemas dan tertidur di sofa dengan telaten ibu mertuaku memijat kaki Mbak Asih dan mengelap semua keringat Mbak Asih.Mas Danu sudah bisa ngobrol setelah sebelumnya minum air putih yang sudah didoakan terlebih dahulu.“Mas Danu, Saya mau tanya, tapi tolong dijawab dengan jujur,” ucap ustaz, Mas Danu menggangguk.“Silakan, Ustaz, saya akan jawab dengan sejujurnya,” jawab Mas Danu.“Mbak Ita, tolong nanti setelah mendengarkan kejujuran dari suami tolong dimaafkan dan diterima dengan legowo,” kata ustaz padaku.Meski bingung aku tetap m
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau
Paginya saat aku baru saja membuka pintu rumah tepatnya setelah salat subuh tiba-tiba Novi datang ke tergopoh-gopoh menghampiriku.Tumben sekali dia datang sepagi ini.“Ita! Boleh aku minta tolong padamu sekali ini saja,” tanya Novi. Aku mengangguk meskipun sedikit ragu.“Ada apa, ya, Nov? Tumben sekali kamu subuh-subuh datang ke sini,” jawabku balik bertanya.“Itu, Suamiku belum ngambil uang di ATM dan kebetulan uangku juga habis. Hari ini susu anakku habis ini dia lagi nangis karena minta susu enggak aku buatin ditambah lagi listriku tokennya sudah bunyi. Kasih aku pinjam uang satu juta saja Ita, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti langsung aku ganti,” jawab Novi.“Oh, mau pinjam uang Nov? Pagi-pagi begini memang ada minimarket buka,” tanyaku lagi.“Ya, enggak, ada sih, Ta, tapi kan, setelah ini aku mau langsung ke minimarket mau beli susu sekalian mau beli token listrik. Kamu tahu kan, Ta, rumahku itu besar pemakainya banyak jadi boros sekali listriknya,” jawab Novi.“Kalau gitu
“Barusan ada kok. Cepat sekali mereka pergi. Kenapa kalau pulang tidak pamitan? Dasar manusia hutan tidak punya etika!” gerutu Mbak Wulan.“Sebentar, ya, aku lihat ke depan, barangkali dia ngobrol dengan Mas Danu dan yang lainnya," kataku seraya menghampiri suamiku yang sedang duduk di depan.Loh, kok tidak ada juga, ke mana, ya? Di sana hanya ada suaminya yang ikut ngobrol dengan Mas Danu. Apa Novi pulang mengantarkan anak-anak, ya?“Ti—dak kok, Nyah, semuanya aman terkendali, Nyonya di sana baik-baik, ya, pokoknya nanti pas pulang ke sini semuanya sudah beres dan nyonya pasti terkejut sama rumah barunya.” Aku mendengar suara Novi di teras, aku tengok rupanya dia sedang menerima telepon. Pantas saja aku cari ke mana-mana tidak ada. “Oh, yang taman depan rumah tenang saja, Nyah, itu juga sedang dikerjain sama suamiku. Pokoknya beres terkendali. Nyonya di sana jaga kesehatan, baik-baik pokoknya. Aku di sini akan menjaga amanah Nyonya,” ucap Novi lagi.Aku sedikit terkejut dengar ob
Kata Rasulullah saudara yang terdekat dengan kita adalah tetangga kita. Itu artinya kita harus bersikap baik kepada tetangga kita agar berikatan simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain, saling tolong menolong satu sama lain, tidak mungkin kan kita mati dikubur sendiri? Tidak mungkin juga kita dalam keadaan sakit pergi ke rumah sakit sendiri itu sebabnya kita diwajibkan selalu berbuat baik kepada orang lain terutama tetangga kita.Kalau kasusnya seperti Novi ini aku bisa apa? Dibaikin seenaknya sendiri, tidak dibaikin juga seenaknya sendiri, jadi serba salah.Jadi satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan adalah jika dia tanya aku jawab, jika tidak, ya, sudah diam saja yang penting jika, Novi memiliki kesusahan aku harus pasang badan untuk menolong walaupun dia sangat menyebalkan, tapi Novi tetangga dekatku dan juga temanku dari kecil.Aku mengamati Novi sejak tadi terus saja berbicara mengeluarkan unek-uneknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.Salahku
“Nov, langit itu tidak perlu memberitahukan bahwa dirinya tinggi karena tanpa diberitahu semua orang pun sudah tahu. Begitu juga dengan kehidupan kita, tak perlu lagi kita memberitahu kebahagiaan kita, harta-harta kita, kalau memang itu ada pasti nampak, kalau memang itu benar semua orang akan tahu dengan sendirinya, Nov.” Nasihatku kepadanya.“Alah kamu itu, Ta, sok, bijak! Padahal aslinya kamu juga kepo kan, sama kehidupanku? Kamu, kan, dari kecil dulu memang sudah terbiasa di bawahku, jadi ketika kamu hidup kaya, kamu terus mengepoin aku karena merasa tersaingi, ya, kan? Jujur aja, Ta. Enggak apa-apa kok, kita kan memang sudah teman sejak kecil jadi aku tahu betul loh, gimana sifat kamu," jawab Novi lagi.“Ita, ngepoin hidup kamu? Noh, kalau menurutku sih, kebalikannya. Kamu yang selalu mengepoin hidupnya Ita, kalau Ita mah udah mode kalem, mode tidak pernah memamerkan hartanya, dan juga mode dermawan sedangkan kamu kebalikannya," sahut Wulan kesal.“Iya, deh iya, Nov, memang aku
