Raellyn terbangun dalam kondisi dopamine tinggi, perasaan ini mengingatkannya tentang bagaimana dia jatuh cinta dahulu. Hawa dingin di kamar saja bahkan tidak cukup untuk menciutkan seberapa besar semangatnya yang membara ketika dirinya melepaskan diri dari lilitan seprai yang entah sejak kapan menutupi seluruh tubuhnya seperti kepompong. Dia melirik ke sekitar, tepatnya ke arah cahaya masuk yang sedikit lebih menyilaukan. Raellyn mendapati tirai jendelanya sudah terbuka penuh dan di ikat rapi di pinggirnya.Perempuan itu bisa merasakan senyuman bahagia yang tersungging di bibirnya sekali lagi. Aneh sekali mendapati dirinya jadi tidak normal begini di pagi hari. Bahkan tingkahnya sudah seperti bocah kemarin sore yang kasmaran, ketika pikirannya kembali membawanya kepada kejadian semalam. Tentang Arnav, suaminya yang begitu luar biasa. Berkat pengalaman itu, dia mungkin bisa paham alasan mengapa sepupunya memintanya untuk menjadi lebih berani dan mengimbangi, juga komentar dari pamanny
“Jadi ini tempat dimana kau mengisolasi diri?”Tampaknya Raellyn, yang kini adalah istrinya memiliki kekuatan sihir berupa kata-kata; mantra. Apa saja tingkah polahnya, ucapan apapun yang keluar dari mulutnya seolah bukan masalah yang bisa menarik pelatuk kemarahan. Padahal biasanya Arnav bukanlah tipe pria murah hati sekaligus pemaaf. Termasuk kepada perempuan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang kerjanya dengan pakaian yang membuatnya sakit mata.“Ya.”“Tidak menyuruhku duduk? Atau barangkali mengatakan sesuatu? Seperti apakah aku mendapatkan jamuan berupa minuman?” ujar Raellyn sementara Arnav langsung berhenti dengan seluruh berkas di meja dan meraih pematik api dan rokok yang dia simpan di laci meja kerjanya.“Silakan kalau kau mau,” balas pria itu.Raellyn segera mendekat menuju sebuah meja khusus, disana ada beberapa minuman yang tentu saja bukan air mineral biasa. Ketika Raellyn usai menuangkannya untuk diri sendiri, perempuan itu melirik kearah Arnav.“Kau mau minum?”“Ya
“Sepertinya waktu kunjunganmu sudah habis, dokumen di sana membutuhkan perhatianku lebih daripada perbincangan ini. Jadi bisa kau tinggalkan aku sendiri dan mengurus urusan bisnis terlebih dahulu?” jawab pria itu.Nah, sudah Raellyn duga dia akan memilih menjadi acuh tak acuh seperti ini terhadapnya. Dia berubah menjadi pria dingin membosankan. Dia bahkan memilih mengusirnya ketimbang menjawab pertanyaan sederhana soal ranjang di kamar pengantin mereka semalam. Raellyn mendapati gelagat tak mengenakan dari pria itu. Nampaknya dia benar-benar ingin Raellyn pergi dari ruang perpustakaan dan meninggalkannya seperti yang dia inginkan.Jika itu yang dia inginkan maka dengan segala hormat Raellyn segera beranjak dari tempat duduknya. Setidaknya pria itu tidak memintanya keluar sambil melemparkan uang. Jika Arnav sampai melakukan itu sudah dipastikan bahwa dia benar-benar dihargai sebagai lacurnya ketimbang istri. Ya, setidaknya Raellyn harus sedikit lebih mensyukuri yang satu itu.“Baiklah
Raellyn tidak menyangka bahwa dia bisa sampai ke rumah pamannya dengan berkendara sendiri seperti ini. Rasanya betul-betul gila dan sedikit menyegarkan kepala. Perjalanan yang dia lakukan sendiri membuatnya merasakan sedikit kebebasan yang tidak dia duga sebelumnya. Namun sebelum itu alasan lain mengapa Raellyn datang ke rumah sang paman adalah karena kedatangan pengacara ke rumahnya, dan Arnav yang menolak memberikan penjelasan apa-apa. Raellyn memang terusik karena itu, jadi daripada diam saja dan menebak-nebak dia memilih untuk memastikan sendiri kondisi keluarganya.Pintu terbuka sebelum Raellyn sempat mengetuknya. “Oho~ Milady,” sebut Lita dengan ekspresi yang sulit di tebak tapi yang pasti Raellyn entah mengapa merasa bahwa sepupunya itu sudah tahu bahwa dia akan datang. Dia tidak terlihat terkejut seperti saat kunjungan pertama.Raellyn hanya mendecak kecil sebelum dia ikut masuk ke dalam rumah. Sejujurnya Raellyn selalu menyukai perasaan yang menerpa dirinya ketika dia menginj
