Jantung Doni bertalu-talu ketika ia mengangkat satu per satu tubuh rekannya keluar kamar dengan pengawasan dari Serina. Wanita itu berdiri menjulang dengan angkuh sambil bersedekap dengan mata tajam menusuk.“Tidak perlu terburu-buru, Doni. Malam masih panjang, nikmatilah pekerjaanmu.”Lagi-lagi Doni mengangguk cepat seolah apa pun yang keluar dari mulut Serina, kepalanya sudah disetel untuk terus mengangguk.Wanita itu tidak kalah mengerikan dibanding dengan atasannya. Mereka tidak berbeda.Doni memindahkan semua tubuh rekannya ke depan kamar yang ditunjuk oleh Serina. Ia berdiri kaku setelah pekerjaannya selesai. Menunggu satu perintah untuk pergi dari sini.“Bagus, Doni. Kau melakukan pekerjaanmu dengan baik.” Bibir itu tersenyum, namun dengan mata yang menyorot dingin. Serina melirik pintu utama yang cukup jauh dari tempat mereka berdiri. “Kau boleh pergi, Doni. Terima kasih.”Saat itulah Doni mengusap dadanya secara terang-terangan. Kelegaan yang amat sangat mengisi hatinya. Per
Tanjung sigap berlari masuk. Tujuannya adalah Serina yang berdiri santai di samping Narumi. Diraihnya kedua bahu Serina dan ia periksa apakah wanita itu terluka.“Kau baik-baik saja?” Serina diam dan sama sekali tidak berminat menjawab pertanyaannya. Ia malah mengedikkan sebelah bahu, lalu menunjuk gunungan mayat itu dengan dagunya.Tanjung mengikuti arah tunjuk Serina. Melihat para mayat bersimbah darah itu dengan kengerian. “Siapa mereka?”Serina tidak menjawab lagi.“Ketika ibumu membuka pintu kamar, mayat-mayat ini sudah ada di depan pintu kamar. Aku sudah menghubungi polisi, katanya mereka akan ke sini sebentar lagi.” Harun menyimpan ponselnya di belakang saku celana. Sepertinya dia sudah bersiap berangkat ke kantor ketika menemukan kumpulan mayat itu berserakan di depan pintu kamarnya.Tanjung mengamati wajah-wajah yang pucat itu, Tak perlu waktu lama untuk mengenalinya. Mereka adalah peliharaan-peliharaan Narumi, algojo sekaligus anjing-anjingnya.“Apa yang Ibu lakukan?” Dia b
Kurang ajar. Ia dibuat bingung sekaligus murka pagi ini, saat ia membuka pintu kamarnya dan menemukan onggokan mayat busuk dengan darah yang meluber di seluruh lantai. Narumi masih ingat betul rasanya ketika ia mencium aroma anyir darah dan bangkai yang mulai membusuk. Mereka adalah orang-orang yang dia utus untuk menyingkirkan wanita itu, sama seperti yang dia lakukan pada Rahayu.Khusus untuk Serina, pemerkosaan dan penganiayaan saja tidak cukup untuk menyingkirkan wanita itu. Serina tidak mudah dihancurkan mentalnya, maka perlu menghabisi keseluruhan wanita itu, termasuk nyawanya.Tapi pagi ini, ia diberi kejutan yang luar biasa. Narumi mengakui bahwa dia kebingungan untuk beberapa saat. Bagaimana bisa empat laki-laki berbadan besar dan berpengalaman mati begitu saja? Dan kenapa mayat mereka ada di depan kamarnnya?Narumi penasaran setengah mati. Tidak pernah dia menjumpai situasi seperti sekarang. Karena sejauh ini, apa pun yang dia lakukan selalu berjalan lancar sampai Serina d
“Kau tidak perlu takut sampai menyuruhku untuk tidak membawa anak buah, Tuan Maulana. Aku tidak akan mencelakaimu setelah mengambil uangnya.” Brata bersandar pada punggung sofa VIP sebuah restoran mewah.Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dengan sofa panjang dan mewah itu. Luas dan megah. Selama ini dia tidak menghabiskan waktu santainya untuk menyewa tempat semahal ini, buang-buang uang. Tidak ada karaoke ataupun wanita yang bisa melayaninya dengan lihai.Sementara Tanjung duduk tegak di kursinya. Angkuh dan berwibawa. Tidak jauh berbeda dengan Tanjung yang dia lihat bersama Serina di malam itu.“Oh ya, bagaimana keadaanmu? Tidak kusangka kau pulih secepat ini? Sudah menikah dengan Serina-ku? Bagaimana? Servis-nya membuatmu sembuh dengan cepat?” Brata tertawa bebas tanpa memedulikan raut datar Tanjung.“Kita tidak seakrab itu untuk tertawa bersama. Kembalikan dompetku.”“Ohho, jangan buru-buru begitu. Bukan dompet masalah utamanya di sini.” Brata memajukan tubuh, ekspresi sa
