Bab 23Leon masuk kedalam kamar, ia melihat Anin terbaring sambil menutup wajahnya dengan bantal. Bahunya bergetar, menandakan bahwa gadis itu sedang menangis walaupun tidak bersuara. Ia menghampiri Anin, menggenggam tangan gadis itu tapi ditepis olehnya."Sayang, maafin kalau ada ucapanku yang salah," ucap pria itu pelan. "Anin, please ... Sayang, jangan begini!" ucapnya lelah. Leon melihat gerakan bahu istrinya semakin kencang, dan terdengar suara tangis samar dari balik bantal. ia memeluk Anin dari belakang mengecup kepalanya berulang kali."Maafin aku ... ," ucap Leon seraya memeluknya erat."Jangan nangis lagi, kasian baby kita, Sayang. Kamu lupa tadi dokter bilang apa, kamu gak boleh sedih karena itu bisa ngaruh ke bayinya," ucap Leon mengingatkan dengan lembut.Tangis Anin pun mereda, kemudian Leon membalikkan tubuh Anin menghadap ke arahnya. Matanya sendu dan hidungnya merah, ia menghapus air mata yang membasahi pipi istrinya."Oke, kalau kamu mau tetap nerusin kuliah, tapi
Anin terlelap cukup lama, ia terbangun saat Marni mengantarkan bubur sumsum dan air jeruk hangat untuknya."Makasih, mba," ucap Anin seraya tersenyum."Oiya hari ini, mamah akan pulang, tolong bersihkan dan rapihkan kamar mamah ya mba." Anin memerintah dengan sopan."Siap, Bu Anin," ucap Marni semringah."Kita mau masak apa hari ini?" tanya Anin "Ibu sih senengnya makan semur jengkol, tapi den Leon gak suka kalau ada bau jengkol dirumah," jelas Marni memberitahu."Gak papa, hari ini kita masak semur jengkol spesial buat nyambut mamah, pasti Kak Leon gak akan marah, kan gak setiap hari juga kita masak itu," ucap Anin.Kemudian Marni pun mengangguk setuju dan segera menjalan tugas-tugas yang telah diberikan Anin untuknya.Kemudian Anin menelepon Leon, ia membritahu kepada suaminya bahwa dirinya tidak jadi ikut menjemput mamahnya ke bandara. Ia berniat akan membantu Marni masak nasi uduk beserta lauk pauknya, salah satunya adalah semur jengkol. Setelah menunaikan sholat dzuhur, Anin tu
Bab 25"Jaga diri kamu dan bayi kita baik-baik ya , Sayang," pamit Leon sebelum pergi ke bandara pagi itu."In syaa Allah kami akan baik-baik saja, semoga urusan ayah cepat selesai, biar cepat pulang," ucap Anin dengan nada seperti anak kecil seraya tersenyum"Gemesin banget sih kamu," sahut Leon terkekeh sambil menarik hidung mancung istrinya.Kemudian ia mencium kening Anin dan perutnya istrinya."Ayah pergi dulu, Son. Jadi anak pintar, jangan bikin bunda sakit ,oke." serunya sambil mengajak bicara Janin mereka yang masih ada didalam perut."Oke, Ayah," sahut Anin tertawa."Kabari aku, kalau sudah sampai disana!" sambungnya seraya tersenyum kemudian mencium pipi Leon dan tangan suaminya."Hati-hati," ucap Anin lagi matanya sudah berkaca-kaca.Ini pertama kalinya semenjak mereka menikah dan Anin hamil, Leon pergi jauh selama beberapa hari. Mungkin karena perasaan ibu hamilnya yang sensitif, ia merasa sedih ditinggal suaminya."Sayang, jadi mau ke kelas ibu hamil gak? Nanti mamah yang
Pagi harinya Leon berencana ingin berkunjung ke rumah keluarga Ricahrd, setelah gadis muda itu pergi ke restoran tempat ia bekerja. Di Giethroon ada beberapa restoran Eropa, karena desa itu banyak dikunjungi oleh turis dari luar negri Belanda. Gadis itu bekerja di salah satu restoran yang cukup terkenal disana.Leon beruntung, saat ia menuju ke rumah sepasang suami istri itu. Mrs. Richard sedang berada dihalaman, ia memotong tangkai-tangkai bunga yang bermekaran dengan indah."Pagi, Nyonya, bungamu cantik sekali," sapa Leon pada wanita tua itu."Oh ... Benar, mereka sangatlah cantik, Nak " balas Mrs. Richard ramah seraya tersenyum."Jika istriku melihatnya, mungkin ia akan sangat menyukainya," ujar Leon lagi membalas senyum."Apa kau orang Jerman?" tanya wanita itu seraya memperhatikan penampilan Leon."Betul, papahku Jerman dan ibuku berasal dari Indonesia, bagaiman kamu bisa tahu Nyonya?" tanya Leon sambil mengernyit."Aku merasa kau mirip dengan seseorang yang kukenal," "Benarkah
Saat ini Leon sudah kembali ke tempat dia menginap, setelah menemui Helen dirumah keluarga Richard. Ia khawatir dengan adiknya itu, selain mempunyai asma yang sedari ia kecil sudah dideritanya. Masalah Mr.Richard dan tamunya tadi membuat Leon tak tenang. Walapun Leon sudah melunasi hutang pria tua itu kepada tamunya tadi. Ternyata Mr. Richard berhutang uang kepada pria bertubuh gempal itu, untuk membayar biaya Rumah sakit beberapa bulan lalu. Kondisi tubuh adiknya yang lemah, tapi Helen sendiri tetap memaksakan diri untuk bekerja di restoran karena ia tidak mau membebani lagi kakek dan neneknya yang sudah tua.Sebelum pulang tadi Leon memberikan sejumlah uang kepada adiknya, Pria itu juga menyarankan kepada Helen, untuk meneruskan kuliahnya. Tapi Helen bilang ia akan memikirkannya terlebih dahulu. Saat ini ia sedang terbaring diatas ranjangnya sambil mencoba menghubungi Anin, yang sejak tadi tidak diangkat oleh istrinya itu. Apa dia sudah tidur? batinnya. Baru dua hari Leon pergi, i
"Aaah ...!" Helen berteriak, gadis itu terperangah melihat peluru yang ditembakkan Arnold mengenai seorang pria yang saat ini sedang melindungi tubuh sang kakak.Darah mengucur deras dari lengan Brian, tapi pria itu tidak mempedulikannya, dengan gerakan cepat ia langsung menembak balik Arnold kepala Arnold saat itu juga. Sehingga pria bertubuh gempal itu roboh seketika diatas ranjang.Helen yang melihat itu pun langsung berlari menghampiri Leon, dan memeluk kakaknya itu seraya menangis tersedu."Apa kamu tidak apa-apa, Kak?" Seru Helen panik sambil memperhatikan keseluruhan tubuh kakaknya, ia takut kalau kakaknya terkena peluru Arnold."Aku tidak apa-apa, Helen. Tenanglah, kamu sudah aman bersamaku." ujar Leon menenangkan adiknya itu."Terima kasih, Bri!" Sahut Leon seraya melihat luka tembak yang bersarang.Kemudian mereka bertiga pergi ke kediaman keluarga Richard. Sesampainya disana, sudah ada petugas keamanan yang berada dirumah itu. Kemudian Helen pun menceritakan apa yang terjad
Leon dan Anin sudah berada didalam kamar mereka saat ini. Wanita itu sedang menunggu mba Marni yang sedang membuatkannya asinan buah. Air liurnya hampir menetes, ketika dia melihat tampilan asinan buah yang terlihat segar dan enak di beranda sosmednya, pada saat perjalanan pulang dari rumah sakit tadi, lalu Anin menelpon pelayannya itu untuk dibuatkan asinan buah."Aku turun nemuin Hasan dulu, ya," ucap Leon sambil mencium kening istrinya kemudian meninggalkan wanita itu seorang diri. Anin pun beristirahat, merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil mendengarkan murrotal lewat ponselnya.Sesampainya dibawah, Hasan sedang menerima panggilan dari seseorang."Aku kesana sore, mau barengan fitting bajunya?" Seru Hasan terlihat semringah bahagia. Kemudian ia melanjutkan," Oke, nanti aku jemput, setelah dari rumah Leon," sambung pria berhidung bangir dan berambut ikal itu.Setelah Hasan menutup panggilannya, Leon mengajaknya menuju ruang kerja. Ada beberapa urusan kantor yang harus mereka b
Leon terkejut ketika nama adiknya disebut oleh Anin, ia langsung terduduk kemudian terdiam beberapa saat."Darimana kamu tahu Helen?" tanya Leon seraya membalikkan tubuh sang istri agar berhadapan dengannya.Anin terdiam, ia memperhatikan wajah suaminya yang sedikit tegang, Apakah kecurigaannya benar? batinnya."Tadi dia telpon kamu, tapi gak aku angkat," balas Anin masih menatap Leon dengan lekat untuk mencari kebenaran dalam manik biru suaminya.Leon menghela napas panjang, kemudian tersenyum tipis sambil membelai rambut sang istri."Dia ... adik tiriku ... Setelah kejadian penculikan yang menimpa Zahira, aku jadi memikirkan tentang adik perempuanku ... Apakah dia hidup dengan baik selama ini ataukah dia sedang dalam kesulitan," ujar Leon."Aku tidak bisa membencinya walau bagaimanapun dia adalah adikku, darah papah mengalir juga didalam tubuhnya, apalagi dia satu-satunya adik yang kupunya, walaupun mungkin ia lahir dari kesalahan, tapi tetap saja gadis itu tidak bersalah apa-apa ..