“Bukannya itu permintaanmu? Aku tidak bisa memberikan saudaraku yang sudah memiliki istri padamu, ataupun menjanjikan kematiannya untukmu. Aku juga tidak berharap di bunuh di ruang kerjaku oleh seorang wanita antah berantah yang menuntut pertanggung jawaban. Kupikir aku tidak salah mengartikan bahwa kau bilang aku ini sudah mencukupi?”
Raellyn masih tetap tidak bisa mempercayai pendengarannya. Apa ada sesuatu yang salah ? apa ada yang sempat dia lewatkan?
“Aku sedikit terkejut dengan persetujuanmu yang cepat, Pak, err… Arnav. Sebelumnya kupikir aku harus menorehkan luka di tubuhku dulu supaya kau tidak meragukan maksudku.” Raellyn melirik ke arah pintu yang tertutup. “Kau memanggil penghulu?”
“Ya, beliau akan menikahkan kita sesampainya kita dirumah.”
Raellyn tertawa, suaranya terdengar begitu ringan dan nyaring. “Kau bergurau.”
“Apakah sekarang kau enggan melakukannya? Mungkinkah aku salah mengartikan maumu saat menuntut pertanggung jawaban?”
Raellyn kontan melonjak dan langsung berdiri. “Tidak, kau tidak salah.” Wanita itu mencoba untuk sedikit menutupi kegugupannya sekarang. Kebingungan yang membuat dia tidak kuasa untuk berdiam diri saja. “Pernikahan ini rasanya terlalu cepat. Bagaimana bisa tanpa kehadiran keluarga, atau tanpa adanya masa pendekatan setidaknya beberapa minggu ? bukankah hal ini pastinya akan menimbulkan skandal dan—”
“Aku menolak.”
“Apa yang kau katakan?”
“Aku bukan tipikal orang yang tunduk terhadap media, Raellyn. Aku juga bisa menyimpulkan bahwa kau sama. Apalagi setelah melihat caramu datang kemari dengan berpura-pura mendiskusikan soal naskah drama lalu kemudian mengacungkan pisau lipat dihadapanku.”
Andai lantai ini adalah tanah, sudah dipastikan ada banyak jejak kaki yang telah wanita itu buat selama berada di dalam ruangan. Perkataan yang menohok, juga keputusan sepihak yang telah ditentukan. Membuat kepala Raellyn berdenyut pusing. Ini seperti dia bahkan tidak tahu lagi apa yang dia inginkan. Sementara pria itu menikmati kebingungan Raellyn sambil melipat kedua tangannya didepan dada.
“Aku tidak percaya bahwa semudah itu bagimu untuk memutuskan menikah. Masih ada banyak hal dan persiapan yang perlu dilakukan bukan? Bahkan kita juga perlu—”
“Aku akan mendapatkan izin khusus, intinya kita akan menikah besok pukul sembilan pagi di kediamanku.”
Raellyn terkesiap mendengar perkataan Arnav. “Aku rasa kau benar-benar selalu membuat segalanya terdengar mudah. Mustahil bagimu untuk melakukannya Arnav!”
“Aku adalah seorang director yang kaya. Uang bisa membuat segalanya mudah bagi kita.”
Raellyn hanya dapat mengerjap, tidak yakin apakah dirinya mampu mengejek keangkuhan sang director muda yang sejujurnya sesuai fakta dan benar adanya.
Di detik berikutnya Raellyn bisa melihat ada senyum yang mampu meluluhkan hati para wanita yang menghiasi wajah tampan Arnav. Hal itu juga sepertinya cukup ampuh untuk menimbulkan debaran aneh di dalam diri Raellyn.
“Apa usiamu sudah dua puluh lima, Raellyn?”
“Ya.”
“Kalau begitu aku akan menyuruh pengacaraku untuk mengunjungi Dokter Umum dan melakukan pemeriksaan terhadap kesehatanmu lebih dulu.”
Kini kegelisahan semakin memenuhi diri Raellyn begitu mendengar ucapan pria itu. Arnav bersedia menikahinya.
Ketidakpercayaan dan juga sedikit kegembiraan yang sulit untuk diungkapkan tiba-tiba saja menggugah dirinya tanpa alasan. Raellyn juga berhenti memperlihatkan betapa gugupnya ia. Malah wanita itu kini menatap Arnav dengan mata yang terbuka lebar. Seluruh emosi yang ada di dalam diri tumpah ruah tanpa dapat dicegah ketika pria itu berjalan mendekatinya. Seluruh keraguan, ketakutan, kelegaan, dan juga beberapa rasa yang tidak pernah dia duga akan ada melebur menjadi satu.
