"Ada apa, Marin? Apa yang terjadi dengan anakmu?" Melihat kepanikan di wajahku, Erick langsung bertanya."Richie, dia tidak ada di sekolahnya," jawabku cemas. Entah ke mana perginya anak itu tapi kuharap dia baik-baik saja."Apakah sudah benar-benar dicari. Mungkin dia sedang main di taman atau sebagainya?" Dengan wajah serius Erick menatapku dalam."Entahlah. Tapi Mbak Ani sudah mencarinya ke sana kemari, dan tetap tidak menemukan Richie. Aku takut terjadi apa-apa padanya," ujarku tak bisa menutupi kegugupanku."Ya ampun, sebenarnya kerjaan anak buahku apa saja sih," ujar Erick dengan wajahnya yang serius. Pria itu segera memutar balik kendaraan menuju tempat sekolah anakku, setelah kusebutkan di mana anakku sekarang bersekolah. "Tenanglah, Marina. Semoga anakmu tidak apa-apa, atau paling buruk juga dibawa oleh suamimu."Erick terus menenangkan sepanjang jalan. Namun aku yang tidak ingin berbasa-basi memilih berdoa dalam hati, dan semoga cepat sampai ke tujuan. Jika benar dia dib
Mereka pasti tidak menyangka aku akan berkata demikian. Kali ini keduanya membiarkanku melewati mereka.Tapi belum jauh, Mas Bian yang juga mengekor di belakang, menarik tanganku di ujung tangga."Ada apa lagi ini, Mas? Berhenti memegang tanganku. Jika ada yang ingin kau bicarakan, katakan saja sekarang." Aku mendesis setelah berbalik padanya. Rasanya jijik saja bersentuhan dengan kulit yang sudah tercemari selingkuhannya itu."Marin, bahkan aku sebelum sempat berbicara dengan Richie karena dia tidur sejak kali pertama datang. Aku minta bawa dia pulang ke rumah, dia juga pasti merindukanku," ujarnya tak semarah tadi."Tentu, akan kulakukan kalau Richie juga menginginkannya." Aku berlalu bersama Erick. Kulihat wajah-wajah itu terus memperhatikan kami. Doni juga seperti salah tingkah ketika kuperhatikan sekilas. Dari pembicaraan tadi, jelas dia tengah membicarakan beberapa kerugian satu brand ternama pada Mas Bian."Bian, kenapa kau biarkan cucu Mama dibawa oleh wanita itu?!" Mama ma
"Marina, kenapa kau tidak menjawab, hah? Jadi benar kalau Mas Bian ada di rumahmu? Dasar perempuan licik!! Setelah kau berhasil mempermalukannya, sekarang kau malah menahan dia untuk tidak pulang. Kau benar-benar perempuan memalukan, Marina!! Apa yang akan dikatakan oleh media jika mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi!!" Sheila terus mencak-mencak membuatku geram dengan tuduhannya."Cukup Sheila, atas dasar apa kamu memfitnah aku seperti ini!" Huh, dasar perempuan menjijikan, sudah berzina dan merusak pernikahan orang lain, bisa-biasanya dia menuduhku menyimpan selingkuhannya yang tak berharga itu. Dasar!"Heh, kau masih mau berkilah. Padahal sudah jelas dari lampu kamarmu yang menyala!! Lantas apa kau pikir aku tidak tahu kalau Mas Bian ada di sana!! Apa yang sedang kalian lakukan?!!" Deg, Sheila terdengar frustasi dan jengkel.Tapi apakah Sheila sedang mengintaiku dari bawah sana? Penasaran, buru-buru aku mengintip dari tirai yang kusingkap. Benar, ada mobil terparkir
"Kamu sudah siap?" tanya Erick meyakinkanku untuk keluar dari dalam mobil.Aku mengangguk setelah menghembuskan nafas berkali-kali. Puluhan pasang mata dan kamera yang ada dalam genggaman para pencari berita bersiap menantiku turun, sementara dari mobil lain turun Om Bram bersama dengan timnya.Dikerubungi banyak wartawan, kami masuk untuk mengajukan pelaporan ke kantor polisi, juga ke pengadilan untuk mengajukan gugatan perceraian. Setelah aku meyakinkan diri dan setelah aku menenangkan hati, kurasa aku semakin yakin untuk mengakhiri semua ini, lagi pula Mas Bian sudah dengan wanita pilihannya, dan aku juga tidak ingin mempertahankan pernikahan di atas pengkhianatan ini."Bu Marina, tolong gimana tanggapannya?""Bu Marina, benar-benar akan melaporkan Biantara ke kantor polisi, apa Ibu tidak memikirkan dampak akibatnya?!" "Bagaimana dengan keluarga ibu sendiri, yang kami dengar orang tua dari pihak ibu tidak menyetujui perceraian ini?!" "Bu Marin, bagaimana dengan kejadian m
