Nyaris saya Mbok Mina tersulut emosi begitu mendengar tuan muda yang ia hormati dihina persis di depan matanya. Jika bukan karena kemampuannya mengatur emosi, mungkin ia sudah keceplosan berkata kasar kepada wanita yang dipanggil nyonya baru itu.
“Aku mau pergi, sampaikan pada dia untuk tidak mengusik hidupku lagi.” Selena Tan enggan menyia-nyiakan kesempatan, ia berjalan cepat hendak menghampiri pintu namun langkahnya kalah cepat dengan dua orang pelayan yang sudah menghadang di depan pintu. Mereka dengan kompak menutupi satu-satunya jalan keluar dari ruangan kamar. Selena Tan menghela nafas kasar, meskipun ia enggan meladeni mereka namun jika terus dibiarkan maka ia akan terkungkung di sini serta melewatkan kesempatan untuk kabur.
“Maaf nyonya, namun memang seperti inilah aturan di rumah ini. Anda tidak bisa bertindak sesuka hati tanpa seijin tuan muda, termasuk meninggalkan rumah ini. Tuan muda berpesan bahwa anda harus tetap berada di sini sampai
“Nyonya, pelan-pelan saja makannya, masih banyak kok lauknya. Semua ini untuk anda, tenang saja.” Mbok Mina menelan salivanya saat melihat betapa rakusnya Selena Tan makan. Padahal nyonya muda itu yang makan dengan lahap namun malah ia yang merasa nyaris tersedak. Pelayan tua itu menggaruk tenggorokannya yang terasa kering dan takut tersedak padahal yang makan bukanlah dirinya.Mendengar sindiran halus itu barulah membuat Selena Tan memperbaiki cara makannya menjadi lebih feminim. Untung saja ia masih punya urat malu sehingga cukup tahu diri ketika disindir, Selena Tan tersenyum canggung seraya mengangguk pelan. Image-nya yang barbar dan sulit ditakhlukkan pun perlahan menjadi wanita yang lebih jinak. Setidaknya Selena Tan tidak perlu beradu urat dengan para pelayan yang tidak ada urusan dengannya. “Hehe, maaf ... Ini terlalu enak, atau mungkin aku yang terlalu lapar.” Ujar Selena Tan tanpa canggung mengakui apa yang ia rasakan sekarang. Kehadiran dua
Lucia menghela nafas kasar, kapasitas hatinya sudah nyaris penuh sesak mendengar keluh kesah menantunya. “Huft, Apa kamu tidak punya kerjaan lain? Kenapa sejak tadi ceritamu hanya berkutat tentang putraku? Kamu tak sadar sedang menjelekkan putraku, huh? Dia itu keturunan keluarga terhormat, mana mungkin sembarangan bertindak yang berpotensi mencoreng nama baik keluarga.”“Ibu kalau tidak percaya, ikut denganku sekarang. kita buktikan sama-sama kalau wanita yang aku maksud itu ada di sana.” Alice malah merasa senang dengan sikap Lucia sekarang, semakin wanita tua itu marah dan tidak terima, semakin besar potensi Alice memenangkan hati ibu mertuanya.“Tidak untuk hari ini, kamu tidak sadar sudah mengganggu kebahagiaanku? Kamu ngotot minta ketemu di waktu bunga-bungaku bermekaran. Aku pikir ada hal mendesak, ternyata hanya mengajakku menggosip tentang putraku sendiri.” Usai memberi jawaban telak, Lucia melangkah pergi meninggalkan Alice
“Kamu ... Apa yang kamu lakukan di kamarku?” Selena Tan refleks mendorong tubuh Nicole hingga pria itu terjungkal dan jatuh ke lantai lantaran tidak siap dengan serangan mendadak itu. Selena Tan memeriksa dirinya dan merasa bersyukur karena masih berpakaian utuh. Ia mengusap bibirnya dengan kasar, berupaya menghilangkan jejak ciuman sepihak dari pria mesum itu.Nicole berusaha bangkit walaupun harus menanggung rasa nyeri karena insiden tak terduga itu. Ia menggosok pinggangnya yang lebih dulu membentur lantai seraya berdiri dan menatap kesal ke arah wanita tak berperasaan itu. “Ya tentu saja mau berbagi kehangatan denganmu. Kamu tidak begitu pulas, membuatku merasa terpanggil untuk mendekapmu. Tapi lihat apa yang kamu lakukan! Aku rasa pinggangku perlu di ronsen sekarang, Kamu mungkin sudah membuatku patah tulang.”Selena Tan mengendus kesal, bukannya merasa prihatin namun ia malah semakin jengkel kepada pria yang see
