Home / Romansa / Wanita Penggoda CEO Duda / Pindahan dan usaha

Share

Pindahan dan usaha

Author: Camelia
last update Last Updated: 2025-02-13 00:43:33

Pagi itu, Alina berdiri di depan gedung apartemen mewah yang menjulang tinggi di pusat kota. Dengan koper besar di sampingnya, ia menatap bangunan yang elegan dengan ekspresi terpukau. Ini jelas bukan tempat tinggal orang biasa.

"Jujur, aku masih tidak percaya kau benar-benar setuju pindah ke sini," kata Wiliam, yang berdiri di sebelahnya dengan beberapa kotak di tangannya.

Alina menghela napas. "Bukan pilihan yang buruk. Daripada harus bolak-balik dengan jarak yang jauh, lebih baik aku di sini saja. Lagipula, ini demi pekerjaan."

Wiliam menyeringai. "Atau demi bos dingin itu?" Sindirnya.

Alina meliriknya sekilas. "Hah, sepertinya benar. Meskipun bukan bagian dari rencana, aku bisa mendekatinya dengan lebih cepat di tempat ini."

Mereka pun masuk ke dalam, dan seorang petugas langsung menyambut mereka dengan ramah. Proses administrasi berjalan cepat karena semuanya sudah diurus oleh pihak perusahaan Revan. Dalam waktu singkat, Alina mendapatkan kunci unit apartemennya.

"Kau yakin tidak mau tinggal di unit Revan saja?" goda Wiliam saat mereka memasuki apartemen barunya.

Alina menaruh kopernya di sudut ruangan. "Aku tidak akan melakukan hal gila yang bisa membuatku langsung diusir, Liam."

Tepat saat itu, suara ketukan terdengar dari pintu. Saat Alina membukanya, ia mendapati Revan berdiri di sana dengan ekspresi datar seperti biasa.

"Kau sudah pindah?" tanyanya singkat.

Alina mengangguk. "Ya, Pak. Baru saja. Apa ada yang bisa saya lakukan?"

Mata Revan beralih ke Wiliam yang sedang menata barang. "Pastikan tidak ada masalah dengan keamanan."

Wiliam tersenyum lebar. "Santai, Tuan. Aku sudah memastikan semuanya aman. Alina akan baik-baik saja di sini."

Revan hanya mengangguk kecil lalu menatap Alina. "Lalu jangan membuat keributan. Aku akan membuatmu pindah ke lantai paling atas jika kau mengganggu waktu tenangku."

Alina tersenyum paksa. "Tidak akan, Pak. Tidak akan pernah. Anda bisa beristirahat dengan nyaman."

Lagipula aneh sekali. Satpam bilang satu lantai di seluruh unit ini dikosongkan dan hanya Revan yang menempatinya. Tiba tiba saja Alina diberi unit di lantai ini tepat bersebelahan dengan Revan- meskipun ukurannya tentu saja berbeda jauh.

Revan tidak membalas dan hanya pergi begitu saja. Wiliam tertawa kecil setelah pintu tertutup.

"Benar-benar pria tanpa basa-basi," gumamnya.

"Apa dia tinggal di unit sebelah? Dari luar terlihat luas sekali."

"Lebih tepatnya, apartemen ini miliknya. Makanya dia bisa mengosongkan satu lantai untuk dirinya sendiri dan mengancam akan memindahkan ku ke lantai atas jika aku berisik. Dia benar benar bisa melakukannya."

"Kalau dia sekaya itu kenapa tidak membangun rumah saja?!"

Alina mengangkat bahu, tidak tahu, gadis itu menghela napas dan mulai membongkar barang-barangnya. Meskipun ia tidak menyukai bagaimana semua ini seperti diatur oleh Revan, setidaknya apartemen ini cukup nyaman. Ia bisa bekerja lebih efisien dan tetap memiliki privasi.

Namun, satu hal yang pasti—tinggal satu gedung dengan Revan berarti ia harus lebih berhati-hati. Karena cepat atau lambat, ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih rumit.

Mengenai identitasnya sebagai orang yang memiliki kenangan remaja dengan Revan terbongkar. Ataukah malah ini adalah kesempatannya untuk lebih mendekati Revan secara frontal. Alina akan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk memperoleh keuntungan!

