Sejak kali pertama melihatnya, Arnav punya firasat bahwa gadis ini bisa dia jadikan sebagai targetnya. Kebetulan pula dia memang sedang dituntut untuk memiliki pasangan pengganti. Arnav tidak mengira bahwa dia akan mendapatkan penawaran menikahinya, meskipun hanya sebagai pengganti adiknya yang nakal. Ya, Arnav tidak begitu keberatan. Bukankah dengan ini mereka sama-sama menjadi pasangan pengganti untuk satu sama lain?
Alhasil, pria itu langsung mengambil keputusan demikian begitu wanita asing dengan masker hitam di wajahnya itu tiba-tiba menodongkan pisau lipat dari dalam saku celana yang dia kenakan dan bergerak untuk mengancamnya dari belakang. Atau bahkan mungkin sebelum itu? Seperti saat asistennya mempersilahkan wanita itu masuk kemudian ia dapat mengagumi cara berjalannya yang agresif namun menggoda serta anggun. Semua itu adalah sebuah kombinasi yang komplikatif untuk membangkitkan sesuatu dalam dirinya yang telah padam bertahun lalu, bahkan bisa dibilang telah layu dan dingin.
Mulanya Arnav meragukan apakah semua kualitas yang dilihatnya dari wanita itu adalah sesuatu yang original dimiliknya. Seperti wanita misterius yang secara tidak sengaja meminta sebatang rokok pada dia misalnya? Mengingat kejadian itu dia jadi semakin tertantang. Tidak pernah dia temui tipe perempuan yang sulit ditaklukan. Kucing liar memang lebih menarik dibandingkan kucing mahal rumahan. Itu yang Arnav pikirkan.
Arnav menghentikan buaian nakalnya sampai disitu, tapi godaan berupa sentuhan ringan yang menyentuh kain rompi yang dia kenakan dan juga ucapan wanita itu membuatnya kian bersemangat. Meski begitu, sebagai figur seorang pria yang selalu disegani. Dia tidak diperkenankan untuk cepat memperlihatkan ketertarikan. Karenanya dia membuat sebuah kejutan kecil.
Di saat yang tepat pria itu mengulurkan tangan dan menarik lepas masker berwarna hitam yang berstagnasi di wajah wanita itu. Dia ingin mengungkapkan seluruh praduganya. Ketidak asingan yang aneh diantara mereka membuatnya berharap bahwa wanita ini adalah orang yang sama yang dia temui belum lama ini.
“Apa yang kau lakukan?!” Raellyn berusaha menyambar kembali masker yang telah Arnav curi darinya. Tapi pria itu lebih pintar, dia menyembunyikan masker itu dibelakang punggungnya. Menyimpan disaku belakang celananya dengan sangat mudah.
Arnav menyukai suara Raellyn yang rendah namun tetap tegas meskipun berada dalam situasi kebingungan dan terpojok. Pria itu bahkan lebih lega melihat versi suara ini dibandingkan suara yang beberapa saat lalu dia gunakan untuk menggodanya. Sebab jika betul versi yang awal adalah diri sejatinya, pasti Arnav akan langsung merasa jijik.
Sekarang tanpa masker yang menutup parasnya. Wajah dengan ekspresi keras dan mata abu-abu yang sejak semula menarik perhatian itu terbeliak. Arnav tahu bahwa ini adalah takdir yang telah digariskan Tuhan. Warna mata mempesona seperti milik wanita ini mungkin hanya satu di dunia. Dan benar saja tebakannya tidak meleset sama sekali.
“Bingo, sekali lagi kukatakan bahwa kita akan bertemu lagi Miss Raellyn.”
“Kau menikmati kepura-puraan ini?!”
“Kau yang lebih dulu melakukan akting murahan didepanku. Seperti yang kau tahu aku adalah seorang director yang tidak akan mudah terkecoh oleh hal kecil seperti itu. Ada lebih banyak akting yang lebih baik daripada milikmu Miss.”
“Bedebah!”
“Kenapa menyalak? Bukankah sudah lumrah bagi seorang pria untuk menatap calon pengantinnya dengan cermat sebelum menjalani pernikahan yang sebenarnya? Terutama untuk situasi kita yang tidak lazim.” Arnav berkata dengan sangat santai. Sembari mengamati nadi di tenggorokan Raellyn yang nampaknya berdenyut cepat.
