Saat ini, Helen sudah berada dalam pesawat pribadi Yuri, ia terpaksa menyetujui Isabel untuk ikut dengan gadis kecil itu ke rumah mereka di Moskow, Rusia. Sebelum Helen terbang, ia sempat pulang dulu kerumah Leon untuk berpamitan pada keluarganya juga untuk mengambil beberapa barang miliknya yang tertinggal. "Jaga dirimu baik-baik, kalau ada apa-apa segera hubungi aku." pesan Leon kepadanya saat ia hendak pergi."Baik, Kak." ucap Helen dengan tenang, seolah tidak ingin membuat sang kakak mengkhawatirkannya. Helen sendiri tidak mudah mengambil keputusan ini, selain karena bujukan gadis kecil itu, ia juga ingin mencari suasana baru ditempat lain. Bisa saja ia kembali ke Giethroon, tapi Helen tidak ingin sendirian saat ini, di Gietrhroon banyak kenangan manisnya bersama kakek, nenek dan juga suaminya Bryan yang sudah tiada. Dia khawatir akan teringat kembali dan membuatnya semakin sedih. Ini sudah menjadi keputusan Helen, ia bertekad akan hidup mandiri, tanpa merepotkan kakaknya lagi.
Yuri, Helen dan Isabel tiba dirumah pada waktu hari mulai beranjak malam. Gadis itu sejak tadi tak berhenti tersenyum dan menggenggam tangan Helen, sedangkan Yuri berjalan dibelakang mereka. Helen memperhatikan rumah yang terlihat megah itu, beberapa lukisan terpampang didinding rumahnya, terlihat begitu indah dan pasti harganya juga sangat mahal. Helen terkagum melihat satu lukisan ditempat yang sepertinya tidak asing untuknya, dia pun memberanikan diri untuk bertanya pada Yuri."Apa ini di Giethroon?" tanya Helen menghentikan langkahnya seraya melihat Yuri."Hmm ... Mungkin saja, hanya pelukisnya saja yang tahu itu dimana, aku hanya membelinya." sahut Yuri santai, kemudian ia meneruskan langkahnya melewati kedua wanita itu. "Onti, apa kau mau tidur bersamaku?" "Isabel, biarkan onti berisitirahat dikamarnya dulu, Sayang!" seru Yuri pada putrinya."Baik, Pah." cicit gadis itu dengan wajah murung."Nanti, onti akan mampir ke kamarmu sebelum tidur, oke!" Helen tak tega melihat wajah g
Leon sudah berada didalam kamarnya, ketika ia baru saja pulang dari kantor ditemani Devano yang baru saja masuk dari cuti panjangnya. "Helen apa sudah memberi kabar?" tanya Anin baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah."Belum," tanya Leon seraya melepas pakaian kerjanya."Kenapa tidak coba kamu tanyakan pada Yuri ?" usul Anin mengingatkan suaminya."Setelah mandi aku akan menghubungi Yuri," ucap Leon seraya memasuki kamar mandi.Anin membuka laptopnya hari ini ada jadwal mengajar kursus bahasa arab online. Waktu untuk mengajar hanya bisa malam hari saja, sehabis sholat isya. Ia juga sudah meminta ijin pada suaminya. Pertemuan hanya dilakukan selama dua minggu sekali. Para peserta kursus berasal dari indonesia, ide ini tercetus karena obrolannya dengan Salma beberapa tahun lalu saat mereka masih sama-sama kuliah disuatu lembaga bahasa Arab di indonesia. "Gak semua orang bisa ikut kursus bahasa Arab, ada yang terhalang karena masalah biaya, atau kegiatan lainnya."
Setalah mendapat kabar buruk dari Alexei, anak buahnya, Yuri bangkit dari tidurnya, dia langsung berganti pakaian lalu menuju ruang kerjanya dan mengambil senjata miliknya. Setelah memasukkan peluru kedalam revolvernya, Yuri segera pergi menuju tempat dimana anak buahnya tadi memberitahu. "Hugo, sudah cukup ulahmu kali ini. Kau berani mencelakai Vladimir, aku tidak akan menahan kesabaranku lagi." sungut pria itu sambil mengerahkan mobilnya dengan kecepatan tinggi menembus dinginnya malam.Sesampainya di sebuah tempat, Yuri mendatangi sebuah rumah kosong tempat Vladimir dan Alexei bersembunyi. Keadaan disekitar rumah itu sangat sepi, Yuri menyelipkan revolvernya dibalik baju lalu ia turun dari mobilnya dan berjalan ke arah rumah itu. Yuri berjalan sambil menghubungi seseorang."Dimana kalian?" tanya Yuri sambil terus berjalan dan tetap waspada melihat keadaan sekitarnya.Yuri pun menuju satu ruangan dari rumah kosong itu, ruangan didalamnya sangat gelap dan lembab, pria itu naik menuj
Saat ini, Leon dan Anin sedang bersama Noah dan Shafiyya didalam kamar mereka. Sejak tadi Noah menaiki punggung ayahnya, meminta Leon untuk menjadi seekor kuda tunggangan, Leon pun menuruti kemauan putranya tersebut. Noah tergelak kesenangan ketika Leon mulai bergerak seperti seekor kuda, Anin yang sedang sibuk memakaikan baju putri kecilnya, hanya tersenyum melihat kedua laki-laki yang ia sayangi sedang bermain. "Noah, mandi dulu ya sama papah!" ucap Anin memberi perintah.Leon pun menghentikan aksinya, lalu mengajak Noah untuk mandi. Hari ini rencanannya, mereka akan menjenguk Zahira yang sudah melahirkan bayinya beberapa hari yang lalu, Sekalian menemui bibi Maryam dan suaminya yang baru saja datang dari Madinah. "Pah, rencananya aku mau ikut wisuda tahun ini." Anin memulai percakapan serius ketika mereka sudah berada didalam mobil menuju kediaman Hasan. "Hmm ... Baiklah, nanti kita pergi sama-sama ke Madinah. Anak-anak dan mamah ikut juga ya." usul Leon, tadinya ia ingin mengaja
Saat ini Leon dan keluarganya sudah berada didalam pesawat pribadi milik Yuri. Tak lama setelah pulang dari rumah Hasan, Leon membicarakan perihal lamaran Yuri kepada ibu dan istrinya."Kira-kira pesawatnya sampai jam berapa di bandara?" tanya Rena yang saat itu tengah berkemas. "Hmm ... Bisa jadi besok pagi Mah." jawab pria itu sambil melihat ke arah jam tangannya."Kenapa begitu mendadak?" tanya Rena lagi."Entahlah Mah, Leon pun khawatir sesuatu terjadi pada Helen." ujar Pria itu sambil menatap ibunya."Kalau begitu, aku kekamar dulu. Noah langsung tidur sama enin ya!" titah Leon pada putranya yang berhasil membuat kuda dari legonya."Oke, Pah." ujar bocah itu tersenyum seraya mengacungkan ibu jarinya pada sang ayah.Leon pun mengusak rambut Noah sambil tersenyum, kemudian ia meninggalkan kamar sang mamah. Leon masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu perlahan. Ia melihat Anin tengah memindahkan Shafiyya ke box tempat tidur bayi cantik itu. Kemudian Leon menghampiri Anin dan memelu
Tubuh Helen meluruh ke lantai, saat Yuri melepaskan dirinya dan menghampiri Isabel yang sedang terisak didepan pintu. Butuh waktu beberapa saat untuk Helen, menenangkan dirinya dari hal yang baru saja terjadi. Ia sangat ingin memukul pria itu, yang membuat jantungnya berdebar seperti naik jetcoster. Yuri menggendong Isabel seraya menenangkan gadis kecil itu menuju kamarnya. "Ssst ... Tenanglah, Sayang. Itu hanya mimpi buruk, oke!" ucap Yuri sembari mengusap punggung putrinya dan menghapus air mata dipipinya yang kemerahan.Kemudian Yuri membaringkan putrinya diatas ranjangnya yang besar. "Malam ini saja, bolehkah aku tidur bersamamu dan aunti Helen dikamar ini, Pah?" tanya Isabel dengan mata penuh harap.Yuri memandang lama putrinya, lalu ia menghela napasnya panjang. "Baiklah, papah akan panggil aunti Helen kesini," Yuri kemudian pergi meninggalkan Isabel didalam kamarnya. Saat Yuri membuka pintu kamarnya, ia melihat Helen yang baru saja hendak masuk kedalam kamar wanita itu. Mata
Saat ini Yuri berada disebuah klub malam, kalau bukan karena pelayan yang menelponnya dari ponsel milik Vladimir, mungkin Yuri takkan mau repot-repot menyusulnya. Pelayan tadi mengabarkan padanya bahwa saat ini sahabatnya itu sedang mabuk berat. Dasar pria gila, baru saja ia lolos dari maut beberapa hari lalu, sekarang malah membuat ulah lagi.Yuri memasuki Klub langganan tempat biasa ia dan Vladimir kadang menghabiskan malam mereka dengan beberapa wanita panggilan. Suara bising yang memekakan telinga mulai terdengar, para wanita mulai menyapanya, tapi tak Yuri hiraukan satu pun. Fokusnya saat ino mencari sosok keberadaan temannya. Yuri melewati lantai dansa dan orang-orang yang sedang meliukkan tubuhnya, kemudian ia terus berjalan menuju ke lantai dua. Sepasang sejoli asyik bertukar saliva disudut ruangan. Yuri hanya melihatnya sekilas, hal o seperti itu lumrah saja terjadi ditempat ini, bahkan ada berani yang lebih dari itu. Mereka melakukannya dengan tidak merasa risih sama sekal