Share

BAB 59

Penulis: Deana Astari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-14 13:18:01

Aksa menyapu bibirnya di kulit leher Lara yang terbuka, tanpa benar-benar melekat, hanya bergerak seringan kapas menyusuri tempat favorit yang sudah lama tak terjamah. Kedua matanya terpejam, menikmati aroma tubuh Lara yang melewati indra penciuman.

Sapuan lembut itu berefek di sekujur tubuh Lara, meremangkan syaraf dan nadi primitif wanita itu. “Dok—." Lara mendorong tubuh Aksa, tetapi dengan mudah laki-laki itu kembali menahan wanita yang sudah terlanjur tersudut di ujung meja pantry.

"Aku terbiasa memaksa, Laraa. Jangan memancing diriku yang sebenarnya."

"Tapi ..."

"Tapi apa?" tanya Aksa dalam geraman.

"Saya—, lapar."

Manik mata hazel itu terbuka, mendesah frustasi lalu kembali memperlebar jarak meskipun tidak benar-benar melepaskan wanita dalam kungkungannya. "Kamu mau makan apa?"

"Nasi padang," jawab Lara. Makanan asal yang ada di dalam kepala.

"Mau makan di luar?"

Lara bergegas memberi gelengan. "Saya mau makan bareng Kak Dewi, sudah janjian. Kopi dokter juga s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 60

    Sepanjang siang sampai jam akhir shift tiba, Lara mengunci bibir, bicara hanya perlu dan banyak bekerja dengan tangan dan otak. Rasa di hati Lara sedang bergemuruh hebat, mengingat kejadian siang tadi yang memalukan. Di saat Aksa sedang merecoki makan siang dengan tingkah absurd yang—, sangat bukan Aksa. Dua wanita mengamati dalam diam, seakan menikmati pertunjukan dengan Aksa dan Lara sebagai peran utama. "Mama, Alina. Sejak kapan di sini?" Yaa, benar. Ada Bu Halimah dan dr. Alina yang tanpa sengaja sedang menikmati waktu bersama, di rumah makan padang yang Lara sebut secara abstrak. "Sejak tadi," jawab Bu Halimah, sedang dr. Alina berjalan mendekat sambil memegangi perut yang mulai buncit. Kedua mata wanita itu tentu tidak bisa terlihat biasa saja, mengamati Lara dari ujung kepala sampai ke atas meja. Bahkan mungkin jarak yang cukup dekat diantara Aksa dan Lara di sofa yang sama sudah bisa menimbulkan sebuah pertanyaan besar di kepala dua wanita itu. "Kalian—, habis ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 61

    Lara tak menjawab, memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan. Menarik dari hari-hari yang Lara lalui, dengan kepastian tinggi Lara akan memasukan hari ini ke dalam salah satu list hari terburuk yang pernah ia lalui. Dan salah satu dari alasan kesialannya sore ini berdiri di halaman kos Lara, di bawah langit jingga yang mulai beranjak gelap, di atas tanah basah bekas hujan yang baru saja turun deras. "Maaf, saya dapat alamatmu dari kantor, apa saya ganggu jam istirahat kamu, Lara?" Wanita berusia tak lagi muda yang datang bersama sopir, berdiri dalam balutan dress mahal panjang sampai lutut. Satu tas bermerk terkenal menggantung di tangan wanita itu, tas yang tidak akan pernah terbeli meskipun Lara menabung uang gaji tanpa makan dan minum setiap bulan. "Tidak, Bu. Apa ada yang bisa saya bantu?" tawar Lara. Senyum wanita itu mengembang, menjanjikan malam yang panjang. Lara dibawa ke sebuah restaurant pusat kota Jakarta. Restaurant yang menyajikan makanan jepang sebagai menu utama

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 62

    Makanan yang mereka pesan datang, bersamaan dengan kalimat yang baru saja Bu Halimah sampaikan selesai. Baik Lara dan Bu Halimah tidak sedikitpun menyentuh sendok dan garpu, mereka berdua hanya membiarkan makanan dan minuman itu tersaji rapi di meja. Keduanya lebih tertarik dengan pembahasan tentang Aksa dibanding mie ramen dan segelas teh ocha. "Apa yang Ibu lihat tidak sepenuhnya benar, kami—, hanya dekat karena sering bekerja bersama," kilah Lara. Senyum Halimah mengembang, satu ujung bibirnya naik, menyangsikan kalimat yang baru saja Lara sampaikan. "Saya—, tidak akan marah, kalau itu yang kamu khawatirkan,” jelas wanita itu tanpa menekan. Ini bukan tentang respon wanita di hadapan Lara, tetapi tentang fakta bahwa memang tidak ada hubungan apa-apa antara dia dan Aksa. "Saya justru senang, jika Aksa sudah bisa merasakan jatuh cinta." Kalimat yang sempat menahan kalimat Lara di ujung lidah. Wanita itu kembali menelan sanggahan yang sudah ia rangkai di kepala, membiarkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 63