Pria itu kemudian kembali pada nakas, sambil mengulurkan salah satu gelas yang belum tersentuh dan memberikannya pada Raellyn. “Minumlah!” perintahnya, berharap Raellyn akan mematuhi tanpa dibarengi berbagai tanya.
Arnav bahkan sampai pada titik untuk berusaha keras tidak tersenyum saat melihat wanita itu merapatkan bibirnya. Ia sedikit berharap keberanian wanita itu tidak goyah oleh sebuah gertakan kecil. Sebab nyatanya Arnav punya ego yang tinggi. Ia bukan tipe pria yang akan semudah itu mengubah penawarannya dari uang menjadi sebuah pernikahan meskipun itu tawaran yang sangat menarik.
“Sejak awal aku datang karena memang untuk menuntut sebuah pernikahan.” Suara Raellyn kembali terdengar lagi. Wanita itu bahkan kini menegakan badannya dan melangkah ke depan muka pria itu tanpa keraguan. Dia mendorong gelas yang telah Arnav tawarkan. “Tapi bukan berarti aku menargetkanmu sejak awal. Urusanku disini untuk menuntut Arsene, tapi setelah tahu yang sebenarnya mana sudi aku menuntut pernikahan padanya. Karena itu meski aku meminta kau yang menikahiku, kau jangan besar kepala dulu Tuan! Dan satu hal lagi, aku tidak mau minum dari pemberianmu.”
Nah, itu dia. Semangat yang menggugah seperti itulah yang Arnav harapkan dari diri Raellyn yang membuat dia semakin penasaran dan meningkatkan rasa ingin tahunya. Dia memang berbeda dari perempuan yang mengemis rasa cinta dari permainan handalnya diatas ranjang, atau sekadar meminta beberapa lembar uang kertas murah yang tidak berarti. Nyali yang setinggi itu, juga semangatnya yang begitu bergejolak dalam diri wanita itu membuat Arnav semakin terhipnotis padanya.
“Baiklah. Kurasa aku salah menduga dirimu.”
Tatapan tajam dari mata Raellyn berpindah dari Arnav ke gelas yang beberapa detik lalu pria itu sodorkan. Sebab pria itu menaruh kembali gelasnya di tempat semula tanpa paksaan lebih.
“Ya, kau punya praduga yang terlalu berlebihan.”
“Benarkah?” Arnav terkekeh saat bunyi langkah kaki wanita itu mendekat padanya, membuat sebuah gema layaknya lecut cambuk yang merdu ditelinga. “Kau sangat berani rupanya.”
“Namaku adalah Raellyn, dan aku bukan sembarang wanita yang bisa kau taklukan.” Raellyn mengulurkan tangannya dan meraih dagu pria yang lebih tinggi darinya itu. Menariknya begitu saja hingga pria itu tertunduk dan mereka bisa sejajar. “Panggil pengacaramu sekarang juga. Aku membutuhkannya untuk mendapatkan izin khusus dan juga mempersiapkan kontrak pernikahan kita.”
“Wah, wah ...” Tangan Arnav kemudian balik menyerang wanita itu. Membuat situasi mereka kini terbalik. Pria itu mengitari leher Raellyn dengan tangannya, ibu jarinya meraba nadi yang berdenyut di pangkal leher wanita itu. Raellyn terpaksa membasahi bibirnya lantaran tiba-tiba merasa gugup dan bibirnya mendadak kering.
Arnav bisa merasakan adanya sebuah hasrat yang tiba-tiba menggelora dari dalam diri wanita yang berdiri dihadapannya. Tapi ia bersikeras untuk mengabaikannya. Sentuhan ringan itu terhenti, dan dengan cepat Arnav menyadari akan kesalahannya sebab dua mata yang menatapnya kini jelas dipenuhi oleh letupan emosi yang siap untuk mengamuk.
“Kalau begitu, biar kutebak. Melihat dari tindak tandukmu sekarang nampaknya kau tidak keberatan bila aku mencoba apa yang telah dengan beraninya kau tawarkan padaku, Miss Raellyn.”
