Laksa memesan sebuah ruangan privat untuk mereka berdua.
Terlalu berlebihan kalau kata Luna. Tapi semau Laksa saja, ini duit-duit dia juga, lagi pula uangnya yang tak berseri itu untuk apa kalau bukan untuk dihambur-hamburkan, pikirnya sebal. Luna meremas ujung bajunya sambil menatap dua orang di depannya dengan sebal. Laksa terlihat bercanda dengan pelayan yang mengantar buku menu untuk mereka. Sesekali di lihatnya pelayan wanita itu memandang Laksa dengan tersipu malu sedangkan suaminya itu masih saja bertanya ini itu tentang menu yang akan mereka pesan. Ingin sekali Luna mengambil buku menu terkutuk itu dari tangan mereka berdua dan melemparkannya ke wajah sang pelayan, rasanya dada Luna seperti terbakar. Jika memang ingin tebar pesona pada semua gadis kenapa juga mengajak dirinya? Apa supaya dia tahu kalau masih banyak yang menginginkannya? Kalau itu tujuannya, Laksa tidak perlu melakukan itu, Luna sudah tahu, sangat tahu malahan.<Luna meletakkan sampurnya dia atas ranjang, dia baru saja menari, hal yang sangat dia rindukan saat dokter memintanya untuk lebih banyak istirahat. Dan Luna yang sayang dengan anaknya tentu saja tidak ingin melanggar larangan itu, tapi kemarin setelah dokter mengatakan kandungannya lebih kuat, hal pertama yang ingin dia lakukan adalah menari. Sekarang pikirannya lebih tenang, entah karena dia suka atau karena kekuatan magis tertentu. Pikiran Luna kembali melayang pada pembicaraan mereka tadi nama itu seolah sangat familiar di telinganya, tapi dimana dia melihat nama itu. Luna berguling-guling di atas karpet tebal di kamarnya, mencoba untuk fokus mengingat nama itu. “Aish entahlah,” katanya kesal karena tak dapat mengingat dimana dia melihat nama itu. Luna lalu turun ke bawah, dia akan mengecek kondisi mama mertuanya, semoga saja lebih baik. Ada rasa bersalah di hati Luna saat tadi tak mengatakan yang sebenarnya pada wanita yang telah dia a
“Wah, ibu benar-benar terkejut kamu mau repot-repot datang ke sini menemui ibu,” sura terkejut bercampur bahagia itu langsung menyambut Laksa yang berdiri diam, bahkan setelah pintu apartemen itu di buka. “Ehm, sebentar ibu rapikan dulu rumah ibu.” Wanita itu lalu menghilang di balik pintu meninggalkan Laksa yang masih berdiri di sana dengan tatapan datar dan tidak pedulinya. Mungkin dia sudah gila dengan datang menemui wanita ini di apartemennya, apartemen yang entah tak tahu apa saja yang sudah dilakukan ibunya di dalam sana. Laksa bukan orang suci, yang tidak memiliki dosa, dia bahkan mengakui pernah melakukan hubungan terlarang dengan pacar-pacarnya, tapi tindakan ibunya yang lebih memilih laki-laki lain dari pada dirinya anak kandungnya sendiri, tak pernah mampu dia terima, apalagi sang ibu yang berniat mengganggu keharmonisan kehidupan orang tuanya hanya demi harga keluarga yang nantinya akan diwariskan padanya. Sebentar kemudian pin
Luna memalingkan mukanya, dia sibuk memperbaiki sprei yang sudah sangat rapi, dia sadar kalau dirinya tak akan sanggup menghadapi godaan dari Laksamana Sanjaya, suaminya. Salahkan saja hatinya yang memang tak tahu malu itu, Padahal saat ini Laksa hanya sedang bertelanjang dada karena lupa membawa baju ganti yang telah disiapkan Luna. Dadanya berdetak dengan kencang, meski pernikahan mereka sudah berlangsung hampir empat bulan lamanya dan hubungan mereka juga sudah seperti suami istri pada umumnya, dalam artian mereka sudah melakukan hubungan fisik sebagaimana mestinya. “Kamu kenapa?” tanya Laksa mendekati Luna yang terlihat gelisah di samping tempat tidur. Tangan Laksa bahkan sudah merangkum kedua pipi Luna, terasa dingin dan membuat Luna seketika bergidik, dingin tangan Laksa yang baru saja mandi, juga aroma aftersave dan juga sabun mandi membuat Luna menginginkan lebih dari sentuhan seperti ini. Haduh! Suaminya ini kenapa mendekati Luna dengan masih bertelanjang dada sih,
