Share

Bab 6. Penghinaan Untuk Iris.

"Aku akan menghamili adikmu tercinta, lalu ... boom!! Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya, bukan? Sama persis seperti yang kau lakukan kepada istriku," ujar Evan yang semakin membuat Julian bertambah geram.

Julian meremas gagang pistolnya, wajahnya berubah merah padam dan rahangnya mengeras seiring amarahnya yang kian membesar terhadap Evan. Lelaki berjambang tipis dengan tubuh tinggi kekar itu tak rela jika adik perempuannya disakiti atau digunakan oleh musuhnya sebagai senjata untuk melawan dirinya dan membuatnya tidak berdaya seperti seorang pengecut.

Julian secepat kilat menyerang Peter dengan memukulkan gagang pistolnya ke kepala serta punggung anak buah Evan hingga ambruk di atas tanah, kaki kuat nan kokohnya dengan cepat menginjak punggung Peter beberapa kali seperti hendak meremukkan seluruh tulang sang pria.

"Kau tidak akan pernah bisa melakukannya, Evan!!" Ujar Julian.

"Jangan menantangku atau kau akan menyesal," timpal Evan seraya mengambil pisau lipat dari kantong celananya lalu meletakkannya ke leher jenjang Iris.

Adegan saling mengancam dengan menggunakan sandera dari kedua kubu terjadi akan tetapi Evan tidak gentar sama sekali ketika Julian menggunakan Peter sebagai sandera dan justru membuatnya semakin menggila. Ujung pisau milik Evan menancap di leher Iris hingga perlahan darah segar mulai mengucur membasahi kulit mulus wanita tawanan si mafia kejam.

"Cepat pergi dari kediamanku atau leher adikmu yang cantik  ini akan aku koyak dengan pisauku," usir Evan.

"Kak Julian ...." Iris mengerang kesakitan tak tahan lagi dengan siksaan Evan, ia menaruh harapan yang sangat besar kepada sang kakak untuk bisa menolong dan membawanya pergi dari neraka yang membuatnya sangat depresi dan terhina karena terus mendapatkan pelecehan dari Evan.

"Fuck you, Evan!!" Umpat Julian. "Aku bersumpah akan menghancurkanmu dan seluruh klan Luciano dari muka bumi ini jika kau berani menyentuh atau menyakiti Iris," imbuhnya.

"Oh, ya? Kita lihat saja nanti," ucap Evan.

"Akkkh," erang Peter ketika punggungnya kembali diinjak oleh Julian seperti puntung rokok yang diinjak ke tanah sampai lumat.

Julian berjalan pergi meninggalkan kediaman Luciano dengan wajah kecut setelah dipecundangi oleh musuh bebuyutannya.

"Julian, kenapa kau pergi begitu saja seperti pengecut? Kau bisa menghabisi Evan sekarang juga lalu mengambil Iris dari tangan Evan," protes Henry, paman Julian dan Iris.

Julian masuk ke dalam mobil lalu berkata. "Apakah paman tidak melihat kondisi Iris?! Kalau aku tetap nekat melawan Evan maka si keparat sialan itu akan semakin melukai Iris!!"

"Iris hanya terluka sedikit dan tidak akan mengambil nyawanya!! Kau akan terus-terusan menjadi dipecundangi kalau tidak segera mengambil tindakan," kesal Henry.

"Beri aku waktu, paman!! Jangan terus-terusan mendesakku, Richard baru saja meninggal dan otakku masih belum bisa berpikir jernih," bentak Julian.

"Dasar anak bodoh!! Posisimu akan semakin sulit kalau Iris benar-benar dihamili oleh Evan!! Pakai otakmu, Julian!! Dasar bodoh," maki Henry kesal.

"DIAM, PAMAN!! Jangan katakan hal menjijikkan itu," hardik Julian. "Aku pasti bisa mengambil Iris dari cengkeraman Evan," ujarnya dengan penuh penegasan.

****

Sementara itu.

"Kak Julian, jangan tinggalkan aku ...." Iris menangis tersedu-sedu melihat sang kakak pergi meninggalkannya sendiri di kediaman Luciano yang terasa seperti neraka baginya.

Iris diseret masuk ke dalam kamar oleh Evan dan tubuhnya dilemparkan ke atas ranjang, tidak ada kelembutan sama sekali di setiap perlakuan yang ia dapatkan dari sang pimpinan mafia dan yang ia bisa lakukan hanyalah menangis sambil memegangi lehernya yang terus mengeluarkan darah.

"Duduk di sampingku," titah Evan sambil mengeluarkan antibotik serta obat-obatan lainnya dari kotak P3K

"Kau benar-benar berengsek!! Tadi kau melukaiku dan sekarang kau malah berpura-pura baik dengan mengobati lukaku," maki Iris.

"Jangan membuatku marah atau kau akan menyesalinya," ancam Evan sambil menarik kasar lengan lengan langsing Iris dan mendudukkannya di tepi ranjang tapi wajahnya malah diludahi sehingga amarahnya langsung meledak.

Evan mendorong kasar dua sisi bahu Iris hingga wanita cantik itu terhempas di ranjang, dadanya naik-turun tidak beraturan dan wajahnya merah padam menahan kemarahan yang teramat sangat atas penghinaan adik Julian tersebut. Evan yang tadinya ingin mengobati luka di leher Iris mengurungkan niatnya bahkan ia membanting kotak P3K hingga obat-obatan di dalamnya berceceran di lantai.

"Bitch!! Keluarga Marchetti memang tidak pantas untuk dikasihani," umpat Evan penuh emosi.

Evan menggendong paksa Iris masuk ke dalam kamar mandi lalu memasukkannya di dalam bathtub yang ia isi dengan air dingin, ia merobek baju sang wanita dan tangannya dicengkeram kuat saat ia hendak menarik bra yang dikenakan Iris.

"Evan, maafkan aku!! Lukai saja tubuhku tapi tolong jangan hina harga diriku lagi dengan menelanjangi tubuhku," pinta Iris sambil menangis mempertahankan pakaian dalamnya yang hendak dikoyak oleh Evan.

"Mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa dan hinaan yang telah kau berikan kepadaku barusan akan kubalas dengan hinaan," ujar Evan yang dengan liar menelanjangi tubuh Iris.

"Evan, ampun!! Maafkan aku, maaf!! Jangaan," teriak Iris.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status