Share

Keras Kepala

Author: Camelia
last update Last Updated: 2025-03-06 20:42:45

Pagi mulai menjelang ketika sinar matahari samar menyelinap dari celah tirai apartemen. Revan masih terlelap di sofa, sesekali meringis dalam tidurnya. Alina duduk di kursi seberang, memperhatikannya dalam diam.

Siapa sangka pria dingin tanpa ekspresi itu menyimpan luka yang begitu dalam?

"Aku harus pergi sekarang. Aku sudah memberinya obat tidur, tapi jika Revan terbangun sebelum siang, tolong pastikan dia makan sesuatu," ujar Dr. Lucy seraya membereskan tas medisnya.

Alina hanya mengangguk pelan.

"Aku berterima kasih karena ada kamu di sini. Aku jadi tidak terlalu khawatir meninggalkannya sendirian. Dan juga, ini hanya pendapatku, tapi kamu terlihat sangat muda, Alina." tambah Lucy sebelum pergi. Alina tersenyum tanggung, ia memang masih muda, usia yang ada di identitasnya sudah di manipulasi.

"Terima kasih dokter." Alina menunduk sopan.

Gadis itu menatap punggung dokter Lucy hingga pintu tertutup. Suasana kembali sunyi.

Ia mengalihkan pandangannya ke Revan. Wajah pria itu masih terlihat pucat, tapi napasnya sudah lebih tenang. Dalam tidur, garis-garis tegas di wajahnya seolah melunak, memperlihatkan sisi manusiawi yang jarang ia tunjukkan.

Dengan hati-hati, Alina bangkit dan berjalan ke dapur. Ia mulai menyiapkan bubur ayam sederhana, tidak mewah, tapi cukup untuk mengisi perut kosong.

Alina tidak tahu kenapa ia repot-repot melakukan ini. Bukankah misi utamanya hanya untuk menggoda pria ini? Tapi entah kenapa, melihat Revan dalam keadaan seperti ini membuatnya merasa... iba.

"Dasar pria brengsek," gumamnya sambil menuangkan bubur ke dalam mangkuk. "Bahkan dalam keadaan sakit pun kau masih berhasil membuatku khawatir."

"Ah tidak Alina, ini adalah kesempatanmu. Saat Revan sakit begitu, aku bisa membuatnya bergantung padaku. Mempercepat proses benih cinta itu tumbuh." Alina segera mengganti perasaan ibanya dengan rencana licik.

Saat ia kembali ke ruang tamu, Revan sudah mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan, menatap langit-langit dengan pandangan kosong sebelum akhirnya beralih pada sosok Alina.

"Apa... yang kau lakukan di sini?" suaranya serak, hampir tidak terdengar.

Alina meletakkan mangkuk di meja. "Menyelamatkan hidupmu, Pak. Anda harusnya berterima kasih pada saya sekarang."

Revan berusaha duduk, tapi tubuhnya terlalu lemah. Alina langsung sigap membantunya, membuat pria itu sedikit terkejut.

"Aku tidak butuh bantuanmu," gumamnya. Menepis kasar tangan Alina.

Alina menahan senyum, ia ingin memukul wajah pria ini agar ia pingsan lagi. Bahkan saat sekarat, Revan tetap keras kepala.

"Terserah bapak, tapi kalau bapak pingsan lagi, saya akan menelepon ambulan, mengabarkan pada seluruh kantor bahwa bos besar pingsan karena kelaparan. Bagaimana? Mau saya begitu?"

Mata Revan menyipit, menatap gadis itu dengan tatapan membunuh. Tapi Alina sama sekali tidak gentar.

"Kau... benar-benar wanita menyebalkan. Tidak ada yang akan mati kelaparan di sini." desisnya.

Alina hanya tersenyum manis. "Terima kasih, Pak. Sekarang makan buburnya sebelum saya menyuapi anda seperti bayi."

Revan mendengus pelan, tapi akhirnya mengambil sendok dengan enggan.

Alina duduk kembali di kursi, memperhatikannya dalam diam. Dalam hatinya, ia merasa puas karena berhasil menaklukkan sedikit ego pria itu.

Namun, ia juga sadar... semakin dekat ia dengan Revan, semakin berbahaya permainan ini.

