Share

38. Amukan Widya

Penulis: Yetti S
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Memangnya kenapa, Tan? Kok Tante kayaknya marah sekali sama Pak Andhika,” ucap Mutia di seberang sana dengan nada cemas.

“Dia rupanya mengontrak Hana untuk jadi istrinya selama satu tahun. Memangnya anak Tante sebuah rumah yang bisa dikontrakkan? Enak saja dia. Setelah selesai maunya, anakku dilemparkan ke jalan seperti sampah,” omel Widya.

“Tunggu dulu deh, Tan. Ini sebenarnya ada apa sih?”

“Hana pulang ke rumah, Mutia. Dia difitnah dengan sangat keji. Dia dilucuti pakaiannya saat dia tidur. Kurang ajar kan ini. Kalau sudah nggak mau sama Hana, ya bilang saja. Nggak usah membuat fitnah segala yang bikin nama Hana jadi jelek di matanya,” sahut Widya dengan napas memburu saking emosinya.

“Hah?! Pak Dhika melucuti pakaian Hana dan membuat fitnah, begitu?” tanya Mutia memastikan.

“Siapa lagi kalau bukan dia?! Di rumahnya nggak ada siapa-siapa kok. Dia pasti sudah menyuruh orang, makanya bebas masuk ke dalam rumahnya. Bahkan sampai masuk ke kamarnya di saat Hana tidur. Kurang ajar kan it
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Untuk Sang CEO   39. Pertemuan Tak Terduga

    Kedua bola mata Widya membulat, ketika melihat pria paruh baya yang kini mematung di ambang pintu. Dia lalu menatap Andhika dan Aryo bergantian, kemudian menghela napas panjang ketika melihat ada kemiripan di antara keduanya.“Jadi dia ini anak kamu, iya?” ucap Widya dengan mata yang memicing.“Iya, Wid. Andhika adalah anak sulungku. Dia menggantikan posisiku memimpin perusahaan ini, karena kesehatanku yang mengharuskan aku banyak istirahat di rumah. Tapi, aku selalu datang kemari kalau ada rapat pemegang saham,” sahut Aryo. Dia lalu menutup pintu dan melangkah masuk mendekati Widya. Dia lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita itu. “Apa kabar, Wid? Senang bertemu kembali denganmu.”Widya menyalami Aryo sekilas. Dia menyentuh tangan pria itu hanya di ujung jemari nya saja. Selebihnya dia turunkan kembali tangannya itu.“Oh, jadi like father like son. Pantas saja kelakuan dia sangat biadab, karena ternyata kelakuannya itu menurun darimu. Nggak heran!” sahut Widya ketus

  • Wanita Untuk Sang CEO   40. Email

    “Untuk apa kamu kemari, Mas?”“Aku ingin bicara sama kamu. Biarkan aku masuk, Han. Nggak enak kalau pembicaraan kita didengar oleh orang lain,” ucap Andhika dengan tatapan memohon pada wanita yang masih sah sebagai istrinya.Hana terdiam sejenak. Akhirnya dia membiarkan suaminya untuk masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa di ruang tamu. Kini mereka duduk saling berhadapan, yang hanya dibatasi oleh meja.“Langsung saja ngomong pada intinya, Mas. Jangan lama-lama di sini karena nggak ada orang di rumah. Apa kata orang nanti kalau tahu aku menerima tamu laki-laki di rumah di saat ibu dan adikku nggak ada? Meskipun menurutmu aku ini wanita murahan, tapi di lingkungan sini mereka mengenalku sebagai wanita baik-baik,” cetus Hana, yang membuat Andhika menghela napas panjang dan mengusap wajahnya kasar.Andhika menatap Hana dengan tatapan penuh penyesalan. Sedangkan Hana memalingkan muka, menatap ke arah teras.“Han, aku ini kan suami kamu. Tetangga kamu juga tahu kok kalau aku ini suami ka

