Share

38. Sakit Sendirian

Author: Hada_tm
last update Last Updated: 2024-11-22 18:10:27

"Nggak semudah itu aku kembali lagi ke Bandung! Aku baru aja lho di Solo. Kontrak untuk kerja disini masih panjang. Nggak profesional banget kesannya kalau aku tiba-tiba mengajukan pindah lagi ke Bandung!" balas Andhika. "Apalagi ini karena urusan pribadiku!" lanjutnya.

"Ya udah! Kalau gitu gimana senyamanya kamu aja! Aku juga cuma kasih saran!" balas Dara.

"Aku tahu! Btw, makasih ya, Dar! Udah mau dengerin curhatanku selama ini. Kamu memang yang terbaik! Aku tutup dulu ya! Mau istirahat! Bye!"

"Bye!"

Setelah sambungan telepon terputus, lagi-lagi Dara merasa jika dirinya adalah wanita yang sangat bodoh. Lebih tepatnya bodoh karena cinta.

Sudah tahu pasti akan terluka, masih saja mau mendengar curhatan Andhika tentang wanita lain, padahal dia sendiri juga menyukai Andhika.

"Kalau dipikir-pikir, ternyata aku kuat juga ya jadi wanita. Jadi tempat curhatan gebetan selama ini. Kenapa hidupku nyesek banget sih!" monolog Dara yang tanpa sadar, air matanya kembali menetes untuk yang kesekian
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab1. Salwa Habibah

    Salwa Habibah, anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia sekarang berumur dua puluh dua tahun. Dia bekerja sebagai Desainer baju muslim. Penampilan sehari-harinya yang berjilbab besar, menutupi hampir semua bagian atas tubuhnya. Dia sangat baik dan juga sopan.Wajahnya tidak begitu cantik, tapi orang tidak akan merasa bosan melihat wajah ayu Salwa.Salwa dikenal orang lain sangat pendiam. Dia juga selalu menundukkan kepalanya setiap kali berjalan di sekitar rumahnya.Dengan sikapnya itu, bahkan teman-teman sekolah, sampai teman kuliahnya pun menjadi segan kepadanya.Guru dan juga Dosennya dulu juga ikut merasa segan kepada Salwa.Dia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya beserta kedua kakaknya. Namun sekarang, kakak keduanya tengah bekerja di Bandung menjadi seorang Pengacara.Kakak pertama Salwa bernama Adam Habibah, dia berusia dua puluh tujuh tahun. Dia tinggal di Solo bersamanya dan kedua orang tuanya. Dia meneruskan usaha ke

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab2. Kebiasaan Dari Kecil Tidak Bisa Hilang

    Sesampainya di rumah, Abah dan Umi tidak berada di rumah. Abah Ali dan Umi Siti sedang pergi mengunjungi Pak Rt yang sedang sakit.Abah sebelumnya sudah memberi tahu Adam, jika mereka akan pergi ke rumah Pak Rt. Hanya saja Abah tidak bilang akan kesana jam berapa."Mas, kok rumah sepi sih? Abah sama Umi kemana?" tanya Salwa."Kayaknya udah berangkat jenguk Pak Rt deh, Dek." Adam menaruh serabi titipan Umi di meja makan.Salwa menggangguk. "Mas, Salwa ke kamar dulu ya, mau bersih-bersih," ucap Salwa yang merasa jika badannya sudah sangat lengket."Iya! Nanti sholat maghribnya jamaah sama Mas ya." Adam mengingatkan Salwa untuk sholat maghrib berjamaah dengannya nanti.Kali ini, Adam tidak pergi ke masjid. Tidak mungkin Adam meninggalkan Salwa sendirian di rumah, jadi Adam memutuskan, mereka akan sholat berjamaah berdua di rumah. Selesai sholat, mereka juga akan mengaji bersama.Kebiasaan yang dilakukan sedari kecil memang su

