Kurang ajar. Ia dibuat bingung sekaligus murka pagi ini, saat ia membuka pintu kamarnya dan menemukan onggokan mayat busuk dengan darah yang meluber di seluruh lantai. Narumi masih ingat betul rasanya ketika ia mencium aroma anyir darah dan bangkai yang mulai membusuk. Mereka adalah orang-orang yang dia utus untuk menyingkirkan wanita itu, sama seperti yang dia lakukan pada Rahayu.Khusus untuk Serina, pemerkosaan dan penganiayaan saja tidak cukup untuk menyingkirkan wanita itu. Serina tidak mudah dihancurkan mentalnya, maka perlu menghabisi keseluruhan wanita itu, termasuk nyawanya.Tapi pagi ini, ia diberi kejutan yang luar biasa. Narumi mengakui bahwa dia kebingungan untuk beberapa saat. Bagaimana bisa empat laki-laki berbadan besar dan berpengalaman mati begitu saja? Dan kenapa mayat mereka ada di depan kamarnnya?Narumi penasaran setengah mati. Tidak pernah dia menjumpai situasi seperti sekarang. Karena sejauh ini, apa pun yang dia lakukan selalu berjalan lancar sampai Serina d
“Kau tidak perlu takut sampai menyuruhku untuk tidak membawa anak buah, Tuan Maulana. Aku tidak akan mencelakaimu setelah mengambil uangnya.” Brata bersandar pada punggung sofa VIP sebuah restoran mewah.Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dengan sofa panjang dan mewah itu. Luas dan megah. Selama ini dia tidak menghabiskan waktu santainya untuk menyewa tempat semahal ini, buang-buang uang. Tidak ada karaoke ataupun wanita yang bisa melayaninya dengan lihai.Sementara Tanjung duduk tegak di kursinya. Angkuh dan berwibawa. Tidak jauh berbeda dengan Tanjung yang dia lihat bersama Serina di malam itu.“Oh ya, bagaimana keadaanmu? Tidak kusangka kau pulih secepat ini? Sudah menikah dengan Serina-ku? Bagaimana? Servis-nya membuatmu sembuh dengan cepat?” Brata tertawa bebas tanpa memedulikan raut datar Tanjung.“Kita tidak seakrab itu untuk tertawa bersama. Kembalikan dompetku.”“Ohho, jangan buru-buru begitu. Bukan dompet masalah utamanya di sini.” Brata memajukan tubuh, ekspresi sa
Sudut bibir Narumi terangkat, jijik membaca dokumen di atas meja kerjanya. “Sampah apa yang kau kirimkan padaku, Johan?”Johan yang berada di seberang telepon berdeham. “Itu yang Nyonya minta.”“Fakta bahwa dia wanita penghibur kelas atas yang membawa club-nya ke atas puncak dalam waktu lima tahun. Kau hanya menemukan itu? Di mana keahlianmu?”Johan, salah satu tangan kanan Narumi memberi jeda untuk dirinya sendiri. Barangkali untuk menenangkan ketakutan yang menderanya atau sedang menyusun kata-kata yang tepat untuk membuat kemarahan Narumi tidak semakin besar.“Aku menunggu jawabanmu, Johan. Sejak kapan kau menjadi setolol ini?”“Maafkan saya, Nyonya. Saya hanya menemukan itu. Serina adalah anak angkat dari Brata, pemilik club. Tidak ada latar belakang yang bisa saya gali karena data-data tentang Serina seolah sudah dilenyapkan. Orang-orang di club itu juga tidak mau angkat bicara sedikit pun.”“Lalu? Aku harus memaklumi itu?”“Tidak, saya akan berusaha lebih keras lagi.” Johan menj
