Raellyn kini betul-betul sudah tidak berdaya, terlalu banyak hal asing yang pertama kali dia temukan dalam hitungan waktu yang begitu cepat. Sampai dia mendengar adanya suara robekan, dan kemudian dia menyadari bahwa gaun tidur tipisnya telah terbagi menjadi dua bagian sampai ke bagian perut. Gadis itu menjerit, ketika tubuhnya terangkat ke udara, secara naluriah gadis itu langsung melingkarkan kakinya di pinggang Arnav. Ia merasa bahwa kini dirinya telah panas dan gelisah, kulitnya sudah teramat peka dengan setiap sentuhan yang pria itu alamatkan untuknya.Sementara kedua tangan Arnav bergerak di atas tubuhnya, membelai bagian kenyal di belakang tubuhnya, begitu pula untuk bagian depannya. Arnav bahkan menggesekan ibu jarinya sedikit kasar di atas puncaknya, mengirimkan sesuatu yang luar biasa kepada inti kewanitaan Raellyn. Arnav benar-benar memperlakukannya di luar dugaan sama sekali. Tak sampai disitu pria itu bahkan mencium sekaligus menggigit bibir, leher, pundaknya, bergantian
Raellyn melingkarkan jemarinya di sekeliling benda yang telah menegang itu. Ini adalah pertama kalinya dia memegang benda itu seumur hidupnya dan rasanya bagaikan besi yang begitu panas. Sementara Arnav terlihat menggertakan giginya sembari mengerang kecil tatkala jemari gadis itu menyentuhnya dengan begitu perlahan.“Kau menyukai sentuhanku, Tuan?”“Raellyn.” Hanya sekadar rintihan kecil, dan gadis itu tahu bahwa cara Arnav menyebut namanya sudah seperti sebuah permintaan yang begitu mendesak untuk dapat mengisi kekosongan yang ada dalam tubuhnya.“Kau menginginkannya?” tanya Raellyn lagi sementara pria itu hanya dapat menahan napas sekaligus mengerang.Raellyn terkikik kecil, dia merasa puas lantaran dapat membalas apa yang pria itu perbuat padanya beberapa detik lagi. Ketidakberdayaan yang dia rasakan tadi akan dia bayar kontan dengan sentuhannya yang dia lakukan secara naluriah. Raellyn tidak tahu apakah dia salah atau tidak, namun melihat dari ekspresi pria itu nampaknya dia tela
Sinar mentari sedikit tersamarkan akibat kabut yang masuk ke dalam ruangan melalui jendela yang dibiarkan terbuka tanpa tirai semalam. Arnav mengubah posisi tidurnya di ranjang, yang kemudian membuat dirinya sendiri terkejut atas adanya eksistensi seorang wanita yang tidur di sebelahnya dengan begitu nyaman. Arnav tidak percaya dengan gelenyar asing yang merayap ke dalam hatinya. Sejujurnya dia sudah banyak meniduri wanita manapun yang dia inginkan, tapi tidak pernah menghabiskan malam dengan satu pun dari mereka. Hal itu juga termasuk dengan Clarissa, mantan istrinya dahulu. Wanita yang pertama kali mencuri hatinya, dan hanya satu-satunya. Tapi sayangnya hati wanita itu adalah milik orang lain. Memang sangat menyedihkan untuknya, tapi bagaimanapun itu masa lalu tetaplah masa lalu.Dia kini melirik kearah Raellyn, dan kemudian ingatan tentang berbagai ragam cara bagaimana mereka menempuh puncak kenikmatan secara berulang kali sepanjang malam. Dia tidak mengira bahwa perempuan bermulut
Raellyn terbangun dalam kondisi dopamine tinggi, perasaan ini mengingatkannya tentang bagaimana dia jatuh cinta dahulu. Hawa dingin di kamar saja bahkan tidak cukup untuk menciutkan seberapa besar semangatnya yang membara ketika dirinya melepaskan diri dari lilitan seprai yang entah sejak kapan menutupi seluruh tubuhnya seperti kepompong. Dia melirik ke sekitar, tepatnya ke arah cahaya masuk yang sedikit lebih menyilaukan. Raellyn mendapati tirai jendelanya sudah terbuka penuh dan di ikat rapi di pinggirnya.Perempuan itu bisa merasakan senyuman bahagia yang tersungging di bibirnya sekali lagi. Aneh sekali mendapati dirinya jadi tidak normal begini di pagi hari. Bahkan tingkahnya sudah seperti bocah kemarin sore yang kasmaran, ketika pikirannya kembali membawanya kepada kejadian semalam. Tentang Arnav, suaminya yang begitu luar biasa. Berkat pengalaman itu, dia mungkin bisa paham alasan mengapa sepupunya memintanya untuk menjadi lebih berani dan mengimbangi, juga komentar dari pamanny