Raellyn kini mengigit bibir sembari menatap kedua mata pamannya. Ketika Lita ikut duduk dan bergabung dalam pembicaraan saat itulah sang paman mulai menjelaskan kronologis secara detail tentang kunjungan si pengacara. Kini Raellyn masih larut dalam pikirannya sendiri, sedikit terkejut setelah pamannya selesai bicara. Dia telah mendapatkan sebuah kesimpulan nyata atas seluruh penjelasan sang paman. Rupanya Raellyn telah berhasil memuaskan suaminya. Setelah itu pembicaraan penting telah usai, dan sang paman kemudian meninggalkannya. Kini tinggal Raellyn dan Lita yang tersisa di ruangan pria itu.“Ada apa Raell? Apa kau sebegitu kecewanya karena Sir Arnav tidak memberitahumu tentang penyelesaian masalah keuangan di keluarga kita?”Raellyn mendongak ketika sekali lagi pamannya bertanya. Menarik dirinya yang hanyut dalam fantasi ke dunia nyata kembali. Dia melirik ke luar jendela, disana ada pemandangan taman yang dahulu kerap menjadi penghiburannya bersama sang bunda. Mengingat kenangan l
Raellyn tiba di kediaman sang suami pada keesokan harinya tepat di jam makan malam. Perjalanan pulang tersebut menghabiskan waktu yang terasa begitu singkat, terlebih karena dia mengendarai mobilnya sendirian dengan isi kepala yang di penuhi oleh berbagai pikiran yang berkecamuk. Jika saja di umpamakan isi kepalanya seperti terdapat gemuruh badai, yang untungnya tidak mengakibatkan sebuah kecelakaan ketika sedang berkendara.Hal pertama yang Raellyn lakukan setibanya di rumah adalah memilih gaun malam terbaik dengan potongan leher yang rendah. Sengaja Raellyn memilihnya untuk dapat memamerkan aset terbaik miliknya di hadapan Arnav. Rona juga menata rambutnya dengan gaya rambut kepangan rumit seperti dewi Yunani yang menurut sang pelayan akan menonjolkan leher Raellyn serta memperlihatkan keanggunan sang nyonya rumah dengan pasti.Rupanya dugaan pelayan pribadinya tidak sepenuhnya salah, sebab begitu dia dan Arnav duduk satu meja Raellyn bisa melihat adanya kilatan dalam mata suaminya.
Raellyn menyesap anggur miliknya, tentu saja dengan kedua mata yang tetap berstagnasi menatap Arnav lekat-lekat. “Tidak, aku belum pernah menikah sebelumnya sedangkan kau sudah. Tapi, aku belajar satu hal tentang sebuah pernikahan dari mendiang orangtuaku, juga dari paman dan bibiku. Jika ingin menjalani sebuah ikatan yang menguntungkan aku lebih memilih hubungan yang berdasarkan ketulusan dan saling menghormati. Karena itu kita harus belajar untuk membicarakan semua hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Intinya aku ingin kita terbuka satu sama lain. Sama halnya dengan alasan yang mendasari kepercayaanmu bahwa sebaik-baiknya tidak ada pintu tertutup diantara kamar tidur kita yang semestinya terpisah sejak awal.”Arnav mengulas senyumanya, mencerna apa yang Raellyn katakan dengan sebaik-baiknya. Terus terang itu adalah jenis senyuman yang memiliki makna penuh kekaguman terhadap sang istri, meski begitu Raellyn tidak harus merasa tersipu dengan tatapan pria itu terhadapnya. L
“Maaf tapi aku menolak ide untuk jamuan makan malam bersama keluarga kita di rumah ini.” Suara Arnav yang bernada melarang tersebut membuat Raellyn di buat bicara lebih banyak.Dia berguling ke sisi pria itu di atas ranjang mereka, sekadar mengagumi keindahan menakjubkan yang pria itu miliki atas tubuhnya sendiri. Arnav sendiri tampak tidak begitu peduli meski di tatap dengan cukup intens. Terlebih arah tatapan Raellyn yang jelas memfokuskan pada bagian perutnya.“Apa aku semenggoda itu? haruskah kita lakukan lagi?” ujaran frontal dari Arnav membuat Raellyn terkesiap. Akal serta kewarasannya mulai berkumpul di satu titik. Arnav membuatnya lupa akan segalanya. Namun alih-alih tergoda dengan ujaran pria itu, Raellyn malah lebih berminat untuk memanjangkan konversasi yang sempat terpotong tadi.“Kenapa tidak? justru bukannya bagus untuk kita merayakannya dalam lingkup terkecil dahulu?” tanya Raellyn, kali ini suaranya terdengar lembut. Aneh baginya untuk bersuara demikian terhadap Arnav.