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab3. Memilih Dalam Berteman

    Sore ini seperti biasa, Salwa sedang duduk di bangku depan butiknya menunggu Adam datang menjemputnya. Salwa yang sedang menunggu kedatangan Adam, tiba-tiba disapa seorang wanita yang tengah menggandeng laki-laki.Merasa disapa, Salwa lalu mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Ternyata yang menyapanya adalah Fuji teman sekolahnya dulu.Walaupun mereka tidak akrab, tetapi mereka juga pernah terlibat beberapa kali mengerjakan tugas bersama.Salwa lalu mengalihkan pandangannya, karena dia melihat Fuji yang tengah menggandeng laki-laki, mungkin pacarnya.Fuji yang memang sudah mengetahui sikap Salwa, hanya maklum saja. Berbeda dengan pacar Fuji. Dia merasa terhina karena Salwa langsung membuang mukanya begitu melihatnya.Adi, pacar Fuji menarik pelan tangannya yang sedang digandeng Fuji."Kamu apa kabar, W*?" tanya Fuji basa-basi."Alhamdulillah baik. Kamu apa kabar?" jawab Salwa yang masih menunduk."Kenapa si

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab4. Menginginkan Anak Soleh Dan Solehah

    Setelah makan malam, Salwa langsung pergi ke kamarnya. "Abah, Umi, Mas Adam! Salwa ke kamar dulu ya," pamitnya. Seperti kebiasaan Salwa, sebelum dia tidur dia pasti akan mencium wajah Abah dan Umi. Begitu juga dengan kedua kakaknya jika berada di rumah."Adam juga ke kamar ya Abah, Umi." Adam juga ingin kembali ke kamarnya.Namun, Adam ditahan oleh Abah terlebih dahulu. "Adam! Abah mau bicara dulu sama kamu," ucap Abah.Melihat tatapan serius abahnya, Adam pun menurutinya. Adam lalu kembali duduk di kursi."Ada apa Abah?""Kamu sekarang sudah berumur dua puluh tujuh tahun kan? Abah mau tanya, kamu sudah siap untuk menikah?"Umi yang juga masih berada di ruang tamu, mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan suaminya itu.Adam terdiam sesaat. Berpikir cara yang tepat untuk menyampaikan apa yang ada dipikirannya sekarang."Kalau Adam ditanya tentang kesiapan Adam untuk menikah, ins

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab5. Sadar Diri

    Salwa jadi ikut pergi ke ruko yang sekarang dikelola oleh Adam. Di Solo, pusat penjualan kain sangatlah banyak, terutama kain batik. Salwa yang memang menjual baju-baju muslim, selalu mencoba mencari ide bagaimana supaya baju muslim itu menjadi menarik saat di pakai.Tidak mudah memang. Di zaman sekarang ini, wanita-wanita lebih memilih untuk memakai pakaiam yang terbuka dan ketat. Tidak semua memang, tapi sebagian besar memilihnya.Disinilah tantangan Salwa, dia harus bisa membuat busana muslim yang menarik pembeli. Bukannya hanya menarik pembeli, tapi Salwa juga berharap, saudari muslim yang lainnya juga mau kembali menutup auratnya.Salwa membantu Adam membuka ruko. Salwa menata kain-kain yang saat ruko tutup dimasukkan ke dalam."Udah Dek! Itu biar Mas saja yang lakukan. Kamu tolong bereskan meja kasir saja!" ucap Adam yang kasihan melihat Salwa mengangkat kain untuk diletakkan di depan ruko."Iya Mas!" Salwa menurut apa kata Adam.

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab6. Iwan Side

    Iwan tengah berada di dalam kamarnya. Dia duduk bersandar di kepala ranjang. Dia kembali merenung, memikirkan tentang masa lalu.Bagi Iwan, Salwa itu merupakan sosok malaikat untuknya. Tanpa disadari Salwa, dia bisa menarik Iwan dari kegelapan hatinya, dan membawanya ke cahaya yang terang.Iwan pikir, jika saja dulu Salwa tidak muncul di hadapannya, mungkin dia akan menjadi orang yang sangat berbeda sekarang.Kemungkinan, Iwan akan menjadi seorang laki-laki brengsek yang penuh dosa, dikarenakan rasa kecewa kepada orangtuanya.Rasa sakit di hatinya, itu akibat dari perceraian orangtuanya, yang tanpa sadar menyakiti Iwan sangat dalam.Disaat terpuruknya, Salwa datang mengulurkan tangannya dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Iwan yang saat itu masih berusia empat belas tahun, merasa terpesona dengan senyum manis dan tulus yang ditunjukkan Salwa.Dengan ke