  • Wanita Untuk Sang CEO   41. Foto Bersama

    “Han, benar perkiraan Ibu tadi?” tanya Widya hati-hati.Hana tetap bungkam dan menundukkan wajahnya. Kedua tangannya pun saling bertaut, memilin satu sama lain.Widya menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Dia menggenggam jemari anaknya yang terasa dingin. Tak perlu jawaban dari Hana pun, Widya sudah tahu kalau anaknya itu mencintai Andhika.“Kalau kamu mencintai dia, kenapa nggak berusaha melupakan kejadian itu? Kamu bilang, tempo hari Andhika datang kemari untuk mengajak kamu kembali ke rumahnya. Kalau kamu suka sama dia, kenapa nggak ikut saja? Kalian bisa mulai lagi dari awal. Saat di kantornya, Andhika terlihat kalau dia sangat menyesal dengan kata-katanya yang dia katakan ke kamu. Kelihatannya sih dia sungguh-sungguh menyesal. Terbukti kan dengan kehadirannya kemarin lusa,” ucap Widya, yang membuat Hana mengangkat wajah dan menatapnya dengan tatapan penuh tanya.“Ibu ke kantor Mas Dhika? Kapan? Untuk apa?”Kini giliran Widya yang bungkam. Wanita paruh baya

  • Wanita Untuk Sang CEO   42. Merantau

    Setibanya di rumah Hana, Andhika memapah sang istri masuk ke dalam rumah. Dia juga menemani Hana di dalam kamar. Andhika mencoba untuk menggenggam jemari istrinya, namun dengan cepat Hana menepis tangannya.“Kamu sebaiknya pulang, Mas. Aku mau ganti baju dan istirahat supaya pusingku ini segera hilang, setelah aku tidur.”“Kalau mau ganti baju, silakan saja! Aku kan suami kamu, Han. Lagi pula aku sudah tahu kok isi di balik kebaya itu,” sahut Andhika dengan senyum nakal terbit dari bibirnya.Hana langsung melempar guling ke arah suaminya seraya berkata, “Jangan ungkit soal itu lagi! Anggap saja semua itu sebuah mimpi. Aku ini kan seorang jalang, wanita murahan yang kebetulan terikat perjanjian nikah kontrak sama kamu!”Hati Andhika mencelos mendengar penuturan Hana. Dia menghela napas panjang dan menatap Hana dengan tatapan sendu.“Sekali lagi, aku minta maaf. Aku menyesal telah melontarkan kata-kata itu padamu. Aku sangat emosi saat itu, Han. Tolong maafkan aku.”“Sudahlah, Mas. Lebi

  • Wanita Untuk Sang CEO   43. Mual

    Hana dan Mutia sudah tiba di Singapura. Mereka langsung menuju ke apartemen yang sudah Mutia sewa untuk satu tahun lamanya.“Wah, Mbak Mutia keren banget. Menyewa apartemen sebagus ini,” ucap Hana ketika mereka sudah tiba di apartemen.“Aku kan gerak cepat, Han. Setelah kamu hubungi, aku langsung ke Singapura. Makanya aku nggak bisa datang di acara wisuda kamu. Kamu suka kan dengan apartemen ini?” sahut Mutia.“Suka dong, Mbak. Semoga kita betah di sini. Oh ya, mengenai uang sewanya bagaimana? Apa sudah lunas atau dibayar setengahnya dulu? Aku akan ganti uangnya Mbak Mutia,” ucap Hana serius.“Aku bayar setengahnya dulu, nanti sisanya setelah kita tinggal di sini. Ini tanda terimanya, Han.” Mutia lalu membuka tas miliknya dan merogoh secarik kertas, kemudian dia perlihatkan pada Hana.Hana memperhatikan secarik kertas itu yang merupakan tanda terima pembayaran sewa apartemen. Dia mengangguk dan menyerahkan kembali kertas itu pada Mutia.“Seperti biasa, Mbak Mutia saja yang simpan, ya,