    Lara mengekor di belakang Aksa, dengan kedua tangan saling menggenggam erat. Melewati beberapa pengunjung lain di restaurant ini yang menatap penuh selidik. Wajah Aksa sama sekali tidak bersahabat, sedang Lara yang sudah lelah dengan pekerjaan dan drama berwajah datar mengikuti kemana langkah Aksa membawa dirinya. Mereka berhenti ketika sampai di mobil, Aksa membuka pintu penumpang lalu memaksa Lara masuk tanpa penolakan dari wanita itu. Aksa duduk di kursi pengemudi, menelisik ke tubuh Lara yang kurus dan baju yang sedikit basah setelah melewati hujan. Laki-laki itu melepas coat tebal miliknya, lalu menyelimuti tubuh Lara dengan pakaian hangat itu. Sama sekali tak ada percakapan, Aksa langsung menginjak gas dan mobil berjalan ke luar area restaurant. Sepanjang perjalanan yang hening, karena baik Lara dan Aksa sama sekali tidak bersuara. Hujan turun deras di luar sana, semakin menambah hawa dingin di sekitar. Mobil Aksa berhenti di sebuah taman, taman yang sepi pengunjung karen

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 64

    Aksa tersenyum miris, laki-laki itu menutupi denyut bibir menahan sesak. Aksa kembali menjatuhkan punggungnya ke kursi mobil, mengambil jarak selebar mungkin untuk menghindari rasa sakit yang lebih kuat. Wanita di samping Aksa, adalah satu-satunya sumber kesakitan laki-laki itu saat ini. "Ini menyakitkan, Lara," ucap Aksa, kalimat yang terlalu sulit diutarakan. "Kamu berhasil membuatku hancur berantakan." "Dulu saya menerima rasa sakit yang sama, sekarang—, giliran dr. Aksa melakukan hal yang sama." Lara mengucapkan kalimat itu dengan pasti, mengabaikan rasa sakit Aksa yang sedang laki-laki itu nikmati seorang diri. "Sekarang, antar saya pulang ke kos, dok. Saya butuh istirahat." Mengusir perih yang datang begitu cepat, Aksa menarik nafas panjang berkali-kali sebelum akhirnya bisa menetralkan rasa. Ia kembali menjalankan mobil, mengantar Lara tanpa kembali berniat menahan. "Terima kasih," ucap Lara, wanita itu melepas coat milik Aksa, meletakannya di kursi belakang. Mobil

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 65

    "Selamat pagi," sapa Lara. Ada dr. Alina yang mengekor di belakang Aksa. Tatapan wanita itu tentu tidak bisa biasa, dr. Alina menyipitkan ujung mata menelisik ke arah Lara. Seperti ditelanjangi, Lara menundukkan pandangan. "Kaku banget, yak," celetuk Dewi di samping Lara. Kedua direksi sudah masuk ke ruangan masing-masing. "Mau gue apa lo yang ke ruang dr. Aksa?" "Kakak aja," jawab Lara. Meskipun akan kembali menimbulkan prasangka, tetapi keputusan terbaiknya pagi ini adalah menghindari Aksa. Meskipun pilihan itu sama saja tak mengenakan, karena lepas dari Aksa, Lara akan dihadapkan dengan dr. Alina. "Oke, gue masuk dulu." Lara mempersilahkan, lalu mulai mempersiapkan schedule dr. Alina hari ini. Sebelum benar-benar melangkah, Lara sempat berdoa dan menghembuskan nafas beberapa kali. Bagaimanapun, hari ini tetap harus dilewati. Baik atau buruk, itu sudah menjadi takdir Tuhan. Lara masuk tanpa mengetuk pintu, langsung berjalan menuju mini pantry. Sudah ada jus jambu yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 66