Namun meski begitu butuh waktu lama baginya untuk bisa beradaptasi atas ketakutan dan juga ketidakpastian yang datang kembali dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Apakah Raellyn benar-benar sanggup untuk melakukan hal ini?
“Ah ini gila …”
“Ya, Raellyn?”
“Pamanku pastinya akan keberatan kalau terlalu mendadak seperti ini. Atau bahkan bibiku mungkin saja akan—”
“Kau bisa bermalam di kediamanku, lagipula kita akan menikah besok pagi. Itu cukup menghemat waktu jika dibandingkan kau pulang ke rumahmu dan mendapati adanya keberatan dari pihak keluargamu.”
Raellyn menatap pria itu, sungguh masih segar dalam ingatannya tentang bagaimana pria itu berkata bahwa dia hendak menidurinya dengan begitu mudah. Meskipun memang Arnav akan menjadi calon pendampingnya, tapi Raellyn jelas akan menolak untuk bermalam dirumah seorang pria yang tidak punya hubungan apapun dengannya. Dia tidak akan mau sudi tidur dikediaman Arnav sebelum mereka dipersatukan oleh tali pernikahan. Anggap Raellyn wanita konservatif, tapi memang itulah aturan mainnya.
“Sebaiknya kau lupakan saja gagasan menggelikanmu itu. Aku tidak sudi tidur dirumahmu meskipun besok kita akan menikah. Aku akan kembali kekediamanku dan mengabarkan berita ini kepada paman dan bibiku atas keputusan yang sudah aku buat,” ujar Raellyn sebagai keputusan final dan dia jelas tidak ingin perkataannya mendapatkan sebuah tentangan.
“Apa itu artinya kau setuju menikah denganku besok pagi?”
Raellyn tidak punya pilihan. Ia harus melakukannya demi hidupnya sendiri. Dia hanya ingin sebuah kebebasan yang tidak dia miliki karena kekangan dari bibinya. Itulah rencananya sejak awal. Wanita itu menghela napas berat sebelum mengucapkan kalimat yang paling penting dalam hidupnya. Sebuah titik balik yang jelas akan mengubah seluruh alur kehidupannya.
“Kau pikir aku punya pilihan?”
“Kau cerdik rupanya.”
Raellyn tidak berani menelaah bagaimana bayangan kepuasan primitive dari wajah Arnav ketika ia berkata demikian. Sebab dia tidak sempat melakukannya lantaran pria itu cepat menundukan kepala. Sekali lagi pria itu menempelkan bibirnya di bibir Raellyn. Seolah hal itu adalah sebuah cara untuk mengesahkan kesepakatan mereka berdua.
Pada saat itu pula Raellyn meleleh dalam ciuman yang begitu menggoda milik Arnav. Dalam setiap sentuhan yang dia rasakan wanita itu berharap bahwa kata-kata yang telah dia ucapkan, keputusan yang telah dia ambil tadi tidak akan membawanya dalam sebuah bencana baru dalam kehidupan barunya yang baru saja akan dimulai.
***
Kepatuhan Raellyn terhadap dirinya menyulut gairah pada anggota tubuh Arnav yang paling jantan, dan bahkan meski mereka sudah berada di tempat lain. Arnav masih bisa merasakan sensasi Raellyn di lidahnya. Mereka pergi dari kantor dengan alibi makan siang dan melakukan pembahasan lebih detail bersama. Arnav bahkan menyewa sebuah room khusus yang lebih privat sebagai lokasi terbaik untuk membicarakan segalanya. Dia cukup habis-habisan hanya untuk bersama dengan seorang perempuan. Padahal Arnav paling anti dengan kerepotan dan suka dengan yang simple saja.
Lima belas menit ada di tempat itu menunggu pihak ketiga tiba, tak lama yang ditunggu akhirnya datang juga. Sang pengacara menjadi penengah bagi mereka berdua sampai menghabiskan sisa waktu tersebut untuk membuat rancangan kontrak pernikahan.
Sekali lagi wanita itu membuat Arnav terkejut, hampir setiap point yang dia ujarkan selalu saja membuat pria itu terperangah. Dia berbakat, sayang sekali dia tidak bisa mendaki puncak karena keterbatasannya dalam bidang ekonomi dan kurangnya relasi. Tapi meski begitu Arnav beruntung sebab dia adalah orang yang menemukan berlian ini tanpa harus kesulitan mencarinya di dalam lautan yang dalam.