Bukan hanya untuk pria itu.

Tapi juga untuk hatinya sendiri.

Sendok pertama masuk ke dalam mulut Revan, pria itu mengunyah pelan tanpa ekspresi. Alina memperhatikan dengan seksama, menunggu komentar.

"Hmm..." Revan bergumam pelan.

Alina mencondongkan tubuh, menanti pujian. "Bagaimana? Enak kan, Pak?"

Revan menoleh, menatapnya sekilas sebelum menjawab, "Tidak buruk... tapi juga tidak enak."

Alina langsung melotot. "Kalau gak enak, kenapa dimakan?!"

Revan tidak menjawab, hanya menyendok buburnya lagi. Sekilas senyum tipis terlihat di wajahnya, tapi segera hilang.

"Rasanya sedikit mengingatkanku pada seseorang..." gumamnya lirih, matanya menerawang.

Jantung Alina berdegup kencang. Ia nyaris lupa cara bernapas. Mendadak memorinya kembali ke tujuh tahun lalu, saat ia pernah membuatkan bubur untuk Revan ketika pria itu demam di rumahnya.

Jangan-jangan...

Namun, seketika Alina menepis harapannya sendiri.

'Mungkin yang Revan maksud mantan adalah istrinya...'

Ia mengeraskan hati, berusaha menutupi kekecewaannya.

"Seseorang?" tanya Alina datar.

Revan menatap buburnya, seolah mencoba mengingat sesuatu yang jauh di masa lalu. "Entahlah... Sepertinya iya, tapi aku tidak ingat siapa."

Perasaan panas menjalar di dada Alina, bercampur antara sedih dan marah. Ia tidak tahu apa yang lebih menyakitkan, kenyataan bahwa Revan tidak mengingatnya, atau bahwa pria itu mungkin mengingat wanita lain.

"Apa saya boleh membersihkan ruangan Anda, Pak? Saya rasa karena kamar ini sangat berdebu makanya bapak tidak bisa tidur dengan nyenyak." Alina mengalihkan pembicaraan. Ini juga adalah triknya yang kesekian untuk membuat Revan takjub padanya. Yeah, bukankah skil bersih bersih itu sangat penting untuk seorang wanita?

Revan menoleh sekilas, lalu mengangkat bahu. "Terserah. Tapi jangan mengambil apapun."

Heh, apa Revan pikir ia pencuri?!

"Bapak boleh memeriksa tubuh saya setelah saya selesai bersih bersih. Bahkan membuka baju saya juga boleh."

Revan hampir memuncratkan bubur di mulutnya mendengar kalimat erotis yang dikatakan oleh Alina. Wanita itu, benar benar lancang.

Setelah menunjukkan senyum manis tanpa dosanya, Alina langsung bangkit, mengambil sapu dan kain lap dari dapur. Meskipun tidak berantakan, apartemen Revan terasa pengap dan berdebu.

Baru saja ia mulai mengelap meja, suara Revan terdengar lagi.

"Ambilkan laptopku di kamar."

Alina menoleh tajam, menatap pria itu dengan penuh ketidakpercayaan.

"Apa? Bapak masih mau kerja dalam keadaan seperti ini?"

Revan hanya menatapnya dengan ekspresi datar. "Aku hidup seperti ini. Aku bosnya, kau sekretarisku. Kau tidak punya hak untuk mengatur."

Alina mendengus keras, merasa kesabarannya mulai menipis. "Kalau begitu ambil sendiri, Pak. Toh Anda bilang tidak butuh bantuan saya, kan?"

Revan menyipitkan mata, tapi Alina tidak peduli. Ia kembali sibuk membersihkan meja, pura-pura tidak melihat.

Akhirnya, Revan berdiri dengan langkah berat dan mengambil laptopnya sendiri dari kamar.

Alina hanya melirik sekilas, lalu menyeringai tipis.

'Dasar pria keras kepala!'

Namun, entah kenapa... melihat Revan berjalan tertatih-tatih membuat hatinya terasa nyeri.

Ia membenci dirinya sendiri karena masih peduli.