Mendengar kata-kata Arnav kontan tubuh wanita muda dihadapannya membeku. Jelas sekali dia tidak suka pilihan kata yang Arnav lontarkan. “Mencoba? Aku bukan wanita murahan!”
“Tentu saja bukan, tapi kurasa ini bukan pertama kalinya untukmu.” Jari Arnav mulai bekerja menelusuri rahang Raellyn. “Aku masih membutuhkan validasi, dan mencari tahu soal siapa dirimu yang sebenarnya, Miss Raellyn.”
“Kepar—umph!”
Arnav cepat membukam makian yang hendak dilontarkan oleh wanita barbar dihadapannya dalam sebuah ciuman apik. Tindakan yang terbilang nekat namun juga punya tujuan pasti untuk mengejutkan seluruh kepekaan yang dia perkirakan sudah pasti telah dimiliki oleh Raellyn. Akan tetapi, yang terjadi justru malah sebaliknya. Arnav-lah yang malah terkejut dengan kenyataan yang dia dapati.
Bibir Raellyn terasa seperti buah cherry yang baru dipetik, tekstur yang begitu indah dan Arnav bertaruh bahwa bibir ini bisa memabukan pria tua dalam letupan gairah. Raellyn hanya bisa terdiam kaku, wanita itu tidak bergeming meskipun kini Arnav telah menangkup wajahnya dengan kedua tangan sambil memiringkan punggungnya. Seolah dengan tamaknya ia hendak menenggelamkan dirinya dalam sebuah ciuman yang lebih menyeluruh.
Ketika Arnav memberi sedikit jeda untuk wanita-nya mengambil napas. Pria itu malah tidak sabar dan langsung mengambil kesempatan yang ada untuk memasukan lidahnya dalam surga.
Arnav benar-benar tertegun menyadari betapa gairahnya telah tersulut sedemikian besar. Namun dia juga tidak menampik bahwa apa yang dia cecap dari diri Raellyn membuat ia geram sendiri. Entah mengapa wanita itu sukses mengirimkan sebuah amarah kedalam darahnya bagaikan sebuah racun berbahaya.
Sebab, setelah melakukan tindakan sejauh ini Arnav hanya bisa merasakan kemurnian wanita itu.
Ia bisa merasakan begitu banyak keraguan yang dia dapati tatkala pertemuan dalam surga terjadi. Mulai dari erangan lembutnya, tangan yang bergetar mencengkram pundaknya, dan tubuh Raellyn yang gemetar hebat. Jelas adalah sebuah jenis respon lugu yang mengungkapkan seberapa murninya wanita itu. Tidak ada kelicikan, tidak ada rayuan, dan tidak ada sedikitpun keahlian yang terlatih di balik reaksi yang nampak sangat alami tersebut. Itu adalah sebuah daya tarik yang sekali lagi membuat Arnav menaruh hati, lebih daripada apa yang pernah wanita lain lakukan terhadapnya.
Kini Rasa lapar kian menggerogoti. Dia bermain-main untuk sedikit membangkitkan indra wanita itu. Hasilnya punggung Raellyn yang melengkung, dan Arnav mengerang tatkala menemukan rintihan wanita itu sukses membuat dirinya tegang.
Kepolosannya membuat pria itu terlena. Namun itu semua baginya dianggap terlalu singkat sebab saat pria itu hendak meraup lebih melalu sentuhan pada lekuk tubuh Raellyn. Wanita itu refleks melepaskan dirinya dari ciuman Arnav yang penuh bahaya. Raellyn bisa melihat banyak sekali emosi yang terpendar dari wajah itu. Entah itu rasa malu, terangsang, marah, terhina, gugup, apapun itu Arnav tidak yakin yang mana yang menjadi jawaban aslinya.
“Kau benar-benar lelaki keparat!” bentak Raellyn.
Warna abu abu yang melekat pada dua netra wanita itu nampak seperti awan badai yang hampir meledak. Melepaskan seluruh amarah yang terikat. Bibirnya berkilauan oleh saliva atas penyatuan, ada seberkas rona merah di pipinya bahkan sampai menyebar turun ke leher dan telinga. Tubuh mungilnya menjadi tegang oleh banyaknya kemarahan.
