“Amy…!”Suara merdu itu berseru saat melihat seorang perempuan berparas ayu dengan rambut sebahu berjalan mendekat. Stiletto Jimmy Choo-nya membuat kakinya yang panjang semakin jenjang. Perempuan itu melangkah anggun. Angin yang bertiup semilir menggoyangkan ujung rambut hitamnya.Di bahunya tersampir tas branded keluaran terbaru. Tidak hanya tas, apapun yang melekat pada tubuhnya kini merupakan barang-barang bermerek dan limited edition. Mulai dari ujung kaki hingga puncak kepala.Lima tahun yang lalu dia bukanlah apa-apa. Dia hanya seorang perempuan sederhana. Tapi siapa sangka saat itu adalah titik balik dalam hidupnya. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dia miliki dan bantuan seseorang dia mencoba bangkit hingga akhirnya bisa menjadi seperti sekarang.“Maaf ibu Tia, apa kita bisa bicara sebentar?” Belum sempat perempuan yang adalah Tatiana itu mencapai anak perempuan yang tadi memanggilnya, seorang perempuan dewasa sudah menyapanya.“Iya, Bu Rini, ada apa?”Perempuan bernama Rini itu
“Aku penasaran sama anak itu. Dia selalu mencari gara-gara dan masalah dengan Angel,” gerutu Tatiana kesal saat menceritakan kejadian di sekolah Angel tadi pada Rei.“Dia bilang apa lagi memangnya?” tanya Rei menimpali. Saat itu mereka sedang makan siang bersama di resto di dekat La Hija, nama department store milik Tatiana. Kalau Angelica adalah nama brand fashionnya, maka nama depan anaknya itu adalah nama tempat operasionalnya.“Dia bilang Angel anak pembunuh. Aku nggak ngerti gimana cara orang tuanya mendidik anak itu. Atau jangan-jangan dia nggak pernah dididik?” “Sudahlah, Tia, nggak usah diambil hati, siapa tahu dia anak broken home,” ucap Rei bijak.“Bisa jadi sih. Kata guru Angel tadi, dia tinggal sama kakek neneknya. Yang mengantarnya ke sekolah juga pembantu, bukan keluarganya.” Tatiana mengutip kata-kata Rini.“Orang tuanya mana?”“Itu dia aku nggak tahu. Kali aja udah meninggal.”“Nah, kan. Atau jangan-jangan orang tuanya sudah cerai makanya dia bisa jadi kayak gitu. Kam
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah dua malam, tapi sepicing pun Tatiana belum bisa memejamkan mata. Pikirannya terganggu oleh lamaran Rei tadi siang. Hingga detik ini Tatiana belum bisa memercayai fakta bahwa adik iparnya sendiri menaruh perasaan padanya. Jadi Rei menyimpan rasa cinta padanya selama bertahun-tahun?Ya Tuhan… Sangat sulit dipercaya. Serapi itu Rei menyembunyikannya sehingga Tatiana tidak bisa mendeteksinya sama sekali. Apa karena perasaannya yang kurang peka?Tatiana membolak-balikkan badannya dengan gelisah di tempat tidur. Di sebelahnya, sang putri sudah pulas sejak tadi. Tatiana memandangnya penuh kasih sayang. Semakin hari Angelica kian menunjukkan kemiripan dengan Bian. Matanya, hidungnya, bibirnya, hingga bentuk jidatnya sekali pun. Tidak hanya fisik, tapi juga karakternya. Tatiana sempat khawatir kalau Angel membawa sifat-sifat Bian hingga dewasa.‘Kamu di mana, Bi? Anak kamu sudah besar. Dia selalu penasaran dan ingin tahu kamu ada di mana, tapi
Siang itu seperti biasa Tatiana menjemput Angel di sekolahnya. Meski Sesibuk apa pun tapi Tatiana selalu menyempatkan diri menjemputnya langsung. Tapi kadang kalau benar-benar tidak bisa Tatiana akan meminta bantuan Rei atau Sandra.Dari jauh Tatiana melihat Angel yang berjalan ke arahnya dengan muka cemberut dan mulut mengerucut. Melihat ekspresinya, Tatiana tahu telah terjadi sesuatu pada anaknya itu. Tak jauh di belakangnya, Rini berjalan terburu-buru mengikutinya.“Anak Amy kok cemberut gitu, ada apa sih?” Tatiana bertanya begitu Angel sudah berada di dekatnya.Angel tidak menjawab. Anak itu melipat tangan di dada. Bibirnya semakin meruncing. Tatiana pun menjadi paham, pasti Angel berkelahi dengan teman sekolahnya. Jangan-jangan dia dibully lagi seperti yang sudah-sudah.“Bu Tia, maaf Bu, Angel berulah lagi. Tadi dia menumpahkan cat minyak di baju Dylan.” Rini buru-buru memberi penjelasan sebelum Tatiana sempat bertanya.“Dylan bilang aku anak pembunuh, My! Aku bukan anak pembun
