Angin membawa bau wangi dari bunga-bunga yang mekar dari perbukitan kota kecil Blueberry hingga ke perumahan yang berjajar di atasnya. Tampak salah satu Mansion berukuran besar berdiri gagah di antara perumahan dekat perbukitan kota.
Sebuah mobil berwarna hitam metalic terlihat memasuki halaman Mansion, dan begitu mobil berhenti, seorang pria berparas rupawan keluar dari sisi kemudi, lalu berjalan memutari mobil ke sisi yang lain.
Dia membukakan pintu penumpang, kemudian mengulurkan tangan pada seorang wanita cantik berbaju merah maroon yang sedang hamil tua.
“Apa kau lelah?” tanya Sean, membantu Via berdiri.
“Aku ingin berbaring sebentar,” jawab Via sembari memegangi lengan Sean yang melingkar di sisi tubuh.
“Sepertinya Ibu sudah menyiapkan kamar untuk kita,” ucap Sean yang menuntun Via masuk ke dalam.
Baru saja mereka melangkah ke teras saat pintu besar di hadapan keduanya terbuka lebar, menunjukan sosok
Pagi itu Via terbangun dengan rasa yang tidak nyaman. Sejak tadi bayi dalam perutnya selalu menendang tanpa henti hingga membuat Via kesulitan tidur. Beberapa kali Via mengganti posisi, tetapi tetap saja dia tidak mendapat kenyamanan.Melihat Via yang gelisah dan berganti-ganti arah, Sean pun mengelus perut istrinya yang menjadi wahana bermain bagi bayi mereka.“Sepertinya dia tidak membiarkanku tidur,” ucap Via sembari ikut mengelus perut itu. “Semalaman dia seperti ini.”Sean melirik jam di atas meja yang menunjukan pukul enam pagi.Dia pun bangkit dari ranjang dan menawarkan pada Via untuk mengikutinya.Tangan Sean terulur ke depan, bermaksud membantu Via untuk bangkit dari kasur.“Bagaimana jika kita melakukan sesuatu? Biasanya bayi akan tertidur bila Ibu beraktifitas,” kata Sean yang menamatkan buku-buku tentang kehamilan.Via menerima uluran tersebut dan beranjak dari ranjang dengan hati-hati.
Hellena mengajak Via dan Sean untuk menghadiri salah satu acara event penggalangan dana perbaikan sekolah yang terkena badai di kota kecil Blueberry.Sebagai salah satu keluarga berpengaruh di sana, Hellena yang menjabat sebagai ketua komite sekolah ikut membantu jalannya acara yang diadakan di Hall Kota.“Apa kau yakin bisa menghadiri acara ini?” tanya Sean cemas setelah Via mengepas dress merah muda yang dia kenakan.Melihat raut kecemasan di wajah sang suami, Via pun menyentuh lengannya pelan.“Aku tidak sakit, tetapi hamil, Sean,” ucap Via dengan senyum bermain di wajah.“Aku tahu, tapi bukan itu maksudku,” kata Sean sembari terus menatap perut Via yang tampak berat hingga dia khawatir kemungkinan istrinya itu bisa tertelungkup ke tanah menahan beban dari perut besarnya.“Apa kau mau kubawakan kursi roda?” tanya Sean dengan kekhawatiran yang jelas di wajah.Mendengar itu, Via mencubi
Koridor rumah sakit tampak penuh oleh beberapa pria-pria yang menunggu, dan juga para wanita berparas anggun yang saling berkumpul di bangku tunggu.Wajah-wajah mereka terlihat cemas menantikan sesuatu.Sudah lebih dari lima jam mereka berada di luar sembari merapalkan doa untuk seseorang yang bersalin di dalam sana.Bahkan, Tya dan Disya yang biasanya berjauhan tampak saling berpegangan tangan. Keduanya melirik ke arah pintu sebuah kamar persalinan dengan was-was, dan merunduk kemudian ketika tidak ada tanda-tanda seseorang akan keluar memberikan kabar yang ditunggu.Namun, kepala mereka terangkat bersamaan ketika Sean keluar dari ruangan, membuat beberapa mata memandangnya antisipasi.Kelegaan memenuhi koridor begitu semua orang mendapati mata Sean yang berbinar penuh keharuan.Sebuah senyum lebar menghiasi wajah, dan dengan kedua tangan terkepal ke udara, dia berkata lantang; “Aku adalah seorang Ayah sekarang!”Terdenga
Jalanan di sekitar Bar Grand Avenue dipadati oleh para pejalan kaki yang ingin melihat perayaan tahun baru di lapangan terbuka, dimana letaknya tidak jauh dari Times Square. Tidak hanya itu, lampu-lampu berkerlip indah di sepanjang pusat hiburan tersebut. Belum lagi mobil-mobil yang ikut menyesaki di sepanjang jalan dan tidak sedikit yang parkir sembarangan.Sementara itu, Via yang sedang menunggu Disya di luar toilet Grand Avenue menjadi gelisah, karena sejak tadi temannya tidak juga keluar dari sana. Lebih dari dua puluh menit Via menunggu, tetapi sepertinya Disya masih belum selesai.“Apa kau masih lama?” tanya Via sembari mengetuk salah satu stall yang Disya pakai.“Pergilah duluan, perutku masih sakit!” jawab Disya pada akhirnya, membuat Via menghela napas dan berjalan keluar dengan bahu lesu.“Aku akan menunggu di luar gedung!” sahut Via yang hanya dijawab dengan gerutuan. Tampaknya, Disya benar-benar sedang kesak