Anehnya Arnav suka dengan pemandangan itu. Raellyn terlihat dua kali lipat lebih mempesona dan begitu mengagumkan ketika wanita itu dipenuhi oleh amarah.
“Jujur saja, aku sangat suka saat kau sedang marah. Mau langsung lanjut ke ranjang Nona?”
“Kau mengambil keuntungan dariku Tuan Director! Perbuatanmu barusan menunjukan seberapa rendah dirimu!” geram Raellyn, wanita itu lantas melesat kesamping menjauh dari pria itu. Dia tidak ingin membuat kekacauan lebih dari ini.Arnav hanya menelengkan kepala seraya melihat kearah Raellyn. “Tampaknya lidahmu yang tajam itu sangat bertolak belakang dengan kelihaianmu dalam menggunakan senjata, Miss Raellyn.”“Manusia cabul!” Belum ada sekitar tiga puluh menit sejak Raellyn menginjakan kakinya di ruang kerja pria itu. Tapi Arnav telah berhasil mendekatinya, bahkan mengambil satu ciuman darinya meskipun bukan yang pertama.Sesungguhnya Raellyn tidak berpikir pria itu akan cukup berani, dia hanya belajar dari semua orang bahwa pria akan merasa sangat sebal dengan perempuan yang mencoba menggodanya. Raellyn tidak mengira bahwa pria itu justru malah menyerangnya ketika dia berpura-pura melemparkan rayuan.Raellyn cukup kesulitan mengontrol debaran kencang di dalam dadanya. Lebih karena ciuma
“Bukannya itu permintaanmu? Aku tidak bisa memberikan saudaraku yang sudah memiliki istri padamu, ataupun menjanjikan kematiannya untukmu. Aku juga tidak berharap di bunuh di ruang kerjaku oleh seorang wanita antah berantah yang menuntut pertanggung jawaban. Kupikir aku tidak salah mengartikan bahwa kau bilang aku ini sudah mencukupi?”Raellyn masih tetap tidak bisa mempercayai pendengarannya. Apa ada sesuatu yang salah ? apa ada yang sempat dia lewatkan?“Aku sedikit terkejut dengan persetujuanmu yang cepat, Pak, err… Arnav. Sebelumnya kupikir aku harus menorehkan luka di tubuhku dulu supaya kau tidak meragukan maksudku.” Raellyn melirik ke arah pintu yang tertutup. “Kau memanggil penghulu?”“Ya, beliau akan menikahkan kita sesampainya kita dirumah.”Raellyn tertawa, suaranya terdengar begitu ringan dan nyaring. “Kau bergurau.”“Apakah sekarang kau enggan melakukannya? Mungkinkah aku salah mengartikan maumu saat menuntut pertanggung jawaban?”Raellyn kontan melonjak dan langsung berd
Arnav merasa bodoh sekarang, sepanjang malam ia merasa gelisah. Bertanya-tanya apakah perempuan itu akan menampakan dirinya atau menghilang begitu saja. Pagi ini saja, ia tidak berani untuk menelaah akan perasaan penuh kepuasan serta kegembiraan yang terpancar dari setiap sel tubuhnya saat kepala pelayan di kediamannya melaporkan tentang kedatangan seorang wanita bernama Raellyn tepat pada pukul delapan pagi.Senyum simpul menghiasi wajah pria itu ketika melihat wajah cantik Raellyn. Setidaknya hari ini dia lebih rapi dari kemarin. Rambutnya digelung tanpa menyisakan helaian sedikitpun, kecuali bagian yang memang terlalu pendek di bagian samping wajahnya. Bibirnya dilapisi oleh lipstick berwarna coral yang sangat tipis. Mata besarnya yang kemarin nyalang kini dibingkai dengan eyeliner yang semakin mempertajam sudut matanya. Wanita ini lebih cocok dijadikan model majalah ternama dibandingkan bekerja sebagai penulis naskah drama.“Selamat pagi Raellyn,” sapa Arnav saat wanita itu berdir