“Sungguh perbincangan yang sangat menarik. Aku tidak percaya kau akan sangat detail mengenai hak dan kewajiban kita. Kau bahkan memberikanku beberapa ide menarik yang tidak terpikirkan sebelumnya.” Arnav mengangkat gelasnya yang berisi sherry yang dia pesan sebagai pelengkap dari kudapan di atas meja yang sebagian telah tersentuh.
“Aku perlu membuat segala hal diantara kita berdua jelas. Maksudku aku tidak ingin lagi kecolongan atas tindakanmu yang terkadang tidak bisa ditebak. Aku ingatkan bahwa kau telah mengambil keuntungan atas diriku di ruang kerjamu.” Sementara Raellyn meraih pematik dan menyalakan sebatang rokok.
“Ah, maksudmu ciuman itu?” Arnav melirik wanita yang duduk disebelahnya.
“Kupikir kau akan melupakannya.” Wanita itu menghembuskan asap rokoknya, menutup matanya sebentar seolah menikmati setiap tarikan napas yang dia bawa bersama asap nikotin.
“Tentu tidak, tapi jika kau ingin aku mendeskripsikan apa saja yang aku dapatkan dari pengalaman kita aku tidak keberatan. Kau pikir mengapa aku melakukannya lebih dari sekali?”
“Kupikir kau hanya pria cabul yang haus belaian?” Raellyn terbahak. Dia tidak punya argumentasi lain untuk itu.
“Sangat kasar, tapi sebagian itu memang benar. Tapi alasan kuatnya itu lebih karena bibirmu itu punya daya tarik sihir yang berbahaya.” Arnav selalu saja punya cara untuk mengatakan semua hal yang dia inginkan.
“Medusa?”
“Bisa jadi.”
Keheningan mendominasi. Pak pengacara sudah pergi sejak lima belas menit yang lalu. Sebenarnya Raellyn bisa saja pergi mengikuti pria tua bangka itu, namun melihat dia masih bertahan ditempat ini bersamanya. Arnav tidak bisa menduga apa yang ada dikepala wanita itu sama sekali.
“Kau terlihat menikmatinya, boleh aku minta rokok bekasmu?”
“Kau semakin mempertegas image cabulmu Arnav. Di atas meja masih banyak rokok yang baru tapi kau meminta bekasku.”
“Aku menyesal tidak menyadari betapa lezatnya bekas bibirmu di rokok itu. Karena dipertemuan pertama kita kau meludahinya dan menginjaknya. Kau ingat itu?”
“Itu salam dariku, special untuk orang sombong yang ternyata adalah seorang pria yang akan menjadi calon pengantin priaku. Betapa sialnya.”
“Aku jadi bertanya-tanya bagaimana pertemuan pertamamu dengan adikku.”
“Sangat manis dan seperti tayangan drama. Tentunya dia punya kesan pertama yang bagus. Tidak seperti bedebah macam dirimu.”
“Lidahmu itu sangat tajam dan ringan. Apa kau tidak membayangkan aku bisa saja memotongnya.”
“Silahkan lakukan, tapi aku tidak yakin kau akan menyukai ide itu. Karena aku mungkin tidak bisa mendesahkan namamu diatas ranjang. Tapi kurasa itu bagus untukku.”
“Perempuan menakjubkan.”
“Aku pergi. Sudah tidak ada hal yang perlu didiskusikan.”
“Kau yakin akan meninggalkan pria kesepian ini begitu saja saat kau bisa saja memberikannya penghiburan?” Arnav mendekat dan memberikan Raellyn sebuah bisikan seksi.
“Kau bisa menyewa tiga sampai lima pelacur untuk menikmati hari terakhir masa lajangmu Arnav. Aku tidak tertarik mengisi diriku dengan milikmu saat pernikahan kita bahkan belum terjadi.” Raellyn mendorong pria itu untuk menjauh, dia bisa melihat ekspresi menyeringai darinya lagi. Lalu bangkit berdiri seraya melangkah maju menuju pintu keluar. Memutar kenop pintu lalu menghilang dari pandangan mata Arnav. Dia berjalan angkuh meninggalkan Arnav tanpa peduli strata sosialnya. Tindakan pembangkangan yang secara terang-terangan dari Raellyn membuat Arnav tidak kuasa menahan tawanya.
“The game is already on, huh?”