Sudut bibir Narumi terangkat, jijik membaca dokumen di atas meja kerjanya. “Sampah apa yang kau kirimkan padaku, Johan?”Johan yang berada di seberang telepon berdeham. “Itu yang Nyonya minta.”“Fakta bahwa dia wanita penghibur kelas atas yang membawa club-nya ke atas puncak dalam waktu lima tahun. Kau hanya menemukan itu? Di mana keahlianmu?”Johan, salah satu tangan kanan Narumi memberi jeda untuk dirinya sendiri. Barangkali untuk menenangkan ketakutan yang menderanya atau sedang menyusun kata-kata yang tepat untuk membuat kemarahan Narumi tidak semakin besar.“Aku menunggu jawabanmu, Johan. Sejak kapan kau menjadi setolol ini?”“Maafkan saya, Nyonya. Saya hanya menemukan itu. Serina adalah anak angkat dari Brata, pemilik club. Tidak ada latar belakang yang bisa saya gali karena data-data tentang Serina seolah sudah dilenyapkan. Orang-orang di club itu juga tidak mau angkat bicara sedikit pun.”“Lalu? Aku harus memaklumi itu?”“Tidak, saya akan berusaha lebih keras lagi.” Johan menj
Sepanjang lima tahun karirnya menjadi wanita penghibur, Serina sudah melewati berbagai macam bahaya. Sering kali dia diteror dan bahkan dicelakai oleh istri kliennya. Sudah menjadi makanan yang selalu dia kunyah. Tapi, yang satu ini berbeda. Entah obat macam apa yang diberikan Narumi pada makanannya, yang jelas wanita itu punya banyak rencana untuk membunuhnya. Jika membunuh Serina tidak berhasil, maka dia pun tak akan rugi, karena tujuan keduanya adalah membuat Serina selalu merasa was-was dan ketakutan setiap hari sampai mentalnya terganggu atau justru ia akan menyerah lalu pergi dari rumah ini. “Hm, rencana yang menarik.” Pipi Serina bergetar. Di dalam kamarnya yang maha luas itu, ia tertawa terbahak-bahak. Kepalanya bergetar. Ia sampai harus membungkuk dan memegangi perutnya. Katakanlah dia gila, tapi dia sangat menyukai permainan ini. Akan sangat menarik karena yang dia hadapi bukan istri-istri pejabat yang cuma bisa menarik rambutnya dan menyiramnya dengan minuman. “Mar
Serina sukses membuat Tanjung sangat tidak fokus. Semua ucapannya benar. Meski hati Tanjung meragu, tapi ia mengakui bahwa tak mudah mempertahankan Vita di tengah rencana balas dendamnya. Ia harus melepas gadis itu. “Saat balas dendammu gagal, maka kau akan kehilangan segalanya. Ketika kau berhasil, kau pun tak punya apa-apa lagi karena semuanya sudah kau korbankan.” Serina mengedikkan bahu santai. “Hasilnya sama saja.”Itu adalah ucapan terakhir Serina sebelum wanita itu memutuskan memutar tubuh menuju pintu. Tanjung masih mematung di tempatnya ketika Serina menoleh sekilas.“Aku akan kembali. Kuharap kau bisa memutuskannya saat aku datang lagi.”Serina keluar dari ruangan. Meninggalkan jejak suara sepatu tingginya. Postur tinggi dengan kaki jenjang itu meninggalkan lantai 12, memasuki lift dan kembali ke lobi di mana-mana orang menatapnya bagai dewi.Serina mengangkat dagu angkuh. Sekarang dia akan menunjukkan kepada Narumi, seperti apa tingkah perempuan jalang yang sebenarnya. Ra
“Saya menemukan sesuatu yang menarik loh di butik tadi.” Susan Gurnomo menyilang kaki dengan raut wajah kesenangan. Acara kumpul mengumpul itu kebetulan diadakan di hari yang sama saat mereka menemukan Serina Maulana berbelanja habis-habisan di butik langganan mereka.“Oh iya, saya juga.” Anjani Perwira yang ikut bersama Susan menyahut dengan nada yang sama. Ada lima perempuan lain yang ikut mendengarkan termasuk Narumi. Para istri pengusaha maupun penjabat itu memasang telinga baik-baik dengan wajah penasaran. “Di Angel’s Store kami melihat perempuan muda yang mengaku sebagai Maulana.” Susan menatap Anjani. Wanita paruh baya bergaun kuning itu mengangguk setuju.“Iya, dia membeli semua gaun, sepatu, dan tas dengan enteng. Wajah dan tubuhnya juga sangat indah.”“Tapi terlihat sangat sombong. Wajahnya angkuh sekali.”“Maulana?”Semua wanita itu menoleh pada Narumi yang masih menyilang kaki dengan tenang. “Siapa namanya?” Bukan Narumi yang bertanya. “Hmm … Sarina? Suhrina?”“Tidak-