Luna langsung merasakan kegugupan yang luar biasa saat melihat keluarga besar suaminya berkumpul di ruang tengah yang sanga luas itu, pantas tadi Laksa memilihkan gaun ini untuk Luna, dia pasti tak ingin penampilan Luna yang memang jauh berbeda dengan orang-orang di sekitar Laksa semakin mencolok. Sampai sekarang dia bahkan masih kesulitan mencari warna lipstik yang sesuai untuk kulitnya, yang tidak pucat tapi juga tidak terlalu mencolok mata. Laksa memang bilang dia menyukai Luna yang tidak memakai make up tebal, tapi dia juga bukan orang bego yang sama sekali buta kalau Laksa pasti menginginkan dia bisa berdandan dengan baik dan tidak mempermalukan laki-laki itu saat menentengnya ke kondangan misalnya, mengingat mantan kekasih Laksa yang seorang model internasional. Luna menghela napas dalam, dia celingukan mencari suaminya yang tadi digeret Dirga entah kemana meninggalkan dia sendiri. Sekarang apa yang harus dia lakukan, dia tak mengena
Hari ini Luna bangun kesiangan lagi, sudah menjadi kebiasaannya sejak berhenti bekerja, dia menjadi istri super pemalas yang pernah ada di muka bumi ini, padahal tadi malam dia selalu berniat untuk bangun lebih awal dan menyiapkan semua kebutuhan Laksa seperti dulu. Dengan sedikit tergesa dia bangun dari tidurnya dan memperbaiki penampilannya, setidaknya dia tidak membiarkan rambutnya megar seperti rambut singa. Bunyi notifikasi ponsel menghentikan gerakan Luna yang akan membuka lemari pakaian. Akan tetapi Luna mengabaikannya, mungkin pesan dari Vira atau ayahnya, dia bisa melihatnya sebentar lagi. Hidup ini memang selalu berputar seperti roda kadang ada di atas kadang ada di bawah, begitulah yang kata pepatah yang pernah Luna dengar. Dan sepertinya itu memang benar, baru saja kemarin dia merasakan kebahagiaan bertambah dekat dengan sang suami dan juga kebahagiaannya bertambah dengan rencana keluarga suaminya yang akan mengadakan pesta untuk pernikah
Keterangan Luna tadi pagi langsung ditanggapi Laksa dengan serius, sebagai pimpinan dia merasa kecolongan, dia bahkan melupakan detail siapa perusahaan yang biasa bekerja sama dengan hotel tempatnya bekerja. Pengadaan makanan dan minuman kemasan memang mereka lakukan sebagai suprt untuk orang-orang yang menyewa hotel mereka untuk acara tertentu, memang bukan hal yang krusial tentu saja, tapi cukup membuat Laksa was-was, apalagi sejarah panjang mereka yang buruk di masa lalu. Laksa memasuki kantor divisi pembelian yang terletak di sebelah selatan kantornya sendiri, para pegawai yang baru saja bersiap-siap untuk melakukan rutinitas pagi mereka tentu saja terkejut, biasanya Laksa hanya melihat sepintas lalu pada divisi mereka, karena divisi ini sendiri sudah dipimpin oleh orang lama dari jaman kakeknya. “Apa Pak Bagja sudah datang?” tanya Laksa pada sekretaris yang terlihat masih muda itu, gadis itu memandang Laksa dengan melongo. “Mbak,” pan
