Aku beruntung sekali bisa kenal dekat para orang yang berilmu agama dengan baik. mereka selalu mendoakan dan menyemangatiku juga selalu mengingatkan aku di jalan kebaikan. Aku benar-benar beruntung.“Iya, Ustazah, Makanya itu aku dan suamiku dari tadi tetap berpikir positif agar tidak terus terlalu kepikiran. Takutnya kalau kami semakin memikirkan itu akan membuat kami semakin tidak tenang. Bagaimana menurut Ustazah?”“Iya, Mbak Ita, bagus begitu. Lebih baik lagi Mbak Ita dibarengi dengan zikir, jadi selain pikiran tenang hati pun ikut tenang. Ustazah bantu doa dari sini ya, semoga Mbak Ita dan keluarga selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.”“Aamin ... terima kasih Ustazah doa yang baik juga untuk Ustazah dan keluarga. Kalau begitu terima kasih atas waktunya. Kami tunggu kedatangan Ustazah, lusa Assalamualaikum ....”“Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh, sama-sama Mbak Ita.”Setelah selesai teleponan dengan Ustazah, aku segera mengambil wudu dan melaksanakan salat z
[Wah, mantap banget baru lagi nih, Mbak! Aku pingin juga, dong?] tulis Mbak Susi.[Iya, dong! Keren, siapa dulu Mbak Ning, gitu loh, ya, hitung-hitung agar uang kita tidak cepat habis makanya Mbak tabungin ke Antam.] jawab Mbak Ning lagi.[Mending Mbak Ning, bisa nabung, lah, aku sama suamiku boro-boror nabung bisa makan sehari-hari saja sudah alhamdulillah, Mbak. Kemarin kami panen kopi coklat, tapi tidak banyak alhamdulillah bisa untuk nutup pupuk sama beli beras dan sayuran.] komentar Mbak Susi lagi.Aku baru tahu kalau Mbak Susi sekarang jadi petani. Syukur alhamdulillah kalau kakakku sudah menghasilkan dengan begitu pelan-pelan hidupnya akan jadi berubah.[Wah, panen coklat ya, Mbak? Enak, dong! Bagi sini, uangnya.] komentar Wira.[Bagi? Tanam sendiri, dong! Aku dan suamiku saja panas-panasan ngambilin coklatnya, digigit nyamuk banyak sekali. Aku tidak pernah mengeluh dan aku lakukan dengan ikhlas. Jika kamu capek mengikuti langkah kami, Kamu duduk saja, tapi kamu hidup miskin,
“Gawat kenapa, Bu?” tanyaku pada ibu mertuaku.“Iya, kamu itu bicara yang betul dulu. Masuk rumah orang salam dulu, jangan sampai lupa. Tidak usah ngasih kabar yang tidak jelas,” omel Mamah Atik lagi.“Iya, gimana mau jelasin kalau kalian nyerobot omonganku, begitu. Ita, tolong ambilin Ibu minum dulu. Haus sekali ini Ibu dari ladang langsung ke sini!” titah ibu mertuaku.Aku bergegas ke dapur mengambilkan ibu air dingin“Ini, Bu, minumnya jangan lupa bismillah dulu,” kataku seraya memberikan air minum pada beliau.“Alhamdulillah ... segarnya tadi Ibu kehabisan air minum di ladang,” ucap ibu seraya mengusap tenggorokannya.“Cepat ceritakan pada kami apa yang akan kamu katakan,” sahut ibuku.“Sebentarlah, aku tarik nafas dulu,” jawab ibu.“Jangan bikin kami penasaran, Bu Bes, tak jewer nanti kupingmu itu, kalau enggak cepet-cepet ngomong!”“Jadi, tadi itu kan, Ibu ke ladang sama Wak Romlah dan temannya Wak Romlah karena keasyikan kami sampai siang gini. Tahu, enggak apa yang mereka bi
