"Korbankan Iris, Julian!! Kau sudah kehilangan Richard dan kau juga harus merelakan Iris agar Evan ataupun Edgar tidak lagi bisa menekanmu," ujar Henry.Dada Julian seketika panas dan wajahnya berubah merah padam setelah mendengar ucapan sang paman yang membuat darahnya mendidih, ia sudah kehilangan satu adik kesayangannya dengan tragis dan sekarang pamannya malah menyuruhnya untuk mengorban satu-satunya adik perempuan yang tersisa."Aku memang orang berengsek dan berhati iblis tapi aku tidak akan pernah mau mengorbankan adikku, paman!! Kau memang sudah gila, tua bangka!! Lebih baik kau yang mati daripada aku melihat Iris terluka," teriak Julian.Kemarahan Julian semakin menjadi-jadi bahkan ia membalik dan menendangi meja kerjanya hingga patah di semua bagian hanya untuk melampiaskan amarahnya, ia mengeluarkan pistolnya dan memilih untuk menembaki semua barang yang ada di depannya saat ia bernafsu ingin menembak kepala sang paman hingga hancur."JULIAN!! Apa kau sudah gila?!" Hardik H
"IRIS!! What the fuck!! Apa kau sudah gila?!" Evan berlari dan langsung menepis tangan sang gadis hingga botol pembersih porselen terjatuh ke lantai lalu menendang botolnya hingga ke ujung ruangan."Kau terlambat, Evan. Sebentar lagi aku akan terbebas dari kekejamanmu," ucap Iris sambil tersenyum bahagia dan beberapa detik kemudian ia terjatuh di pelukan Evan."DAMN!! Kau tidak boleh mati dan kau tidak akan mati secepat itu," ujar Evan yang langsung menggendong Iris keluar dari kamar. "SIMON, PAUL!!" Serunya memanggil anak buahnya.Suara Evan terdengar menggema hingga ke seluruh ruangan, tak hanya dua pengawal yang datang menghampiri tapi belasan orang yang mendengar seruan kencang sang pemimpin mafia kejam itu ikut datang mendekat."Ya, Tuan.""Simon, cepat siapkan mobil!! Paul, kau hubungi dokter Anderson dan katakan kepadanya aku akan datang ke rumah sakit dengan membawa pasien yang keracunan cairan pembersih lantai," titah Evan cepat."Baik, Tuan.""SARAH!! Cepat ambilkan satu bot
"FUCK YOU, HENRY!!" Umpat Evan yang memilih untuk menyelamatkan Iris ketimbang meladeni Henry yang memang berniat untuk mengulur waktu agar Evan tidak bisa menyelamatkan Iris."Tembak bajingan itu," titah Henry kepada anak buahnya."LINDUNGI TUAN EVAN!!" Seru Simon kepada rekan-rekannya yang lain hingga baku tembak antara dua kubu tak terelakkan.Evan berlari kencang mengejar brankar yang terus melaju menuju ke jalanan sambil terus menghindari tembakan anak buah Henry yang tertuju ke arahnya, perhatian pria bertubuh tinggi kekar itu hanya tertuju pada Iris sehingga ia tidak sempat membalas tembakan musuh dan hanya bisa menghindar agar tubuhnya tidak tertembus peluru.TIIIN TIIIN TIIIINN!! Sopir truk trailer terus membunyikan klakson untuk memperingatkan bahwa truck bermuatan kayu-kayu berukuran besar yang ia kendarai akan menabrak brankar dimana Iris sedang terbaring di atasnya. Sang sopir tidak bisa mengerem mendadak karena truk pasti akan oleng yang pastinya akan semakin membahayaka
"PETER!! Cepat keluar dari mobil dan buka parasut!!" Seru Evan mengingatkan Peter, ia bergegas membuka sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil dan melompat keluar."Shiitt!! Tunggu, Evan!!" Peter melakukan hal yang sama seperti yang Evan lakukan dan tanpa berpikir panjang lalu ia pun melompat dari mobil.Mobil meluncur kencang ke bawah tebing lalu meledak setelah menghantam dasar tebing yang dipenuhi oleh beruntung bagi Evan dan Peter yang keluar tepat pada waktunya sehingga nyawa keduanya terselamatkan berkat ide cemerlang sang pimpinan mafia.Evan dan Peter melayang di udara dan perlahan mendarat ke tanah akan tetapi sial menimpa Peter karena parasutnya malah tersangkut di dahan pohon sehingga ia harus berjuang keras untuk bisa melepaskan diri dari tali parasut yang masih melilit tubuhnya."Evan, hey!! Tolong aku," pekik Peter kencang.Evan menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya, ia mengambil pistol dari balik baju lalu mulai menembaki ranting pohong hingga patah sehi
"IRIS, BUKA PINTUNYA!!" Evan menggedor pintu kamar mandi sangat kencang hingga dinding bergetar karena saking kerasnya ia menggedor bahkan ia hampir mendobrak pintu kamar mandi dan merusaknya untuk yang kedua kalinya.Di sisi lain."Ayo kak Julian, cepat angkat teleponku!! Sial," gumam Iris sambil terus berusaha menelepon kakaknya.Tangan Iris gemetaran bahkan ponsel yang ia pegang terus terjatuh ke lantai saat mendengar gelegar suara Evan yang bagaikan petir, ia berani berbuat nekat karena sudah benar-benar tidak tahan dengan perlakuan kejam Evan dan ia sudah mempersiapkan diri kalau harus mendapatkan hukuman dari sang mafia kejam asalkan pada akhirnya ia bisa kembali ke keluarga Marchetti dan hidup normal sebagai wanita biasa bukannya sebagai wanita tawanan yang setiap saat selalu mendapatkan pelecehan dari Evan.Tuuuuut Tuuuuuuut!!"Siapa kau?!" Tanya Julian dengan nada suara yang kaku dan sangat mengintimidasi.Panggilan Iris akhirnya dijawab oleh Julian akan tetapi tiba-tiba ....
