“Kau membayar ruang perawatan Bibi Azura? Bukankah aku sudah bilang tidak membutuhkan apa-apa darimu!” kesal Via sembari berjalan cepat menuju kamar VVIP dimana Bibi-nya dirawat.
Tangan wanita itu penuh perban setelah diobati oleh dokter begitu Sean membawanya ke rumah sakit. Via bahkan tidak habis pikir karena luka gores itu tidaklah dalam. Lihat saja tadi, dokter dan perawat yang menangani hanya tersenyum geli melihat Sean yang ketakutan sendiri seakan kepala Via yang bermasalah bukan goresan kecil di tangan dan jari.
“Via, jangan jadikan pertengkaran di antara kita sebagai penghalang bagi Bibi untuk mendapat perawatan yang terbaik. Semua ini kulakukan juga demi Bibi. Apa kau tidak menginginkan hal yang sama, Baby,” kata Sean dengan sebuah senyum di wajah yang melunakan amarah Via seketika. Setelah dipikir kembali, Sean berkata benar. Dia tidak boleh egois, dan menyeret Bibi dalam masalah mereka.
Via menggigit bibir untuk menahan lidah.
Terdengar suara bell berbunyi pagi itu, tetapi Via yang duduk di meja makan tampak tidak peduli dan terus menikmati sarapan. Dia tenggelam dengan ingatan kemarin saat Sean memperlakukannya dengan hati-hati.Kepala Via penuh dengan pertanyaan; mengapa Sean bersikap begitu lembut? Dan anehnya, di beberapa waktu pria itu mengelus perut Via walau tidak kentara. Tidak hanya itu, Sean bahkan khawatir dengan setiap hal yang Via lakukan, seolah Via terbuat dari kaca rapuh yang akan pecah kapan saja.Bukankah, Sean sendiri yang tidak ingin melanjutkan hubungan mereka dan menyuruh untuk menggugurkan bayinya. Bahkan, pria itu menyuruh orang lain untuk menutup mulut Via. Memangnya, apa yang pria itu inginkan hingga jauh-jauh ke Summer Breeze? Hubungan mereka bahkan tidak akan pernah bisa utuh karena sebentar lagi Sean menikah. Pria itu juga tidak menjelaskan apa-apa dan masuk begitu saja dalam hidup Via.“Ya ampun, kenapa kau diam saja mendengar bell menjerit di luar
Nomor yang Hilda hubungi berdering beberapa kali, membuat wanita itu tidak sabar menunggu. Ini sudah kali ke-tiga dia menghubungi Gamal, tapi entah mengapa pria itu tidak mengangkat telepon darinya, membuat Hilda kesal. Tidak biasanya Gamal mengabaikan setiap kali Hilda menghubungi.Apa mungkin terjadi sesuatu dengan rekan kerjanya itu?Setelah mengingat kembali pria asing yang merampas semua barang-barang pribadi, termasuk kamera yang susah payah Hilda beli dari mengumpulkan uang setelah lama bekerja part time di sebuah bar, membangkitkan amarah Hilda seketika.Dia hanya melakukan pekerjaan sebagai Papparazi, bukan sebuah pekerjaan illegal, memang tugasnya mencari gossip kehidupan para selebriti!Pada dering terakhir, akhirnya Gamal mengangkat panggilan. Tanpa menunggu salam pembuka, Hilda mencerca habis-habisan tanpa memberi jeda untuk Gamal menjelaskan diri.“Aku menghubungi sejak berhari-hari, tetapi kau malah mengabaikan? Apa kau tahu, d
Sejak siang Via menunggu kedatangan Sean ke toko roti, tetapi sampai matahari hendak terbenam pun, Sean tidak kunjung menunjukan batang hidung, membuat Via bertanya-tanya. Jantung Via bahkan beberapa kali berdebar begitu mendengar suara lonceng di pintu, tetapi rasa kecewa menyergap begitu dia melihat bukan sosok yang ditunggu masuk ke dalam.“Hey, jangan memasang wajah seperti itu. Nanti pelanggan lari hanya karena kau berwajah seperti beruang kurang tidur,” sikut Tya setelah salah satu pelanggan keluar dengan pandangan tidak suka.Via menghela napas dan menatap kembali ke jendela yang menyuguhkan pemandangan jalanan sepi di luar sana. Tya tahu alasan dibalik wajah Via yang murung.“Dia mungkin sedang sibuk sekarang. Besok pasti datang lagi ke sini. Ayo, pasang senyum yang ramah sebelum kita kedatangan pelanggan baru,” ucap Tya memberi semangat.Bibir Via hanya melebar sedikit, seakan tidak niat, membuat Tya memutar bola mata dan