Kepala Sean terasa nyeri saat dia bangkit dari ranjang perawatan, begitu pula sisi perut sebelah kiri yang terasa sakit dan berdenyut.Suara deheman dari sisi kanan tempat tidur membuat kepala Sean menoleh sedikit. Dia menatap seorang pria tengah duduk di sofa dengan majalah di pangkuan.“Sebaiknya kau berbaring saja sebelum dokter masuk dan melihatmu dalam posisi seperti itu,” nasihat pria tersebut sebelum mengalihkan fokusnya kembali pada bacaan yang sempat terinterupsi.Sean mendengus pelan dan berusaha turun dari ranjang sembari menahan nyeri dengan sesekali meringis.Terdengar helaan napas dari arah pria yang duduk di sofa, membuat wajah Sean semakin tertekuk kesal.“Sudah kukatakan untuk kembali berbaring, tetapi sikap keras kepalamu membuang-buang waktuku saja,” ucap pria itu lagi sembari mendecihkan lidah dan menggelengkan kepala.“Kau bisa pulang setelah urusanmu dengan polisi selesai,” kata Sean
Dua bulan telah berlalu sejak kejadian itu, bahkan Via sudah lupa rasa trauma ketika orang asing mengacungkan senjata api padanya. Bila diingat lagi, Via merasa beruntung karena bantuan cepat tiba, namun sampai saat ini, Via tidak pernah sekali pun tahu atau melihat wajah pria yang dirampok waktu dulu.Untung saja ada Disya yang selalu datang membantu ketika Via baru pulang dari rumah sakit waktu itu. Bayangkan saja bagaimana susahnya beraktivitas saat sendi di bahu bergeser hingga tangan kirinya pun tidak bisa digunakan untuk beberapa minggu.“Kapan jam shift-mu berakhir?” tanya Disya yang bekerja di balik konter.Ini adalah bulan terakhir mereka di universitas, dan bila tidak ada halangan, maka beberapa minggu lagi keduanya akan mendapat gelar sarjana dan bisa melamar kerja segera, tetapi sebelum waktu itu tiba, Via dan Disya masih tetap bekerja part time di coffee shop kampus yang sudah mempekerjakan keduanya sejak menjadi mahasiswa baru.&
Via berdiri di depan gedung Hotel Luna Star dan menatap bangunan itu penuh harap, bahwa wawancaranya kali ini dapat berlangsung lancar. Sebelum masuk ke dalam, dia memperbaiki riasan dan baju formal yang melekat di tubuh berkali-kali dengan gerakan gugup.Setelah menarik napas panjang dan berdoa dalam hati, Via pun berjalan dengan penuh percaya diri melewati pintu lalu berhenti di bagian informasi.“Permisi, aku ada janji wawancara untuk posisi Quality Control di Luna Star sekitar lima belas menit lagi,” ucap Via dengan senyum di wajah.Wanita yang berada di balik meja menatap Via sebentar sebelum memeriksa computer di hadapan.“Tunggu sebentar, aku ingin mengkonfirmasi dahulu,” jawab wanita itu seraya menelepon seseorang.Selagi menunggu, Via mengedarkan pandangan ke segala arah, tanpa sadar dia memilin jemarinya hingga merah.Hotel Luna Star benar-benar megah. Tempat itu lebih seperti kastil dibandingkan penginapan.
Hujan turun sangat lebat, hingga Via pun pulang ke apartemen dalam keadaan basah kuyup.Dia berlari-lari kecil begitu melewati genangan air di jalan sampai ke depan teras bangunan apartemen yang gadis itu sewa. Tampak beberapa penghuni apartemen keluar masuk dengan memegangi payung.Sayang sekali, tadi Via lupa membawa benda tersebut, karena ramalan cuaca akhir-akhir ini suka berubah secara tiba-tiba.“Halo,” sapa salah satu penghuni kamar nomor lima yang menuruni tangga.“Hay,” jawab Via menyapa balik.Kedua wanita itu berpapasan ke arah yang berbeda.Setelah menaiki tangga menuju lantai lima, Via pun merasa kehabisan tenaga sebelum sampai ke depan pintu kamar.“Kau sudah kembali? Bagaimana wawancaranya?” tanya seorang wanita muda yang menyembulkan kepala secara tiba-tiba, bersal dari sebelah kamar yang Via sewa.Dengan wajah basah dan tubuh sedikit gemetar, bibir Via yang mulai membiru pun