“Sebenarnya ada acara apa sih, kalian makan-makan begini? Soalnya Mbak Fitri sama Mbak Wulan update status enggak ada captionnya, jadi, aku bingung acara apa. Lagi pula aku belum makan malam, nih jadi kami ke sini. Ita ada acara apa sih?" tanya Novi.“Acara makan-makan biasa aja, Nov, kumpul-kumpul biasa. Karena kan, sudah lama juga kita enggak kumpul-kumpul,” jawabku.“Kok, kamu kumpul-kumpul enggak ngajakin aku sih, Ta, pelit banget!" jawab Novi kesal.“Bukan pelit, Nov, tadi kita itu mau ngajakin kamu, tapi kamu kan, jalannya duluan sudah gitu kamu jatuh ke comberan masa kita mau teriak-teriak ngajakin kamu," jawabku beralasan.Sebenarnya memang tadi mau ngajakin Novi, tapi karena dia sudah kesal duluan pada kami dan acara kami juga dadakan, jadi ya, terpaksa dia terlewatkan walaupun rumahnya persis di samping rumahku.“Halah, alasan saja kamu itu, Ita, kan, ada HP. Kamu bisa loh telpon aku. Novi ke sini, ya, sebentar kita makan-makan gitu, ah dasar aja, kamu, Ta, pelit," ucap
“Iya, Mbak, aku juga sudah memaafkan. Alhamdulillah kalian mau memaafkanku," ucap Mbak Asih, dia beranjak dari duduknya, menyalami dan memeluk Mbak Fitri dan Mbak Wulan secara bergantian. Mereka pun menangis sesenggukan, ya, Tuhan, ini benar-benar melebihi hari raya Idul Fitri. Kami sungguh-sungguh dalam bermaaf-maafan.“Alhamdulillah kalau kita sudah saling memaafkan semuanya. Berarti malam ini lebih baik makan seruitnya ini kita khususkan untuk menyambut kebahagiaan kita atas hijrahnya Mbak Asih. Kita pimpin doa. Siapa ini yang memimpin doa, Mas Taufik, Mas Dayat atau Mas Danu?” sahut Mamah Atik.“Monggo, silakan Mas Danu atau Mas Dayat, kalau saya enggak bisa baca doa apalagi mendoakan bersama-sama begini, bisanya makan," canda Mas Taufik.“Saya juga jadi jamaah saja, silakan Mas Danu untuk memimpin doa," jawab Mas Danu.“Lah, gimana ini orang-orang di suruh mengimami doa makan tuh paling gampang tinggal baca doa mau makan allahumma bariklana sampai selesai. Ya, sudah baiklah ak
Tiba-tiba Mbak Asih beranjak dari duduknya dan bersujud di kaki ibu, dia menangis sejadi-jadinya sampai tidak terdengar suaranya lagi. Kami semua yang ada di sini menyaksikan adegan ini pun ikut terharu dalam suasana yang begitu menyentuh hati. Ibu mertuaku pun ikut menangis. Beliau tidak mengucapkan satu kata pun kepada Mbak Asih. Beliau hanya mengusap kepala dan bahu Mbak Asih, sesekali tangan kirinya mengusap air matanya. Mas Danu pun terlihat berkali-kali mengusap ke dua matanya. Aku yakin dia pun menahan tangis. Ini baru terjadi sepanjang aku menjadi menantu Ibu. Ini adalah kali pertamanya Mbak Asih sujud di kaki Ibu.Dulu, waktu masih sama Mas Roni, sama sekali tidak pernah sungkem. Lebaran saja hanya salaman biasa lalu pergi dengan Mas Roni ke rumah mertuanya yang lebih menyedihkan lagi adalah sebelum pergi ke rumah mertuanya dia akan membawa berbagai makanan dan meminta uang saku untuk pergi ke sana.Duhai Allah sungguh indah semua rencanaMu pada kami. Ternyata di balik ujia
"Oh, iya, Mas, baik nanti akan aku terapkan itu baca ayat kursi kemarin juga aku sudah di ruqyah kata ustaznya juga gitu hanya saja kemarin aku masih bolong-bolong tidak menerapkan itu, makanya tadi sempat kerasukan walaupun hanya sebentar," jawab Mbak Asih."Syukurlah Asih, aku tuh sebenarnya sebagai tetangga prihatin sekali dengan kamu dan juga ibumu, tapi sekali lagi aku pribadi tidak berani ikut campur masalah keluarga orang lain,” ucap Mas topik lagi.“Assalamualaikum ...." Akhirnya Mama Atik dan ibu mertuaku datang. Wajah ibu mertuaku sudah masam. Aku yakin sekali dia marah dengan Mbak Asih karena tadi sudah menge-prank lagi pergi dari rumah tanpa pamit.“Asih, ih, kamu ke rumah Ita enggak bilng-bilang sama Ibu. Kamu tahu ibu, capek nyariin kamu keliling kampung karena tadi ibu dapat laporan dari Wak Jum, bahwa kamu sedang bertemu dengan Roni di ujung gang sana benar atau tidak?” omel ibu memarahi Mbak Asih.“Iya Bu, betul tadi sore aku ketemu dengan Mas Roni tuh dikasih coklat