    "Sudah siap?" "Siap tidak siap, harus siap." Lara datang kembali, mengunjungi Bagas. Bukan untuk menghabiskan waktu bersenang-senang, tetapi siang ini, Lara dijadwalkan mendapatkan pemeriksaan BMP. Bone marrow puncture, yaitu tindakan aspirasi sumsum tulang belakang untuk mencari tahu penyebab Lara sering demam, kelelahan dan juga angka leukosit di tubuhnya yang selalu tinggi. Pemeriksaan yang sempat ditawarkan Bagas beberapa minggu lalu, dan Lara baru menyanggupi dua hari ini. Cukup lama Lara menunggu, hingga penjadwalan tindakan akhirnya ia dapatkan kemarin sore, jadwal yang cukup dibilang cepat karena Bagas sendiri yang meminta langsung ke rumah sakit. Langkah Lara sempat melemah, saat kakinya menapak di ruang pemeriksaan yang didominasi warna putih. Ada banyak poster menempel di dinding, berisi seputar informasi tentang beberapa penyakit yang tak ia pahami. "Takut?" tanya Bagas, menemukan bibir pucat wanita di sampingnya. "Sedikit." "Wajar." "Berapa lama prosedurny

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 67

    Lara mengambil nafas panjang, lalu melepaskan pelan-pelan. Cara itu pernah diajarkan ibunya, waktu kita cemas ataupun sedang menghadapi masalah berat. "Sudah, saya siap," ucap Lara setelah mengambil cukup waktu untuk dirinya sendiri. Bagas meminta Lara untuk tidur miring, membelakangi Bagas dan satu asistennya, sedang asisten lain sedang memantau tanda-tanda vital dan mempersiapkan beberapa alat yang diminta. Rasanya dingin, saat Bagas membuka penutup tubuh Lara bagian belakang, dan lebih dingin lagi sewaktu laki-laki itu mengoleskan cairan antiseptik di sekitar lokasi yang akan dimasukan jarum. "Bagaimana kabarmu?" tanya Bagas, mencoba mengalihkan perhatian Lara yang tegang. "Tidak cukup baik." "Aksa, apa laki-laki itu tau apa yang sedang kamu lakukan di sini?" "Tidak." Lara menunggu dengan detak jantung berdebar cemas. Jari Bagas yang sudah mengenakan sarung tangan steril sedang mencari letak lokasi yang dituju, menekan pelan punggung Lara di beberapa sisi. "Kenapa k

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31

Bab terbaru

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 100 - ENDING

    Mata Aksa terpejam mendengar kalimat Lara, menyusup ngilu yang pelan-pelan menjalar dari dada ke ujung syaraf nadi di seluruh tubuhnya. Rasa yang berusaha ditekan, justru kembali diungkit di bawah langit jingga sore yang seharusnya romantis. "Dok ..." panggil Lara sekali lagi. "Permintaanmu terlalu sulit, Lara." "Cuma satu." "Tapi itu adalah hal tersulit untuk kukabulkan." Wajah Aksa memias, sudut matanya berkerut menahan sesak. Laki-laki itu memalingkan muka, mengalihkan perhatian dari Lara, ketika saat ini wanita itu berubah menjadi sosok yang menyakiti. "Aku tidak bisa." "Dan dokter baru saja berjanji untuk mengabulkan permintaanku." Aksa mengisi kekosongan dada dengan oksigen sebanyak mungkin, mengurai gelisah, menekan rasa sedih yang datang. Adalah hal yang paling ia takuti, kehilangan istrinya. Seorang wanita yang arti kehadirannya terlalu besar, bahkan hanya sekedar membayangkan kehidupannya tanpa Lara pun Aksa tak bisa. "Aku akan selalu mencintaimu," ucapnya li

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 99

    Two years later Seorang wanita dan laki-laki duduk memandang hamparan laut berwarna biru, di bawah langit yang indah, di bibir pantai. Kedua tangan mereka saling menggenggam, si wanita duduk di atas kursi roda, sedang si laki-laki duduk beralaskan pasir pantai yang putih. Tubuh si laki-laki basah, bertelanjang dada dengan pasir yang menempel di beberapa bagian tubuh laki-laki itu. Senyum terpatri di kedua wajah yang tidak menatap ke arah sama, pandangan si wanita mengunci ke arah laki-laki di sampingnya, sedang laki-laki itu justru mematri netranya ke arah ombak kecil-kecil yang menggulung di bibir pantai. "Aku menemukan dua pemandangan terindahku sore ini," sela si wanita, menarik perhatian laki-laki di sebelahnya. Tersenyum tipis, Aksa mengalihkan perhatian dari pantai ke istrinya yang sedang menatap ke arahnya. "Apa itu? Aku ingin tau." "Pantai dan kamu." Rayuan amatir yang terdengar basi, tetapi sukses membuat laki-lakinya melengkungkan bibir, tersenyum malu-malu. Laki