“Jadi ini tempat dimana kau mengisolasi diri?”Tampaknya Raellyn, yang kini adalah istrinya memiliki kekuatan sihir berupa kata-kata; mantra. Apa saja tingkah polahnya, ucapan apapun yang keluar dari mulutnya seolah bukan masalah yang bisa menarik pelatuk kemarahan. Padahal biasanya Arnav bukanlah tipe pria murah hati sekaligus pemaaf. Termasuk kepada perempuan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang kerjanya dengan pakaian yang membuatnya sakit mata.“Ya.”“Tidak menyuruhku duduk? Atau barangkali mengatakan sesuatu? Seperti apakah aku mendapatkan jamuan berupa minuman?” ujar Raellyn sementara Arnav langsung berhenti dengan seluruh berkas di meja dan meraih pematik api dan rokok yang dia simpan di laci meja kerjanya.“Silakan kalau kau mau,” balas pria itu.Raellyn segera mendekat menuju sebuah meja khusus, disana ada beberapa minuman yang tentu saja bukan air mineral biasa. Ketika Raellyn usai menuangkannya untuk diri sendiri, perempuan itu melirik kearah Arnav.“Kau mau minum?”“Ya
“Sepertinya waktu kunjunganmu sudah habis, dokumen di sana membutuhkan perhatianku lebih daripada perbincangan ini. Jadi bisa kau tinggalkan aku sendiri dan mengurus urusan bisnis terlebih dahulu?” jawab pria itu.Nah, sudah Raellyn duga dia akan memilih menjadi acuh tak acuh seperti ini terhadapnya. Dia berubah menjadi pria dingin membosankan. Dia bahkan memilih mengusirnya ketimbang menjawab pertanyaan sederhana soal ranjang di kamar pengantin mereka semalam. Raellyn mendapati gelagat tak mengenakan dari pria itu. Nampaknya dia benar-benar ingin Raellyn pergi dari ruang perpustakaan dan meninggalkannya seperti yang dia inginkan.Jika itu yang dia inginkan maka dengan segala hormat Raellyn segera beranjak dari tempat duduknya. Setidaknya pria itu tidak memintanya keluar sambil melemparkan uang. Jika Arnav sampai melakukan itu sudah dipastikan bahwa dia benar-benar dihargai sebagai lacurnya ketimbang istri. Ya, setidaknya Raellyn harus sedikit lebih mensyukuri yang satu itu.“Baiklah
Raellyn tidak menyangka bahwa dia bisa sampai ke rumah pamannya dengan berkendara sendiri seperti ini. Rasanya betul-betul gila dan sedikit menyegarkan kepala. Perjalanan yang dia lakukan sendiri membuatnya merasakan sedikit kebebasan yang tidak dia duga sebelumnya. Namun sebelum itu alasan lain mengapa Raellyn datang ke rumah sang paman adalah karena kedatangan pengacara ke rumahnya, dan Arnav yang menolak memberikan penjelasan apa-apa. Raellyn memang terusik karena itu, jadi daripada diam saja dan menebak-nebak dia memilih untuk memastikan sendiri kondisi keluarganya.Pintu terbuka sebelum Raellyn sempat mengetuknya. “Oho~ Milady,” sebut Lita dengan ekspresi yang sulit di tebak tapi yang pasti Raellyn entah mengapa merasa bahwa sepupunya itu sudah tahu bahwa dia akan datang. Dia tidak terlihat terkejut seperti saat kunjungan pertama.Raellyn hanya mendecak kecil sebelum dia ikut masuk ke dalam rumah. Sejujurnya Raellyn selalu menyukai perasaan yang menerpa dirinya ketika dia menginj
Raellyn kini mengigit bibir sembari menatap kedua mata pamannya. Ketika Lita ikut duduk dan bergabung dalam pembicaraan saat itulah sang paman mulai menjelaskan kronologis secara detail tentang kunjungan si pengacara. Kini Raellyn masih larut dalam pikirannya sendiri, sedikit terkejut setelah pamannya selesai bicara. Dia telah mendapatkan sebuah kesimpulan nyata atas seluruh penjelasan sang paman. Rupanya Raellyn telah berhasil memuaskan suaminya. Setelah itu pembicaraan penting telah usai, dan sang paman kemudian meninggalkannya. Kini tinggal Raellyn dan Lita yang tersisa di ruangan pria itu.“Ada apa Raell? Apa kau sebegitu kecewanya karena Sir Arnav tidak memberitahumu tentang penyelesaian masalah keuangan di keluarga kita?”Raellyn mendongak ketika sekali lagi pamannya bertanya. Menarik dirinya yang hanyut dalam fantasi ke dunia nyata kembali. Dia melirik ke luar jendela, disana ada pemandangan taman yang dahulu kerap menjadi penghiburannya bersama sang bunda. Mengingat kenangan l