Related chapters

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tawaran Tinggal Bersama

    Alina menghela napas pelan. Sapu di tangannya bergerak cepat, membersihkan sudut ruangan yang penuh debu. Sesekali ia melirik ke arah Revan, memastikan pria itu tidak pingsan mendadak. Namun, bukannya beristirahat, Revan justru sibuk mengetik di laptop, jemarinya lincah menari di atas keyboard meski sesekali batuk kecil terdengar. Dasar pria keras kepala! "Kalau pingsan jangan harap saya menolong lagi." gumam Alina tanpa menoleh. Ia mengatakannya karena sebal saat Revan tidak mengindahkan peringatannya. "Aku tidak butuh pertolonganmu." balas Revan tanpa mengangkat wajah. Alina memutar bola matanya kesal. Ingin rasanya ia menghantam kepala pria itu dengan sapu di tangannya. "Bapak ini kenapa sih? Apa takut kalau istirahat barang sebentar, perusahaan bapak langsung bangkrut?" sindir Alina. Revan menoleh sekilas, tatapannya dingin seperti biasa. "Aku tidak bekerja untuk perusahaan, aku bekerja untuk diriku sendiri." Alina terdiam, tidak menduga jawaban itu. Ada nada getir

    Last Updated : 2025-03-06
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tinggal Bersama

    Alina membuka koper kecilnya di kamar yang baru saja Revan tunjuk. Kamar itu bersih, wangi, dan sudah lengkap dengan lemari besar, meja rias, serta ranjang queen size yang terlihat mahal. "Cuma jadi pembantu, tapi dikasih kamar mewah. Ah dasar orang kaya." gumam Alina, matanya berbinar.Ia menyampirkan cardigan di kursi, lalu keluar untuk memasak seperti yang Revan inginkan. Unit Revan benar-benar seperti hotel bintang lima. Ruang TV ada di tengah, terbuka tanpa sekat. Lantai marmer mengilap, sofa kulit mahal, dan lampu gantung kristal yang menggantung anggun di langit-langit. Ada lima kamar di sini. Tiga di antaranya kamar tidur, satu ruang kerja, dan satu lagi ruang penyimpanan barang. AC sentral membuat udara sejuk merata ke seluruh ruangan. Dan tentu saja... dapurnya mewah. Dilengkapi peralatan elektronik canggih yang mungkin baru bisa Alina sentuh kalau main drama di TV. Alina mulai memotong bawang, mengabaikan tatapan Revan yang sesekali melirik dari sofa. "Kopi," perinta

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   'Keluarga Revan'

    Pintu apartemen di ketuk berkali kali. Revan yang sedang mengurung diri di kamar tidak mempedulikannya. Padahal Alina yakin Revan pasti mendengar suara ketukan pintu di depan sana. Alina bertanya tanya, apakah karena mereka sudah tinggal di unit yang sama sekarang bahkan hal hal kecil begini harus Alina yang bergerak? Bagaimana jika yang di luar sana adalah tamu penting Revan. Pasti siapapun itu akan sangat terkejut melihat wanita yang seperti 'istri' ini membuka pintu. Alina yang baru selesai menyapu dapur, langsung melangkah ke pintu tanpa curiga. Wajahnya masih polos, cuma pakai kaos longgar santai dan rambut dicepol asal. Begitu pintu terbuka... Sebuah suara tinggi langsung menyayat gendang telinga. "Astaga... Siapa wanita buruk rupa ini?!" Wanita buruk rupa? Alina mengerjap, langsung meneliti wanita yang berdiri di depannya. Seorang wanita paruh baya berdiri dengan angkuh. Bibirnya merah menyala, rambut disasak rapi, dan aroma parfum mahal menusuk hidung. Di sampingnya, seo

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Makan Bareng

    Alina keluar dari kamarnya dengan wajah segar sehabis mandi. Rambut hitamnya terurai lembut, sedikit bergelombang karena dikeringkan asal. Kemeja putih longgar dengan kancing atas terbuka, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya yang jenjang. Celana pendek krem membungkus pahanya yang mulus ditambah dengan wangi parfum manis samar-samar tercium, memberi kesan santai tapi tetap... menggoda. Wanita itu membawa nampan berisi semangkuk sop ayam hangat, sepiring nasi putih, dan sambal kecap yang terlihat menggiurkan. Ini adalah makanan yang sederhana, tapi aroma kaldu ayam yang gurih membuat perut siapa pun pasti langsung keroncongan. Alina mendorong pintu kamar Revan dengan sikunya. "Waktunya makan siang Pak Revan!" Alina berseru senang. Namun semangatnya langsung menguap saat melihat Revan masih sibuk menatap layar laptop di meja kerjanya. Jika mengikuti insting 'wanita berburu' milinya, Alina pasti akan bergelayut manja di baju Revan dan membujuknya untuk makan bersama. Tapi tida