***

Alina tetap menjalankan tugasnya sebagai sekretaris, tapi juga terus mencari celah untuk menggoda Revan.

Setelah kepindahannya, rutinitas Alina berjalan seperti biasa. Sebagai sekretaris pribadi Revan, ia bertanggung jawab atas jadwal rapat, dokumen-dokumen penting, serta memastikan segala urusan bosnya berjalan lancar.

Namun, selain pekerjaan, Alina juga memiliki satu misi tambahan, menguji batas kesabaran Revan.

Pagi itu, Alina masuk ke kantor dengan membawa tablet berisi agenda harian. Ia mendekati meja Revan dengan langkah percaya diri, menaruh kopi favorit pria itu di samping laptopnya.

"Rapat dengan direksi pukul sepuluh, makan siang dengan investor dari Jepang pukul satu, dan..." Alina sengaja mencondongkan tubuhnya ke depan, membuat garis leher bajunya sedikit turun. "... pukul empat ada pertemuan dengan tim hukum."

Revan yang sedang membaca dokumen, sekilas meliriknya, lalu kembali fokus ke pekerjaannya.

"Jaga jarak." Tegasnya.

Alina menyeringai. "Pak, saya hanya ingin memastikan Anda mendengar jadwalnya dengan jelas."

"Aku tidak tuli."

Sial, pikir Alina. Pria ini benar-benar sulit dipancing.

Tapi ia tidak menyerah begitu saja.

Malam harinya, Alina yang sudah lebih dulu pulang ke apartemen memutuskan untuk mencoba strategi lain. Kali ini, ia memasak sesuatu untuk Revan.

Saat mengetahui selera bosnya, ia mempersiapkan steak medium-rare dengan saus lada hitam. Ia menatanya dengan fantastis di piring ala masakan restoran bintang lima, lalu membawanya ke unit Revan dengan dalih 'memberikan kejutan.'

Ketika pintu terbuka, Revan menatapnya dengan tatapan datar. "Apa ini?"

"Makan malam spesial buatan tangan saya." Alina tersenyum manis.

"Apa kau tidak tahu jika aku mau aku bisa menyewa chef pribadi?" Revan melipat tangannya di dada.

Alina menghela napas, mendorong piring itu ke tangannya. "Astaga, Pak. Saya hanya ingin memastikan Anda makan sesuatu selain kopi dan roti tawar."

Revan tampak ragu sejenak, lalu akhirnya menerima piring itu. "Jangan pikir aku akan berterima kasih."

"Tidak perlu. Lihat saja nanti, saya yakin setelah ini Anda akan ketagihan masakan saya," ujar Alina penuh percaya diri.

Revan hanya mendengus sebelum menutup pintu.

Tidak berhasil ya. Alina hampir memukul pintu saking geramnya dengan es kutub itu.

Esoknya, ia mencari kesempatan lain. Ketika ada paket yang dikirimkan ke unit Revan, ia sengaja mengambilnya terlebih dahulu dengan mengenakan pakaian paling kasual, kaos longgar yang tipis dan celana pendek.

Saat bel apartemen Revan berbunyi, pria itu membuka pintu dan langsung mengerutkan kening.

"Apa yang kau pakai?" Mata Revan langsung terpaku pada apa yang Alina kenakan.

Alina tersenyum polos. "Baju tidur. Memangnya kenapa? Ini kan sudah malam, Pak. Masa saya harus memakai kemeja." Ujarnya sok polos.

Revan mengalihkan pandangan dengan ekspresi tidak peduli sama sekali. "Pakaianmu transparan."

Alina berpura-pura terkejut, lalu melirik ke bawah. "Oh, masa sih? Ah, tapi Anda toh tidak melihat saya sebagai perempuan, jadi harusnya tidak masalah, kan?"

Revan menatapnya tajam. "Alina."

"Ya, Pak?"

"Tutup mulutmu itu dan berikan paketnya."

Alina terkikik kecil sebelum menyerahkan kotak itu. Ia merasa menang, setidaknya kali ini Revan bereaksi sedikit lebih keras.

Karena sikap dinginnya, Alina tahu pria itu tidak mudah digoyahkan.

Dan itu hanya membuatnya semakin tertantang.