Luna dulu sering tak mengerti kenapa para sepupunya yang akan menikah terlihat sangat khawatir dan tegang, padahal sebagai perempuan dia hanya perlu duduk manis sambil cengar cengir menyalami tamu yang datang, tapi sekarang dia merasakan sendiri perasaan tegang dan khawatir itu. Bahkan dia sampai ditegur oleh penata rias yang mendandaninya karena tak bisa dia saat dirias. “Kamu kenapa, gelisah gitu? Jangan bilang kamu takut Laksa kabur dari acara? Ya ampun Lun, kalain itu sudah suami istri dan ini hanya pesta yang tertunda, dia tak mungkin sebego itu mempermalukan dirinya dan keluarganya dengan kabur saat resepsi pernikahan,” cerocos Vira yang hari ini memang sengaja datang pagi-pagi untuk menemani Luna dirias. Luna menatap sahabatnya yang sok tahu itu dengan sebal. “Aku bukan takut hal itu.” “Lalu?” “Nggak tahu, rasanya deg degan terus dari tadi, khawatir ada yang tidak beres.” “Ckkk itu hanya perasaanmu saja, jadi t
Malam itu Luna akhirnya bisa kembali tidur dalam pelukan Laksa, suaminya, pelukan hangat yang selama seminggu ini sangat dia rindukan, Luna dengan rakus menghirup aroma suaminya ini. dalam hati dia sangat tak rela jika harus kehilangan pelukan hangat ini. Laksa mengeratkan pelukannya pada tubuh sang istri, dia sangat bersyukur hari ini bisa kembali memeluk Luna setelah satu minggu hanya memeluk guling. “Senangnya bisa peluk kamu lagi,” bisik Laksa lembut. Luna hanya mampu membalas dengan semakin membenamkan keplanya di dada sang suami. “Apa semuanya akan baik-baik saja, maksudku dengan keterangan yang kita berikan tadi?” Laksa hanya mengangkat bahu. “Setidaknya kita sudah berusaha menjelaskan semuanya, lagipula aku sebenarnya tidak peduli orang lain percaya atau tidak, aku hanya ingin kamu nyaman di sisiku.” “Terima kasih.” “Untuk apa?” “Untuk semuanya, mau membersihkan namaku dan juga mau menjad
Suasana langsung heboh begitu sang mama berteriak panik saat Luna langsung ambruk di pangkuannya. Sang papa yang memang duduk di sebelah sang mama sigap menopang tubuh menantunya itu dan mengangkatnya. Sedangkan sang kakek sigap berteriak memanggil sopir supaya menyiapkan mobil. Sedangkan Laks hanya mampu berdiri di sana, menatap nanar tubuh istrinya dalam gendongan sang papa, dia ingin segeraa menghampiri Luna tapi kakinya seolah tak mampu bergerak, tubuhnya lemas seolah tak bertulang, apalagi saat mendengar teriakan sang mama kalau Luna pendarahan. Tidak... Luna akan baik-baik saja. Ini Hanya kesalapahaman. Demi TUhan dia memang bersalah telah menemui Raya di belakang LUna, tapi sungguh tidak ada niatan Laksa untuk mencurangi Luna sedikit pun. "Apa yang kamu lakukan bantu papamu!" teriak sang kakek sambil melempar Laksa dengan segelas air mineral yang memang ada di dekatnya. Mendapat bentakan itu tulang di tubuh Laksa seolah kembali, dia berlaari lintang pukang mendekati Luna
Laksa membalikkan sendok makannya tanda kalau dia sudah selesai makan. “Kakak masih marah tentang aku yang ngobrol dengan kak Vano? Kami hanya-“ “Aku mengerti. Maaf aku hanya takut kamu lebih nyaman ngobrol dengannya daripada denganku.” “Kenapa kakak mikir begitu?” Laksa menggelengkan kepalanya itu tidak penting lagi untuk sekarang. “Kamu percayakan kalau aku sayang kamu dan tidak akan menyakitimu secara sengaja?” Luna mengangguk. “Setelah hubungan kita membaik dan aku putus dengan Raya lima bulan yang lalu aku tidak pernah bertemu dengannya sampai minggu lalu.”“Aku tahu, dia ada di luar negeri dan kakak selalu pulang tepat waktu jadi tidak mungkin menemuinya.” “Benar.” “Lalu?” “Dia tadi mengajakku bertemu di restoran, maaf aku tidak mengatakannya padamu tadi,” kata Laksa pelan dengan kepala masih menunduk dalam, dia tidak ingin terjadi kesalahpahaman. Raya dan keluarganya pasti akan