“Apa yang harus aku tunjukan agar aku bisa memuaskan rasa haus akan penasaranmu Arnav?” Perihal ciuman mereka sudah pernah melakukannya sekali sebelum mereka terikat dalam ikatan pernikahan. Raellyn mengakui bahwa itu adalah sebuah tindakan paling tidak senonoh yang mau tidak mau harus dia terima. Karena toh sekarang dia tidak kerugian satu apapun lantaran pria itu bertanggung jawab penuh dengan menikahinya.“Semuanya, aku pria yang cukup tamak kau tahu?”“Ya, aku sangat tahu itu. Saking tamaknya kau bahkan tidak memerlukan banyak waktu untuk mempertimbangkan calon istrimu,” sahut Raellyn tajam. Pria itu hanya terkikik pelan.“Kita sudah pernah membahas hal itu, tidakkah mestinya kau merasa bosan dengan topik yang sama?”“Kalau begitu tolong lepaskan aku dari pandangan liarmu terhadap tubuhku. Terus terang itu cukup mengganggu.”Sekali lagi Arnav tercengang dengan keberanian yang dimiliki oleh Raellyn. Perempuan itu selalu saja memiliki banyak kejutan yang tidak terduga dan jawaban-ja
Raellyn tidak banyak bicara, sepanjang dia keluar dari kediaman suaminya gadis itu tidak pernah bisa berhenti untuk menganggumi seluruh kekayaan material yang Arnav miliki. Rumah sang paman yang dulu dia tempati Raellyn pikir adalah sebuah istana, tentu saja bukan apa-apa bila dibandingkan dengan kediaman Arnav.Pekarangan rumah ini saja bisa seluas tiga lapangan sepak bola yang ditanami oleh hamparan rumput yang bahkan lebih terawat daripada tempat tinggalnya dikota ini. Sepanjang mata memandang pekarang tersebut sangatlah menakjubkan, ada banyak tumbuhan yang tumbuh subur disekelilingnya bahkan menurut pelayan yang ikut mengantarkan Raellyn beberapa saat yang lalu kediaman suaminya memiliki danau dihalaman belakang yang konon merupakan tempat dimana Arnav sering menghabiskan waktunya disana.Raellyn cukup penasaran dengan keindahan yang diagungkan oleh si pelayan, sebab gadis itu belum menyisir seluruh kediaman suaminya untuk sekarang. Namun dia akan memasikan untuk membuktikan peri
Raellyn tanpa ragu menceritakan segalanya, semua hal yang terjadi pada satu hari penuh. Mulai dari ketika Arsene kedapatan pergi dan menikahi wanita lain, sampai kemudian dia yang berhadapan dengan Arnav. Raellyn bahkan beberapa kali harus berhenti sejenak guna menenangkan dirinya sendiri. Sampai di akhir cerita, dia kemudian menatap sang paman lekat-lekat. Hanya ada satu kata yang menjadi kesimpulan pria itu. Meskipun rasanya dia tidak percaya dan kebingungan untuk menangkap segalanya. “Jadi, maksudmu sekarang kau sudah menikah dan diperistri oleh kakak dari mantan kekasihmu itu?” “Ya, Paman.” Sekali lagi sang Paman hanya dapat membulatkan matanya tidak percaya. “Kamu menikah dengan Arnav? Seorang director dari perusahaan agensi terkenal itu?” “Ya, Paman.” Kini tatapannya berubah menjadi jenis tatapan yang dipenuhi oleh kewaspadaan. Dia terlihat curiga, dan terus terang Raellyn merasa gelisah menatap kedua mata pamannya sekarang. Dia menunggu respon selanjutnya sebelum mengatakan
Raellyn tertawa lembut. Bisa-bisanya sang paman bergurau hanya dalam beberapa detik setelah mereka bersitegang satu sama lain. Meski begitu Raellyn bersyukur lantaran intensi di antara mereka sudah kembali normal seperti sedia kala dan tidak lagi dalam atmosfer yang berat seperti beberapa saat yang lalu. “Harus aku akui bahwa aku sempat bingung juga tentang alasan mengapa dia dengan mudahnya menerima. Tapi setelah mendengar ucapan paman aku merasa kepercayaan diriku meningkat pesat. Walaupun memang sifat otoriternya sangat melekat. Dia hampir memegang kendali dalam setiap situasi sepanjang waktu dan aku sudah seperti lakon yang berkewajiban untuk mengikuti sesuai dengan rencananya. Tapi satu-satunya kesempatanku bertemu dengannya adalah ketika penyerbuan itu dan satu lagi pertemuan dalam ketidaksengajaan,” ujar Raellyn. Sementara sang paman nampak berada dalam pose berpikir. “Mungkin saja Arsene sendiri yang membicarakanmu kepada kakaknya?”“Kurasa tidak. Meski aku sendiri tidak tah