Alina merebahkan tubuhnya di atas tumpukan baju yang belum ia lipat. Menghela napas panjang. Belum ada kemajuan signifikan dalam lima hari ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Sisi lain

    Malam di kota berpendar dengan cahaya lampu jalan dan gedung-gedung tinggi, tetapi bagi Revan, semua itu tidak ada artinya. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, melainkan karena pikirannya sendiri.Alina baru saja pulang dari kantor ketika melihat apartemen Revan dari balkon unitnya. Lampunya masih menyala, seperti malam-malam sebelumnya. "Belum tidur lagi?" batinnya.Sudah beberapa hari sejak ia resmi pindah ke apartemen ini, dan selama itu pula Alina memperhatikan kebiasaan aneh Revan. Pria itu jarang terlihat tidur di jam yang normal. Setiap pagi saat Alina keluar untuk jogging atau membeli kopi, Revan sudah lebih dulu pergi ke kantor. Dan setiap malam ketika ia hendak tidur, apartemen pria itu masih terang benderang. 'Apakah dia punya insomnia?' pikir Alina.Alina akhirnya mengabaikan pikirannya dan masuk ke dalam. Namun, baru beberapa menit ia hendak bersantai, suara barang pecah keras dari unit sebelah membuatnya tersentak. [Prang!]Alina langsung keluar. Pintu apartem

    Last Updated : 2025-02-13
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Keras Kepala

    Pagi mulai menjelang ketika sinar matahari samar menyelinap dari celah tirai apartemen. Revan masih terlelap di sofa, sesekali meringis dalam tidurnya. Alina duduk di kursi seberang, memperhatikannya dalam diam. Siapa sangka pria dingin tanpa ekspresi itu menyimpan luka yang begitu dalam?"Aku harus pergi sekarang. Aku sudah memberinya obat tidur, tapi jika Revan terbangun sebelum siang, tolong pastikan dia makan sesuatu," ujar Dr. Lucy seraya membereskan tas medisnya.Alina hanya mengangguk pelan."Aku berterima kasih karena ada kamu di sini. Aku jadi tidak terlalu khawatir meninggalkannya sendirian. Dan juga, ini hanya pendapatku, tapi kamu terlihat sangat muda, Alina." tambah Lucy sebelum pergi. Alina tersenyum tanggung, ia memang masih muda, usia yang ada di identitasnya sudah di manipulasi."Terima kasih dokter." Alina menunduk sopan.Gadis itu menatap punggung dokter Lucy hingga pintu tertutup. Suasana kembali sunyi. Ia mengalihkan pandangannya ke Revan. Wajah pria itu masih t

    Last Updated : 2025-03-06
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tawaran Tinggal Bersama

    Alina menghela napas pelan. Sapu di tangannya bergerak cepat, membersihkan sudut ruangan yang penuh debu. Sesekali ia melirik ke arah Revan, memastikan pria itu tidak pingsan mendadak. Namun, bukannya beristirahat, Revan justru sibuk mengetik di laptop, jemarinya lincah menari di atas keyboard meski sesekali batuk kecil terdengar. Dasar pria keras kepala! "Kalau pingsan jangan harap saya menolong lagi." gumam Alina tanpa menoleh. Ia mengatakannya karena sebal saat Revan tidak mengindahkan peringatannya. "Aku tidak butuh pertolonganmu." balas Revan tanpa mengangkat wajah. Alina memutar bola matanya kesal. Ingin rasanya ia menghantam kepala pria itu dengan sapu di tangannya. "Bapak ini kenapa sih? Apa takut kalau istirahat barang sebentar, perusahaan bapak langsung bangkrut?" sindir Alina. Revan menoleh sekilas, tatapannya dingin seperti biasa. "Aku tidak bekerja untuk perusahaan, aku bekerja untuk diriku sendiri." Alina terdiam, tidak menduga jawaban itu. Ada nada getir

    Last Updated : 2025-03-06
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tinggal Bersama

    Alina membuka koper kecilnya di kamar yang baru saja Revan tunjuk. Kamar itu bersih, wangi, dan sudah lengkap dengan lemari besar, meja rias, serta ranjang queen size yang terlihat mahal. "Cuma jadi pembantu, tapi dikasih kamar mewah. Ah dasar orang kaya." gumam Alina, matanya berbinar.Ia menyampirkan cardigan di kursi, lalu keluar untuk memasak seperti yang Revan inginkan. Unit Revan benar-benar seperti hotel bintang lima. Ruang TV ada di tengah, terbuka tanpa sekat. Lantai marmer mengilap, sofa kulit mahal, dan lampu gantung kristal yang menggantung anggun di langit-langit. Ada lima kamar di sini. Tiga di antaranya kamar tidur, satu ruang kerja, dan satu lagi ruang penyimpanan barang. AC sentral membuat udara sejuk merata ke seluruh ruangan. Dan tentu saja... dapurnya mewah. Dilengkapi peralatan elektronik canggih yang mungkin baru bisa Alina sentuh kalau main drama di TV. Alina mulai memotong bawang, mengabaikan tatapan Revan yang sesekali melirik dari sofa. "Kopi," perinta

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   'Keluarga Revan'

    Pintu apartemen di ketuk berkali kali. Revan yang sedang mengurung diri di kamar tidak mempedulikannya. Padahal Alina yakin Revan pasti mendengar suara ketukan pintu di depan sana. Alina bertanya tanya, apakah karena mereka sudah tinggal di unit yang sama sekarang bahkan hal hal kecil begini harus Alina yang bergerak? Bagaimana jika yang di luar sana adalah tamu penting Revan. Pasti siapapun itu akan sangat terkejut melihat wanita yang seperti 'istri' ini membuka pintu. Alina yang baru selesai menyapu dapur, langsung melangkah ke pintu tanpa curiga. Wajahnya masih polos, cuma pakai kaos longgar santai dan rambut dicepol asal. Begitu pintu terbuka... Sebuah suara tinggi langsung menyayat gendang telinga. "Astaga... Siapa wanita buruk rupa ini?!" Wanita buruk rupa? Alina mengerjap, langsung meneliti wanita yang berdiri di depannya. Seorang wanita paruh baya berdiri dengan angkuh. Bibirnya merah menyala, rambut disasak rapi, dan aroma parfum mahal menusuk hidung. Di sampingnya, seo

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Makan Bareng

    Alina keluar dari kamarnya dengan wajah segar sehabis mandi. Rambut hitamnya terurai lembut, sedikit bergelombang karena dikeringkan asal. Kemeja putih longgar dengan kancing atas terbuka, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya yang jenjang. Celana pendek krem membungkus pahanya yang mulus ditambah dengan wangi parfum manis samar-samar tercium, memberi kesan santai tapi tetap... menggoda. Wanita itu membawa nampan berisi semangkuk sop ayam hangat, sepiring nasi putih, dan sambal kecap yang terlihat menggiurkan. Ini adalah makanan yang sederhana, tapi aroma kaldu ayam yang gurih membuat perut siapa pun pasti langsung keroncongan. Alina mendorong pintu kamar Revan dengan sikunya. "Waktunya makan siang Pak Revan!" Alina berseru senang. Namun semangatnya langsung menguap saat melihat Revan masih sibuk menatap layar laptop di meja kerjanya. Jika mengikuti insting 'wanita berburu' milinya, Alina pasti akan bergelayut manja di baju Revan dan membujuknya untuk makan bersama. Tapi tida

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Jebakan Tuan Besar

    "Aku tidak percaya kau tinggal di unit milik orang yang kau benci. Kau sudah berhasil merayunya? Apa misi pribadimu sudah selesai?" Tanya William memecah keheningan. Di balik nada ramahnya, ada sarkasme yang dapat ditangkap oleh intuisi Alina. Alina menggeleng, "Revan belum melihatku sebagai lawan jenis." "Mana mungkin, kurasa dia hanya berpura pura begitu supaya kau berlama lama di rumahnya. Menunggu waktu yang tepat untuk menyergapmu." "Revan bukan orang yang seperti itu, Liam." Alina melirik tidak suka atas tuduhan tak berdasar itu. "Ahaa Alina, sekarang kau bahkan membelanya. Kenapa ini, bukan dia yang menyukaimu tapi malah sebaliknya? Kau luluh lagi padanya? Kau tidak ingat sudah dipakai dan dibuang olehnya tujuh tahun lalu. Saat usiamu bahkan belum genap delapan belas tahun." Alina mengepalkan tangan. Kenapa William memaksanya untuk ikut dan malah menghancurkan mood baiknya hari ini. "Turunkan aku. Tepikan mobilnya." Alina berusaha membuka pintu mobil. Mobil dengan keamana

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Malam yang Membara

    Napas Alina memburu. Kelopak matanya terasa berat, namun kesadarannya masih menggantung di antara nyata dan mimpi. Tubuhnya terasa panas, seakan ada api yang membakar perlahan di dalam dirinya. Aroma lilin aromaterapi menyesakkan dada, menambah kekacauan dalam pikirannya. Dalam kesadarannya yang setengah kabur, Alina merasakan tangan hangat menyentuh pipinya. Nafas seseorang berhembus lembut di atas wajahnya. "Alina... kau begitu cantik." Suara William terdengar begitu lembut, nyaris mendesah. Tidak. Alina ingin memberontak, tapi tubuhnya seperti terkunci. Tangan dan kakinya seolah tak memiliki kekuatan sama sekali. Kepalanya pusing, lidahnya kelu. 'Tidak, aku harus sadar... aku harus bangun!' William mendekatkan wajahnya, jemarinya menyusuri garis rahang Alina dengan penuh kehati-hatian. Mata pria itu menatap penuh obsesi. Tangan William naik, menyingkap anak rambut yang menempel di pelipis Alina. Sentuhan hangatnya membuat wanita itu sedikit menggeliat, bibirnya yang pucat t

    Last Updated : 2025-03-08

Latest chapter

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Ciuman

    Bagaimanapun Alina tidak bisa mengakui bahwa gadis ini menganggap Revan hanya sekedar 'kakak' atau mantan kakak iparnya. Lihatlah bagaimana gadis itu terlihat sangat terang terangan mendekati Revan dan mencari perhatiannya. Jika ia seekor anjing, Alina yakin ekornya sudah bergoyang tanpa henti sejak melihat Revan di dekatnya. "Kenapa tidak makan?" Revan bertanya pada Alina yang sudah meletakkan sendoknya. "Tidak selera." "Pesan menu yang lain jika tidak suka dengan yang kau makan." "Bukan karena rasanya." Alina melirik kesal gadis yang sedang mengambil makanan dari piring Revan. "Kak, aku lebih suka daging ini. Boleh tukar?" Tanyanya, berusaha mengalihkan perhatian Revan. "Kau bisa pesan lagi jika suka." Revan mengatakan hal yang sama. "Aku tidak mau menunggu. Tukar ya?" "Kau makan saja." Revan mengalah. Membiarkan Keira mengambil piringnya. Alina hampir memutar bola matanya melihat betapa mudahnya Revan dikendalikan oleh Keira. Gadis itu mengambil potongan daging dari piring

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Makan malam paling menyebalkan

    Alina masih menatap Revan dengan ekspresi tidak percaya. Roommate? Serius? Ia sudah siap kalau Revan akan memperkenalkannya sebagai pacar, seperti yang mereka bicarakan di mobil tadi. Tapi ternyata, pria itu malah dengan santainya menyebutnya sebagai roommate, bukan pacar, bukan juga asisten atau rekan kerja. Keira, gadis yang baru saja mereka jemput, memiringkan kepala sedikit. Matanya yang tadinya tampak cerah mendadak berubah dingin saat menatap Alina. Namun, dalam sekejap, ia kembali memasang senyum manis dan berpura-pura tidak peduli. "Oh, roommate, ya?" Keira mengulang dengan nada yang sulit ditebak. Alina menelan ludah. Ia bisa merasakan sorot mata Keira yang penuh penilaian. Revan tidak menyadari perubahan atmosfer di antara dua wanita itu. Ia hanya mengambil koper Keira dan menariknya menuju mobil. "Ayo, kita pergi dari sini. Kau pasti lelah setelah perjalanan panjang." Keira langsung menggandeng lengan Revan dengan manja. "Iya, Kak. Aku benar-benar butuh makana

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Roommate

    'Aku akan tiba di bandara jam 8 nanti malam. Bisa menjemputku, kak?' 'Kak Revan, sibuk ya?' 'Bisa telepon sekarang?' 'Aku tidak bisa datang ke pemakaman kakakku, Kak Revan datang kan?' Alina tanpa sengaja membaca pesan-pesan yang muncul di layar ponsel Revan yang tergeletak di meja. Matanya menyipit, menelusuri deretan teks yang masuk. Hanya ada dua belas digit nomor tanpa nama yang menghubungi Revan. Siapa yang mengirim pesan ini? Kakakku? Pemakaman? Sebelum Alina bisa berpikir lebih jauh, terdengar suara gerakan dari ranjang. "Apa sudah pagi?" Alina spontan menoleh dan mendapati Revan menggeliat malas, matanya masih sedikit sembab karena kurang tidur. "Ah iya, sudah siang lebih tepatnya," jawabnya ringan. Revan duduk di tepi ranjang, mengusap wajahnya sebelum melirik Alina yang berdiri di dekat meja dengan nampan berisi makanan. "Kau mau ke mana?" Tanyanya dengan nada datar. "Mau ngajak sarapan bareng." Revan mengerutkan kening. "Sepertinya kau sudah menganggap ka

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Kopi dan obrolan di malam hari

    Revan masih duduk di sofa, memandangi Alina yang sibuk di dapur. Setelah mimpi buruk itu, ia tak bisa memejamkan mata lagi. Kepalanya masih terasa berat, tapi bukan hanya karena mimpi yang mengganggu, melainkan juga karena kehadiran Alina. Wanita itu tampak santai, sesekali menggumam kecil sambil mengaduk kopi. Seakan yang terjadi semalam bukan hal besar. "Pak Revan nggak tidur lagi? Karena bapak mengikuti saya, berarti ada yangaj dibicarakan ya?" Revan hanya menjawab dengan gelengan. Alina pun membuat satu cangkir lagi kopi spesial untuk bos-nya itu. Alina berbalik dengan dua cangkir di tangannya, lalu berjalan ke sofa dan duduk di samping Revan. Ia menyodorkan satu cangkir. "Minum dulu, Pak. Siapa tahu bisa bikin kepala bapak lebih ringan." Revan menerimanya tanpa banyak bicara. Ia menyesap sedikit, lalu menatap Alina dengan tatapan serius. "Semalam, apa yang terjadi?" tanyanya akhirnya. Alina menaikkan alisnya, pura-pura bingung. "Semalam? Maksud bapak?" Revan menatapn

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Siapa kau

    "Setelah semua yang kita lakukan, kau bilang mau pergi dari hidupku?! Itu tidak adil! Kau bajingan..." Gadis itu hanya bisa menangis setelah puas memukul dada laki laki yang tertunduk penuh penyesalan. "... Kau bilang akan menggunakan segala cara... Bahkan meskipun dengan menghamiliku... Kau brengsek!" "Kita masih terlalu muda untuk ini... Aku tidak bisa mengorbankan masa depanku untukmu." Wajah gadis itu berderai air mata. Mendongak. Melihat dengan seksama bagaimana ekspresi yang dibuat oleh laki laki yang sudah merengut keperawanannya. Laki laki itu mengalihkan pandangan, menutup matanya. "Apa di masa depanmu itu tidak ada aku?" Tanya sang gadis, tangannya mulai bergetar menahan emosi yang bisa meledak kapan saja. Laki laki itu hanya mengangguk, lantas pergi dari gang kumuh dimana sang gadis tinggal. Ya, tempat ini bukanlah tempatnya, bukan salah dirinya jika ia pergi dari sini. Revan mengepalkan tangan. Lagi lagi ia melihat kejadian menyebalkan ini di dalam mimpinya. Tanpa bi

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tidur Bersama

    "Lalu bagaimana denganmu, Alina. Apa kau pernah membunuh?" Jika Alina seorang amatiran, pertanyaan itu akan cukup mengejutkannya. Sayangnya bahkan ia adalah wanita yang bisa berpura pura menyukai laki laki yang ia benci setengah mati di dekatnya ini. Menjawab pertanyaan receh begitu, bukan masalah baginya. "Wah, kenapa bapak tanya begitu? Saya itu belajar berkelahi untuk melindungi diri, Pak. Bukan untuk melakukan kejahatan." Jawab santai Alina. "Kau memang terlihat begitu. Polos dan apa adanya, tapi mawar itu berduri, Alina. Aku tidak yakin apa yang kau perlihatkan padaku selama ini adalah dirimu yang sebenarnya." "Bapak ngomong apa sih. Kita sudah tinggal hampir 2 mingguan loh. Masa bapak tidak tahu jati diri saya seperti apa." Jawab Alina "Oh iya saya baru ingat, pak Revan kan selalu cuek sama semua hal. Kayaknya kalau ada orang jatuh di depan pak Revan pun, bapak gak bakal peduli." "Kau benar." Alina terdiam sebentar. "Nah, maka dari itu banyak yang tidak suka pada bapak. Pa

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Kencan Pertama

    Revan tidak pernah benar-benar peduli dengan kehadiran orang lain di apartemennya. Ia terbiasa dengan kesunyian, dengan hidup yang hanya diisi pekerjaan dan kesibukan tanpa henti. Namun, entah bagaimana, sejak Alina tinggal di sini, semuanya berubah. Tidurnya lebih nyenyak. Makan dan istirahatnya lebih teratur. Apartemennya yang biasanya sunyi kini terasa lebih hidup. Bukannya Revan tidak sadar akan perubahan ini. Dia hanya memilih untuk mengabaikannya. Alina memang aneh, suka menggoda tanpa malu, tapi tetap saja Revan tidak bisa mengelak pada fakta bahwa wanita itu adalah sekretaris yang luar biasa, Alina bekerja dengan cepat, cekatan, dan selalu memahami apa yang ia butuhkan tanpa banyak bicara. Dan malam ini, Revan kembali merasakan kecekatan wanita itu. Saat ia sedang meeting online dengan beberapa manajer cabang luar negeri, Alina duduk di sampingnya dengan serius mencatat poin-poin penting rapat. Sesekali, dia mengangguk atau menuliskan sesuatu, seolah lebih fokus darip

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tidak mau bertemu

    Alina merebahkan diri di sofa, membiarkan kepalanya tenggelam di bantal empuk. Matanya terpejam, tubuhnya terasa lelah, tapi pikirannya tetap sibuk. Sejak percakapan terakhirnya dengan Revan tadi siang, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Tatapan pria itu, caranya berbicara… seolah-olah dia tahu lebih banyak dari yang Alina kira. Ia menghela napas panjang, mencoba mengabaikan perasaan aneh itu. Ia harus fokus pada tujuannya. Tidak boleh ada yang membuatnya goyah. Namun, ketenangan yang baru saja ia dapatkan terganggu oleh perasaan asing yang tiba-tiba muncul. Seseorang ada di luar. Alina menegang. Dengan gerakan hati-hati, ia bangkit dari sofa, berjalan mendekati pintu apartemennya. Suara derap langkah samar terdengar di luar, tapi tidak ada yang mengetuk pintu. Siapa? Ia mengintip melalui lubang intip. Jantungnya hampir berhenti berdetak saat melihat sosok yang berdiri di sana. William. Alina menelan ludah. Pria itu berdiri diam, wajahnya tidak terlihat je

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Bos yang Aneh

    Suara alarm berdering tajam, menggema di dalam apartemen. Alina mengerjap pelan, kelopak matanya terasa berat. Kepala masih sedikit berdenyut, tapi jauh lebih baik daripada tadi malam. Ia menoleh ke sekitar. Kamar yang asing. Bukan kamarnya. Tapi juga bukan kamar di rumah William. Oh… benar. Ia mengingat kembali bagaimana Revan menjemputnya, bagaimana pria itu menutup kaca jendela agar ia tidak kedinginan. Dan sekarang, ia ada di sini, di apartemen Revan, dimana dirinya tinggal. Alina menghela napas, lalu bangkit perlahan. Bajunya sudah berganti. Piyama longgar yang terasa nyaman di kulitnya. Bukan sesuatu yang biasanya ia kenakan, dan jelas bukan sesuatu yang ia bawa sendiri. ‘Siapa yang menggantikan bajuku?’ Wajahnya langsung panas memikirkan kemungkinan itu. Tapi kemudian ia menggeleng cepat. Tidak, pasti bukan Revan. Dia bukan tipe pria yang akan melakukan sesuatu tanpa izin, apalagi dalam keadaan seperti itu. Mungkin dokter yang dipanggil Revan. Ia menyibak selimut,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status