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Jebakan Tuan Besar

    "Aku tidak percaya kau tinggal di unit milik orang yang kau benci. Kau sudah berhasil merayunya? Apa misi pribadimu sudah selesai?" Tanya William memecah keheningan. Di balik nada ramahnya, ada sarkasme yang dapat ditangkap oleh intuisi Alina. Alina menggeleng, "Revan belum melihatku sebagai lawan jenis." "Mana mungkin, kurasa dia hanya berpura pura begitu supaya kau berlama lama di rumahnya. Menunggu waktu yang tepat untuk menyergapmu." "Revan bukan orang yang seperti itu, Liam." Alina melirik tidak suka atas tuduhan tak berdasar itu. "Ahaa Alina, sekarang kau bahkan membelanya. Kenapa ini, bukan dia yang menyukaimu tapi malah sebaliknya? Kau luluh lagi padanya? Kau tidak ingat sudah dipakai dan dibuang olehnya tujuh tahun lalu. Saat usiamu bahkan belum genap delapan belas tahun." Alina mengepalkan tangan. Kenapa William memaksanya untuk ikut dan malah menghancurkan mood baiknya hari ini. "Turunkan aku. Tepikan mobilnya." Alina berusaha membuka pintu mobil. Mobil dengan keaman

    Last Updated : 2025-03-07
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Malam yang Membara

    Napas Alina memburu. Kelopak matanya terasa berat, namun kesadarannya masih menggantung di antara nyata dan mimpi. Tubuhnya terasa panas, seakan ada api yang membakar perlahan di dalam dirinya. Aroma lilin aromaterapi menyesakkan dada, menambah kekacauan dalam pikirannya. Dalam kesadarannya yang setengah kabur, Alina merasakan tangan hangat menyentuh pipinya. Nafas seseorang berhembus lembut di atas wajahnya. "Alina... kau begitu cantik." Suara William terdengar begitu lembut, nyaris mendesah. Tidak. Alina ingin memberontak, tapi tubuhnya seperti terkunci. Tangan dan kakinya seolah tak memiliki kekuatan sama sekali. Kepalanya pusing, lidahnya kelu. 'Tidak, aku harus sadar... aku harus bangun!' William mendekatkan wajahnya, jemarinya menyusuri garis rahang Alina dengan penuh kehati-hatian. Mata pria itu menatap penuh obsesi. Tangan William naik, menyingkap anak rambut yang menempel di pelipis Alina. Sentuhan hangatnya membuat wanita itu sedikit menggeliat, bibirnya yang pucat t

    Last Updated : 2025-03-08
  • Wanita Penggoda CEO Duda   'Ayo pulang'

    Helaan nafas Alina bergetar, tangannya masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tubuhnya bersandar di tembok dingin, berusaha menenangkan detak jantung yang seolah berlomba dengan waktu. Udara malam begitu menusuk, tapi rasa dingin itu tidak bisa mengalahkan panas yang membakar tubuhnya akibat sisa efek lilin aromaterapi sialan itu. Kakinya gemetar, lututnya hampir menyerah. Namun, otaknya terus memaksa tubuhnya bergerak. Kabur... 'Aku harus kabur...' Alina menatap tali yang menjuntai dari jendela. Jendela yang sudah terbuka sejak tadi. Laki laki itu sengaja membuka jendela agar asap lilin segera berganti dengan udara segar. Dan tali... William. Alina mengepalkan tangannya kuat-kuat. Pria itu... Bahkan dalam kekejamannya, William tetap membukakan jalan untuknya. Tapi dengan caranya sendiri. Alina menggigit bibir hingga terasa asin oleh darah. Dengan sisa tenaga yang ia punya, ia meraih tali dan mulai menuruni dinding pelan-pelan. Udara dingin membelai kulitnya yang hanya ber

