"Aku akan menghamili adikmu tercinta, lalu ... boom!! Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya, bukan? Sama persis seperti yang kau lakukan kepada istriku," ujar Evan yang semakin membuat Julian bertambah geram.
Julian meremas gagang pistolnya, wajahnya berubah merah padam dan rahangnya mengeras seiring amarahnya yang kian membesar terhadap Evan. Lelaki berjambang tipis dengan tubuh tinggi kekar itu tak rela jika adik perempuannya disakiti atau digunakan oleh musuhnya sebagai senjata untuk melawan dirinya dan membuatnya tidak berdaya seperti seorang pengecut.
Julian secepat kilat menyerang Peter dengan memukulkan gagang pistolnya ke kepala serta punggung anak buah Evan hingga ambruk di atas tanah, kaki kuat nan kokohnya dengan cepat menginjak punggung Peter beberapa kali seperti hendak meremukkan seluruh tulang sang pria.
"Kau tidak akan pernah bisa melakukannya, Evan!!" Ujar Julian.
"Jangan menantangku atau kau akan menyesal," timpal Evan seraya mengambil pisau lipat dari kantong celananya lalu meletakkannya ke leher jenjang Iris.
Adegan saling mengancam dengan menggunakan sandera dari kedua kubu terjadi akan tetapi Evan tidak gentar sama sekali ketika Julian menggunakan Peter sebagai sandera dan justru membuatnya semakin menggila. Ujung pisau milik Evan menancap di leher Iris hingga perlahan darah segar mulai mengucur membasahi kulit mulus wanita tawanan si mafia kejam.
"Cepat pergi dari kediamanku atau leher adikmu yang cantik ini akan aku koyak dengan pisauku," usir Evan.
"Kak Julian ...." Iris mengerang kesakitan tak tahan lagi dengan siksaan Evan, ia menaruh harapan yang sangat besar kepada sang kakak untuk bisa menolong dan membawanya pergi dari neraka yang membuatnya sangat depresi dan terhina karena terus mendapatkan pelecehan dari Evan.
"Fuck you, Evan!!" Umpat Julian. "Aku bersumpah akan menghancurkanmu dan seluruh klan Luciano dari muka bumi ini jika kau berani menyentuh atau menyakiti Iris," imbuhnya.
"Oh, ya? Kita lihat saja nanti," ucap Evan.
"Akkkh," erang Peter ketika punggungnya kembali diinjak oleh Julian seperti puntung rokok yang diinjak ke tanah sampai lumat.
Julian berjalan pergi meninggalkan kediaman Luciano dengan wajah kecut setelah dipecundangi oleh musuh bebuyutannya.
"Julian, kenapa kau pergi begitu saja seperti pengecut? Kau bisa menghabisi Evan sekarang juga lalu mengambil Iris dari tangan Evan," protes Henry, paman Julian dan Iris.
Julian masuk ke dalam mobil lalu berkata. "Apakah paman tidak melihat kondisi Iris?! Kalau aku tetap nekat melawan Evan maka si keparat sialan itu akan semakin melukai Iris!!"
"Iris hanya terluka sedikit dan tidak akan mengambil nyawanya!! Kau akan terus-terusan menjadi dipecundangi kalau tidak segera mengambil tindakan," kesal Henry.
"Beri aku waktu, paman!! Jangan terus-terusan mendesakku, Richard baru saja meninggal dan otakku masih belum bisa berpikir jernih," bentak Julian.
"Dasar anak bodoh!! Posisimu akan semakin sulit kalau Iris benar-benar dihamili oleh Evan!! Pakai otakmu, Julian!! Dasar bodoh," maki Henry kesal.
"DIAM, PAMAN!! Jangan katakan hal menjijikkan itu," hardik Julian. "Aku pasti bisa mengambil Iris dari cengkeraman Evan," ujarnya dengan penuh penegasan.
****
Sementara itu.
"Kak Julian, jangan tinggalkan aku ...." Iris menangis tersedu-sedu melihat sang kakak pergi meninggalkannya sendiri di kediaman Luciano yang terasa seperti neraka baginya.