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab7. Family Time

    Minggu siang ini setelah sholat dhuhur, Salwa berbaring di pangkuan uminya.Waktu weekend seperti ini, biasa mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Selain itu berkumpul seperti ini juga bisa mempererat hubungan mereka."Dek! Gantian napa." Adam, walaupun sudah berumur dua puluh tujuh tahun, tapi dia juga masih suka bermanja-manja dengan uminya.Didikan orangtua mereka yang selalu mengajarkan tentang kasih sayang kepada keluarga dan juga pentingnya menghabiskan waktu seperti sekarang ini, membuat Adam dan kedua adiknya menjadi dekat satu sama lain.Hanya kurang Husein saja saat ini. Dikarenakan dia sekarang sedang bekerja di Bandung, sehingga dia tidak bisa ikut berkumpul dengan mereka.Setiap kali Husein pulang ke Solo, maka Husein pasti akan memonopoli uminya. Dengan alasan dia sudah lama tidak bertemu, maka mau tidak mau kedua saudaranya pasti akan mengalah.Kasihan juga, pikir mereka. Husein hanya akan

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   Bab8. Kepulangan Husein

    "Akhirnya! Sampai juga di Solo." Husein merenggangkan tangannya, sembari menghirup udara Solo yang sudah satu bulan ini tidak dijumpainya.Husein sampai di bandara Adi Sumarmo pada pukul sebelas siang.Husein melihat jam di tangan kirinya. "Sebentar lagi sudah waktunya makan siang," ucap Husein.Husein tadinya ingin langsung pulang saja ke rumah. Tapi akhirnya dia urungkan niatnya itu. Dia memilih untuk sholat dzuhur, dan makan siang terlebih dahulu, baru pulang.Husein berjalan keluar dari bandara. Alih-alih memilih untuk naik taksi, Husein malah lebih memilih untuk naik becak.Selain bisa membantu pemasukan tukang becak, Husein juga bisa menikmati keindahan kota Solo."Mereka pasti terkejut dengan kepulanganku. Apalagi aku akan menetap mulai sekarang." Husein sangat antusias untuk bertemu dengan keluarganya yang sudah satu bulan ini tidak berjumpa.~

Latest chapter

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   38. Sakit Sendirian

    "Nggak semudah itu aku kembali lagi ke Bandung! Aku baru aja lho di Solo. Kontrak untuk kerja disini masih panjang. Nggak profesional banget kesannya kalau aku tiba-tiba mengajukan pindah lagi ke Bandung!" balas Andhika. "Apalagi ini karena urusan pribadiku!" lanjutnya."Ya udah! Kalau gitu gimana senyamanya kamu aja! Aku juga cuma kasih saran!" balas Dara."Aku tahu! Btw, makasih ya, Dar! Udah mau dengerin curhatanku selama ini. Kamu memang yang terbaik! Aku tutup dulu ya! Mau istirahat! Bye!""Bye!"Setelah sambungan telepon terputus, lagi-lagi Dara merasa jika dirinya adalah wanita yang sangat bodoh. Lebih tepatnya bodoh karena cinta.Sudah tahu pasti akan terluka, masih saja mau mendengar curhatan Andhika tentang wanita lain, padahal dia sendiri juga menyukai Andhika."Kalau dipikir-pikir, ternyata aku kuat juga ya jadi wanita. Jadi tempat curhatan gebetan selama ini. Kenapa hidupku nyesek banget sih!" monolog Dara yang tanpa sadar, air matanya kembali menetes untuk yang kesekian

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   37. Curhat

    Semakin hari, perasaan galau Andhika semakin menjadi. Rasa sukanya kepada Salwa bukannya hilang tapi malah semakin bertambah.Saat ini Andhika sedang berbaring santai di kamar kost nya.Andhika kembali mengenang saat-saat awal dia bertemu dengan Salwa.Wanita yang menunjukkan sikap yang sangat berbeda dengan wanita lain, sangat berbeda dengan kebanyakan wanita yang pernah Andhika jumpai.Berawal dari rasa kagum, menjadi rasa suka. Bahkan mungkin sekarang bisa dikatakan rasa sukanya sudah berubah menjadi rasa cinta."Tuhan! Begini amat perjalanan cintaku!" ucap Andhika sembari mengusap wajahnya.Mau memperjuangkan tapi sudah kalah duluan."Curhat sama Dara aja deh!" Putus Andhika.Lalu Andhika mencari ponselnya untuk menghubungi Dara."Hallo!" sapa Dara di seberang sana. "Kenapa? Ada masalahkah? Atau kamu butuh bantuan?" lanjutnya.Andhika terdiam sejenak. "Aku mau curhat!" ucap Andhika."Masalah Salwa lagi? Kali ini kenapa lagi?" tanya Dara. Karena ini memang bukanlah pertama kali And