    Last Updated : 2025-03-08
  • Wanita Penggoda CEO Duda   Bos yang Aneh

    Suara alarm berdering tajam, menggema di dalam apartemen. Alina mengerjap pelan, kelopak matanya terasa berat. Kepala masih sedikit berdenyut, tapi jauh lebih baik daripada tadi malam. Ia menoleh ke sekitar. Kamar yang asing. Bukan kamarnya. Tapi juga bukan kamar di rumah William. Oh… benar. Ia mengingat kembali bagaimana Revan menjemputnya, bagaimana pria itu menutup kaca jendela agar ia tidak kedinginan. Dan sekarang, ia ada di sini, di apartemen Revan, dimana dirinya tinggal. Alina menghela napas, lalu bangkit perlahan. Bajunya sudah berganti. Piyama longgar yang terasa nyaman di kulitnya. Bukan sesuatu yang biasanya ia kenakan, dan jelas bukan sesuatu yang ia bawa sendiri. ‘Siapa yang menggantikan bajuku?’ Wajahnya langsung panas memikirkan kemungkinan itu. Tapi kemudian ia menggeleng cepat. Tidak, pasti bukan Revan. Dia bukan tipe pria yang akan melakukan sesuatu tanpa izin, apalagi dalam keadaan seperti itu. Mungkin dokter yang dipanggil Revan. Ia menyibak selimut,

    Last Updated : 2025-03-09

Latest chapter

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Bos yang Aneh

    Suara alarm berdering tajam, menggema di dalam apartemen. Alina mengerjap pelan, kelopak matanya terasa berat. Kepala masih sedikit berdenyut, tapi jauh lebih baik daripada tadi malam. Ia menoleh ke sekitar. Kamar yang asing. Bukan kamarnya. Tapi juga bukan kamar di rumah William. Oh… benar. Ia mengingat kembali bagaimana Revan menjemputnya, bagaimana pria itu menutup kaca jendela agar ia tidak kedinginan. Dan sekarang, ia ada di sini, di apartemen Revan, dimana dirinya tinggal. Alina menghela napas, lalu bangkit perlahan. Bajunya sudah berganti. Piyama longgar yang terasa nyaman di kulitnya. Bukan sesuatu yang biasanya ia kenakan, dan jelas bukan sesuatu yang ia bawa sendiri. ‘Siapa yang menggantikan bajuku?’ Wajahnya langsung panas memikirkan kemungkinan itu. Tapi kemudian ia menggeleng cepat. Tidak, pasti bukan Revan. Dia bukan tipe pria yang akan melakukan sesuatu tanpa izin, apalagi dalam keadaan seperti itu. Mungkin dokter yang dipanggil Revan. Ia menyibak selimut,

  • Wanita Penggoda CEO Duda   'Ayo pulang'

    Helaan nafas Alina bergetar, tangannya masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tubuhnya bersandar di tembok dingin, berusaha menenangkan detak jantung yang seolah berlomba dengan waktu. Udara malam begitu menusuk, tapi rasa dingin itu tidak bisa mengalahkan panas yang membakar tubuhnya akibat sisa efek lilin aromaterapi sialan itu. Kakinya gemetar, lututnya hampir menyerah. Namun, otaknya terus memaksa tubuhnya bergerak. Kabur... 'Aku harus kabur...' Alina menatap tali yang menjuntai dari jendela. Jendela yang sudah terbuka sejak tadi. Laki laki itu sengaja membuka jendela agar asap lilin segera berganti dengan udara segar. Dan tali... William. Alina mengepalkan tangannya kuat-kuat. Pria itu... Bahkan dalam kekejamannya, William tetap membukakan jalan untuknya. Tapi dengan caranya sendiri. Alina menggigit bibir hingga terasa asin oleh darah. Dengan sisa tenaga yang ia punya, ia meraih tali dan mulai menuruni dinding pelan-pelan. Udara dingin membelai kulitnya yang hanya ber