Mas Bian akhirnya pergi tanpa drama setelah aku mengusirnya baik-baik.Sambil menunggu proses cerai, aku bebaskan dia untuk bertemu dengan Richie, tapi tidak untuk mengajaknya pergi tanpa didampingi apalagi bertemu dengan wanita itu.Aku masih tidak sudi dan tidak rela Richie dan Sheila bertemu, apalagi wanita itu mengaku-aku sebagai istri suamiku. Jika dia menginginkan seorang anak, biarkan dia yang mengandung sendiri tanpa melibatkan anakku.Malam harinya Erick menghubungi dan bertanya macam-macam. Dari suaranya pria itu terdengar khawatir, kalau-kalau Mas Bian mungkin menginap dan tidak mau pergi."Dia sudah pulang setelah aku mengusirnya. Tadinya sih, dia ingin menginap di sini untuk menemani Richie. Tapi aku sudah menolaknya baik-baik," ujarku menjelaskan jangan sampai dia salah paham."Iya, aku percaya. Tapi, apa perlu aku datang ke sana untuk menemani kalian agar aman?" Ucapan itu terdengar santai dari ujung telepon, tapi mampu membuatku melebarkan mata."Tolong ya Erick, ja
Seorang bijak pernah mengatakan padaku, kalau seseorang diuji saat dia tertimpa masalah, maka orang-orang terdekatnya akan berempati atau justru mengabaikan dan menyalahkan, juga cenderung menghalangi. Dan terbukti, orang-orang di sekitarku tidak banyak yang tulus kecuali Mama dan mungkin Erick. Sementara yang lainnya, mereka hanya bisa menyalahkan, menuduh, bahkan malah melarangku bertindak sesuai dengan yang harus kulakukan. Dan salah satunya adalah papa.'Ku hubungi Erick pria yang belakangan ini menjadi pelarian saat aku didera masalah."Iya Marin, tumben kamu menghubungi. Ada apa? Katakan saja," ucap pria itu di ujung telepon ketika aku mendial nomornya beberapa saat yang lalu."Apa kamu sibuk sekarang?" tanyaku hati-hati. Agar tidak mengganggu aktivitasnya."Nggak. Aku baru kembali ke rumah. Paling ngantor nanti jam 10-an. Kamu ingin bertemu denganku?!" Erick seperti bisa membaca pikiranku untuk bertemu. Padahal tadi pagi dia yang mengantar Richie ke sekolah, sementara
"Marina, bisakah kamu mencabut laporannya di kantor polisi? Kasihani Bian. Karirnya hancur, hidupnya juga, termasuk dia harus mendekam di balik jeruji besi. Tidakkah kamu memiliki rasa kasihan padanya, Nak? Dia adalah pria yang baik sebelum tergoda oleh wanita itu. Dia juga ayah yang baik dan tidak pernah melakukan kekerasan padamu sebelumnya." Mama menjeda kalimatnya seolah menahan sengau dalam dada. "Jadi, sebagai seorang ibu, Mama mohon dengan sangat padamu, tolong cabut gugatannya dan berdamailah." Mama menghiba dengan wajah sendu.Aku paham kesedihan di wajah mama karena putranya harus mendekam dan mempertanggungjawabkan semuanya, tapi itu adalah konsekuensi yang harus diterima oleh Mas Bian, setelah apa yang dia lakukan padaku. Tapi sebagai seorang ibu, seharusnya dia berdoa bukan memohon sambil merendahkan harga dirinya, apalagi memintaku memaafkan perbuatan anaknya yang salah."Apa yang Mama lakukan, tolong jangan seperti ini, Ma. Jangan membuatku merasa sangat bersala
Aku yang kebingungan dipaksa untuk pergi dan masuk ke dalam mobil, sementara hari ini kebetulan Erick tidak menemani, karena ada meeting di kantornya yang tidak bisa ditinggalkan."Antarkan Marina langsung pulang ke rumahnya," ujar Papa pada sopir yang duduk di depan, lalu dia bicara juga pada dua bodyguard yang menjaga kemanapun aku pergi. "Jangan biarkan dia bicara apapun dengan Bian, dan jauhkan dia dari pria itu. Kau dengar apa kataku?!" tanya Papa bicara dengan serius. Dua pria yang tidak mengerti tentang masalahnya itu, hanya mengangguk pelan lalu duduk di samping dan di depanku.Rasa penasaran membawaku untuk menemui Mama di kafe langganannya. Wanita itu sering menikmati harinya di sini; untuk berkumpul dengan teman-teman sosialitanya. Kebetulan mama katanya datang seorang diri tanpa didampingi oleh teman- temannya yang super gaul dengan penampilan nyentrik tersebut."Marin, tumben kamu ngajak Mama ketemuan di sini