“Maaf, sayang aku terlambat pulang,” kata Laksa pada Luna yang menyambutnya di teras depan. Luna tersenyum mencoba memahami kalau suaminya memang punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, bukan untuk yang lain. Meski tak bisa dipungkiri ada resah yang dia rasakan hari ini. “Kakak sudah makan malam?” Ya Tuhan bagaimana dia bisa makan malam dalam keadaan seperti ini, pikirannya penuh dengan rasa bersalah dan khawatir pada Luna. “Kamu sendiri sudah makan?” Luna menggeleng yang membuatnya menghela napas panjang. Dia menatap arloji di tangannya. Jam setengah sembilan malam, belum terlalu malam memang meski tetap saja terlambat. “Kalau begitu kita makan sekarang.” “Tapi kalau kakak sudah makan, jangan dipaksakan nanti perutnya sakit.” Laska tersenyum dan membelai lembut kepala sang istri. “Aku juga belum makan, tadi ada masalah sedikit dan langsung pulang.” “Baiklah, aku siapkan makan malam dul
Laksa kembali melanjutkan pekerjaannya, hari dia memang sengaja pulang lebih lambat karena banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Keberhasilannya tadi menggaet investor membuat semangat kerjanya melambung tinggi, lagi pula dia juga sudah mengirim pesan pada Luna kalau akan pulang terlambat. Ketukan pintu membuatnya mendongak sebentar sebelum berteriak. “Masuk.”Dan sang asisten masuk dengan terburu-buru. “Maaf, Pak. Apa bisa saya pulang lebih dulu. Ibu saya masuk rumah sakit,” katanya dengan wajah khawatir. Laksa mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Tentu saja, kamu bisa pulang lebih dulu aku hanya akan menyelesaikan laporan ini.” “Terima kasih, Pak.” “Semoga ibumu baik-baik saja.” Sang asisten menggangguk dan mengaminkan sebelum pamit pergi. Laksa sedikit meregangkan tangannya mengusir rasa kaku karena terlalu lama duduk. Pekerjaannya hampir selesai lagi pula dia sudah berjanji pada Luna ak
Laksa duduk dengan punggung tegak. Di depannya seorang laki-laki paruh baya yang rencananya akan melakukan investasi pada salah satu program yang akan diadakan hotelnya. Setelah hampir dibuat gila karena kelakukan mantan pacarnya, Laksa harus memacu mobilnya gila-gilaan untuk mengejar waktu yang sudah sangat mepet, dia bahkan tak peduli dengan umpatan yang dia terima dari pengguna jalan lainnya. Untungnya sang investor juga datang sedikit terlambat, jadi dia masih punya waktu untuk sekedar membaca ulang apa yang akan dia presentasikan nanti, meski dia yakin sudah hapal betul dengan apa yang akan dia katakan nanti tapi dalam keadaan setengah gila karena mantan pacarnya yang lagi-lagi berulah, otaknya bisa melenceng kemana-mana dan Laksa tak mau investor yang telah lama dia incar akan lepas begitu saja karena ketidakprofesionalannya. “Terima kasih bapak sudah bersedia datang,” kata Laksa membuka percakapan dengan basa-basi. “Sama-sama, pak. Saya sangat tertarik dengan beberapa progr
Akhirnya Laksa hanya bisa menanyakan kegiatan sang istri hari ini, tanpa menyatakan dimana dirinya sekarang berada, tapi dia berjanji akan mengatakan semuanya setelah sampai di rumah, banyak hal yang harus mereka bicarakan tapi Laksa butuh suasana yang tenang. Saat seorang perawat memangil keluarga Raya serempak dia dan sang manager restoran berdiri, mereka lalu diarahkan untuk menemui dokter paruh baya yang sangat dikenal Laksa. “Apa anda berdua keluarganya?” “Saya manager restoran tempat ibu Raya pingsan, saya hanya ingin memastikan kalau pingsannya ibu Raya ada sangkut pautnya dengan restoran kami atau tidak.” Sang dokter mengangguk mengerti meski begitu dia melirik pada Laksa yang hanya berdiri diam di depannya. “Saya bisa memastikan kalau ibu Raya pingsan bukan karena makanan dan minuman yang dia makan tapi karena stress dan tertekan, syukurlah untuk janin yang dia kandung baik-baik saja.” “Jadi dia benar hamil, Dok?”
