"Hey, hentikan!! Iris, stop!!" Evan mencengkeram kedua lengan langsing untuk menghentikan kegilaan Iris yang mengalami depresi semenjak diculik dan menjadi tawanan Evan."Tapi hanya ini cara untuk mengakhiri semuanya," ucap Iris."Tidak dengan cara bunuh diri, Iris!!" Sahut Evan cepat sambil mendengkus kesal. "Akan kugunakan semua kekuatan serta kekuasaanku untuk melindungimu, percayalah kepadaku. Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi," lanjutnya."Bagaimana mungkin kau bisa melindungiku dari orang-orang yang ingin melukai aku sedangkan kau adalah salah satu orang yang membuatku seperti ini," ucap Iris sambil terisak.Evan kembali menarik Iris ke dalam pelukannya dan memeluknya erat sambil menciumi kening wanitanya. "Demi kau ... aku akan berusaha mengendalikan gairah serta amarahku agar tidak lagi menyakitimu," ucapnya.Iris mengusap air matanya sambil mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah Evan. "Tapi kau tidak pernah bisa menepati ucapanmu," sanggahnya."Aku akan berusah
"TIDAK!! PRIA INI BUKAN ORLANDO, PUTRAKU MASIH HIDUP!!" Seru Henry yang terus menyangkali fakta bahwa putra sulungnya telah mati dibunuh oleh Evan dengan cara yang sangat kejam serta memalukan.Tubuh bagian depan Orlando sudah tidak lagi utuh dan hanya menyisakan sedikit daging yang menempel di tulang akibat diseret oleh mobil Evan di sepanjang perjalanan menuju ke rumah megah Henry yang jaraknya sangatlah jauh dari kediaman Luciano.Bahkan semua orang bisa melihat serpihan-serpihan daging Orlando berceceran di jalanan beraspal yang membuat bulu kuduk semua orang akan berdiri setelah melihat pemandangan mengerikan itu. Pembalasan dendam Evan memang sangat kejam dan itu setara dengan semua kekejian yang telah dilakukan Henry terhadap Freya serta Iris, Evan memang kejam dan kekejamannya akan menjadi berpuluh kali lipat kepada orang yang telah menyakiti keluarga maupun orang-orang yang dicintainya."Itu adalah tuan Orlando, tuan Henry." Ucap salah seorang anak buah Henry yang melepaskan
"Evan!! Apa yang kau lakukan?!" Pekik Iris."Aku tidak mau mandi sendiri makanya aku mengajakmu mandi bersamaku," jawab Evan sambil menjamahi tubuh Iris. "Ini adalah kesalahanmu karena kau ngotot ingin tinggal di sini saat aku sedang mandi," imbuhnya."Tapi tidak harus mandi bersama, Evan!!" Kesal Iris."Sudah terlambat untuk menyesalinya," ucap Evan seraya mengangkat tubuh Iris duduk di atas tubuhnya menghadap ke arahnya.Evan mendorong punggung Iris mendekatkan tubuh wanitanya ke tubuhnya hingga tidak ada lagi jarak antara keduanya, ia mengangkat kedua tangan Iris yang ia letakkan di atas dua bahunya lalu ia mulai melumat bibir Iris sembari meremas bongkahan pantat padat berisi.Ciuman Evan bergeser ke leher lalu turun ke dada dan berhenti tepat di payudara, senyumnya semakin mengembang saat Iris dengan sukarela membusungkan dadanya sehingga Evan bisa menikmati payudara sintal yang membuatnya kecanduan ingin terus melumat serta menghisap puting seksi yang sedang membulat sempurna."
"Aku ingin bercinta tapi dengan cara dan suasana yang berbeda, yaitu dengan alat." Ucap Evan yang membuat Iris sontak mendelik."Tidak mau!! Aku tidak mau melakukannya, itu hubungan yang tidak sehat, Evan. Aku tidak mau," tolak Iris sambil menggeleng cepat.Evan mendengkus kesal karena ide gilanya mendapat penolakan dari Iris, wajahnya berubah masam dan rasa kesalnya namun ia mencoba untuk meredakan amarahnya agar tidak lagi menyakiti Iris."Oke, kita akan bicarakan ini nanti malam. Sekarang aku mau pergi ke kantor dulu," ucap Evan yang menyudahi pembicaraannya dengan Iris dan ia tidak lupa merapihkan kembali dress Iris agar tubuh molek wanitanya tidak dilihat oleh anak buahnya.Evan bangkit dari tempatnya duduk dan hendak berjalan menuju ke pintu tapi Iris tiba-tiba menyambar lengan kekarnya sehingga langkah kakinya seketika terhenti."Ada apa?" Tanya Evan dengan nada suara agak ketus."Aku bosan di rumah terus, apakah nanti malam aku boleh ikut denganmu ke klab malam?" Tanya Iris sa
"Iris, what the hell!!" Seru Evan kesal kepada Iris yang membuat keributan di depan rekan bisnisnya. "Hentikan," ujarnya marah.Evan mencengkeram lengan langsing Iris dan menjauhkan wanitanya dari sang penari telanjang sebelum terjadi keributan yang lebih besar lagi."Si pelacur sialan itu duluan yang membuatku marah," sengit Iris tidak terima dengan ucapan Evan."Memangnya apa yang dilakukan oleh pegawaiku sampai membuatmu menggila seperti ini?" Tanya Evan dengan suara tegas."Wanita murahan itu ingin menggodamu dengan tubuh kotornya agar kau mau menidurinya," jawab Iris dengan nada tinggi sambil menunjuk sang penari telanjang yang sedang menutupi tubuhnya dengan selimut pemberian Simon.Massimo berdiri dari tempat duduknya dan bermaksud melerai pertengkaran Evan dengan Iris, lelaki bertubuh atletis itu memegangi bahu Evan sambil berkata. "Evan, sebaiknya kau bawa pulang wanitamu dan selesaikan masalah kalian di rumah.""Simon, bawa penari itu pergi dari sini," titah Evan sambil menu
"Evan, Evan!! Itu kepala Paul dan rekan bisnismu!!" Iris berteriak histeris sambil memeluk tubuh kekar dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Evan karena ia sangat ketakutakan melihat kepala Paul serta Massimo yang kini tergeletak di lantai balkon kamarnya."WHAT THE FUCK!!" Ujar Evan marah dengan tangan yang mengepal kuat. "PETER, SIMON, FREDD!!" Serunya kencang memanggil anak buahnya."Evan ...."Evan membawa Iris masuk ke kamar sambil menyambar kimono yang tergeletak di atas ranjang lalu memakaikannya ke tubuh Iris dan tepat setelah itu belasan pria masuk ke dalam kamar termasuk Peter dan Simon."Simon!! Antarkan Iris ke kamarnya dan suruh Bertha untuk menemani Iris," titah Evan kepada Simon."Baik, Tuan." Ucap Simon."Aku takut, Evan. Tolong jangan tinggalkan aku sendirian," pinta Iris mengiba."Aku akan menyusulmu setelah membereskan masalah ini. Ada Simon dan Bertha yang akan menemanimu selama aku pergi," ucap Evan. "Aku akan segera datang," lanjutnya kemudian untuk menenang
"Lepaskan wanitaku atau aku tidak akan segan untuk menendang kau dan bibi keluar dari rumahku," ujar Evan emosi tak terima wanitanya diperlakukan kasar oleh sang bibi.Claudia dan Michael tersinggung dengan ucapan kasar Evan yang lebih memilih wanita asing ketimbang mereka berdua yang merupakan bagian keluarga Luciano, ibu dan anak itu kesal setengah mati karena tidak dihormati sama sekali oleh Evan sehingga mereka berencana memakai hak mereka sebagai senjata untuk menekan Evan agar mau menerima mereka di mansion megah Luciano."Jangan kurang ajar, Evan!! Aku adalah bibimu dan sudah sepantasnya mendapatkan penghormatan darimu," tuntut Claudia.Evan bersikap acuh dan memilih untuk menolong Iris daripada mendengarkan omelan bibinya. "Jangan harapkan penghormatan dariku kalau bibi tidak bisa menghormatiku dan juga wanitaku," sengitnya."Evan, aku sangat mengantuk. Bawa aku ke kamar manapun atau kalau perlu kamar pelayan juga tidak masalah asalkan aku bisa tidur," lirih Iris."Mana mungki
"Freya pasti sangat sedih melihat kau sudah berpaling hati darinya dan ia pasti sangat kecewa karena ranjangnya kini telah ditiduri oleh seorang pelacur yang asal-usulnya tidak jelas," ujar Claudia yang seketika membuat darah Evan mendidih.Evan marah tapi ia mencoba untuk menahan amarahnya agar tidak meledak setelah mendengar ucapan bibinya yang membuat telinga dan hatinya panas, tanpa berbalik ataupun mau menatap wajah bibinya yang menjengkelkan ia berkata."Bukankah pekerjaan bibi dulu sebelum menikah dengan paman Tobias adalah seorang pelacur? Kalau bukan karena paman Tobias pastinya sekarang ini bibi masih bekerja menjadi pemuas birahi lelaki hidung belang," ujar Evan sambil tersenyum meledek bibinya."EVAN!! TUTUP MULUTMU, BERANI SEKALI KAU MENGHINAKU!! AKU INI ADALAH--""Kau adalah wanita yang dinikahi pamanku dan kau sudah mendapatkan harta peninggalan pamanku, lalu apa tujuanmu datang ke rumahku?" Sela Evan cepat dan kini ia membalikkan badannya agar ia bisa melihat wajah bib