“Aku katakan sekali lagi, segera tinggalkan rumahku ini. Jangan membuat kesabaranku habis dan bersikap kasar kepadamu. Jika itu terjadi, jangan salahkan aku!” Nicole Saputra sungguh memberikan ultimatumnya kepada Alice, namun terasa percuma lantaran wanita itu hanya menanggapinya dengan senyum dingin.
“Kalau aku tidak mau, lantas kamu mau berbuat apa?” Alice malah menantang emosi Nicole Saputra padahal jelas ia tahu bahwa kesabaran pria itu memang ada batasannya. Ia berjalan hendak mempertipis jarak di antara mereka, seseorang yang pernah sangat dekat dengannya namun telah menjauh karena sedikit kesalahan yang diperbuatnya di masa lalu.
Sorot mata Nicole Saputra membuatnya terlihat seperti pria antagonis sekarang. Jarak tubuh Alice yang tak tahu diri itu kian mendekat namun ia enggan menunjukkan sikap mundur. Walau hatinya muak, ia tetap mempertahankan prinsipnya untuk tidak goyah saat berhadapan dengan wanita itu.
Kebiasaan pria egois yang enggan mendengarkan penolakan, tak peduli betapa kerasnya upaya Selena Tan melepaskan diri, ia tetap terjerat oleh keegoisan Nicole Saputra yang terus menekannya. Pria itu menarik tangannya ke dalam sebuah kamar, mengurung Selena Tan di dalam sana dan tidak punya harapan melarikan diri karena pintu yang terkunci. “Berapa kali pun kamu mengiba, aku tetap tidak akan melepaskanmu.” “Apa maumu? Mengintimidasi aku? Apa kamu punya kelainan sehingga merasa bahagia hanya dengan menyiksa orang?” Gerutu Selena Tan yang tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghadapi adu mulut dengan pria menjengkelkan itu. Nicole Saputra menggeleng lemah seraya memamerkan senyum smirk-nya. “Aku masih cukup normal, sangat normal malah. Bisakah kamu menyimpan tenagamu dan pikiranmu untuk tidak berburuk sangka terus? Aku tidak akan menyakitimu, justru sebaliknya, aku ingin membuatmu bahagia. Meskipun sambutan atas kedatanganmu sungguh di luar dugaan, tetapi aku pastik
‘Dia mendekapku terlalu kencang, aku tidak mau terus berada dalam kungkungannya. Lepaskan aku!’ Jeritan suara hati Selena Tan yang sebenarnya tak ikhlas tubuhnya dipeluk erat oleh seorang pria. Sejak kemarin setelah bersetubuh dengan pria itu, ia masih merasa belum bersedia terikat. Sekalipun permohonan Nicole Saputra cukup kuat untuk meluluh lantakkan pertahanan hatinya, namun tetap saja ia bersikeras bertahan pada prinsipnya.Selena Tan menggeleng cepat, sekuat tenaganya melonggarkan tangan yang melingkarinya tanpa ijin itu. “Tuan Saputra, dengarkan ini baik-baik. Aku juga serius dengan keputusanku. Aku menolak tanggung jawabmu, silahkan mencari wanita lain untuk melahirkan keturunanmu.”Nicole Saputra menyeringai begitu mendengar penolakan ke sekian kalinya. Ia tidak peduli jika wanita lain yang melakukannya, toh nyaris tidak ada wanita yang dengan bodohnya menolak pesonanya kecuali wanita yang satu ini. “Oh, meskipun nantinya kamu hami
