Samuel yang sudah siap dengan pakaian rapinya itu berniat untuk pergi ke kantor, sekalian mengantar Gabriel pergi ke sekolahnya. Kebetulan, mereka baru saja menyelesaikan sarapan mereka."Selamat pagi!" sapa seseorang yang sudah berdiri di dekat mobil Samuel, seakan telah menanti sang pemilik datang.Samuel mendelik tajam ke arah Alexa yang berdiri di salah satu sisi mobilnya. "Apa yang kau lakukan di sini?""Aku hanya ingin menyapa calon suamiku, dan calon keponakanku yang paling menggemaskan juga tampan, tentunya." Tubuh Alexa sedikit membungkuk untuk mencubit pipi Gabriel.Bocah itu memberengut kesal saat Alexa memperlakukannya bak seorang bayi. "Bibi, jangan lakukan itu lagi!""Lakukan apa?" tanya Alexa tak mengerti."Mencubit pipiku, lalu mengusap kepalaku!" dengus Gabriel. "Hanya Mama dan Papa yang boleh melakukannya. Selain itu, kalian tak boleh! Aku bukan anak kecil!"Bola mata Samuel nyaris melompat keluar dari dalam rongganya setelah mendengar ucapan Gabriel yang terdengar d
Gabriel duduk di ayunan taman bermain sekolahnya dengan wajah murung. Ia ditemani oleh seorang guru di sana."Pamanmu mungkin terjebak macet atau ada kepentingan lain. Tunggu dulu saja. Ibu ada di sini untuk menemanimu," tutur wanita berkacamata dengan paras cantik tersebut.Gabriel menoleh sejenak menatap gurunya, kemudian kembali menundukkan kepala seraya membuang napas.'Paman pasti sibuk dengan Bibi Alexa,' pikir bocah laki-laki tersebut. 'Mengapa orang-orang dewasa jadi sibuk sendiri, dan melupakan aku? Mama dan Papa pergi keluar negeri tanpa aku. Dan sekarang, Paman sudah mulai melupakan aku.'"Ehm!" Sebuah suara deheman membuat Gabriel dan gurunya lekas menoleh ke samping. Di sana, Samuel terlihat berdiri dengan senyum menghiasi bibirnya. Tangan pria itu membawa sebuah permen kapas berukuran dua kali kepala orang dewasa."Maaf, membuatmu menunggu. Paman ada urusan mendadak tadi," ujar Samuel beralasan."Hmph! Alasan!" dengus Gabriel sembari memalingkan wajah.Guru itu tersenyum
Ganesha menatap ke arah Geisha yang sejak tadi hanya diam mengaduk-aduk minuman di gelasnya. Wanita itu terlihat murung sejak pagi tadi, dan ia tak tahu apa alasannya."Kau kenapa?" tanya pria itu pada akhirnya.Geisha menghela napas pelan. "Tidak.""Kau terlihat murung sejak bangun tidur. Apa kau sakit? Kau mencemaskan sesuatu?" Ganesha menatap lekat wajah sang istri yang tidak secerah biasanya."Aku merindukan Gabriel," jawab Geisha. Mengundang senyum di bibir suaminya.Ganesha meraih tangan Geisha yang terletak di atas meja, kemudian mengusapnya lembut. "Jadi, kau tidak menikmati waktumu bersamaku di sini, hm?"Wanita itu menatap suaminya dengan wajah sedikit terkejut. "Kenapa kau berkata seperti itu? Tentu saja aku menikmati waktuku bersamamu. Akan tetapi, aku juga merindukan Gabriel di rumah."Terdengar helaan napas berat dari bibir Ganesha. Pria itu lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakangnya. "Kita baru satu minggu di sini, dan masih ada satu minggu lagi
Hari-hari berlalu begitu saja. Hubungan Samuel dengan Alexa terbilang semakin dekat. Termasuk antara Gabriel dan adik perempuan Alexa, Giselle. Meski kenyataannya, Gabriel masih sedikit kurang menyukai Alexa. Namun, bocah itu cukup akrab dengan adik wanita tersebut. Bahkan, ketika Gisele sudah diizinkan untuk pulang dari rumah sakit, Gabriel bersikeras mengajak Samuel untuk menjemput gadis cilik itu dan mengantarkannya pulang ke rumah.Hari ini sudah terhitung satu minggu sejak pertemuan pertama Gabriel serta Samuel dengan Giselle. Dan hari ini pula, Ganesha serta Geisha akan pulang dari liburan mereka."Aku ingin ikut ke bandara! Aku ingin menjemput Mama dan Papa!" ucap bocah kecil dengan seragam sekolah dan tas di punggungnya tersebut.Samuel menghela napas lelah. Sejak memulai aktivitas pagi ini, ia dibuat kewalahan dengan ulah keponakannya itu. Pasalnya, Gabriel tidak ingin pergi ke sekolah hanya karena ingin ikut Samuel pergi ke bandara untuk menjemput orang tuanya. Padahal Samue
