Tak terasa, sudah satu minggu berlalu sejak kejadian penggerebekan Salon Dahlia. Walaupun sudah diketahui dengan pasti dan diklarifikasi bahwa kabar itu hanya fitnah, tetapi pengunjung Salon Dahlia belum kembali seperti semula. Masih banyak orang yang penasaran dan mendatangi Salon Salvina. Salvina juga memberikan banyak potongan harga dan tarif yang lebih terjangkau. Dahlia berusaha mengevaluasi, apakah ia masih bisa menurunkan harga untuk pelayanan salonnya. Namun Dahlia melihat bahwa sebenarnya keuntungannya sudah sangat tipis. Harga yang dipatok oleh Dahlia tidak terlalu tinggi, juga harga obat dan peralatan Salon yang cukup mahal. Mungkin ada salon yang memakai produk biasa, yang harganya lebih murah dan memberi keuntungan yang lebih besar. Namun Dahlia memilih menggunakan produk perawatan kulit dan rambut yang berkualitas di salonnya. Dahlia memikirkan kepuasan konsumen dan hasil yang baik untuk para pelanggannya. "Banyak pelanggan yang mengatakan bahwa harga yang dipatok o
Berita mengenai Salon Salvina beredar luas di masyarakat, terutama melalui media sosial. Banyak pengunjung salonnya yang mengalami dampak yang buruk. Semua korban saling mengkonfirmasi kebenaran berita itu dan akhirnya kabar itu makin meluas, bahkan ke daerah lainnya. Suatu siang, semua orang yang mengalami kerugian karena produk yang mereka beli dari salon itu berkumpul dan mendatangi Salon Salvina.Tanpa ampun, mereka datang dan mengobrak-abrik isi salon itu. Salvina bersembunyi di lantai atas salonnya dan meminta para karyawannya untuk mengatakan bahwa ia sedang pergi. Sejak berita itu meluas, Salvina memang jarang terlihat di salonnya. Ia mulai berusaha menghindar dari orang-orang yang berusaha menuntut ganti rugi padanya. Namun para pengunjung berhasil merangsek masuk dan menggeledah isi salon itu. Karyawan Salvina yang jumlahnya tidak sebanding tentu tidak dapat menangani pengunjung yang sedang melampiaskan kemarahannya itu. Mereka mengeluarkan produk-produk palsu yang masih a
"Mas, akhir pekan besok aku ada jadwal merias di luar kota," kata Dahlia. "Apa perlu aku antar? tanya Bima. "Tidak perlu, Mas kan harus kerja juga. Seperti biasanya, aku akan pergi bersama dengan Nina. Mungkin berangkat jam dua belas malam, dan sampai di rumah sore atau malam, Mas," jawab Dahlia."Jangan terlalu lelah, Sayang. Aku tidak akan memaksamu untuk berhenti bekerja, tapi aku juga tidak ingin istriku terlalu lelah," Bima menghadapkan tubuh Dahlia dan membelai rambut panjangnya yang terurai. "Iya, Mas. Terimakasih, tapi aku masih sangat menikmati pekerjaan ini. Aku bahagia menjalaninya, Mas," ucap Dahlia. "Baiklah, aku mendukung semua keputusanmu. Kalau kamu masih ingin bekerja, aku akan membantu semampuku. Tapi jika kamu sudah lelah, kamu bisa berhenti kapanpun. Aku akan menanggung semua kebutuhanmu," kata Bima. "Terimakasih, Suamiku," Dahlia menyandarkan kepalanya di pelukan Bima. Dahlia merasa beruntung, karena Bima selalu melindungi dan membela Dahlia apapun yang ter
Malam itu, Dahlia sampai di rumah dan segera mandi. Bima berusaha bersikap seperti biasanya pada Dahlia. Bima menyambut Dahlia dengan pelukan hangat dan penuh cinta dan kehangatan. "Bagaimana pekerjaanmu, Sayang?" tanya Bima. "Lancar, Mas. Coba lihat hasil riasanku," Dahlia menunjukkan foto pengantin di ponselnya. "Wah, cantik sekali, Sayang. Kamu memang istriku yang pintar dan berbakat," puji Bima. "Sayang, aku sangat lelah dan mengantuk," kata Dahlia. "Ya sudah, tidurlah. Aku mencintaimu," Bima mengecup kening Dahlia. Dahlia cepat terlelap tidur karena lelah. Bima menatap wajah Dahlia yang cantik, yang selalu membuatnya bahagia hanya dengan memandanginya. Bima menghela nafas panjang, sayangnya hati sang mama belum sepenuhnya menerima Dahlia. Walaupun bibir mamanya berucap akan merestui, tapi ternyata tidak semudah ucapan. Bima turut memejamkan mata di samping Dahlia dan terhanyut dalam mimpi indah. ---Pagi itu, Bima baru saja tiba di kantor. Ia masuk ke ruangannya seperti b