Aku bahagia meski di sibukkan dengan kegiatan di toko, tapi aku masih bisa berangkat mengaji menuntut ilmu untuk bekal akhiratku. Sebenarnya tadi aku mengajak ibu dan Mama Atik, mereka tidak mau karena ada kelas sendiri untuk ibu-ibu lansia.Ada untungnya juga ngaji tidak dicampur ibu-ibu lansia karena aku sebenarnya tidak tahan dengan mulut Wak Jum.“Assalamualaikum ... sahabatku?” sapaku pada temen-temen pengajian yang sudah datang. Rupanya sudah berkumpul semua dan mungkin tinggal aku saja yang belum datang. Untung belum telat.“Waalaikumsalam ... Duh, Ibu pejabat, baru datang! Sibuk bangetn, ya, untung enggak kami tinggal,” jawab Novi.“Alhamdulillah kalau didoakan jadi ibu pejabat. Tidak sibuk, Nov, hanya saja tadi aku tidur dan baru bangun, makanya baru ke sini tapi alhamdulillah belum telat, kan?” jawabku lagi.“Iya, belum telat sih, tapi kamu itu kebiasaan datang paling terakhir nanti pasti kamu pulangnya paling depan,” sindir Novi lagi.“Lah, memang kenapa, sih, Nov, sudah
“Ita, memang benar kemarin itu pas pengajian lagi diadakan acara selamatan, Danu? Katanya si Novi, Danu itu tersesat eh, keselong, gitu?” tanya Mbak Wulan padaku saat ini kami baru pulang pengajian dari rumah Ustazah Fatimah. ..“Pengajian biasa aja, Mbak Wulan. Tidak ada acara selamatan apa-apa kan, memang kalau kita mengadakan tasyakuran itu tujuannya untuk bersedekah kepada orang lain agar harta yang kita dapat itu semakin berkah juga dilimpahkan keselamatan , ya, kan? Jadi, aku rasa si Novi itu terlalu mengada-ngada,” jawabkuSebenarnya aku kesel sekali pada Novi yang sok tahu dengan isu rumah tanggaku, meski sebenarnya memang betul Mas Danu tersesat, tapi tidak sepantasnya dia menyebarkan itu kepada orang lain.“Ya, sih, Ta, Kamu benar. Memang harusnya kita berbagi begitu apalagi kan, sekarang zaman susah apa-apa mahal, jadi kalau ada orang kaya yang berbagi pada tetangga dan kaum dhuafa, fakir miskin, yatim piatu pasti mereka akan senang hati dan mereka pula akan mendoakan keb
“Boleh, tuh! Alhamdulillah terima kasih, Lan. Terima kasih Ita, sudah berbagi rezeki sore ini untukku. Aku juga mau pulang dulu, mau pamit dulu sama suami takut dicariin.”“Ya, udah ya, Mbak. Aku tunggu di rumah, ya, dengan senang hati mumpung belum magrib lagi pula rumah kita berdekatan tidak apa-apa toh kalau bikin kue selesainya agak habis maghrib sedikit gitu sekalian izin sama suami, ya, Mbak?” sahutku.“Eh, kalian mau ke mana? Kok, enggak ngajak-ngajak?” Tiba-tiba Novi ada di belakang kami. Astagfirullah semoga saja Novi tidak mendengarkan obrolan kami yang pertama. Jika dengar bisa-bisa dunia hancur berkeping-keping terjadi perang dunia ke-3.“Oh, ini Nov, Mbak Wulan sama Mbak Fitri mau ke rumahku, mau makan kue cubit sekalian mau bikin kue cubit,” jawabku. “Wah, seru itu. Boleh aku ikut?” tanya Novi.Kami pertiga saling berpandangan. Sebenarnya sih, aku oke-oke saja mengajak Novi, tapi aku kan tidak tahu Mbak Fitri dan Mbak Wulan setuju atau tidak.“Kamu itu, Nov, kalau ur