Rei dan Tatiana akhirnya bertemu. Dengan mobil Rei mereka mencari alamat rumah Dylan. Dari alamat yang tertera di kertas, ternyata rumah Wiryawan bukan yang dulu lagi. “Jadi dia anaknya Gladys dan Darren?” tanya Rei setelah melihat data-data diri Dylan. Sama seperti Tatiana tadi, Rei juga kaget mengetahui fakta itu.“Bisa jadi. Nggak mungkin kan kalau cuma kebetulan? Kalau hanya kebetulan masa namanya sampai semirip itu?”“Iya juga,” sahut Rei menyetujui. Tatiana memijit kecil pelipisnya. Semua yang terjadi dalam hidupnya akhir-akhir ini terasa sangat mengejutkan dan membuatnya shock. Mulai dari Rei yang menyatakan cinta dan ingin melamarnya, sampai pada kenyataan yang hari ini ditemuinya dan mungkin sebentar lagi juga akan membuatnya shock berkali lipat dari sekarang.“Jadi apa tujuan kita ke sana?” tanya Rei di tengah perjalanan. “Apa hanya ingin membuktikan kalau dia anaknya Gladys?”“Intinya bukan itu. Awalnya aku hanya mau bicara sama orang tuanya atau minimal keluarganya. Tapi
Tiga minggu berlalu sejak Rei melamar Tatiana, tapi hingga saat ini Tatiana belum bisa memberi kepastian. Awalnya Rei masih menunggu dengan sabar dan tidak mendesak Tatiana. Tapi Rei rasa rentang waktu tiga minggu sudah lebih dari cukup bagi Tatiana untuk berpikir dan memberi keputusan padanya.Siang itu Rei mendatangi Tatiana di kantornya. Rei tidak bisa lagi menunggu sampai sore atau besok. Dia harus mendengar jawaban dari Tatiana sesegera mungkin. Hari ini juga. Tidak bisa diundur lagi.Tatiana sedang berjibaku dengan kertas-kertas berisi rancangan yang harus dikoreksinya ketika ada yang mengetuk pintu ruangan.“Masuk!” Tatiana menyahut dari tempat duduknya.Perempuan itu lantas mengangkat muka saat mendengar suara Rei menyapanya.“Apa aku menganggu?”“Nggak kok. Duduk Rei.”Rei menarik kursi lantas duduk di hadapan Tatiana. Diperhatikannya wajah perempuan itu dalam-dalam. Tatiana terlihat cantik hari ini dengan riasan minimalis yang menghiasi wajahnya. Dari dulu sampai sekarang ad
Sudah beberapa hari ini Tatiana tidak mendengar kabar Rei. Tatiana juga tidak pernah bertemu dengannya. Tiap kali Tatiana menghubunginya, Rei jarang merespon. Kalau pun Rei membalas pesan darinya maka pasti selalu terlambat. Tatiana tidak tahu kenapa Rei menghindar darinya. Tapi lama-lama dia sadar kalau hal itu pasti berhubungan dengan penolakannya pada laki-laki itu.“My, kenapa papa Rei nggak pernah datang ke sini lagi?” tanya Angel hari itu. Biasanya hampir setiap hari mereka berinteraksi, jadi wajar kalau anak itu merasa kehilangan. “Mungkin papa Rei lagi sibuk, makanya belum sempat ke sini,” jawab Tatiana.“Biasanya juga sibuk tapi masih sempat ke sini kok, My.” Angel yang cerdas tidak serta merta menerima begitu saja alasan Tatiana. Biasanya kalau Tatiana tidak sempat, maka Rei lah yang akan menggantikannya menjemput ke sekolah kemudian mengajaknya makan siang. Rei juga sering menemaninya main, mengantar les piano, dan banyak lagi kegiatan yang dilakukannya bersama laki-laki i
Indonesia sudah tertinggal lebih dari dua belas ribu kilometer di belakangnya. Sudah hampir dua puluh empat jam Tatiana berada di atas pesawat. Lelah sudah pasti, tapi rasa antusias lebih mendominasi. Bagaimana tidak. Ini adalah pengalaman pertamanya pergi ke luar negeri dan bukan main-main, langsung ke Eropa.Berangkat dari Jakarta, lalu transit di Turki, dan sebentar lagi mereka akan landing. Penerbangan dari Turki lebih singkat, hanya memakan waktu sekitar empat jam.Suara pemberitahuan yang mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan landing, menyentak Tatiana. Hatinya berdesir. Ada getar-getar asing yang menjalari dirinya. Detak jantungnya pun mengencang. Tatiana tidak tahu kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi aneh.“Kamu kenapa?” tanya Fani melihat muka Tatiana berubah menjadi pucat. Mereka memang hanya pergi berdua.“Nggak apa-apa kok, mungkin aku hanya grogi.”Fani terkekeh. Dia mencoba memahami kegugupan Tatiana. “Santai saja, jangan kayak orang tipis.”Tatiana terkesiap. Kata