Iris diseret masuk ke dalam kamar oleh Evan dan tubuhnya dilemparkan ke atas ranjang, tidak ada kelembutan sama sekali di setiap perlakuan yang ia dapatkan dari sang pimpinan mafia dan yang ia bisa lakukan hanyalah menangis sambil memegangi lehernya yang terus mengeluarkan darah.
"Duduk di sampingku," titah Evan sambil mengeluarkan antibotik serta obat-obatan lainnya dari kotak P3K
"Kau benar-benar berengsek!! Tadi kau melukaiku dan sekarang kau malah berpura-pura baik dengan mengobati lukaku," maki Iris.
"Jangan membuatku marah atau kau akan menyesalinya," ancam Evan sambil menarik kasar lengan lengan langsing Iris dan mendudukkannya di tepi ranjang tapi wajahnya malah diludahi sehingga amarahnya langsung meledak.
Evan mendorong kasar dua sisi bahu Iris hingga wanita cantik itu terhempas di ranjang, dadanya naik-turun tidak beraturan dan wajahnya merah padam menahan kemarahan yang teramat sangat atas penghinaan adik Julian tersebut. Evan yang tadinya ingin mengobati luka di leher Iris mengurungkan niatnya bahkan ia membanting kotak P3K hingga obat-obatan di dalamnya berceceran di lantai.
"Bitch!! Keluarga Marchetti memang tidak pantas untuk dikasihani," umpat Evan penuh emosi.
Evan menggendong paksa Iris masuk ke dalam kamar mandi lalu memasukkannya di dalam bathtub yang ia isi dengan air dingin, ia merobek baju sang wanita dan tangannya dicengkeram kuat saat ia hendak menarik bra yang dikenakan Iris.
"Evan, maafkan aku!! Lukai saja tubuhku tapi tolong jangan hina harga diriku lagi dengan menelanjangi tubuhku," pinta Iris sambil menangis mempertahankan pakaian dalamnya yang hendak dikoyak oleh Evan.
"Mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa dan hinaan yang telah kau berikan kepadaku barusan akan kubalas dengan hinaan," ujar Evan yang dengan liar menelanjangi tubuh Iris.
"Evan, ampun!! Maafkan aku, maaf!! Jangaan," teriak Iris.
Bersambung.
"Evan!! Maafkan aku, maafkan aku!! Jangan telanjangi aku." Iris memeluk tubuhnya sendiri dan berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan kedua tangan serta duduk meringkuk di sudut bathtub.Evan memegang dagu Iris dengan kasar setelah ia selesai melepas paksa semua baju yang menempel di tubuh sang gadis, matanya melotot dan dari pancaran sinar matanya menunjukkan rasa dendam serta amarah saat melihat kemiripan wajah Iris dengan wajah musuh bebuyutannya, yakni Julian."KALAU KAU INGIN MENYELAMATKAN HARGA DIRI DAN TUBUHMU MAKA KAU HARUS PATUH DENGAN SEMUA PERINTAHKU!! Aku tidak akan segan-segan menyakitimu kalau kau berani membangkang," bentak Evan sambil membanting botol sabun dan isi di dalamnya meluber ke lantai. "APA KAU MENGERTI?!" Tanyanya dengan penuh penegasan."Aku mengerti ... maafkan aku, aku akan mematuhi se ... semua perintahmu," jawab Iris sambil menangis tersedu-sedu."Tetap berendam di sini sampai aku datang dan mengizinkanmu keluar dari bathtub, apa kau mengerti?!" Evan