Raellyn rasa para pria memang memiliki kemampuan untuk yang satu itu. Sebab akan sangat bodoh bila seorang pria dari kalangan kelas atas akan memberinya sebuah penghargaan yang cukup besar bila dia memang bukan perempuan yang suci. Mungkin pula alasan mengapa Arnav dapat mengetahui karena pengalamannya yang melanglang buana bersama para perempuan malam yang Raellyn rasa sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Meski ingin bertanya pada sang paman mengenai hal itu, tapi sepertinya untuk sekarang tidak perlu. Raellyn merasa cukup dengan seluruh spekulasi yang dia dapatkan dari dirinya sendiri. Dia juga sudah merasa cukup ketakutan hanya karena pembahasan soal ciuman sederhana dengan seorang pria.“Sejujurnya aku selalu mengkhawatirkanmu, Raellyn. Bahkan meski kau bilang telah menikah dengannya aku masih tidak bisa seratus persen mempercayai bahwa dia pria yang layak untuk berdiri di sisimu. Kalau kau berpikir untuk memperdaya dia, kurasa kau jauh lebih tahu bahwa dia bukan pria sembarangan
Satu pekan kemudian, resepsi pernikahan digelar. Tidak banyak persiapan yang dilakukan, karena Arnav telah menyerahkan seluruh urusan tersebut kepada wedding orgaziner terkemuka dan professional dibidangnya. Sehingga, meskipun serba dadakan tapi hasilnya terkesan seperti sebuah pesta yang telah direncanakan jauh-jauh hari dan ini lebih seperti pertama kalinya Raellyn dinikahi. Belum lagi keramaian ini juga karena ada beberapa wartawan yang meliput acara pesta dan bahkan disiarkan secara langsung. Memang benar pengaruh seorang Arnav bisa mengguncangkan layar kaca dan semua orang. Padahal ini hanyalah acara resepsi tapi makna yang terkandung di dalamnya terasa seperti sebuah pernikahan yang memang selalu Raellyn impikan. Seolah Arnav memang memahami betul dirinya dan Raellyn terkejut karena detail-detailnya sesuai sekali dengan pernikahan impiannya. Padahal obrolan mengenai acara resepsi hanya berlangsung sekali dan itu pun tidak terlalu mendalam karena mereka berdua langsung sibuk deng
“Tolong jangan merusak itikad baikku malam ini. Aku tidak memanggil kalian kemari untuk berdebat dan menuding istriku dengan sesuatu yang tidak masuk akal,” ujar Arnav yang seketika menghentikan perdebatan hanya dalam sekejap mata.Pandangan mata Sylvia berubah, wanita itu langsung menunduk begitu pula dengan adik Arnav yang baru Raellyn ingat bernama Louisa. Keduanya tidak mampu mengatakan sepatah kata pun dan kondisi meja kembali tertib.Raellyn memang sangat menyangkan situasi yang berjalan tidak seharusnya. Sebagai satu keluarga dan di dominasi oleh orang dewasa semestinya mereka memiliki pemikiran yang matang dan bisa menentukan mata yang pantas dan tidak pantas di lakukan. Toh, untuk apa pula berdebat dan mempermasalhkan hal yang tidak benar adanya? Menunjukan siapa yang paling benar dan pantas mendapatkan dukungan dan simpati? Cerita lama.“Nyonya Chyntia alasan aku memanggilmu kemari karena aku ingin minta maaf.”Semua orang di meja langsung menatap Arnav dengan pandangan tida