"Geisha!" seru Ganesha dengan langkahnya yang terus terayun untuk menyusul sang istri. Wanita itu telah berjalan jauh meninggalkan dirinya.Selesai dengan makan di kafe tadi, tanpa menunggu Ganesha selesai membayar di kasir, Geisha langsung saja berjalan keluar dari area kafe, dan pergi meninggalkan sang suami. Ia masih merasa kesal lantaran sikap sang suami sebelum ini."Sayang!" seru Ganesha lagi, sebelum akhirnya bergumam, "astaga .... Dia ini pendek, kecil, tapi kenapa langkahnya cepat sekali?"Sementara itu, Geisha terus saja melangkah tanpa memedulikan teriakan Ganesha yang menyerukan namanya. Sesekali ia mendengus kesal seraya menggerutu tak jelas.Begitu tiba di ujung jalan, Geisha menemukan deretan taksi yang terparkir rapi. Itu adalah pangkalan taksi yang lain. Wanita itu segera menyeberang jalan untuk mendekat pada salah satu mobil yang berjajar. Namun, para sopir taksi yang didominasi oleh pria-pria setengah baya itu justru segera mengerumuninya."Biar saya antar, Nona. An
"Kau tenang saja. Giselle akan pulih. Semua akan baik-baik saja." Samuel menyentuh bahu Alexa yang berdiri tepat di samping ranjang yang memuat tubuh Giselle yang terlelap. Semua alat penyokong kehidupan ada di sana.Pagi tadi, kondisi Giselle tiba-tiba saja menurun drastis. Gadis kecil itu juga sempat pingsan dan mengalami demam tinggi. Alexa mau tak mau segera membawa sang adik untuk pergi ke rumah sakit. Namun, setibanya di rumah sakit, dokter sudah menolak lantaran kondisi Giselle tergolong kritis. Perlu rumah sakit yang besar dengan fasilitas yang lebih memadahi untuk bisa menangani bocah perempuan itu. Beruntungnya, Samuel bersedia untuk datang dan menolong Alexa yang sedang dirundung kesusahan. Pria itu menawarkan sebuah kontrak perjanjian."Aku sangat berterima kasih kepadamu, Tuan Dirgantara," ucap Alexa dengan bersungguh-sungguh.Samuel mendengus geli. "Aku kurang nyaman jika kau memanggilku seperti itu, Alexa.""Jadi, kau mau kupanggil apa?" tanya wanita itu."Sam. Samuel sa
Samuel berdiri di depan balkon apartemen yang disewanya untuk ia tinggali bersama Alexa selama di Amerika. Pria itu menatap hamparan pemandangan kota dengan gedung-gedung tinggi di hadapannya. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Pikirannya melayang jauh. Bahkan, pria itu tidak menyadari kehadiran seseorang yang baru saja memposisikan diri tepat di sampingnya."Ekhm!" Sebuah suara deheman membuyarkan lamunan Samuel. Pria itu sontak menoleh dan menatap Alexa yang sudah ada di sisinya."Hei," sapa Samuel kepada wanita muda tersebut."Sam, entah kenapa, aku merasa caramu ini salah." Alexa mengalihkan tatapannya ke arah depan. Tangannya meremas railing pada balkon."Aku takut jika kakakmu akan marah, lalu berpikir bahwa seorang perempuan asing telah menghasut adiknya untuk mencuri uangnya," tutur Alexa dengan suara lirih."Kau tenang saja." Samuel memegang bahu kiri Alexa. "Tidak akan ada yang berpikir demikian. Aku yang jamin.""Tapi, Sam–""Al ...." Samuel menatap Alexa dalam-dalam.
Kring ...!Bel pertanda pulang sekolah berbunyi nyaring. Namun, hal tersebut sama sekali tak menginterupsi ketegangan yang tercipta antara Ganesha dan Geisha, serta wanita asing yang baru lancang mengatai mereka tersebut. Namun, meskipun demikian, Ganesha dan Geisha sama-sama mulai menerka-nerka, siapa gerangan wanita tersebut."Mama! Papa!" seru Gabriel yang baru saja keluar dari dalam kelasnya. Bocah itu berlari menghampiri kedua orang tuanya.Ganesha dan Geisha menoleh bersamaan ketika mendengar suara putranya memanggil. Sementara itu, wanita asing tadi pun terlihat meninggalkan mereka berdua. Wanita itu tampak mendekati seorang anak laki-laki yang juga merupakan seorang murid di taman kanak-kanak tempat Gabriel bersekolah."Baby!" Geisha berjongkok, lalu merentangkan kedua lengannya. Bersiap menyambut sang putra dalam sebuah pelukannya.Bocah laki-laki yang hampir berusia lima tahun itu pun segera menghambur ke pelukan ibunya. Mengundang kekehan geli dari sosok ayahnya yang berdir
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik