Via berdiri di depan gedung Hotel Luna Star dan menatap bangunan itu penuh harap, bahwa wawancaranya kali ini dapat berlangsung lancar. Sebelum masuk ke dalam, dia memperbaiki riasan dan baju formal yang melekat di tubuh berkali-kali dengan gerakan gugup.
Setelah menarik napas panjang dan berdoa dalam hati, Via pun berjalan dengan penuh percaya diri melewati pintu lalu berhenti di bagian informasi.
“Permisi, aku ada janji wawancara untuk posisi Quality Control di Luna Star sekitar lima belas menit lagi,” ucap Via dengan senyum di wajah.
Wanita yang berada di balik meja menatap Via sebentar sebelum memeriksa computer di hadapan.
“Tunggu sebentar, aku ingin mengkonfirmasi dahulu,” jawab wanita itu seraya menelepon seseorang.
Selagi menunggu, Via mengedarkan pandangan ke segala arah, tanpa sadar dia memilin jemarinya hingga merah.
Hotel Luna Star benar-benar megah. Tempat itu lebih seperti kastil dibandingkan penginapan.
Hujan turun sangat lebat, hingga Via pun pulang ke apartemen dalam keadaan basah kuyup.Dia berlari-lari kecil begitu melewati genangan air di jalan sampai ke depan teras bangunan apartemen yang gadis itu sewa. Tampak beberapa penghuni apartemen keluar masuk dengan memegangi payung.Sayang sekali, tadi Via lupa membawa benda tersebut, karena ramalan cuaca akhir-akhir ini suka berubah secara tiba-tiba.“Halo,” sapa salah satu penghuni kamar nomor lima yang menuruni tangga.“Hay,” jawab Via menyapa balik.Kedua wanita itu berpapasan ke arah yang berbeda.Setelah menaiki tangga menuju lantai lima, Via pun merasa kehabisan tenaga sebelum sampai ke depan pintu kamar.“Kau sudah kembali? Bagaimana wawancaranya?” tanya seorang wanita muda yang menyembulkan kepala secara tiba-tiba, bersal dari sebelah kamar yang Via sewa.Dengan wajah basah dan tubuh sedikit gemetar, bibir Via yang mulai membiru pun
Hari Senin tiba lebih cepat, membuat Via berdebar-debar untuk masuk kerja pada hari pertama di Hotel Luna Star. Dia bahkan harus beberapa kali memeriksa penampilan agar tidak ada baju terlipat, dan cukup lama mematut diri di kaca walau polesan lipstick serta bedak sudah terlihat sempurna. Rasanya masih saja ada yang kurang, hingga akhirnya Via menyadari waktu berlalu begitu cepat, membuatnya nyaris terlambat. “Astaga, bagaimana kalau kau sampai di sana lewat dari jam pertemuan? Bisa-bisanya kau lebih mementingkan penampilan,” sungut Via sembari menarik tas dan satu set kunci sebelum keluar dari kamar. Dia terpaksa memakai kereta bawah tanah, karena tidak memiliki mobil pribadi ataupun uang untuk membayar taksi. Setelah sampai di depan Hotel Luna Star, Via merasa penampilannya kusut kembali, karena berdesakan dengan penumpang kereta. Sebelum benar-benar masuk ke dalam bangunan, Via memeriksa riasan lebih dulu, serta memperbaiki baju kemeja puti
Via mempelajari satu per satu dokumen yang diberikan oleh atasan barunya, Hadley Fulton, seorang Manajemen Representatif Hotel Luna Star.“Luna Star memiliki Delapan Divis, aku ingin kau mengetahui setiap divisi dan sub divisi yang ada, namun untuk sementara kau cukup mempelajari data-data pada Divisi Quality Control dan Documen Controller. Semua yang kau butuhkan ada di Bantex,” jelas pria itu sembari menyodorkan sebuah penyimpanan file berwarna biru dengan ukuran besar. “Setelah ini aku akan memberimu training mengenai quality manajemen system di Luna Star.”Kepala Via menjadi berat ketika mendapati tumpukan dokumen yang menggunung di atas meja.“Apa … aku harus mempelajari ini … semua?” tanya Via yang tidak bisa melepas pandangan dari file-file di hadapan.Hadley mengangguk dan menambahkan satu bundle dokumen lagi di atas tumpukan kertas yang membukit.“Jika ada yang tidak dimengerti, tanya
Selama rapat berlangsung, fokus Sean terpecah. Dia bahkan tidak lagi mendengarkan penjelasan manajer operasional, Daren Osbert, tentang laporan bulanan Luna Star yang mendapat peningkatan pengunjung sebanyak delapan puluh persen.Rasanya Sean ingin membenturkan kepala pada permukaan meja ketika dia mengingat kembali percakapan saat bersama Via tadi.Bisa-bisanya dia menjebak wanita itu agar menyetujui rencana absurd yang dia buat. Mungkin, bila Brodi tahu apa yang Sean lakukan saat membujuk Via, pria itu pasti akan mengejeknya dan mengatakan Sean adalah pria paling tidak sabar.“Sean …?”Mendengar namanya dipanggil, Sean pun tersadar dan mengembalikan fokus ke ruangan rapat.Dia berdehem dan menjawab; “Ya?”Sahabatnya itu pun menatap Sean lama, membuat dia menjadi sedikit salah tingkah.“Bagaimana menurutmu?” tanya Daren tiba-tiba yang membuat dahi Sean berkerut semakin dalam.Dia meng