Sesampainya di rumah, aku sudah melihat mobil Mas Danu terparkir rapi di halaman itu artinya Mas Dafa hari ini pulang lebih awal. Biasanya Mas Danu akan pulang setelah Magrib jika banyak pelanggan..“Kia, itu Ibu sudah pulang Masya Allah ... rajinnya ibunya Kia ngaji. Solehahnya istriku tercinta ini. Masya Allah,” puji Mas Danu di depan banyak orang aku jadi malu, tapi juga terharu.Kucium tangan suami dengan takzim lalu ibu, bapakku, Mama Atik, dan juga ibu mertuaku.“Tumben, Mas, sudah pulang biasanya habis Maghrib pulangnya?” tanyaku.“Iya ... Alhamdulillah, Dik, semua pekerjaan sudah selesai, jadi pulang lebih cepat lagi pula aku ingin segera sampai rumah ingin berdiskusi tentang masalah kita,” jawab Mas Danu.“Ada apa lagi, Mas? Sepertinya serius sekali,” tanyaku penasaran.“Ya, serius, Dik, ternyata tadi ada yang mengancam aku sewaktu habis salat asar,” jawab Mas Danu.“Apa, isi ancamannya, Mas? Apakah sama dengan yang dikirimkan kepadaku?” tanyaku lagi.“Intinya, sama persis ha
“Wah, boleh itu nanti habis Maghrib. Kalu kita masak-masaknya sekarang kan, ini sudah mau Maghrib lebih baik kita persiapan untuk salat dulu.”Tak lama berselang Mbak Wulan dan Mbak Fitri datang.“Waalaikumsalam ... alhamdulillah ada tamu jauh silakan Mbak Fitri, Mbak Wulan, masuk. Ayo, kita langsung ke ruang tengah saja!” ajakku pada kedua temanku. Aku bahagia sekali kalau ada tamu yang datang ke rumah.“Masya Allah ... Ita, Mbak benar-benar baru kali ini masuk rumah kamu. Waktu pengajian itu kan, tidak sempat datang yang datang suami. Masya Allah rumahmu bagus sekali, ya. Doakan Mbak Fitri biar bisa punya juga rumah begini, ya, walaupun tidak sebagus punya kamu setidaknya mirip-mirip sedikit lah, Mbak seneng loh kalau main di rumah orang kaya, tapi orang kayanya baik hati,” ucap Mbak Fitri.“Alhamdulillah Mbak ... ini semua berkat doa orang tua dan kegigihan kerja keras suamiku. Mari silakan, aku ambilin minum dulu ya, Mbak Wulan sama Mbak Fitri mau minum apa, nih?”“Ya, Allah, sera
[Aku tidak peduli, pokoknya cepat kembalikan uangku! Aku sudah benar-benar marah padamu, aku sudah tidak percaya lagi padamu. Terserah kamu masih mau berteman denganku atau tidak karena itu sama sekali tidak membuatku rugi.][Iyalah baik, aku ke sana, tunggu!]Dengan senang hati aku menunggu kedatangan Novi, semoga saja kali ini dia tidak berbohong dan tidak banyak alasan. Kalau sampai dia tidak datang ke sini maka aku yang akan datang menghampiri ke rumahnya. Dia yang memulai, dia pun yang harus mengakhiri.Brak! tiba-tiba saja kacaku kembali dilempar oleh seseorang dengan batu yang sangat besar, kami yang sedang asyik bersantai di ruang TV pun bergegas lari ke depan.Tidak ada siapa-siapa hanya ada batu bata besar dengan bungkusan plastik hitam. Bapak lari ke jalan dan celingak-celinguk mencari apakah ada orang yang patut dicurigai.“Mbak Asih dari mana?" tanyaku pada Mbak Asih. Dia sepertinya dari minimarket karena menenteng plastik berlogo minimarket terkenal dengan segala isinya
Setelah selesai sarapan aku segera beres-beres rumah. Hari ini rencananya akan berbelanja untuk acara esok yang akan kami adakan 5 hari lagi.Ting!WA dari Novi.[Ita maksudmu apa nulis status begitu, kamu menyindirku?Kamu tidak ikhlas menolongku. Oke, aku, kembalikan uang kamu, tapi tolong dong, kamu nggak usah bikin status-status begitu! Kamu merendahkan sekali. Jadi manusia baru kaya begitu saja sudah sombong.][Sepertinya kamu harus berkaca pakai kaca yang besar, kalau tidak ada datanglah ke rumahku sini. Berkaca di sini kamu kan, yang memulainya duluan, Nov! Kamu update status menyinggung aku bahwa aku ini berutang padamu subuh-subuh padahal kan, kamu yang hutang sama aku, jadi manusia itu jangan suka memutarbalikkan fakta. Ingat dosa, ingat mati, memangnya aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku? Banyak orang yang laporan padaku.] balasku berapi-api, kalau dia benar-benar mengajak perang maka aku akan ladeni.[Eh, fitnah itu, siapa yang bilang begitu. Aku tidak ada u