"Halo, bagaimana pertemuanmu dengan Bima, Lus? Bagaimana reaksi Bima? Apa dia sudah menerima kamu sebagai sekretarisnya?" tanya seorang wanita paruh baya di seberang telepon. "Semuanya berjalan lancar, Tante. Saya berhasil meyakinkan Bima dan menjawab pertanyaan darinya dengan baik. Bima sudah menerima saya menjadi sekretaris barunya," jawab Luciana. "Bagus, jangan sampai Bima curiga padamu. Hati-hati bicara, dan jangan pernah mengatakan kalau saya yang mengatur semuanya ini," kata wanita itu. "Baik, Tante. Saya mengerti. Tante tenang saja," Luciana menjawab. "Ingat, kamu harus mendekati Bima dengan cara yang halus. Dia tidak suka wanita yang agresif dan terang-terangan menunjukkan rasa suka padanya. Bermain cerdas, buat Bima mengagumi kamu, nyaman berbicara dan terbiasa dengan kehadiranmu! Pancing supaya istri Bima cemburu dan mereka sering bertengkar," perintah Mama Bima. "Siap, Tante. Saya akan melakukan semua yang Tante anjurkan pada saya. Tapi saya tidak mengerti, mengapa Ta
Saat Aditya memegang uang dalam jumlah besar, ia kembali ke gaya hidupnya yang lama, yaitu suka berfoya-foya. Setiap hari Aditya membeli makanan enak dan barang yang ia inginkan. Berulangkali Ratih mengingatkan Aditya untuk lebih berhemat dan menggunakan uang itu dengan bijak, tapi Aditya tidak menghiraukan. Ratih mencoba meminta bantuan Ibu Aditya untuk menasehati Aditya. Sampai siang itu Ibu Aditya menelepon Aditya. "Halo," sapa Ibu Aditya. "Halo, ada apa Ma? Kenapa menelepon pagi-pagi?" tanya Aditya malas. "Pagi? Ini sudah jam sebelas. Kamu masih tidur, ya?" seru ibu. "Iya, Bu. Aditya masih mengantuk," jawabnya. "Kamu ini, mau sampai kapan bermalas-malasan seperti itu? Tadi istrimu menelepon Ibu. Meminta Ibu menasehati kamu supaya menggunakan uang pinjaman itu dengan hati-hati. Kenapa kamu tidak bilang kalau uang itu sudah cair? Mana bagian Ibu?" tanya Ibu. "Iya, nanti Adit transfer," jawab Aditya. "Lalu bagaimana usahamu itu? Apa sudah dimulai?" tanya ibu. "Adit sudah me
Ratih awalnya berusaha menutupi persoalan rumah tangganya pada orang tuanya. Namun sekuat apapun Ratih mencoba bertahan, ia tetap rapuh dan tidak bisa menahan semua luka di hatinya dalam waktu yang panjang. Pagi itu setibanya di kantor, Ratih menangis di hadapan Icha."Ratih, ada apa? Apa suamimu membuat masalah lagi?" tanya Icha. Icha merasa prihatin, setelah Ratih menikah, hampir belum pernah Icha mendengar cerita bahagia dari sahabatnya itu."Mas Aditya, Cha. Akhirnya apa yang aku takutkan selama ini terjadi. Usaha Mas Aditya bangkrut. Katanya ia ditipu oleh orang kepercayaannya," isak Ratih. "Lalu? Bagaimana bisa Aditya ditipu semudah itu? Sepertinya Aditya orang yang cukup pintar dan berpendidikan," kata Icha. "Mas Aditya itu tidak mengawasi orang kepercayaannya dengan baik. Mas Aditya malah bersenang-senang menikmati uang pinjaman itu, bahkan membeli mobil bekas dan banyak keperluan pribadinya, juga makan makanan enak setiap hari," beber Ratih. "Aneh sekali suamimu itu! Apa