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Malam yang Membara

    Napas Alina memburu. Kelopak matanya terasa berat, namun kesadarannya masih menggantung di antara nyata dan mimpi. Tubuhnya terasa panas, seakan ada api yang membakar perlahan di dalam dirinya. Aroma lilin aromaterapi menyesakkan dada, menambah kekacauan dalam pikirannya. Dalam kesadarannya yang setengah kabur, Alina merasakan tangan hangat menyentuh pipinya. Nafas seseorang berhembus lembut di atas wajahnya. "Alina... kau begitu cantik." Suara William terdengar begitu lembut, nyaris mendesah. Tidak. Alina ingin memberontak, tapi tubuhnya seperti terkunci. Tangan dan kakinya seolah tak memiliki kekuatan sama sekali. Kepalanya pusing, lidahnya kelu. 'Tidak, aku harus sadar... aku harus bangun!' William mendekatkan wajahnya, jemarinya menyusuri garis rahang Alina dengan penuh kehati-hatian. Mata pria itu menatap penuh obsesi. Tangan William naik, menyingkap anak rambut yang menempel di pelipis Alina. Sentuhan hangatnya membuat wanita itu sedikit menggeliat, bibirnya yang pucat t

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Jebakan Tuan Besar

    "Aku tidak percaya kau tinggal di unit milik orang yang kau benci. Kau sudah berhasil merayunya? Apa misi pribadimu sudah selesai?" Tanya William memecah keheningan. Di balik nada ramahnya, ada sarkasme yang dapat ditangkap oleh intuisi Alina. Alina menggeleng, "Revan belum melihatku sebagai lawan jenis." "Mana mungkin, kurasa dia hanya berpura pura begitu supaya kau berlama lama di rumahnya. Menunggu waktu yang tepat untuk menyergapmu." "Revan bukan orang yang seperti itu, Liam." Alina melirik tidak suka atas tuduhan tak berdasar itu. "Ahaa Alina, sekarang kau bahkan membelanya. Kenapa ini, bukan dia yang menyukaimu tapi malah sebaliknya? Kau luluh lagi padanya? Kau tidak ingat sudah dipakai dan dibuang olehnya tujuh tahun lalu. Saat usiamu bahkan belum genap delapan belas tahun." Alina mengepalkan tangan. Kenapa William memaksanya untuk ikut dan malah menghancurkan mood baiknya hari ini. "Turunkan aku. Tepikan mobilnya." Alina berusaha membuka pintu mobil. Mobil dengan keaman

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Makan Bareng

    Alina keluar dari kamarnya dengan wajah segar sehabis mandi. Rambut hitamnya terurai lembut, sedikit bergelombang karena dikeringkan asal. Kemeja putih longgar dengan kancing atas terbuka, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya yang jenjang. Celana pendek krem membungkus pahanya yang mulus ditambah dengan wangi parfum manis samar-samar tercium, memberi kesan santai tapi tetap... menggoda. Wanita itu membawa nampan berisi semangkuk sop ayam hangat, sepiring nasi putih, dan sambal kecap yang terlihat menggiurkan. Ini adalah makanan yang sederhana, tapi aroma kaldu ayam yang gurih membuat perut siapa pun pasti langsung keroncongan. Alina mendorong pintu kamar Revan dengan sikunya. "Waktunya makan siang Pak Revan!" Alina berseru senang. Namun semangatnya langsung menguap saat melihat Revan masih sibuk menatap layar laptop di meja kerjanya. Jika mengikuti insting 'wanita berburu' milinya, Alina pasti akan bergelayut manja di baju Revan dan membujuknya untuk makan bersama. Tapi tida

  • Wanita Penggoda CEO Duda   'Keluarga Revan'

    Pintu apartemen di ketuk berkali kali. Revan yang sedang mengurung diri di kamar tidak mempedulikannya. Padahal Alina yakin Revan pasti mendengar suara ketukan pintu di depan sana. Alina bertanya tanya, apakah karena mereka sudah tinggal di unit yang sama sekarang bahkan hal hal kecil begini harus Alina yang bergerak? Bagaimana jika yang di luar sana adalah tamu penting Revan. Pasti siapapun itu akan sangat terkejut melihat wanita yang seperti 'istri' ini membuka pintu. Alina yang baru selesai menyapu dapur, langsung melangkah ke pintu tanpa curiga. Wajahnya masih polos, cuma pakai kaos longgar santai dan rambut dicepol asal. Begitu pintu terbuka... Sebuah suara tinggi langsung menyayat gendang telinga. "Astaga... Siapa wanita buruk rupa ini?!" Wanita buruk rupa? Alina mengerjap, langsung meneliti wanita yang berdiri di depannya. Seorang wanita paruh baya berdiri dengan angkuh. Bibirnya merah menyala, rambut disasak rapi, dan aroma parfum mahal menusuk hidung. Di sampingnya, seo