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   36. Ziarah 2

    Andhika menahan diri, yang rasanya ingin sekali untuk segera bertanya tentang rasa penasarannya itu.Dia hanya diam melihat ke empat orang yang sedang sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam.Banyak sekali yang ingin Andhika tanyakan kepada Husein atau kepada Adam.Mengapa makam orang tua mereka hanya diberikan batu diatasnya, bahkan juga tidak ada nama di batu tersebut.Sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini diketahuinya, dan tidak seperti makam-makam yang ada disekelilingnya. Ada banyak yang di kijing. Bahkan ada yang diberi bangunan seperti rumah diatasnya. Semakin heran saja Andhika melihatnya.Memang ini bukan pertama kalinya dia melihat bangunan rumah di makam. Tapi yang menjadi pertanyaan Andhika adalah. Mereka kan sama-sama beragama Islam, mengapa perbedaan makam di antara mereka begitu besar.Dalam pikiran Andhika, bukankah mereka satu keyakinan, bukankah seharusnya mereka sama dalam perkara makam. Sama seperti ketika orang Islam sama-sama shal

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   35. Ziarah 1

    Pagi hari sekitar jam delapan, Salwa beserta Adam sudah sampai di pemakaman umum, dimana tempat Abah dan Umi dimakamkan.Mereka berdua di luar makam menunggu kedatangan Husein, Andhika dan Amira untuk ziarah bersama-sama.Tidak tahu bagaimana ceritanya, Andhika tiba-tiba saja ingin ikut ziarah ke makam Abah dan Umi, jadi Husein sekarang sedang menjemputnya di kost an.Sedangkan Amira, kemungkinan dia masih berada di jalan."Amira sudah berangkat kan, Dek?" tanya Adam memecah keheningan."Sudah kok, Mas! Mungkin sekitar lima menitan lagi dia sampai!"Adam menganggukkan kepalanya. Dalam hati Adam merasa bersyukur jika masih banyak orang yang mengingat kedua orang tuanya.Mengingat kembali pada hari kepergian Abah dan umi. Mereka terpaksa harus segera menguburkan Abah dan Umi malam itu juga. Padahal saat sudah lewat jam satu malam.Bukan tanpa alasan. Kebetulan esok hari itu akan ada acara walimahan tetangga mereka. Meskipun bukan tetangga dekat, tapi masih satu komplek. Dan di komplek me

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   34. Tidak Ada Yang Sempurna

    Siang ini di butik, Salwa dan Amira tengah beristirahat setelah selesai sholat Dzuhur dan selesai makan siang.Mumpung belum ada pembeli, Amira bertanya-tanya kepada Salwa tentang laki-laki yang beberapa hari lalu datang ke butik bersama Husein.Amira yang memang menyukai keindahan langsung terpana melihat ketampanan wajah Andhika.Dalam hati Amira berpikir, jika tidak berjodoh dengan Adam, laki-laki yang datang ke butik bersama Husein boleh juga."Ayo dong, Wa! Aku penasaran banget nih sama cowok yang datang kemarin sama Mas Husein!" Amira dengan penuh semangat merecoki Sawla yang sebenarnya sangat enggan membicarakan tentang Andhika.Sebenarnya Amira sudah ingin menanyakannya dari kemarin-kemarin, setelah Husein datang bersama Andhika. Tapi baru kali ini ada kesempatan yang pas untuk menanyakannya."Memangnya kalau kamu sudah tahu dia siapa, kamu mau apa?" tanya Salwa heran."Ya mau di ajak kenalan dong! Siapa tahu jodoh kan? Daripada nunggu kepastian dari Mas Adam yang belum juga ke

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   33. Tentang Rasa

    Setelah kembali ke kantor, Andhika benar-benar tidak bisa fokus dalam bekerja.Bayang-bayang Salwa yang mencium pipi Husein masih menari-nari di pikirannya.Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, Andhika sadar dan paham betul jika percuma saja dia memiliki perasaan untuk Salwa, karena pada akhirnya dia tidak akan bisa bersama dengan Salwa.Tembok yang menghalanginya sangatlah besar dan tinggi, dan sangat tidak mudah untuk dihancurkan. Atau mungkin malah tidak bisa dihancurkan.Mungkin bisa dihancurkan, jika Andhika mau menjadi mualaf. Itu pun masih belum tentu dia akan berjodoh dengan Salwa.Walaupun Andhika paham dan sadar betul. Tapi Andhika juga tidak bisa menghentikan dirinya sendiri untuk membayangkan jika seandainya dia bisa menikah dengan Salwa.Meski belum lama kenal. Tapi Andhika yakin Salwa nantinya akan menjadi seorang Istri yang baik dan juga Ibu yang baik.Bukan tanpa alasan Andhika menilai Salwa seperti itu.Pertama dilihat dari sikap Husein selama Andhika mengenalny