"iris, Iris!! Buka matamu," seru Evan sambil terus memberi napas buatan serta menekan dada Iris. "Damn!! Buka matamu, Iris!! Kau tidak boleh mati," lanjutnya.Iris terbatuk-batuk sambil memuntahkan semua air yang tertelan dari mulutnya, dengan keadaan setengah tersadar tubuhnya diangkat oleh Evan dan dibawa kembali ke kamar lalu direbahkan di atas ranjang."Jangan buka," lirih Iris sambil mempertahankan pakaian dalamnya agar tidak dilucuti Evan dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki.Namun, tidak ada satu pun yang bisa menghentikan Evan saat ini bahkan tangisan Iris sekalipun karena sejatinya hati Evan sudah membeku laksana gunung es kokoh yang tidak akan pernah bisa dihancurkan oleh apa pun ataupun siapa pun.Evan menelanjangi tubuh Iris agar ia bisa mengganti pakaian sang wanita akan tetapi Evan tiba-tiba terhenti, jatungnya berdebar kencang dan ia menelan salivanya saat ia menatap keindahan tubuh Iris yang membius kesadarannya. Tubuh Evan bergerak perlahan mendekati tubuh Iris, dik
"IRIS, BUKA PINTU!!"BRAAAK!! BRAAAK!! Evan seperti orang kesetanan yang terus mendobrak pintu kamar mandi untuk memberikan si gadis sombong dari klan Marchetti sebuah pelajaran karena telah berani menghina mendiang Freya. Kekuatan dobrakannya bertambah semakin besar hingga membuat seluruh dinding bergetar hebat dan pintu kamar mandi yang terbuat dari kayu jati mulai retak.Tangis Iris pecah dan ia memeras otaknya mencari cara untuk memblokade pintu yang hampir jebol, ia melihat sebuah meja dan ia berdiri cepat menyambar jubah mandi yang ia kenakan untuk menutupi tubuh moleknya. Iris berusaha sekuat tenaga menggeser meja kecil yang akan ia gunakan untuk mengganjal pintu agar tidak bisa ditembus oleh Evan."FUCK!!" Teriak Evan kencang sambil terus mendobrak pintu.Namun, meski Iris sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghalangi pintu dari dobrakan Evan akan tetapi tenaga dan kekuatan sang pimpinan mafia itu tetap tidak bisa ditandingi. Pintu yang terlihat kokoh dan telah diganjal oleh
"Kau harus mati, Evan!! Hiyaaa," pekik Iris saat ia menghujam pecahan kaca ke tubuh Evan dengan mata tertutup.TEPP!! Pergelangan tangan Iris dicengkeram erat oleh tangan kekar Evan yang tiba-tiba terbangun setelah mendengar suara Iris, lelaki bertubuh kekar itu merampas pecahan kaca dari tangan Iris dan tidak sengaja menggores telapak tangan sang gadis hingga berdarah."Berani sekali kau melakukan hal ini kepadaku!! Apa kau masih belum jera setelah keperawananmu aku renggut, huh?!" Bentak Evan sambil melempar pecahan kaca ke lantai.Evan mendorong kasar tubuh Iris hingga terjatuh ke ranjang lalu ia merangkak naik ke atas tubuh sang wanita yang kemudian ia tindih dengan tubuh kekarnya, wajahnya merah padam dan ia benar-benar marah karena perbuatan Iris yang mencoba membunuhnya sehingga berencana untuk memberikan pelajaran kepada tawanannya"Kau pantas mati!! Pergilah ke neraka menyusul istrimu," teriak Iris."Apakah hukumanku masih kurang, huh?! Apa kau ingin aku buat lemas dulu baru
"MEREKA BUKAN ANAK BUAH JULIAN, IRIS!! DASAR GADIS BODOH," hardik Evan yang marah besar melihat kecerobohan serta kebodohan yang dilakukan Iris sehingga tawanannya itu kini jatuh ke tangan musuh.Evan meremas rambut hitamnya yang tebal dan mulutnya tidak berhenti mengumpat kesal, tangannya sudah sangat gatal ingin segera menghabisi anak buah Edgar yang berani menapaki mansion megah miliknya. Namun, untuk saat ini Evan tidak bisa bertindak gegabah karena ia tidak ingin wanita tawanannya dilukai oleh anak buah Edgar yang terkenal sangat bengis dan tidak segan untuk menghabisi tawanannya."Apa yang dikatakan oleh Evan itu benar? Kalian bukan anak buah kak Julian?" Tanya Iris kepada pria yang sedang menyandera dirinya."Heeiizzhh!! Masih bertanya lagi, astaga!! Sebenarnya semua keluarga Marchetti itu benar-benar bodoh atau lugu, sih?" Peter malah ikut-ikutan Evan mengomeli Iris karena ia gemas dengan ulah sang gadis yang menurutnya sangat bodoh."Diam, jangan bicara lagi. Ikuti saja perin