Seminggu berlalu sejak moment dimana Arnav bilang ingin meminta maaf pada Nyonya Chyntia dan ingin melepaskan beban masa lalu. Raellyn memang senang mendengarnya, tapi ketika hari dimana suaminya mengajaknya untuk melakukan sebuah pertemuan dengan sang ibu mertua saat itu pula pikiran Raellyn malah tidak tenang.Restaurant mewah yang mereka datangi malah membuat Raellyn dejavu. Suasana ini nyaris serupa dengan saat pertama kali dia bertemu dengan sang ibu mertua. Yang berbeda adalah dia tidak begitu mengenal ibu mertuanya saat itu dan punya tujuan untuk ikut campur bak super hero bijaksana. Tapi sekarang Raellyn hanya menjadi seorang pengamat dan dia tidak di perkenankan ikut campur sebelum Arnav menyelesaikan urusannya. Raellyn sekarang memang sudah berubah, dia sudah bisa memahami posisinya dan tidak lagi keras kepala seperti dulu. Maka beginilah yang terjadi dia menanti dengan sabar sebelum keluarga baru suaminya tiba.Kemarin, Arnav kembali menyinggung soal niatannya dan saat itu
Suara pintu dibuka dan sedikit mengejutkan bagi kedua insan di dalam ruangan ketika seorang pria paruh baya masuk kesana.“Paman,” panggil Raellyn begitu menyadari orang yang datang berkunjung adalah sang paman. Dia melirik kearah Arnav yang tersenyum kearahnya. Raellyn benar-benar terharu, dia pikir pria itu tidak akan membagi kabar ini kepada kerabat ataupun keluarga. Raellyn juga tidak memaksanya karena dia tahu pria itu sudah cukup sibuk dan lelah selama seharian kemarin. Makanya ketika dia melihat pamannya datang Raellyn senang bukan main. Keluarganya menjadi yang pertama mengetahui soal kelahiran putranya.“Dimana cucuku, Raellyn? Aku ingin melihatnya,” ujar sang paman dengan penuh pancaran kebahagiaan. Dia benar-benar menampakan sebuah ekspresi tak sabar untuk melihat cucunya. Perasaan bahagia itu tidak bisa dia sembunyikan setelah mendengar bahwa keponakannya baru saja melahirkan. Tentu saja pria itu langsung melesat ke rumah sakit tanpa perlu memikirkan apapun.“Ini cucumu, p
Operasi caesar telah usai dan berjalan dengan sangat lancar. Kini Raellyn dibawa menuju ke ruang pemulihan khusus dan dia berada di bawah pantauan tim dokter dengan sangat teratur. Tentu saja hal ini tidak lepas dari kuasa sang suami yang memberikan seluruh akses istimewa sehingga Raellyn mendapatkan perawatan secara paripurna. Infus masih terpasang di lengan kiri Raellyn selama istrinya itu masih belum bisa makan dan juga minum dengan sempurna.Arnav, dengan seluruh kuasa yang dia miliki juga meminta agar anaknya berada di dalam satu ruangan yang sama dengan Raellyn. Hal itu tidak terlalu banyak menyita waktu karena memang bayinya sehat dan tidak membutuhkan tindakan medis lebih lanjut.“Berapa lama masa penyembuhan istri saya, dok?” tanya Arnav, saat ini dia berada di ruangan sang dokter muda yang menangani persalinan istrinya.“Kurang lebih sekitar empat sampai dengan enam minggu untuk sembuh total dan bisa beraktifitas seperti biasa. Saya sangat menyarankan istri anda jangan sampa
Memasuki jadwal kontrol bulanan, di fase bulan ke sembilan. Raellyn seperti biasa di dampingi oleh Arnav kembali mengunjungi sebuah klinik yang telah di percayai untuk berkonsultasi mengenai kelahiran buah hati mereka pada dokter yang menanganinya. Bahkan Arnav sendiri juga sudah sampai pada titik melakukan reservasi sebuah kamar VVIP di sebuah rumah sakit untuk berjaga-jaga, karena dari yang dia ketahui melalui pengalaman asisten pria-nya terkadang kelahiran dapat terjadi secara tiba-tiba dan melenceng dari hari yang sudah di jadwalkan. Dalam hati terutama untuk Raellyn sendiri, tentu saja dia terkadang kerap kali di hantui oleh rasa cemas dan juga takut yang berlebih selama menantikan hari persalinan.“Arnav, aku tiba-tiba jadi merasa takut.”Arnav sendiri biar pun tampangnya terlihat tenang, tapi jauh di lubuk hati dia juga cemas bukan kepalang. Dia sangat khawatir kepada istri dan juga calon buah hati mereka. “Tenanglah, sayangku. Apapun yang terjadi nanti aku ada disampingmu.”Ra