Sepanjang lima tahun karirnya menjadi wanita penghibur, Serina sudah melewati berbagai macam bahaya. Sering kali dia diteror dan bahkan dicelakai oleh istri kliennya. Sudah menjadi makanan yang selalu dia kunyah. Tapi, yang satu ini berbeda. Entah obat macam apa yang diberikan Narumi pada makanannya, yang jelas wanita itu punya banyak rencana untuk membunuhnya. Jika membunuh Serina tidak berhasil, maka dia pun tak akan rugi, karena tujuan keduanya adalah membuat Serina selalu merasa was-was dan ketakutan setiap hari sampai mentalnya terganggu atau justru ia akan menyerah lalu pergi dari rumah ini. “Hm, rencana yang menarik.” Pipi Serina bergetar. Di dalam kamarnya yang maha luas itu, ia tertawa terbahak-bahak. Kepalanya bergetar. Ia sampai harus membungkuk dan memegangi perutnya. Katakanlah dia gila, tapi dia sangat menyukai permainan ini. Akan sangat menarik karena yang dia hadapi bukan istri-istri pejabat yang cuma bisa menarik rambutnya dan menyiramnya dengan minuman. “Mar
Serina sukses membuat Tanjung sangat tidak fokus. Semua ucapannya benar. Meski hati Tanjung meragu, tapi ia mengakui bahwa tak mudah mempertahankan Vita di tengah rencana balas dendamnya. Ia harus melepas gadis itu. “Saat balas dendammu gagal, maka kau akan kehilangan segalanya. Ketika kau berhasil, kau pun tak punya apa-apa lagi karena semuanya sudah kau korbankan.” Serina mengedikkan bahu santai. “Hasilnya sama saja.”Itu adalah ucapan terakhir Serina sebelum wanita itu memutuskan memutar tubuh menuju pintu. Tanjung masih mematung di tempatnya ketika Serina menoleh sekilas.“Aku akan kembali. Kuharap kau bisa memutuskannya saat aku datang lagi.”Serina keluar dari ruangan. Meninggalkan jejak suara sepatu tingginya. Postur tinggi dengan kaki jenjang itu meninggalkan lantai 12, memasuki lift dan kembali ke lobi di mana-mana orang menatapnya bagai dewi.Serina mengangkat dagu angkuh. Sekarang dia akan menunjukkan kepada Narumi, seperti apa tingkah perempuan jalang yang sebenarnya. Ra
“Saya menemukan sesuatu yang menarik loh di butik tadi.” Susan Gurnomo menyilang kaki dengan raut wajah kesenangan. Acara kumpul mengumpul itu kebetulan diadakan di hari yang sama saat mereka menemukan Serina Maulana berbelanja habis-habisan di butik langganan mereka.“Oh iya, saya juga.” Anjani Perwira yang ikut bersama Susan menyahut dengan nada yang sama. Ada lima perempuan lain yang ikut mendengarkan termasuk Narumi. Para istri pengusaha maupun penjabat itu memasang telinga baik-baik dengan wajah penasaran. “Di Angel’s Store kami melihat perempuan muda yang mengaku sebagai Maulana.” Susan menatap Anjani. Wanita paruh baya bergaun kuning itu mengangguk setuju.“Iya, dia membeli semua gaun, sepatu, dan tas dengan enteng. Wajah dan tubuhnya juga sangat indah.”“Tapi terlihat sangat sombong. Wajahnya angkuh sekali.”“Maulana?”Semua wanita itu menoleh pada Narumi yang masih menyilang kaki dengan tenang. “Siapa namanya?” Bukan Narumi yang bertanya. “Hmm … Sarina? Suhrina?”“Tidak-
Serina tak henti-hentinya menerima perhatian berlebihan ke mana pun kakinya melangkah. Sedetik setelah ia melewati pintu restoran bersama Tanjung, puluhan pasang mata menyergapnya sampai ia duduk di salah satu meja.Seorang pramusaji datang untuk menanyakan pesanan dan Serina memilih menu secara asal-asalan. Ia menopang dagu setelah waitress berambut sebahu yang diikat itu pergi. “Kau terlihat tegang sejak tadi.” Serina memulas senyum dengan mata yang seolah mengerti segalanya. Tanjung bergeming. Posturnya menegak, membuat dada yang dilapisi rompi hitam itu semakin membusung gagah. “Jadi, dia adalah kekasihmu?”Barulah Tanjung mengangkat mata dan menyergap Serina tajam. Lengkungan bibir Serina kian naik. “Kau cukup nekat mengencani bawahanmu sendiri, Tuan Tanjung.” Serina mengibas rambut. “Gadis itu harus berterima kasih padaku karena perhatian ibumu jadi teralihkan dan tak lagi fokus padanya.”Dari wajahnya, Tanjung jelas tidak setuju dengan anggapan itu. “Sepertinya dia berharg
Serina menyadari bahwa tidak seharusnya dia mengucapkan janji yang sentimental itu. Sebab dia hanyalah budak yang dibeli, malaikat maut sewaan, dan algojo untuk memenggal kepala Narumi. Dia tidak semestinya menawarkan bahu untuk bersandar, juga tidak menawarkan simpati murahan. Untuk pertama kalinya, Serina menyesali tindakannya. Dia melewati batasan yang sudah dia tetapkan. “Tidurlah di ranjang. Tidak seharusnya majikan tidur di sofa dan mengalah pada budak.” Walaupun sofa itu cukup panjang untuk ditiduri oleh Tanjung. Tanjung yang baru saja meletakkan bantal ke sofa berhenti. “Kau bukan budakku.”Pandangan Serina menyerbu mata cokelat gelap Tanjung. “Jangan terlalu baik, Tuan Tanjung. Itu hanya akan menjadi bumerang untukmu.”Karena sepertinya lelaki ini sering kali dimanfaatkan. Naif dan lugu. Tanjung tampak tidak setuju. Keningnya mengerut, tapi tak lama kemudian ia mengambil bantalnya kembali dan berpindah ke ranjang. Ia menepi di sisi kiri. Serina melenggang tak acuh ke sis
Yang tertangkap saat Serina membuka mata adalah cahaya remang-remang. Lampu besar di tengah kamar mati dan yang menyala hanyalah lampu tidur di atas nakas. Suasananya tidak seterang saat ia dan Tanjung memasuki kamar. Wangi parfumnya dan parfum Tanjung menyatu dan menyebar di seluruh ruangan. Meski pendingin ruangan tetap menyala seperti tadi, tapi rasanya tidak dingin sama sekali, sebab ada tubuh yang merangkumnya dengan cara yang sangat hangat. Punggung telanjangnya menempel pada dada bidang yang terasa keras namun lembut. Serina menggerakkan kepala, menoleh dan menemukan Tanjung yang terpejam dengan damai. Tak ada kegelisahan di wajah maha tampan itu dan Serina menyukainya. Ia bahkan baru menyadari jika sejak tadi jari jemari mereka menyatu di depan dadanya. Serina tak ingin menanyakan apa yang terjadi pada perasaannya dan mengapa jantungnya berdebar halus namun penuh antusias. Untuk pertama kalinya ia tidak merasa jijik saat mendapati seorang lelaki telanjang di atas ranjangny
Tangan kokoh itu mendekap pinggangnya, terasa kuat namun seolah tengah mencari kekuatan. Serina terbawa suasana, pada embus napas Tanjung yang melemah, hangat tubuhnya, serta irama jantungnya yang berdetak cepat. “Aku akan menemanimu.” Serina mengucapkannya bukan karena merasa kasihan, sebab hatinya ingin memberitahukan pada lelaki ini, bahwa dia, “… akan berada di sisimu.”Tanjung tak menjawab. Hatinya merasa senang sekaligus pedih. Haruskah ia percaya pada Tuhan dan membiarkan wanita ini berada di sisinya? Sebab ia tak menemukan jaminan Serina akan selalu baik-baik saja dalam tampungan atap istana Maulana. “Sudah tengah malam. Bawa dia ke kamarmu, Serina.” Ucapan tegas itu memotong dari arah belakang. Sebelum Tanjung mengangkat wajah dan hendak menengok ke belakang, Serina mendekap kepala lelaki itu dan kembali menenggelamkannya di dadanya. “Tidak, dia harus pulang, Izora.” Meski suara berat itu samar, tapi masih bisa ditangkap oleh telinga. Nada keberatan, lalu menghilang seol
Wanita itu masih ada di hadapannya. Kondisinya masih sama—menyedihkan, seperti mayat hidup yang enggan mati, tak jua bisa dikatakan hidup. “Dua puluh dua tahun aku mengurungmu di sini, itu belum cukup, Rahayu.”Rahayu yang tak lagi terlihat manis dan menawan itu menatapnya dengan bola mata yang melotot, mengerti perkataan Narumi, tapi tak punya susunan kata untuk membalasnya. Bibir pucat dan pecah-pecah itu berat untuk terbuka. “Dan selama itu pula, anakmu ada di tanganku. Kusiksa dan kumanfaatkan sesukaku.” Ucapan itu memantik keseluruhan diri Rahayu. Ia memberontak, hendak maju menerjang Narumi, tapi terhalang oleh rantai dan pasung. Rambut yang berantakan tak terurus, tubuh kurus kerempeng hingga tulang-tulangnya menyembul, pakaian yang seadanya dan sudah robek-robek serta warnanya tak lagi terlihat, luntur, dan kumal. Dia tak lagi bisa disebut manusia. “Ingat ini, Rahayu. Karena dosa-dosamu di masa lalu, anakmu jadi menderita.” Narumi ikut terbawa perkataannya sendiri. Piki
Meski sudah 22 tahun berlalu tanpa melihat sang ibu, Tanjung hafal betul wajah yang kerap kali tersenyum lembut padanya. Ia menanamnya di kepala selama ini selagi ia bertarung di rumah Maulana. Mungkin ibunya juga akan terlihat kurus dan tidak terawat, tapi jelas wanita ini bukanlah ibunya. Tinggi tubuhnya, sorot matanya, proporsi wajah, dan sentuhannya. Segalanya berbeda. “A-apa maksudmu?” Serina amat terkejut mendengar pengakuan Tanjung. Wanita itu bukan ibunya? Jelas-jelas perempuan itu adalah satu-satunya orang yang berada di tempat yang diam-diam selalu Narumi kunjungi.“Aku ibumu! Anakku!!” Wanita itu kembali mendekap Tanjung, tapi Tanjung mengurainya dengan kasar. “Anda bukan ibu saya!”Kekesalan di wajahnya benar-benar tercetak dengan jelas. Lebih daripada itu, ia amat kecewa. Harapannya melambung tinggi, tapi lagi-lagi ia terjatuh ke dasar jurang yang sangat dalam. Mungkin ini adalah pertama kalinya, Serina melihat wajah itu benar-benar mengerut penuh kekesalan. Bibirnya
Haruskah Serina mengakui jika dia juga menyukai cara lelaki ini menatapnya? Lembut, penuh penghormatan, dan rasa rindu yang dalam. Ia tak berani menyimpulkan terlalu jauh, sebab setiap lelaki yang mengaku tertarik padanya, tak pernah mencintainya. Mereka hanya terobsesi pada kecantikan seorang Serina, tapi lelaki ini berbeda. Matanya memandang dengan cara yang berbeda dari para lelaki bajingan itu. “Aku sudah banyak menyakitimu. Aku ingin melihatmu lagi, tapi tidak di rumah itu, tidak di tempat di mana Ibu akan mengancammu setiap hari.”Ah, dia sangat baik. Serina akhirnya bisa merasakan perasaan terenyuh. Untuk pertama kalinya, ada pria yang menatapnya khawatir di atas ranjang. “Lalu, haruskah kita kabur saja? Tinggal berdua di rumah lain?”Ide yang diucapkan secara asal-asalan itu mampu membuat hati Tanjung berdenyut perih. Bisakah ia melakukannya? Ia menginginkannya, tapi tidak untuk sekarang ketika Narumi sanggup menemukannya ke mana pun dia pergi. Serina meletakkan tangan di
“Kalian sama. Dia perempuan yang merebut–”“Hentikan, Ibu.” Belum sempat jawaban yang ditunggu-tunggu semua orang itu terucap, Tanjung naik ke panggung diikuti oleh beberapa pengawal. “Bawa Ibu ke kamar 718. Biarkan dia istirahat.”Dua pengawal langsung memapah Narumi turun dari panggung. Orang-orang mungkin mengira wanita itu tengah mabuk, tapi hanya Tanjung yang tahu bahwa obat yang dia berikan pada minuman Narumi sudah bekerja. Sayangnya, rencananya gagal. Ia tak tahu apa yang direncanakan Serina malam ini, tapi kehadiran Serina membawa sesuatu yang beda. Ia menatap wanita itu, intens dan cukup lama. Diambilnya mikrofon dari tangan Serina lalu dia buka jasnya untuk disampirkan ke bahu Serina. Sesaat setelah napasnya terembus pendek, ia menyelipkan tangan ke bawah lutut dan punggung Serina. Wanita yang basah karena siraman wine itu dia bawa turun dari panggung. Serina mengerjap ketika tubuhnya terayun-ayun. Apa yang sedang dilakukan Tanjung di tengah orang-orang yang berbisik-b