Setelah menelepon Willow dan Disya, Via pun bersiap untuk pergi ke Sweety.Willow mengatakan bahwa dia berpindah ke rumah orang tua, walau Via sudah menjelaskan gadis itu bisa tinggal di rumah peternakan sementara. Sayangnya, Willow menolak.Karena tidak ada yang bisa dilakukan lagi, Via pun melihat bunga di sekitar dan dia mengganti air pada vas-vas yang jumlahnya ada delapan. Sudah menjadi rutinitas Via di pagi hari yang menenangkan diri dengan menghirup aroma bunga-bunga hingga kenangan bersama Sean hadir kembali.Beberapa hari tanpa melihat Sean, membuat Via kehilangan sehingga dia beberapa kali mengeluarkan foto pria itu dari penyimpanan di dalam kotak kenangan. Tetapi kembali Via menaruh figura tersebut ke tempat semula, menahan diri untuk tidak melakukan hal bodoh seperti dulu; menatap gambar Sean berlama-lama.Via tidak berharap hubungan mereka dapat kembali utuh. “Bagaimana kabar Disya?” tanya Tya sembari membuka pintu m
Sean berjalan di lorong mansion menuju ruang kerja Ayahnya dengan wajah datar tanpa ekspresi, tetapi siapa pun yang mengenal baik pria itu, mereka dapat melihat kemarahan tersirat di balik manik mata sebiru samudra.Gesture tubuh yang tampak biasa bagi orang awam, tidak bisa menipu pandangan orang terdekat; Sean berusaha kuat dengan keyakinan diri bahwa dia hendak memberontak dari cangkangnya selama ini.Manison yang merupakan kediaman Reviano terlihat sepi. Semua orang termasuk pelayan seakan sengaja bersembunyi, karena tahu perubahan atmosfir di sekitar yang menjadi tegang seketika begitu mobil Sean memasuki halaman.Apabila suasana di Mansion Kediaman Reviano diandaikan seperti benda tajam, maka ketegangan yang terasa dapat memotong nadi semua orang.Sean mengetuk pintu besar di hadapan sebanyak dua kali. Tata krama yang dia pelajari sejak masih berusia lima tahun. Dengan patuh dia menunggu hingga terdengar suara berat sang Ayah yang menyuruh mas
Daren baru saja keluar dari ruang rapat bersama Executive Luna Star yang lain. Beberapa karyawan yang tadi ikut rapat bersama masih berada dalam ruangan, mereka memberi jalan bagi para Executive untuk keluar lebih dulu.Hadley yang merupakan kepala Divisi Quality Control menghentikan langkah saat dia melihat CEO mereka. Dia tersenyum begitu mendapati kehadiran Sean di sana.“Sepertinya Pak CEO baru saja kembali,” ucap Hadley pada rekan yang lain.Sean Reviano berjalan cepat di lorong menuju ke arah kumpulan para Executive yang berdiri di depan ruang rapat.Melihat sahabatnya sudah kembali, Daren tersenyum hendak menyapa, namun suasana berubah menegangkan begitu Sean berada di hadapan mereka, karena senyuman di wajah Daren lenyap seketika saat dua pukulan keras mendarat di pipi kiri sedang tubuhnya terhempas ke lantai.Terdengar suara keributan hingga menarik perhatian karyawan Luna Star di sekitar.Dario Leaman, merupakan Manager
Sean berlari di sepanjang lorong rumah sakit. Dia mengabaikan hardikan beberapa perawat. Di dalam kepalanya hanya ada Via dan bayi dalam kandungan. Ponsel Sean bergetar, dia melihat pesan yang dikirim Tya, memberi tahukan letak bangsal kamar perawatan.Melihat Sean yang hadir dari ujung lorong, Tya pun berdiri dari bangku dan menunggu hingga Sean tiba di dekatnya.“Apa yang terjadi?” tanya Sean dengan suara bergetar menahan emosional.Tya menatap Sean cemas, sedang tangannya saling meremas menyalurkan kegugupan.“Dia melihat majalah yang memuat wajahmu dengan seorang wanita. Seketika Via menjadi pucat dan aku mengantarnya pulang. Baru sebentar saja aku meninggalkan dia, saat aku mendengar teriakan dan mendapati Via dengan darah di sekitar tubuhnya.” Tya menangis mengingat kejadian itu. “Aku tidak pernah melihat darah sebanyak itu seumur hidup. Kupikir aku akan kehilangan Via saat itu juga.”Tubuh Sean terasa lema
Ruang perawatan Via terasa sempit. Sean berpikir untuk memindahkannya ke ruangan yang lebih besar, tetapi dia menolak untuk keluar dan meninggalkan Via sendirian, sehingga yang dilakukan Sean adalah duduk di sisi wanita itu sejak tadi.Sean mengelus pipi Via yang pucat. Dia juga mencium wajahnya yang terlelap.“Maaf kan aku, Baby,” bisik Sean dengan suara bergetar.Pria tangguh itu menundukan wajah, tanpa peduli air mata yang perlahan turun membasahi pipi hingga ke dagu. Dia menangis tanpa suara. Pada waktu yang terbuang karena kesalah pahaman dan juga keegoisannya sendiri.Andaikan saja sebelum pergi ke Blueberry dia menjelaskan gossip yang beredar, Via mungkin tidak berbaring di sana.“Maaf kan aku,” gumam Sean sembari menangkup kedua tangan Via dalam genggaman, lalu menciumi buku-buku jari yang terkulai tak berdaya.Sean bangkit dari kursi kemudian memeluk Via yang terbaring. Lama dia melilitkan kedua tangan pada t