Sayangnya sejak hari itu Arnav tidak pernah buka suara tentang apa yang terjadi. Arsene juga sudah tidak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Raellyn memang penasaran dengan apa yang terjadi, tapi untuk sekarang dia merasa tidak perlu mengulik atau pun mencari tahu. Dia sudah mempercayai Arnav dan tidak lagi meragukan dirinya yang dulu. Kedua pria itu pasti punya alasan, dan Raellyn tidak akan mengusik hal tersebut.Waktu sudah berlalu, menginjak bulan ke sembilan dari kehamilannya. Raellyn makin hari makin di manjakan saja. Sesungguhnya Raellyn hanya bisa berdoa agar dia tidak meleleh setiap paginya karena pria itu selalu saja punya cara untuk memanjakannya dengan penuh cinta. Apalagi saat perutnya dibelai sambil dibisiki kata-kata mesra. Ah… sungguh, apakah Arnav memang seperti ini? rasanya dia benar-benar seperti tokoh pria fiksi idamannya jika begini terus.“Raellyn sayang, bangun.”“Tidak mau.” Raellyn masih merasa sangat berat, semalam mereka bermain cukup lama. Ini karena Arn
Lita dan Raellyn kini asyik berceloteh ria di ruang tamu kediaman sang paman. Sepupunya itu langsung melonjak gembira begitu membuka pintu dan mendapati Raellyn ada disana dengan perut buncitnya. Padahal sedari tadi dia kata Sharon, Lita hanya menatap ponselnya tanpa memiliki niatan beranjak sedikit pun. Raellyn hanya terkikik mendengarkan celotehan adik sepupunya itu sambil sesekali Lita akan angkat bicara untuk menyanggah apa yang adiknya katakan. Reuni kecil setelah sekian lama memang membawa sedikit rasa nostalgia.Kini setelah ditinggal oleh Sharon, kedua wanita itu mulai bercerita banyak hal. Terutama topik mengenai kehamilan Raellyn yang sejak tadi selalu diungkit oleh Lita.“Kau sudah siapkan nama untuk calon anakmu belum?”Raellyn hanya menggeleng. “Aku belum punya nama untuk bayiku, tapi aku rasa Arnav sudah punya beberapa. Dia sangat antusias sejak dokter bilang bahwa calon bayi kami akan lahir sebagai bayi laki-laki.” Raellyn mengujar seraya mengusap perut besarnya dengan
Mendengar suara Mrs. Maddy dari balik pintu Raellyn tersedak saliva-nya sendiri dan terbatuk-batuk. Muka wanita itu langsung merah padam tak tertahankan ketika melihat ke arah pintu kamar yang sudah terbuka dan menampakan si kepala pelayan. Sementara Arnav susah payah untuk menggeram menahan hasratnya yang harus dia tenangkan. Kehadiran Mrs. Maddy benar-benar sangat tidak tepat.“A-ah ya Mrs. Maddy ada apa?” Raellyn menghampiri wanita itu untuk mengurangi kecanggungan meskipun tentu saja kesalah tingkahannya tidak benar-benar bisa dia sembunyikan.“Maaf bila saya mengganggu aktivitas pagi Anda. Tapi ada tamu.”Mati aku! Raellyn sempat merutuk sebelum akhirnya dia terhenti dan menatap Mrs. Maddy dengan tatapan tidak percaya.“Tamu? Pagi-pagi begini?” tanya Raellyn yang sekarang benar-benar murni telah melepaskan seluruh kecanggungannya beberapa saat lalu menjadi sebuah tanda tanya besar di kepala.Mrs. Maddy diam sejenak, wanita itu bergantian memandangi wajah Raellyn yang ada di hadap