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 98

    Dua hari setelah menikah, Lara diperbolehkan pulang. Bagas yang baru saja mengecek kondisi Lara sudah cukup yakin wanita itu layak dipulangkan, dengan beberapa terapi terjadwal yang nantinya harus dipatuhi wanita itu. "By the way, selamat atas pernikahan kalian berdua," ucap Bagas ditengah kunjungannya. "Thank's." "Kalian berdua—, terlihat serasi bersama," tambah laki-laki itu lagi, kalimat yang justru terdengar janggal diucapkan seorang Bagas Ganendra. "Gue cabut dulu, masih ada beberapa pasien yang butuh divisit." Bagas langsung meninggalkan ruang rawat inap Lara, tetapi Aksa mengejar lalu menahan laki-laki itu di depan pintu luar ruang rawat inap. "Kenapa?" tanya Bagas, menemukan Aksa yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Ada yang mau gue tanyain." "Lara sudah baik, bisa beraktivitas seperti biasa," jawab Bagas, bahkan saat Aksa belum menyampaikan pertanyaannya. "Aktivitas seperti biasa, kalau—, buat 'itu' boleh kan, Gas?" tanya Aksa ragu, jujur saja dia khawatir

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 97

    Lara kembali mengeratkan pelukan, menggelengkan kepala berkali-kali menolak kalimat yang terucap dari bibir laki-laki itu. Ayah tidak menjaga Lara, karena fokus dengan penyembuhan ibu, dan Lara sebagai anak perempuan memang harus bisa menggantikan posisi ayahnya menjaga Lira. "Maafkan, Lara ya, Pak. Lara justru jauh, ndak bisa jaga Bapak yang sudah sepuh. Membebankan masa muda Lira untuk ikut menjaga ibu." Tak lagi ada yang bisa menahan, tangis keduanya lepas di tengah malam diantara sepi yang menyengat. Ayah dan anak tengah berjuang melawan kesedihan masing-masing. Keesokan pagi, Lara bangun dengan suasana yang berbeda. Beberapa kursi tambahan sudah disiapkan, ada hiasan bunga asli yang terpajang menghiasi ruang rawat inap Lara. "Hey, kamu tidurnya lelap banget, Yank. Aku nggak tega mau bangunin," sapa Aksa, di sela usaha Lara mendudukan tubuh. Wanita itu masih bingung menatap sekitar, ada beberapa orang yang ia kenal sedang berkumpul di ruang rawat inapnya. "Nggak usah d

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 96

    "Kenapa Bapak—, melihat Lara seperti itu?" tanya Lara pelan. Matanya yang hendak terpejam kembali terbuka lebar. Lara yang terbangun di sela tidur lelapnya menemukan ayah-nya yang masih terjaga, duduk di kursi penunggu di samping ranjang, menatap Lara tanpa sedikitpun kantuk datang. "Pak ..." "Anak Bapak ayu," puji Pak Darmo. Lara berdecak, tersenyum tipis sambil mengalihkan perhatian. "Anak Bapak ayu, luwes, dan ... apa lagi ya? Bingung Bapak." Laki-laki paruh baya itu tersenyum hambar, bibirnya terangkat naik tetapi berbanding terbalik dengan matanya yang justru meloloskan air mata. "Bapak bangga—, punya anak seperti Lara." "Yaa, namanya anak sendiri, pasti selalu dipuji kan, Pak?" Lara pun sama, matanya membasah, padahal topik utama pembahasan keduanya malam ini sama sekali bukan tentang kesedihan. Sore tadi, ayah Lara sampai di Jakarta dan langsung ke rumah sakit. Laki-laki itu ke datang bersama Lira dan Pakdhe Ratno yang akan menjadi saksi pernikahan. Menemukan Lara