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   32. Tegas Dalam Berbicara 2

    Setelah mendengar dari cerita Adam, Abah Ali bisa mengambil kesimpulan jika putrinya yang kalau bicara suaranya terlalu lembut, hingga menimbulkan salah paham seperti itu.Setelahnya Salwa ditegur dengan keras Abahnya untuk tidak berkata lembut kepada laki-laki lain di luar sana.Abah menyuruh Salwa untuk berkata dengan tegas dan tidak dengan menggunakan suara yang lembut seperti saat Salwa tengah berbicara kepada keluarganya.Salwa hanya boleh berbicara seperti biasanya hanya di depan keluarganya, orang tua dan anak yatim. Masih boleh berbicara dengan lemah lembut kepada sesama wanita.Selebihnya, Abah meminta Salwa jika berbicara dengan laki-laki lain harus menegaskan suaranya. Bukan kasar, hanya tegas dan tidak lemah lembut seperti jika dia berbicara dengan keluarganya.Salwa saat itu sampai menangis karena tidak menyangka jika cara dia berbicara bisa membuat orang lain salah paham. Bahkan sampai ditegur dengan keras oleh Abahnya.Sejak saat itu, Salwa lebih memilih untuk diam jika

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   31. Tegas Dalam Berbicara 1

    "Hmmm! Menurut Salwa, jika mereka tidak mampu untuk mengadakan walimatul urs', tidak apa-apa hanya untuk mengundang tetangga dekatnya saja. Kalau memang benar-benar tidak bisa untuk mengadakan walimatul urs' karena memang tidak ada biaya, menurut Salwa tidak ada salahnya mereka hanya memberi kabar kepada tetangga dan orang-orang disekitarnya. Karena kita memang tidak pernah tahu bagaimana sebenarnya keadaan orang-orang tersebut kan!""Lanjutkan penjelasan tentang bagaimana anjuran dari Rasulullah SAW tentang walimatul urs'!" ucap Adam.Salwa mengangguk lalu mengingat-ingat bagaimana dulu abahnya dan Guru ngajinya menjelaskan padanya tentang walimatul urs'. Walaupun tidak ingat semuanya, paling tidak Salwa masih mengingat beberapa hal."Tadikan tentang anjuran mengadakan walimatul urs'. Salwa nggak ingat banyak Mas karena hadistnya banyak. Tapi Salwa ingat satu hadist lagi mas!"Dari Anas, ia berkata, "Nabi SAW tidak pernah menyelenggarakan walimah atas (pernikahannya) dengan istri-is

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   30. Tentang Walimatul 'Urs

    Sudah dua hari Amira pergi ke Semarang, untuk menghadiri walimatul 'urs kerabatnya. Sekaligus juga Amira akan melihat pameran busana yang kebetulan juga diadakan di Semarang. Hari ini, Salwa memutuskan untuk menutup butiknya. Bukannya tidak mampu bekerja sendirian. Tidak lain karena hari ini Salwa harus mengecek kain yang tersedia di kios Adam. Saat seperti ini, biasanya ada Amira yang menjaga butik. Namun kali ini, Salwa sendirian, tidak ada yang membantu. Selesai mengecek kain yang diinginkannya. Salwa kemudian duduk santai di meja kasir, sembari menunggu pelanggan. Daripada waktu luangnya tidak sia-sia, Salwa memutuskan untuk membantu Adam di kios untuk hari ini. "Dek, kamu mau makan apa?" tanya Adam. Selesai sholat dzuhur, Adam memutuskan mencari makan siang untuk mereka berdua. "Apa aja, Mas! Kalau ada yang pedes-pedes. Atau kalau tidak ada makanan yang pedas, yang ada sambal ya!" balas Salwa. "Ya sudah! Mas Adam pergi dulu ya! Kamu beneran nggak apa-apa kan ditinggal Ma

DMCA.com Protection Status