Sekuat tenaga yang ia miliki, Selena Tan mendorong tubuh Nicole Saputra menjauh darinya. Lagi-lagi ia kecolongan sehingga memberi peluang besar bagi pria mesum itu untuk mengambil kesempatan darinya. Bibir Selena Tan terasa basah, pria itu tidak sekedar mengecupnya namun memagut bibirnya. Selena Tan mengusap kasar bibirnya, merasa sangat risih karena seluruh tubuhnya sudah ditandai oleh pria itu. “Kamu nggak pernah diajarin sopan santun menghargai wanita, huh? Kamu pikir aku ini mainan yang bisa kamu permainkan seenaknya?”Nicole Saputra ikut mengelap bibirnya, namun yang ia lakukan begitu lembut, berbeda dengan cara Selena Tan yang berpotensi membuat bibir sariawan. Ia tersenyum lebar kepada wanita cantik itu kemudian berseru, “Kamu sendiri yang punya pikiran seburuk itu tentang aku. Padahal yang aku lakukan ini masih dalam taraf wajar. Apa salahnya meminta jatah kepada istri sendiri?” Goda Nicole Saputra yang begitu girang, meski ia tah
“Lho? Bukankah itu nona Selena? Kenapa dia berlari keluar selarut ini?” Pak Fei merasa ada yang tidak beres dengan wanita yang sudah ditandai tuannya itu sehingga ia memutuskan membuntuti wanita itu hingga sampai di gerbang rumah. “Jangan bukakan gerbang, nona itu tidak boleh sampai kabur.”Teriakan pak Fei sontak mengejutkan Selena Tan yang sudah bersemangat meraih kebebasannya. Di luar perhitungan pengawal tua itu muncul memperlambat proses kaburnya. Mau tidak mau ia harus menghadapi tangan kanan bos Saputra itu. “Aku tidak kabur, tapi sudah diijinkan pergi oleh tuanmu. Kalau tidak percaya, tanya saja padanya.”Satu alis pak Fei terangkat, merasa aneh saja jika benar yang dikatakan oleh wanita itu. Ia bahkan secara tidak langsung menuruti permintaan Selena Tan dengan meraih ponselnya dan menghubungi tuan mudanya.“Tuan, maaf mengganggu anda. Saya menemukan nona Selena di depan gerbang, apa benar anda....” Belum s
“Hei, malah melamun sih? Itu suamimu telpon tuh. Kenapa nggak direspon? Apa aku saja yang wakilin terima panggilannya?” Belum juga mendapatkan persetujuan dari Selena Tan, Weni sudah lebih agresif menyerobot ponsel yang berdering itu dari tangan pemiliknya. Ketika satu-satunya benda berharga yang Selena Tan miliki itu berpindah, barulah ia terkesiap dan refleks berusaha merebut kembali sebelum Weni bertindak nekat.“Hoi, jangan sembarangan! Balikin ponselku! Selena Tan berusaha menggapai ponselnya namun Weni lebih gesit menghindar bahkan rela berdiri demi kenyamanannya menguasai alat komunikasi itu. Ia tidak menghiraukan kepanikan Selena Tan, apalagi menuruti permintaan sahabatnya itu untuk mengembalikan ponsel itu. Yang ada ia sudah menekan tombol hijau dan menerima panggilan itu dengan antusias.“Halo, ini siapa?” Tanya Weni yang bersemangat ingin mendengar suara dari seberang.“Seharusnya aku yang bertanya, ini siapa? Menga
“Pe-peras dia?” Selena Tan menelan salivanya saking gugup, ia bahkan terbata-bata lantaran merasa ide yang dilontarkan Weni terlalu ekstrim. Berbanding terbalik dengan dirinya, Weni justru mengangguk bahkan tersenyum lebar saking yakin dengan ide terbaik itu.“Yup! Tidakkah kamu merasa sedang dihampiri dewi keberuntungan? Tiba-tiba bisa mengenal seorang pengusaha tersukses di negara ini, oh dia bahkan mengklaim kamu sebagai istrinya. Tahukah kamu bahwa itu adalah mimpi dari sekian banyak wanita di muka bumi ini? Terutama kaum jelata seperti kita, yang waktu tidurnya selalu kurang dan bekerja mati-matian demi sesuap nasi. Kamu mendadak dicintai sebuta itu oleh pria kaya raya, malah sok jual malah menolaknya. Harusnya kamu tuh lebih cerdas, gunakan kesempatan langka ini untuk memperkaya diri.” Jelas Weni yang tampak begitu menggebu, ambisinya membuat wajahnya berbinar girang. Ia tak pernah seantusias seperti saat ini dan berharap Selena Tan dapat satu fr
Weni lebih dulu mendapatkan kesadarannya setelah merasakan tidur yang sangat berkualitas padahal hanya beberapa jam saja ia mengistirahatkan dirinya. Semua itu berkat impiannya menjadi orang kaya secara instan yang sebentar lagi akan terwujud lewat sahabatnya, Selena Tan. Membayangkan hidup dengan jumlah uang yang fantastis itu saja sudah membuat senyum lebarnya terpajang, ia sudah tak bersabar hendak memulai hari. Diliriknya Selena Tan yang masih tertidur pulas kemudian meraih ponselnya perlahan demi menghubungi seseorang.“Pesan terkirim. Huft... Tinggal menunggu instruksi selanjutnya.” Ujar Weni bicara sendiri, tidak peduli ada Selena Tan yang tertidur di sebelahnya. Ia yakin wanita itu tidak akan menyadari apapun selagi tidurnya senyenyak itu. Sebuah pesan singkat yang ditunggu akhirnya masuk, sungguh sangat singkat dan jelas membuat semangat Weni berkobar. Ia manggut-manggut memahami perintah menggiurkan itu. “Baiklah, mari beraksi!”