“Iya, Mah, Bu. Terima kasih sudah mengingatkan aku, tapi aku sudah kadung bikin status unek-unek di story WA.”“Ya, sudah tidak apa-apa biar kamu merasa puas kali ini Ibu maklum, tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi, ya, Nak? Ibu tidak mau loh anak Ibu yang Ibu banggakan ini terpengaruh oleh lingkungan yang kotor.”“Astaghfirullahaladzim ... Iya, Bu, insya Allah aku tidak akan mengulangi lagi. Terima kasih Mama dan Ibu sudah selalu mmenasihatiku.”“Iya, kan, ini memang sudah tugas orang tua untuk selalu mengingatkan anaknya jika anaknya tersesat di jalan yang salah. Sudah kamu makan saja dulu. Lupakan masalahmu kalau kamu makan sambil mengingat-ingat kejadian yang bikin kamu emosi tidak akan pernah jadi daging makanan yang kamu telan itu,” jawab mamah Atik.“Iya, Mah. Terima kasih, ya, sudah masakin nasi goreng yang super enak ini kalau kita buka restoran dan ada menu nasi gorengnya, Mama wajib yang masak, rasanya enak banget. Pasti laris dan keuntungannya juga banyak,” pujiku pada
[Dasar manusia tidak tahu diri, tidak bersyukur tidak tahu diuntung, sudah dibantu malah memutar balikan fakta. Semoga saja kamu tidak bertemu dengan orang yang sifatnya sama denganmu. Pagi-pagi datang memohon-mohon meminjam uang setelah dapat bukanya mengucapkan terima kasih malah mengatakan yang tidak-tidak tentang aku.]Kutulis status di WA-ku panjang lebar agar semua orang-orang yang ada di sini, tetangga-tetanggaku bisa membacanya. Aku sudah benar-benar gerah dengan sikap Novi Yang keterlaluan padaku.Kutinggalkan ponselku di atas nakas lalu membantu Mama Atik dan ibuku untuk masak. Sebentar lagi pasti Mas Danu akan pulang.“Kamu kenapa, Ta, kok senyum-senyum begitu?” tanya ibu penuh selidik.“Tidak apa-apa, Bu, hanya ingat kejadian lucu tadi di warung,” jawabku.“Kejadian apa itu? Ibu, jadi kepo, nih! Duh bahasanya sudah kayak Si Nopi saja kepo,” ujar ibu.“Jadi ceritanya, Bu, tadi pagi subuh-subuh Novi itu datang ke sini pinjam uang sama aku satu juta katanya uangnya untuk be
“Wak, aku, bukan tipe orang yang suka melupakan jasa orang lain. Ya, terserah awak saja mau percaya atau tidak. Yng jelas aku tidak ada uutang dengan Novi," jawabku kesal lalu ikut mengantri untuk belanja.“Nih, Wak, dimakan! Biar itu mulut nggak pedes kayak cabe setan!" sahut Ibuku lalu memasukkan segenggam cabe caplak jawa yang kata orang cabe setan ke mulut Wak Jum yang sedang menganga karena menertawakanku.“Apa-apaan sih, kamu, Wak, jelek-jelekin menantuku! Bibirmu itu lama-lama nanti double dan dosamu menumpuk. Ingat, dosa woi! Jangan sampai kamu menyesal nantinya. Menantuku itu orang baik tidak mungkin dia berhutang kepada orang lain," bela ibu mertuaku.“Iya, betul tuh masih aja ada yang percaya sama mulutnya Novi. Dia itu kan, ember dan juga mulut comberan. PAgi-pagi sudah bikin orang ribut saja!" sahut Mbak Fitri yang ternyata dia ada di sini belanja sayuran juga.“Sudah jangan ribut perkara uutang orang lain nggak baik. Dasar itu aja mulutnya comberan mau ikut campur aja u