Laksa langsung mendekati Raya, dia memang tidak tahu apapun tentang pertolongan pertama pada orang sakit , jadi yang bisa dia lakukan adalah memastikan Raya masih bernapas dengan tangannya yang gemetar. Bagaimanapun Raya pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya dan juga sebagai sesama manusia tentu saja Laksa tak bisa meninggalkannya begitu saja. “Tolong segera kirim ambulance, seorang wanita tiba-tiba pingsan.” Laksa lalu menyebutkan alamat restoran ini. Tak lama kemudian manager restoran tiba-tiba muncul entah siapa yang memberitahunya, tapi kemunculan sang menager berhasil meredam kehebohan yang ada. “Apa yang terjadi, pak?” tanya sang manager ramah dan berusaha tenang meski Laksa tahu ada getar dalam suara laki-laki itu. “Saya juga tidak tahu kami baru saja selesai bicara dan saya sudah akan pergi tapi tiba-tiba saja dia terjatuh,” kata Laksa menjelaskan sesingkat mungkin. Seorang pelayan wanita masuk dan meletakkan
“Sudahlah yang penting aku menemuinya hanya untuk menyelesaikan masalah saja.” Laksa tak menyadari kalau keputusan yang dia ambil kini akan berdampak besar pada kehidupan pernikahannya kelak. “Aku akan keluar sebentar,” kata Laksa pada asistennya. “Tapi pak jam tiga kita ada pertemuan dengan seorang investor.” “Aku akan kembali sebelum itu.” Asisten itu terlihat bimbang, tapi tak mungkin dia melarang bosnya apalagi Laksa sudah masuk ke dalam lift. “Semoga bapak bisa kembali tepat waktu dan tidak ada masalah lagi kedepannya,” gumam sang asisten entah mengapa dia memiliki firasat buruk. Laksa memasuki restoran jepan yang dulu menjadi favorit Raya setiap kali mereka bertemu. Seorang pelayan memakai pakaian tradisional jepang menyambut Laksa di depan pintu setelah Laksa mengatakan akan bertemu dengan Raya. “Akhirnya kamu datang juga.” Laksa melirik jam tangannya mengisyaratkan kalau dia
Tidak banyak waktu yang tersisa untuk Laksa dalam meyiapkan event besar yang akan diadakan di hotelnya. Tanda tangan kontrak memang sudah dilakukan dan pihak penyelenggara memberikan beberapa syarat yang harus manageman hotel penuhi terkait dengan sarana dan prasarana yang akan digunakan. Tumpukan dokumen laporan berserakan di meja kerjanya menunggu untuk dikerjakan. Bukan tanpa aasan dia bekerja sekeras ini, dia hanya ingin membuktikan pada semua orang dia bukan hanya beruntung mewarisi semua kekayaan ini, tapi dia juga punya kemampuan untuk membawa kemajuan usaha yang telah dirintis kakeknya dan juga Laksa ingin membuktikan meski dia lahir dari rahim wanita yang gila harta, tapi dia berbeda dengan ibunya. Itu juga salah satu alasan dia akan tetap setia pada istrinyaa, di samping rasa yang mulai tumbuh subur di hatinya. "Maaf, pak. Ada telepon untuk bapak," suara asistennya terdengar dari interkom yang terhubung antar ruangan. "Dari siapa?" Sang asisten terdengar menghela napas