Arnav merasa bodoh sekarang, sepanjang malam ia merasa gelisah. Bertanya-tanya apakah perempuan itu akan menampakan dirinya atau menghilang begitu saja. Pagi ini saja, ia tidak berani untuk menelaah akan perasaan penuh kepuasan serta kegembiraan yang terpancar dari setiap sel tubuhnya saat kepala pelayan di kediamannya melaporkan tentang kedatangan seorang wanita bernama Raellyn tepat pada pukul delapan pagi.Senyum simpul menghiasi wajah pria itu ketika melihat wajah cantik Raellyn. Setidaknya hari ini dia lebih rapi dari kemarin. Rambutnya digelung tanpa menyisakan helaian sedikitpun, kecuali bagian yang memang terlalu pendek di bagian samping wajahnya. Bibirnya dilapisi oleh lipstick berwarna coral yang sangat tipis. Mata besarnya yang kemarin nyalang kini dibingkai dengan eyeliner yang semakin mempertajam sudut matanya. Wanita ini lebih cocok dijadikan model majalah ternama dibandingkan bekerja sebagai penulis naskah drama.“Selamat pagi Raellyn,” sapa Arnav saat wanita itu berdir
“Apa yang harus aku tunjukan agar aku bisa memuaskan rasa haus akan penasaranmu Arnav?” Perihal ciuman mereka sudah pernah melakukannya sekali sebelum mereka terikat dalam ikatan pernikahan. Raellyn mengakui bahwa itu adalah sebuah tindakan paling tidak senonoh yang mau tidak mau harus dia terima. Karena toh sekarang dia tidak kerugian satu apapun lantaran pria itu bertanggung jawab penuh dengan menikahinya.“Semuanya, aku pria yang cukup tamak kau tahu?”“Ya, aku sangat tahu itu. Saking tamaknya kau bahkan tidak memerlukan banyak waktu untuk mempertimbangkan calon istrimu,” sahut Raellyn tajam. Pria itu hanya terkikik pelan.“Kita sudah pernah membahas hal itu, tidakkah mestinya kau merasa bosan dengan topik yang sama?”“Kalau begitu tolong lepaskan aku dari pandangan liarmu terhadap tubuhku. Terus terang itu cukup mengganggu.”Sekali lagi Arnav tercengang dengan keberanian yang dimiliki oleh Raellyn. Perempuan itu selalu saja memiliki banyak kejutan yang tidak terduga dan jawaban-ja
Raellyn tidak banyak bicara, sepanjang dia keluar dari kediaman suaminya gadis itu tidak pernah bisa berhenti untuk menganggumi seluruh kekayaan material yang Arnav miliki. Rumah sang paman yang dulu dia tempati Raellyn pikir adalah sebuah istana, tentu saja bukan apa-apa bila dibandingkan dengan kediaman Arnav.Pekarangan rumah ini saja bisa seluas tiga lapangan sepak bola yang ditanami oleh hamparan rumput yang bahkan lebih terawat daripada tempat tinggalnya dikota ini. Sepanjang mata memandang pekarang tersebut sangatlah menakjubkan, ada banyak tumbuhan yang tumbuh subur disekelilingnya bahkan menurut pelayan yang ikut mengantarkan Raellyn beberapa saat yang lalu kediaman suaminya memiliki danau dihalaman belakang yang konon merupakan tempat dimana Arnav sering menghabiskan waktunya disana.Raellyn cukup penasaran dengan keindahan yang diagungkan oleh si pelayan, sebab gadis itu belum menyisir seluruh kediaman suaminya untuk sekarang. Namun dia akan memasikan untuk membuktikan peri
Raellyn tanpa ragu menceritakan segalanya, semua hal yang terjadi pada satu hari penuh. Mulai dari ketika Arsene kedapatan pergi dan menikahi wanita lain, sampai kemudian dia yang berhadapan dengan Arnav. Raellyn bahkan beberapa kali harus berhenti sejenak guna menenangkan dirinya sendiri. Sampai di akhir cerita, dia kemudian menatap sang paman lekat-lekat. Hanya ada satu kata yang menjadi kesimpulan pria itu. Meskipun rasanya dia tidak percaya dan kebingungan untuk menangkap segalanya. “Jadi, maksudmu sekarang kau sudah menikah dan diperistri oleh kakak dari mantan kekasihmu itu?” “Ya, Paman.” Sekali lagi sang Paman hanya dapat membulatkan matanya tidak percaya. “Kamu menikah dengan Arnav? Seorang director dari perusahaan agensi terkenal itu?” “Ya, Paman.” Kini tatapannya berubah menjadi jenis tatapan yang dipenuhi oleh kewaspadaan. Dia terlihat curiga, dan terus terang Raellyn merasa gelisah menatap kedua mata pamannya sekarang. Dia menunggu respon selanjutnya sebelum mengatakan