“Assalamualaikum permisi! Assalamualaikum permisi! berkali-kali kuulangi panggilan dan menggedor pintu Novi, tetapi tetap juga tidak dibukakan olehnya. Benar-benar memang dia sudah keterlaluan! Oke baiklah Novi aku akan pakai caramu!Dia benar-benar sudah tidak menghormati aku sebagai tetangga dan tidak menganggapku teman lagi. Padahal tadi pagi subuh-subuh dia memohon-mohon padaku untuk meminjamkan uang padanya. Lalu dia menyindirku lewat status WA. Aku datangi dia tidak berani nongol! Maunya apa? Kenapa dia bersikap seperti itu padaku? Padahal aku merasa tidak pernah punya salah pada dia.Bukankah seharusnya jika sudah mengenalku dari kecil, menganggapku teman, dan sekarang kami bertetanggaan, sikapnya harusnya lebih baik padaku bahkan menganggapku lebih dari saudara. Seperti aku menganggapnya begitu. Dasar saja Novi ternyata sifatnya sejak dulu tidak pernah berubah.Aku telusuri jalanan di depan rumahku dengan perasaan dongkol dan kesal. Astagfirullah pagi-pagi aku tidak boleh beg
Astaghfirullahaladzim ... kubaca status WA-nya Novi.“Pagi-pagi buta sudah ada orang datang ke rumah pinjam uang. Kelihatannya sih, kaya raya, rumahnya gede, bagus, ke mana-mana naiknya mobil ternyata pagi-pagi sudah pinjam uang. Yaa, elah, berarti dia lebih miskin dari aku, dong!”Aku geram sekali membaca status WA-nya Novi. Kenapa dia memutarbalikkan fakta seperti itu? Ini orang pagi-pagi sudah membuat kepalaku mendidih.Apa iya, aku harus mengikuti saran Mbak Fitri untuk melabrak dia, tapi meskipun Novi nulis status WA begitu itu, tapi tidak ada orang yang percaya dengan status dia buktinya Mbak Fitri malah marah-marah pada dia. Kalau meladeni Novi tidak akan pernah habisnya dan itu sangat buang-buang waktuku.Hidupku bukan hanya untuk mengurusi urusan orang lain. Lebih dari itu, tapi kalau dia tidak dikasih pelajaran dia bakalan selamanya menginjak-nginjak harga diriku. Salah apa aku ini pada Novi? Perasaan aku sudah selalu berbuat baik padanya, tapi masih saja dia menjelek-jelek
“Mas, sepertinya dia ini manusia benar-benar tidak punya pekerjaan. Bayangkan saja dia meneror kita setiap hari, setiap waktu dengan kata-kata serupa, tapi dia tidak berani menunjukkan actionnya selain mengirimi kita makhluk-makhluk halus begitu ya, enggak sih, Mas?” ucapku kepada Mas Danu.“Iya, betul, Dik, itulah kenapa Mas, selalu berpesan padamu dan juga yang lainnya agar selalu hati-hati karena lawan kita tidak kasat mata. Jika manusia di depan kita hendak mencelakai, kita, bisa melawannya, tapi kalau makhluk halus begitu kita tidak melihat bagaimana kita akan melawan mereka selain dengan doa dan kehati-hatian kita. Kamu paham kan, maksudku?” ujar Mas Danu.“Iya, Mas, aku paham, maka dari itu aku pun selalu mewanti-wanti Ibu, Mama, Ibumu, untuk selalu waspada. Apalagi Mbak Asih kan, sekarang dia sudah bertaubat memperbaiki diri, menutup, aurat, banyak-banyak mendekatkan diri pada Allah. Intinya yang pasti sudah tidak ada lagi media yang bisa digunakan untuk menteror kita dengan m
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau