Saat ini, Leon dan Anin sedang bersama Noah dan Shafiyya didalam kamar mereka. Sejak tadi Noah menaiki punggung ayahnya, meminta Leon untuk menjadi seekor kuda tunggangan, Leon pun menuruti kemauan putranya tersebut. Noah tergelak kesenangan ketika Leon mulai bergerak seperti seekor kuda, Anin yang sedang sibuk memakaikan baju putri kecilnya, hanya tersenyum melihat kedua laki-laki yang ia sayangi sedang bermain. "Noah, mandi dulu ya sama papah!" ucap Anin memberi perintah.Leon pun menghentikan aksinya, lalu mengajak Noah untuk mandi. Hari ini rencanannya, mereka akan menjenguk Zahira yang sudah melahirkan bayinya beberapa hari yang lalu, Sekalian menemui bibi Maryam dan suaminya yang baru saja datang dari Madinah. "Pah, rencananya aku mau ikut wisuda tahun ini." Anin memulai percakapan serius ketika mereka sudah berada didalam mobil menuju kediaman Hasan. "Hmm ... Baiklah, nanti kita pergi sama-sama ke Madinah. Anak-anak dan mamah ikut juga ya." usul Leon, tadinya ia ingin mengaja
Saat ini Leon dan keluarganya sudah berada didalam pesawat pribadi milik Yuri. Tak lama setelah pulang dari rumah Hasan, Leon membicarakan perihal lamaran Yuri kepada ibu dan istrinya."Kira-kira pesawatnya sampai jam berapa di bandara?" tanya Rena yang saat itu tengah berkemas. "Hmm ... Bisa jadi besok pagi Mah." jawab pria itu sambil melihat ke arah jam tangannya."Kenapa begitu mendadak?" tanya Rena lagi."Entahlah Mah, Leon pun khawatir sesuatu terjadi pada Helen." ujar Pria itu sambil menatap ibunya."Kalau begitu, aku kekamar dulu. Noah langsung tidur sama enin ya!" titah Leon pada putranya yang berhasil membuat kuda dari legonya."Oke, Pah." ujar bocah itu tersenyum seraya mengacungkan ibu jarinya pada sang ayah.Leon pun mengusak rambut Noah sambil tersenyum, kemudian ia meninggalkan kamar sang mamah. Leon masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu perlahan. Ia melihat Anin tengah memindahkan Shafiyya ke box tempat tidur bayi cantik itu. Kemudian Leon menghampiri Anin dan memelu
Tubuh Helen meluruh ke lantai, saat Yuri melepaskan dirinya dan menghampiri Isabel yang sedang terisak didepan pintu. Butuh waktu beberapa saat untuk Helen, menenangkan dirinya dari hal yang baru saja terjadi. Ia sangat ingin memukul pria itu, yang membuat jantungnya berdebar seperti naik jetcoster. Yuri menggendong Isabel seraya menenangkan gadis kecil itu menuju kamarnya. "Ssst ... Tenanglah, Sayang. Itu hanya mimpi buruk, oke!" ucap Yuri sembari mengusap punggung putrinya dan menghapus air mata dipipinya yang kemerahan.Kemudian Yuri membaringkan putrinya diatas ranjangnya yang besar. "Malam ini saja, bolehkah aku tidur bersamamu dan aunti Helen dikamar ini, Pah?" tanya Isabel dengan mata penuh harap.Yuri memandang lama putrinya, lalu ia menghela napasnya panjang. "Baiklah, papah akan panggil aunti Helen kesini," Yuri kemudian pergi meninggalkan Isabel didalam kamarnya. Saat Yuri membuka pintu kamarnya, ia melihat Helen yang baru saja hendak masuk kedalam kamar wanita itu. Mata
Saat ini Yuri berada disebuah klub malam, kalau bukan karena pelayan yang menelponnya dari ponsel milik Vladimir, mungkin Yuri takkan mau repot-repot menyusulnya. Pelayan tadi mengabarkan padanya bahwa saat ini sahabatnya itu sedang mabuk berat. Dasar pria gila, baru saja ia lolos dari maut beberapa hari lalu, sekarang malah membuat ulah lagi.Yuri memasuki Klub langganan tempat biasa ia dan Vladimir kadang menghabiskan malam mereka dengan beberapa wanita panggilan. Suara bising yang memekakan telinga mulai terdengar, para wanita mulai menyapanya, tapi tak Yuri hiraukan satu pun. Fokusnya saat ino mencari sosok keberadaan temannya. Yuri melewati lantai dansa dan orang-orang yang sedang meliukkan tubuhnya, kemudian ia terus berjalan menuju ke lantai dua. Sepasang sejoli asyik bertukar saliva disudut ruangan. Yuri hanya melihatnya sekilas, hal o seperti itu lumrah saja terjadi ditempat ini, bahkan ada berani yang lebih dari itu. Mereka melakukannya dengan tidak merasa risih sama sekal