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 95

    Malam semakin larut, Aksa juga butuh istirahat agar esok tenaganya kembali utuh. Sebelum beranjak pergi, Aksa sempat merasakan gerak tangan Lara yang tiba-tiba. Laki-laki itu menahan langkah, memusatkan perhatiannya ke arah jari Lara yang kali ini masih tak berubah posisi. Cukup lama Aksa diam berdiri kaku, lalu menyerah saat merasa bahwa apa yang baru saja ia lihat hanyalah ilusi. "Aku butuh tidur," gumam Aksa. Laki-laki itu terlampau lelah, dan terlalu berharap banyak Lara segera sadar. Aksa sering bermimpi wanita itu kembali berada di sisinya, mengerucut sebal ke arahnya. Demi Tuhan, menemukan wajah cemberut Lara lebih indah daripada melihat wanita itu yang terbujur lemas tak sadarkan diri. Di ruang suite rawat inap, ada satu ranjang penunggu yang setiap hari Aksa gunakan untuk tidur. Laki-laki itu baru saja menyiapkan selimut sebelum tiba-tiba suara lirih kembali menarik perhatian laki-laki itu ke tengah ruangan. "Bu ..." Suara lirih Lara memanggil ibunya. Aksa berjal

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 94

    Aku menciptakan objek yang bisa kubenci, kujadikan tempat untuk meluapkan keputusasaan. Aku butuh tempat untuk melepas semua kekecewaanku pada takdir, tetapi tanpa sadar, justru dia-lah tempatku menemukan kehidupan. Seandainya penyesalan bisa mengembalikan waktu, aku pasti banyak-banyak merayu Tuhan untuk kembali membawaku di pertemuan pertama. Tetapi sayang, penyesalan ini sama sekali tidak berarti. Aku menyerah, di penghujung waktu yang sudah berbatas. *** "Bagaimana kabar, Lara?" Seorang wanita paruh baya berdiri di belakang Aksa. "Lara baik, Lara kuat, Ma." Satu tangan wanita itu terulur ke bahu Aksa, menyalurkan kehangatan memberi kekuatan. Wanita itu sadar, apa yang sedang dialami anak laki-lakinya saat ini tidak-lah mudah. Jatuh cinta, lalu kembali diuji setelah bersama. "Mama selalu berdoa yang terbaik untuk Lara." Aksa tersenyum masam, senyum yang digunakan hanya sebatas untuk menjaga kesopanan. Senyum yang tidak benar-benar ada, karena perasaannya sudah dipenuh

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 93

    "Lo bohong kan, Gas? Katakan kalau apa yang lo ucapin itu cuma omong kosong," mohon Aksa, tapi Bagas hanya diam. "Lebih baik, gue tau lo deket sama Lara sebagai seorang laki-laki dan perempuan, ketimbang tau kalian dekat karena Lara sebagai pasien dan lo sebagai dokter-nya." Kalimat itu diucapkan dengan bibir bergetar, ada ketakutan yang kentara di setiap kalimat yang keluar dari bibir Aksa. "Sorry, Sa. Gue mengatakan apa yang benar-benar terjadi," tambah laki-laki itu pasti. Dada Aksa sesak, tubuhnya yang kuat sama sekali tak bisa menopang dirinya sendiri. Laki-laki itu kembali mendudukan tubuhnya di kursi penunggu, membelakangi Bagas yang masih terpaku. Cukup lama mata laki-laki itu terpejam kuat, disaat kesedihan terlalu sulit ditekan. Selama ini, Aksa merasa dia-lah satu-satunya laki-laki yang paling mengenal Lara, nyatanya tidak. Dia sama sekali tidak mengenal wanita itu, atau mungkin? Dia adalah satu-satunya orang yang tidak dilibatkan dalam masalah yang sedang Lara hada

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 92

    Tiga hal yang paling ditakuti dalam hidup; rasa sakit, kematian dan kehilangan. Namun, tiga hal itu yang paling banyak ditemui dalam lembaran cerita manusia, tentang rasa sakit dan saling menyakiti, tentang lahir lalu mati, dan— tentang menemukan lalu kehilangan. Tidak ada cara untuk menghindar, kapanpun dan dengan cara bagaimana. Semua berporos pada takdir Tuhan yang terikat di setiap manusia yang lahir dan bernafas di dunia. Di sebuah ruangan putih luas dengan properti mewah yang sama sekali tidak mengurangi ketegangan di dalamnya. Kesedihan teramat mendominasi, dibalut dalam gelapnya malam yang semakin menyengat sepi. Aksa masih bertahan, duduk di kursi penunggu samping bed perawatan Lara, sudah lebih dari dua puluh empat jam wanita itu tidak sadarkan diri, sudah dua kolf transfusi darah yang masuk ke dalam tubuh wanita itu, tetapi Lara tak kunjung membuka mata, masih setia beristirahat dalam tidurnya yang lelap. Selama satu hari yang sama, Aksa tidak meninggalkan kamar rawa

DMCA.com Protection Status