"Korbankan Iris, Julian!! Kau sudah kehilangan Richard dan kau juga harus merelakan Iris agar Evan ataupun Edgar tidak lagi bisa menekanmu," ujar Henry.Dada Julian seketika panas dan wajahnya berubah merah padam setelah mendengar ucapan sang paman yang membuat darahnya mendidih, ia sudah kehilangan satu adik kesayangannya dengan tragis dan sekarang pamannya malah menyuruhnya untuk mengorban satu-satunya adik perempuan yang tersisa."Aku memang orang berengsek dan berhati iblis tapi aku tidak akan pernah mau mengorbankan adikku, paman!! Kau memang sudah gila, tua bangka!! Lebih baik kau yang mati daripada aku melihat Iris terluka," teriak Julian.Kemarahan Julian semakin menjadi-jadi bahkan ia membalik dan menendangi meja kerjanya hingga patah di semua bagian hanya untuk melampiaskan amarahnya, ia mengeluarkan pistolnya dan memilih untuk menembaki semua barang yang ada di depannya saat ia bernafsu ingin menembak kepala sang paman hingga hancur."JULIAN!! Apa kau sudah gila?!" Hardik H
"IRIS!! What the fuck!! Apa kau sudah gila?!" Evan berlari dan langsung menepis tangan sang gadis hingga botol pembersih porselen terjatuh ke lantai lalu menendang botolnya hingga ke ujung ruangan."Kau terlambat, Evan. Sebentar lagi aku akan terbebas dari kekejamanmu," ucap Iris sambil tersenyum bahagia dan beberapa detik kemudian ia terjatuh di pelukan Evan."DAMN!! Kau tidak boleh mati dan kau tidak akan mati secepat itu," ujar Evan yang langsung menggendong Iris keluar dari kamar. "SIMON, PAUL!!" Serunya memanggil anak buahnya.Suara Evan terdengar menggema hingga ke seluruh ruangan, tak hanya dua pengawal yang datang menghampiri tapi belasan orang yang mendengar seruan kencang sang pemimpin mafia kejam itu ikut datang mendekat."Ya, Tuan.""Simon, cepat siapkan mobil!! Paul, kau hubungi dokter Anderson dan katakan kepadanya aku akan datang ke rumah sakit dengan membawa pasien yang keracunan cairan pembersih lantai," titah Evan cepat."Baik, Tuan.""SARAH!! Cepat ambilkan satu bot
"FUCK YOU, HENRY!!" Umpat Evan yang memilih untuk menyelamatkan Iris ketimbang meladeni Henry yang memang berniat untuk mengulur waktu agar Evan tidak bisa menyelamatkan Iris."Tembak bajingan itu," titah Henry kepada anak buahnya."LINDUNGI TUAN EVAN!!" Seru Simon kepada rekan-rekannya yang lain hingga baku tembak antara dua kubu tak terelakkan.Evan berlari kencang mengejar brankar yang terus melaju menuju ke jalanan sambil terus menghindari tembakan anak buah Henry yang tertuju ke arahnya, perhatian pria bertubuh tinggi kekar itu hanya tertuju pada Iris sehingga ia tidak sempat membalas tembakan musuh dan hanya bisa menghindar agar tubuhnya tidak tertembus peluru.TIIIN TIIIN TIIIINN!! Sopir truk trailer terus membunyikan klakson untuk memperingatkan bahwa truck bermuatan kayu-kayu berukuran besar yang ia kendarai akan menabrak brankar dimana Iris sedang terbaring di atasnya. Sang sopir tidak bisa mengerem mendadak karena truk pasti akan oleng yang pastinya akan semakin membahayaka