Helen langsung terlonjak bangun dari tempat tidur, ia pikir Yuri masih tidur, wajahnya pasti sekarang sudah semerah tomat. Laki-laki itu malah terlihat cuek lalu ia menguap kemudian tersenyum menatap Helen. Wanita itu pun seketika menjadi salah tingkah."Kenapa kamu yang tidur disampingku?" tanya Helen dengan wajah kesal.Yuri malah menggedikan bahunya, lalu ia berkata." Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti instingku sebagai seorang pria saja," jawab pria sambil menyeriangai."Kamu ... Kamu menyebalkan!" Helen pun meninggalkan Yuri sendirian dikamarnya. Bagaimana bisa tiba-tiba pria itu yang ada disebelahnya, apa ini ulah Isabel? Oh tidak ... gadis kecil itu ...Ya Tuhan ...lama-lama aku bisa gila disini, batin Helen terus bermonolog.Helen membanting pintu kamar Yuri kencang, lalu ia masuk kekamarnya dan mengunci pintunya. Ia melihat Isabel sedang menyisiri bonekanya sambil tersenyum dan mengajaknya berbicara. Gadis kecil itu kemudian mengalihkan perhatiannya pada Helen, dan melihat He
Saat ini Helen dan Leon sedang berada diruang keluarga, yang mana terdapat perapian untuk menghangatkan tubuh, mereka berdua sedang asyik membicarakan keluarga di Dubai, ketika Yuri datang dan menghampiri keduanya."Kamu tahu dulu perjalanan cintaku dan Anin juga tidaklah mudah, ada air mata, perpisahan dan banyak hikmah yang bisa kami ambil dari kejadian-kejadian yang menyakitkan itu." Leon mulai bercerita, sedangkan Helen mendengarkan dengan seksama. Yuri yang merasa tertarik untuk mendengarkan pun ikut duduk. Helen sempat bertanya pada Yuri, apa Isabel mencarinya. Tapi Yuri hanya menggeleng kemudian menjawab bahwa putrinya itu, saat ini sedang menunggu kedatangan kedua orang tua angkatnya.Lalu Leon meneruskan kembali ceritanya tentang kisah cintanya dengan Anin. "Aku bertemu dengannya saat ia masih duduk dibangku sekolah SMA, tahun itu aku sudah kuliah semester dua sedangkan Anin sebagai siswa baru dan aku ditunjuk sebagai salah satu panitia MOS oleh pihak sekolah dari kalangan
Kamu tuh ngapain sih Le, gak biasanya ngisengin cewek, kasian mukanya udah pucet gitu, mana dia lagi halangan ...kalau dia kenapa ..." Airin belum sempat menyelesaikan kata-katanya, keributan terjadi dikelas karena melihat tubuh Anin yang tiba-tiba jatuh saat hendak duduk dikursinya. Darah keluar dari hidung gadis itu. Aku langsung berlari menghampiri Anin dan meninggalkan Airin yang masih terkejut, kulihat darah segar keluar dari hidungnya. Sialan ... Sialan ... Apa gara-gara aku? batinku memaki diri sendiri. Kubersihkan darah dihidungnya dan menyumpalnya dengan tisu agar darah tidak keluar lagi. Lalu aku membopong tubungnya menuju UKS, jangan ditanya seberapa cemasnya aku saat melihat wajahnya yang pucat bagai mayat. "Bu Desi, tolongin dia Bu." ujarku panik pada dokter jaga UKS saat itu. "Kenapa ini Leon?""Pingsan terus mimisan." "Lho, kok bisa? Taruh diranjang, saya periksa dulu." seru wanita berkaca mata itu.Aku pun merebahkan Anin dengan perlahan di atas tempat tidur, kemud
Leon menceritakan pada Helen dan Yuri sambil senyum-senyum sendiri mengingat masa-masa saat ia pertama kali mendekati Anin. "Kakaknya Anin sangat protektif terhadap adiknya, itu tanda bahwa ia sangat menyangi Anin. Sekarang aku pun merasakannya, lalu apa maksud kalian tiba-tiba ingin menikah?" ujar Leon menatap Helen dan Yuri bergantian."Aku ingin memiliki adikmu!" Yuri mengucapkannya dengan tegas dan yakin."Kau pikir adikku barang, hanya untuk dimiliki. Setelah kau memilikinya, apa yang akan kau berikan untuknya? Beri aku alasan yang meyakinkan Yuri, jangan cuma omong kosong saja." "Leon, putriku membutuhkan Helen dan ia ingin adikmu saja yang menjadi ibunya, jika kau ada diposisiku, apa yang akan kau lakukan?" Yuri malah balik bertanya.Leon menghela napas panjang, mungkin jika ia ada di poisis Yuri, ia juga akan melakukan hal yang sama, tapi ini tentang hidup Helen nantinya. Lalu ia pun beralih menatap adiknya, ia belum tahu alasan mengapa adiknya itu mau menerima lamaran Yuri.