Sekembalinya dari Luna Star, Via pun berjalan memasuki gedung apartemen dengan lelah. Lagi-lagi hujan turun lebat di luar, membuat baju kemejanya basah hingga meninggalkan jejak rintik air di sepanjang koridor yang Via lewati ketika menuju kamar apartemen.“Ya ampun, lihat dirimu. Apa di luar hujan lagi?” tanya wanita yang berada di sebelah kamar Via.Dengan kedinginan Via menjawab.“Yups, kurasa hujan akan terus turun sampai minggu depan,” kata Via sebelum masuk ke dalam.Wanita itu pun tersenyum dan menutup pintu apartemen ketika Via berhasil membuka kunci.Sebenarnya dia tidak begitu dekat dengan satu pun penghuni apartemen, tetapi wanita yang berada di sebelah kamar pasti menyapa setiap kali Via pulang dari mana saja.“Penghangat ruangan masih mati, kuharap kau tidak kedinginan malam ini!” kata wanita yang tadi mengajak Via bicara dari dalam kamarnya sendiri.Dinding bangunan itu sangat tipis, m
Tangan Sean mengepal keras ketika dia memperhatikan dinding yang catnya telah mengelupas. Dia tidak habis pikir bahwa Via tinggal di tempat seperti ini. Andai Sean tahu sedari awal, mungkin saja dia akan memiliki rencana berbeda sebelum menawarkan wanita itu kerja.Pantas saja dia merasa aneh ketika melewati jalanan yang berada di pinggir kota New York. Setahunya itu adalah wilayah paling tertinggal di kota, tempat orang-orang terburuk menghabiskan hidup menjadi sampah masyarakat.Apa yang wanita itu pikirkan saat memilih untuk tinggal di sana? Bagaimana bila ada seseorang berniat untuk berbuat jahat ketika Via pulang kerja? Bahkan bayangan seorang lelaki menjamah Via membuat Sean naik darah.Melihat pintu rapuh di hadapannya, Sean pun mengetuk benda itu dengan tiga buku jari kiri untuk memastikan kekuatan kayu yang menyangga. Namun tatapannya berubah tajam saat mendapati serbuk rayap yang bertebaran dari kusen dan sisi bawah.Dia menjadi marah begi
Sean membantu Via sampai ke mobil dan membantu membukakan pintu untuknya, membuat Via merasa canggung karena mendapat perhatian begitu besar dari bosnya sendiri. Bahkan, dalam perjalanan menuju ke apartemen Sean, keduanya lebih banyak diam sembari mendengarkan radio yang memutar lagu berjudul From The Ground Up, yang tanpa Via sadari ungkapan tersirat dari pria di sebelah.Sengaja Sean melambatkan laju kendaraan, agar mereka memiliki lebih banyak waktu berdua dan tidak perlu mencari-cari alasan untuk berdekatan.Dari ekor mata, Sean memperhatikan Via yang sedang menyelipkan anak rambut ke telinga dengan jari-jemarinya yang lentik. Tidak luput pula dari perhatian Sean ketika Via tanpa sadar menggigit bibir bawah dikarenakan kegugupan. Nyaris saja dia menggeram saat tanpa sengaja Via menyibak rambut ke balik bahu dan memamerkan leher yang jenjang.Entah mengapa Sean merasa AC di mobil tidak berfungsi, sehingga dia membuka sedikit kaca jendela untuk mendapatkan uda
Gedung apartemen Sean terletak di tengah-tengah kota, tidak jauh dari Hotel Luna Star.Via yang baru saja keluar dari mobil memperhatikan gedung pencakar langit di depan dengan tatapan gugup. Dia melirik ke arah Sean yang mengeluarkan barang-barang bawaan mereka dari bagasi.“Ayo masuk,” ajak Sean sembari berjalan lebih dulu yang akhirnya Via ikuti dengan langkah ragu-ragu.Sesampainya di lobby, seorang pria mendatangi mereka. Dari gesture tubuhnya yang sedikit menunduk, menunjukan bahwa pria itu sangat menghormati Sean.“Mr. Reviano,” sapa pria berpostur pelatih gym tersebut dengan senyum professional.Seketika Sean menyerahkan tas-tas yang sejak tadi dia jinjing. Hanya dengan satu sapaan saja, Sean mengerti apa yang pria itu ingin lakukan, namun ternyata Via yang tidak terbiasa dengan perlakuan tersebut merasa canggung seketika.Dia hendak menegur, tetapi memilih untuk diam karena posisi Sean sebagai atasan. Lagi pu