Raellyn tertawa lembut. Bisa-bisanya sang paman bergurau hanya dalam beberapa detik setelah mereka bersitegang satu sama lain. Meski begitu Raellyn bersyukur lantaran intensi di antara mereka sudah kembali normal seperti sedia kala dan tidak lagi dalam atmosfer yang berat seperti beberapa saat yang lalu. “Harus aku akui bahwa aku sempat bingung juga tentang alasan mengapa dia dengan mudahnya menerima. Tapi setelah mendengar ucapan paman aku merasa kepercayaan diriku meningkat pesat. Walaupun memang sifat otoriternya sangat melekat. Dia hampir memegang kendali dalam setiap situasi sepanjang waktu dan aku sudah seperti lakon yang berkewajiban untuk mengikuti sesuai dengan rencananya. Tapi satu-satunya kesempatanku bertemu dengannya adalah ketika penyerbuan itu dan satu lagi pertemuan dalam ketidaksengajaan,” ujar Raellyn. Sementara sang paman nampak berada dalam pose berpikir. “Mungkin saja Arsene sendiri yang membicarakanmu kepada kakaknya?”“Kurasa tidak. Meski aku sendiri tidak tah
Raellyn rasa para pria memang memiliki kemampuan untuk yang satu itu. Sebab akan sangat bodoh bila seorang pria dari kalangan kelas atas akan memberinya sebuah penghargaan yang cukup besar bila dia memang bukan perempuan yang suci. Mungkin pula alasan mengapa Arnav dapat mengetahui karena pengalamannya yang melanglang buana bersama para perempuan malam yang Raellyn rasa sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Meski ingin bertanya pada sang paman mengenai hal itu, tapi sepertinya untuk sekarang tidak perlu. Raellyn merasa cukup dengan seluruh spekulasi yang dia dapatkan dari dirinya sendiri. Dia juga sudah merasa cukup ketakutan hanya karena pembahasan soal ciuman sederhana dengan seorang pria.“Sejujurnya aku selalu mengkhawatirkanmu, Raellyn. Bahkan meski kau bilang telah menikah dengannya aku masih tidak bisa seratus persen mempercayai bahwa dia pria yang layak untuk berdiri di sisimu. Kalau kau berpikir untuk memperdaya dia, kurasa kau jauh lebih tahu bahwa dia bukan pria sembarangan
Raellyn benar-benar tidak menyadari berapa banyak waktu yang telah dia lewati sejak supir yang Arnav utus untuk memastikannya pulang tidak terlambat memintanya untuk pergi dari kediaman sang paman. Makan malam yang dia santap hanya mengisi perut tanpa adanya kenikmatan. Makan dengan terburu-buru memanglah hal yang buruk. Bahkan satu-satunya yang Raellyn sadari sekarang bahwa kini sepatu yang dia kenakan berbalut sedikit lumpur dengan lampu-lampu yang telah di nyalakan begitu dia tiba di halaman depan rumah sang suami. Dia berjalan dengan payung yang di genggam oleh sang supir begitu dia tiba di pemberhentiannya. Gadis itu nyaris tidak percaya dengan apa yang terjadi di hadapan matanya. Ketika dia melihat para pelayan yang berbaris di luar dalam kondisi basah kuyup seolah menyambutnya. “Sedang apa kalian disini?” ujar Raellyn lantang begitu dia mendekati orang pertama yang berbaris disana. “Kami menunggu Anda Nyonya,” sahut seorang perempuan yang seusia sang paman. Dia juga sama seper
Detak jantung Raellyn mendadak berpacu dengan kencang. Pemikiran bahwa Arnav akan tidur dengannya malam ini memenuhi benak dan juga kepalanya. Berbagai fantasi liar nan nakal mulai bercampur dengan seluruh emoasi yang tidak pasti. Entah itu takut atau karena rasa penasaran dan ingin tahu yang sangat besar.Aku menantikan malam pernikahan kita.Kalimat itu sekali lagi berputar di memorinya, bukankah itu adalah sebuah kalimat penegasan yang Arnav buat sebagai bentuk atas penegasan niat untuk menikmati tubuhnya? Bagaimanapun dia hanyalah seorang gadis perawan yang bersikap so arogan. Meski takut memang ada di dalam dirinya, tapi Raellyn memilih untuk memenuhi dirinya dengan rasa ingin tahu yang sangat besar.Raellyn sebenarnya tidak mau percaya bahwa seorang pria dari kalangan terhormat akan langsung mengajaknya ke dalam kamar, setelah dia baru saja menemui keluarganya dan duduk di dalam mobil pribadi pria itu selama beberapa jam tanpa persiapan apa-apa. Tapi, gadis itu ingat lagi bahwa