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tinggal Bersama

    Alina membuka koper kecilnya di kamar yang baru saja Revan tunjuk. Kamar itu bersih, wangi, dan sudah lengkap dengan lemari besar, meja rias, serta ranjang queen size yang terlihat mahal. "Cuma jadi pembantu, tapi dikasih kamar mewah. Ah dasar orang kaya." gumam Alina, matanya berbinar.Ia menyampirkan cardigan di kursi, lalu keluar untuk memasak seperti yang Revan inginkan. Unit Revan benar-benar seperti hotel bintang lima. Ruang TV ada di tengah, terbuka tanpa sekat. Lantai marmer mengilap, sofa kulit mahal, dan lampu gantung kristal yang menggantung anggun di langit-langit. Ada lima kamar di sini. Tiga di antaranya kamar tidur, satu ruang kerja, dan satu lagi ruang penyimpanan barang. AC sentral membuat udara sejuk merata ke seluruh ruangan. Dan tentu saja... dapurnya mewah. Dilengkapi peralatan elektronik canggih yang mungkin baru bisa Alina sentuh kalau main drama di TV. Alina mulai memotong bawang, mengabaikan tatapan Revan yang sesekali melirik dari sofa. "Kopi," perinta

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Tawaran Tinggal Bersama

    Alina menghela napas pelan. Sapu di tangannya bergerak cepat, membersihkan sudut ruangan yang penuh debu. Sesekali ia melirik ke arah Revan, memastikan pria itu tidak pingsan mendadak. Namun, bukannya beristirahat, Revan justru sibuk mengetik di laptop, jemarinya lincah menari di atas keyboard meski sesekali batuk kecil terdengar. Dasar pria keras kepala! "Kalau pingsan jangan harap saya menolong lagi." gumam Alina tanpa menoleh. Ia mengatakannya karena sebal saat Revan tidak mengindahkan peringatannya. "Aku tidak butuh pertolonganmu." balas Revan tanpa mengangkat wajah. Alina memutar bola matanya kesal. Ingin rasanya ia menghantam kepala pria itu dengan sapu di tangannya. "Bapak ini kenapa sih? Apa takut kalau istirahat barang sebentar, perusahaan bapak langsung bangkrut?" sindir Alina. Revan menoleh sekilas, tatapannya dingin seperti biasa. "Aku tidak bekerja untuk perusahaan, aku bekerja untuk diriku sendiri." Alina terdiam, tidak menduga jawaban itu. Ada nada getir

  • Wanita Penggoda CEO Duda   Keras Kepala

    Pagi mulai menjelang ketika sinar matahari samar menyelinap dari celah tirai apartemen. Revan masih terlelap di sofa, sesekali meringis dalam tidurnya. Alina duduk di kursi seberang, memperhatikannya dalam diam. Siapa sangka pria dingin tanpa ekspresi itu menyimpan luka yang begitu dalam?"Aku harus pergi sekarang. Aku sudah memberinya obat tidur, tapi jika Revan terbangun sebelum siang, tolong pastikan dia makan sesuatu," ujar Dr. Lucy seraya membereskan tas medisnya.Alina hanya mengangguk pelan."Aku berterima kasih karena ada kamu di sini. Aku jadi tidak terlalu khawatir meninggalkannya sendirian. Dan juga, ini hanya pendapatku, tapi kamu terlihat sangat muda, Alina." tambah Lucy sebelum pergi. Alina tersenyum tanggung, ia memang masih muda, usia yang ada di identitasnya sudah di manipulasi."Terima kasih dokter." Alina menunduk sopan.Gadis itu menatap punggung dokter Lucy hingga pintu tertutup. Suasana kembali sunyi. Ia mengalihkan pandangannya ke Revan. Wajah pria itu masih t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status