Dalam sekejap, seisi ballroom dipenuhi rahang-rahang yang terbuka, mengagumi sosok indah di atas panggung yang bersinar dengan gaun pastelnya. Terbuka di sepanjang bahu dengan potongan lengan yang menjuntai ke bawah bagai sayap yang tertutup.Rambut kelamnya yang bagai malam pekat tercepol dengan anak-anak rambut yang terjatuh, menonjolkan kulit bahunya yang mulus bak porselen. Suaranya melantun indah menyebutkan nama Maulana.Tanjung terperangah. Bukan hanya pada kecantikan sempurna yang dipamerkan Serina di atas sana. Namun, pada kehadiran tiba-tiba wanita itu. Mengapa Serina kembali?“Saya istri dari Tanjung Maulana.”Semakin senyap dan kian tegang. Dari ekor matanya, Tanjung melirik ekspresi Narumi yang tak tertebak. Bibirnya tak mengetat seperti biasanya, seolah kedatangan Serina kembali bukan masalah besar baginya.Atau justru … Narumi memang menunggu kedatangan Serina.Tanjung meremang. Tidak. Ia harus memulangkan Serina lagi. Dia hendak bangkit dari duduknya ketika senyum mani
Ballroom hotel bernuansa emas dan gelap, khas Maulana. Aroma mawar yang sedikit menyengat mendominasi udara di dalam ruangan maha luas itu. Saat kepala mendongak, puncak langit-langit yang dikelilingi lampu-lampu mewah seolah seperti langit yang sesungguhnya. Amat tinggi dan menyilaukan. Setiap tahun Tanjung menyiapkan acara megah seperti ini. Tiap tahun pula ia mesti mengumpulkan semua kolega, karyawan, dan petinggi perusahaan dalam satu ruangan. Lalu yang duduk di takhta tertinggi dan menerima semua pujian adalah Narumi Maulana, putri tunggal Maulana yang berhasil mempertahankan bisnis Maulana dan membentuknya menjadi kerajaan makanan yang besar. Wanita hebat yang berhasil mendidik pewaris hebat sepertinya.Wanita bergaun maroon gelap itu berdiri di tengah orang-orang penting dan menjadi pusat perhatian. Orang-orang berebut ingin menjalin relasi dengannya. Para pegawai di perusahaan memanfaatkan acara ulang tahun perusahaan untuk mendapatkan perhatiannya. Tanjung menjauh dari ker
Helaan napas pelan itu berembus mendominasi dinding lift yang dingin. Tak sedikit pun Narumi melunturkan wajah angkuhnya meskipun hanya ada dirinya di dalam ruangan besi yang sempit ini. Seperti apa menantu yang dia inginkan? Pertanyaan itu sudah muak ia dengar. Telah berulang kali ia dapatkan dari berbagai macam orang. Narumi tak pernah menjawabnya. Meskipun yang bertanya adalah sosok presiden sekalipun.Karena ia tak butuh menantu. Dia tak menginginkan sosok menantu di rumahnya. Tak akan ia biarkan anak dari perempuan jalang itu menikah dan memiliki keluarga seperti ibunya. Narumi ingin melihat anak itu tumbuh menjadi sosok yang dia inginkan. Sosok yang dia manfaatkan habis-habisan dan sosok yang akan menjadi orang paling kesepian di dunia ini, bahkan lebih dari yang dia rasakan. Tanjung akan menjadi pionnya, aset, dan boneka yang akan dia gunakan sepuasnya. Karena anak itulah dia kehilangan cintanya, keluarga, dan seluruh hidupnya. Ia kembali mengingat saat dirinya jatuh cinta