Akhirnya Ratih sampai di rumah orang tuanya. Ia segera membayar ongkos taksi dan melangkah sambil menyeret kopernya yang cukup besar. Langkah Ratih terasa berat, ia menundukkan kepalanya dan menekan bel rumahnya. Ratih tidak memberi kabar kepada orang tuanya bahwa ia akan pulang. Ia hanya bisa menghela nafas panjang berulangkali, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi reaksi orang tuanya. Ibu Ratih membukakan pintu rumah itu dan terkejut melihat Ratih berdiri di hadapannya. "Ratih, kenapa tidak memberi kabar kalau mau pulang? kamu sama siapa, Nak?" Ibu Ratih melihat ke sekelilingnya. "Ratih sendirian, Bu," jawab Ratih berusaha mengukir senyum. "Koq mendadak? Kamu sedang ada masalah?" tanya wanita paruh baya itu sambil mengerutkan keningnya. "Ratih ceritakan di dalam, ya Bu," ucap Ratih. "Oh, ayo masuk! Pak, Ratih pulang nih," kata Ibu Ratih. Pak Indro keluar dari ruang keluarga dan menyambut Ratih dengan senang. Ratih duduk di sofa, ia melihat rumah yang ia tinggalkan selama b
Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s
Bima segera menuju ke rumah mamanya. Perjalanan agak tersendat karena ini adalah jam pulang kerja. Bima ingin sampai secepat mungkin ke rumah mamanya, supaya bisa pulang lebih cepat. "Ma, sudah siap? Ayo kita berangkat!" kata Bima. "Iya, Nak. Sebentar Mama ambil tas dulu," ucap Mama Bima. Lalu Bima dan mamanya naik ke mobil dan menuju ke rumah Sandra. Rumah Sandra sangat ramai dan dipadati oleh para pelayat. Jenazah Mama Sandra memang belum dimakamkan, karena menunggu Kakak Sandra yang masih dalam perjalanan dari luar negeri. Rencananya Mama Sandra akan dimakamkan besok pagi. Mama Bima segera mendekati Sandra dan memeluknya. Mama Bima memang terlihat sudah akrab dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Sandra. Sementara itu Bima memilih duduk agak jauh dan berbaur bersama para pelayat yang lain. Wajah Sandra terlihat pucat dan matanya sembab karena banyak menangis. Wajahnya nyaris tanpa riasan dan air mata masih membasahi wajahnya. Mama Bima mengusap lembut bahu Sandra. Sand
Mama Bima dan Sandra baru saja meninggalkan rumah Bima. Dahlia langsung masuk ke kamar dan membaringkan Nadine yang sudah terlelap. Untuk sementara tempat tidur Nadine dipindahkan ke kamar Dahlia dan Bima. Sampai nanti Nadine sudah lebih besar dan bisa tidur sendiri. Dahlia tak berbicara sepatah katapun, tak bisa dipungkiri, hatinya sakit karena perkataan Mama Bima dan tingkah laku Sandra. Dahlia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke dinding memunggungi Bima. Ia pura-pura memejamkan matanya dan tidur. Hanya dengan melihat ekspresi wajah Dahlia, Bima mengerti perasaan istrinya itu. "Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Bima. Dahlia tidak menjawab pertanyaan Bima itu. Ia tetap memejamkan matanya dan menahan diri sekuatnya agar tidak menangis. Bima mendekat dan memeluk Dahlia dari belakang. "Sayang, aku tahu kamu belum tidur. Sekalipun kamu diam, aku mengerti perasaanmu dan rasa sakit hatimu," kata Bima. Bima menghadapkan tubuh Dahlia ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapa
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Bima dan Dahlia menikmati kebahagiaan sebagai orang tua. Mereka sangat bahagia melihat Nadine tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Pernikahan Dahlia dan Bima berjalan bahagia dan harmonis. Tanpa terasa, Nadine sudah berumur delapan bulan. Suatu hari, Mama Bima datang ke rumah bersama Sandra. Dahlia berusaha berpikiran positif dan menyambut mereka seperti tamu lainnya. Namun yang membuat Dahlia merasa tidak nyaman adalah ulah Sandra. Awalnya Sandra dan Mama Bima duduk seperti biasa di ruang tamu. "Bima mana, Lia?" tanya Mama Bima. "Oh, sebentar lagi pulang, Ma. Mungkin ini sedang di perjalanan," jawab Dahlia. Saat Dahlia mengambil minuman di dapur, ternyata Sandra masuk ke kamar Dahlia tanpa ijin dan menggendong Nadine yang sedang tidur. Sandra membawa Nadine ke ruang tamu. Dahlia terkejut dan merasa kesal, karena Nadine yang baru saja tertidur kini terbangun lagi dan rewel. Bukannya meminta maaf, Sandra malah tertawa-tawa dan menggend