"Jangan, tolong jangan lakukan itu!! Evaan, tolong!! Evaan," teriak Iris ketakutan."Say good bye kepada wajah cantikmu, Bitch!!" UJar Stella kepada Iris.Sambil tersenyum menyeringai, Stella mengangkat silet tajam berlumuran darah ke udara, tangannya berayun turun dan bersiap menyayat serta merusak wajah cantik Iris agar ia tidak ada lagi yang bisa merebut Evan. Akan tetapi ....Tepp!!"GOOD BYE, STELLA!!" Ujar Evan setelah menangkap pergelangan tangan Stella dan menggagalkan perbuatan jahat adik dari rekan kerjanya tersebut."Evan ...." Manik biru Stella membulat sempurna saat melihat wajah Evan yang terlihat merah padam menahan marah, ia akhirnya memutar otak mencari alasan untuk membela diri. "Evan!! Pelacur itu yang menyerangku lebih dulu makanya a--""DIAM KAU, STELLA!! Apa kau pikir aku akan memepercayai ucapanmu, hah?!" Evan merampas silet dari tangan Stella dengan sangat kasar hingga beberapa ruas jari-jari lentik Stella tidak sengaja tersayat lalu berdarah."Awwwhhh, sakit!
"Mmmmh," lenguh Iris saat bibirnya dilumat oleh Evan.Teriak kesakitan Iris berubah menjadi lenguhan dan rasa sakit yang dideritanya teralihkan oleh ciuman hangat yang terasa begitu hangat di bibirnya tidak seperti biasanya yang terasa dingin dan kasar. Tatapan mata Iris dan Evan saling beradu tak bisa saling melepaskan pandangan satu sama lain hingga kelopak mata Iris tiba-tiba terpejam."Iris, bangun!! Ada apa?" Evan menangkup pipi Iris lalu menepuknya perlahan untuk membangunkan sang gadis, namun ia tidak kunjung mendapatkan respon dari Iris yang sedang pingsan. "Perawat," panggilnya kencang."Sudah selesai, Tuan. Saya akan pergi sebentar untuk mengambil obat-obatan yang diperlukan untuk perawatan nona Iris," ucap sang perawat."PAUL!!" Seru Evan memanggil anak buahnya yang sedang berjaga di depan kamar Iris."Ya, Tuan.""Antar perawat ke klinik untuk mengambil obat-obatan," titah Evan."Baik, Tuan."Perhatian Evan kembali tertuju kepada Iris yang masih pingsan dan tak kunjung sada
"Evan, kiriman heroin kita dijarah. Dan aku pikir ini semua adalah perbuatan Fabrisio karena hanya dia yang tahu rute perjalanan truk-truk kita," lapor Peter sesaat setelah masuk ke dalam ruangan kerja sang pimpinan.BRAAAAKKK!!! Evan menghantam meja kerjanya dengan kepalan tangannya yang besar nan kokoh sehingga meja kerjanya bergetar hebat, wajahnya berubah merah padam dan menunjukkan kemarahan yang teramat sangat setelah mendengar laporan Peter. Rugi banyak, jutaan dollar uang yang telah hilang itulah yang kini sedang dipikirkan oleh Evan sehingga membuat kepalanya berdenyut sakit."Apa kau sudah memastikan kalau Fabrisio adalah pelakunya?" Tanya Evan memastikan."Ya, aku sangat yakin." Jawab Peter."Fuck!! Jadi sekarang Fabrisio sedang menabuh genderang perang dan memantapkan posisinya sebagai musuhku," maki Evan."Tepat sekali," sahut Peter.TOK TOK!!"Siapa?" Seru Peter."Ini saya, Simon.""Masuk," titah Peter.Simon masuk ke dalam ruangan kerja Evan sambil membawa sepucuk surat