  • Wanita Untuk Sang CEO   44. Pingsan

    Mutia akhirnya mengalah. Dia menuruti saja kemauan Hana. Mungkin saat ini Hana masih sakit hati pada suaminya, sehingga sulit untuk melunak hatinya. Mungkin suatu saat nanti, pikiran Hana akan berubah. Bukankah setiap manusia bisa saja berubah hati dan pikirannya? Begitu setidaknya menurut Mutia.“Ok deh, Han. Aku ikuti saja apa mau kamu. Aku berharap kamu mendapatkan yang terbaik. Aku sudah selesai sarapan. Sekarang cepat kamu selesaikan sarapannya, supaya kita bisa berangkat sekarang,” ucap Mutia yang diangguki oleh Hana.Hana berusaha menghabiskan sarapannya walaupun rasanya sulit, karena dia selalu mual apabila makanan masuk ke dalam mulutnya.“Aku nggak bisa habiskan sarapannya, Mbak. Maaf kalau hanya separuh saja, karena aku takut keluar lagi makanan yang sudah aku makan. Jadi terasa sia-sia saja nanti,” sahut Hana, yang lantas mendorong piring menjauh darinya.“Ya sudah, nggak apa-apa. Yang penting perut kamu ada isinya. Sini biar aku buang sisanya. Sisanya tinggal sedikit juga

  • Wanita Untuk Sang CEO   45. Positif

    Keadaan di studio foto seketika menjadi panik. Dua orang staf agensi itu segera membopong tubuh Hana ke sebuah sofa. Sedang pengarah gaya, memberi instruksi untuk menghentikan aktivitas sementara waktu. Dia lalu melangkah keluar studio menuju ruangan David, dan mengetuk pintu ruangan itu.“Masuk!” terdengar suara David dari dalam ruangannya.Pengarah gaya itu masuk dan duduk di kursi di depan meja pemilik agensi itu.“Pak David, model yang baru bergabung dengan kita, pingsan di saat pemotretan sedang berlangsung,” ucap pengarah gaya itu.Wajah David tampak menegang. “Siapa yang pingsan?”“Hana.”David tanpa berkata lagi, langsung beranjak dari kursi kebesarannya dan melangkah menuju pintu.Pengarah gaya yang ditinggalkan begitu saja oleh David merasa bingung, karena sikap David yang tak seperti biasanya.“Aneh sikap si bos. Biasanya kalau ada yang sakit atau pingsan, selalu memerintahkan agar segera membawa ke rumah sakit. Tapi, sekarang ini dia turun tangan secara langsung,” gumam pe

  • Wanita Untuk Sang CEO   46. Pelajaran

    Noval tiba di kantor Andhika tiga puluh menit setelah sambungan telepon mereka berakhir. Dia berjalan dengan langkah lebar menuju ke ruangan pria itu. Tiba di depan pintu, dia sudah disambut oleh sekretaris Andhika.“Silakan masuk, Pak! Bapak sudah ditunggu dari tadi oleh Pak Dhika.”“Terima kasih,” sahut Noval. Dia lalu membuka pintu ruangan Andhika, dan terkejut mendapati seorang pria duduk di kursi di hadapan Andhika.“Eh, Noval. Masuk sini dan duduk di kursi itu! Aku sudah menyiapkan untuk kamu,” titah Andhika.Noval tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia lalu melangkah ke dalam ruangan, kemudian duduk di kursi yang ditunjuk oleh Andhika.“Ada apa, Pak Dhika? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Noval setelah dia duduk di kursi, bersebelahan dengan Romi.“Iya. Kamu harus membantu aku dengan menjawab semua pertanyaan yang aku ajukan dengan jujur!” tegas Andhika dengan tatapan tajam tertuju pada Noval.Noval yang ditatap Andhika dengan tatapan tajam, merasa grogi juga. Rasa bersalah

Bab terbaru

  • Wanita Untuk Sang CEO   121. Extra Part

    Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja

  • Wanita Untuk Sang CEO   120. Extra Part

    Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo

  • Wanita Untuk Sang CEO   119. Extra Part

    Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k

  • Wanita Untuk Sang CEO   118. Extra Part

    Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari

  • Wanita Untuk Sang CEO   117. Extra Part

    Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi

  • Wanita Untuk Sang CEO   116. Extra Part

    Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya

  • Wanita Untuk Sang CEO   115. Extra Part

    Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng

  • Wanita Untuk Sang CEO   114. Extra Part

    Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau

  • Wanita Untuk Sang CEO   113. Extra Part

    Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me

DMCA.com Protection Status