Nicole Saputra melangkah ringan menuruni tangga menuju lantai dasar, senyumnya masih mengembang lebar, tak menampik bahwa ia sangat puas dengan hasil debat yang baru berakhir beberapa menit lalu. Jika bukan karena panggilan penting dari kantor yang memintanya segera kembali ke tempat kerja, mungkin ia akan siap meladeni serangan pertanyaan dari Selena Tan. Sayangnya keseruan itu harus terjeda, tetapi Nicole Saputra akan memastikan wanita itu tidak akan bisa lari dari jangkauannya. “Mbok Mina, tolong awasi nyonya dan berikan apa yang sudah aku siapkan.” Ujar Nicole Saputra ketika seorang kepala pelayan menyambutnya dengan anggukan hormat. “Siap, tuan muda. Saya pastikan semuanya beres, tuan muda tenang saja.” Jawab kepala pelayan itu begitu percaya diri dengan tugas barunya. Nicole Saputra manggut-manggut kemudian meneruskan langkahnya menuju pintu utama, namun langkahnya terhenti dan ia membalikkan badan menghadap kepala pelayan itu. “Ah, satu lagi Mbok, dia
“Anda serius mau mengundurkan jadwal meeting dengan klien penting kita, tuan?” Sekalipun perintah dari Nicole Saputra sudah cukup jelas, tetap saja pak Fei merasa perlu kroscek ulang kepada tuan mudanya. Terdengar agak aneh begitu ia tahu bahwa kembalinya Nicole Saputra ke kantor ternyata bukan untuk membereskan pekerjaan yang tertunda karena urusan pribadi, tetapi malah hendak menambah daftar tunggakan pekerjaan. Ini sungguh di luar dugaannya bahkan pak Fei merasa nyaris tidak mengenali bosnya lagi karena perubahan sifat yang mencolok itu.Si bos yang sedang menjadi sorotan itu malah mengangguk dengan semangat, meyakinkan asistennya bahwa ia mantap dengan keputusan itu. “Ng, ditunda sehari atau beberapa hari tidak akan mempengaruhi hasil kerjasama kita dengan pihak mereka bukan? Kamu bisa beralibi kesibukan atau urusan internal kita yang perlu dibereskan sebelum negosiasi dengan pihak mereka. Aku percayakan semua padamu, pak Fei. Anda sudah piawai dalam men
“Kenapa anda masih diam saja? Apa pertanyaanku itu terlalu sulit untuk dijawab tuan Saputra?” Keberanian Selena Tan menantang bos muda di hadapannya dengan pertanyaan yang sulit dijawab itu justru mengundang tatapan tajam dari si pria yang nama belakangnya diserukan dengan lantang. Selena Tan tidak takut, justru semakin berani menatap tajam pada Nicole Saputra yang masih saja mengunci rapat bibirnya.“Lumrahnya kan dalam keretakan hubungan pasti ada alasan pemicunya. Dan kalau aku lihat tadi, sepertinya sumber masalah itu dari kamu. Dia tampaknya sangat menyukaimu dan tidak mau berpisah. Yang benar saja aku harus menjadi perusak rumah tangga orang secara terang-terangan?” Timpal Selena Tan yang masih terus menyangkal dari persyaratan gila yang diajukan Nicole Saputra. Sikap beraninya itu justru mengundang perhatian bos muda itu untuk mempertipis jarak tubuh di antara mereka. Selena Tan gelagapan, merasa serba salah harus bagaimana merespon sikap pria i
Nyaris saya Mbok Mina tersulut emosi begitu mendengar tuan muda yang ia hormati dihina persis di depan matanya. Jika bukan karena kemampuannya mengatur emosi, mungkin ia sudah keceplosan berkata kasar kepada wanita yang dipanggil nyonya baru itu.“Aku mau pergi, sampaikan pada dia untuk tidak mengusik hidupku lagi.” Selena Tan enggan menyia-nyiakan kesempatan, ia berjalan cepat hendak menghampiri pintu namun langkahnya kalah cepat dengan dua orang pelayan yang sudah menghadang di depan pintu. Mereka dengan kompak menutupi satu-satunya jalan keluar dari ruangan kamar. Selena Tan menghela nafas kasar, meskipun ia enggan meladeni mereka namun jika terus dibiarkan maka ia akan terkungkung di sini serta melewatkan kesempatan untuk kabur.“Maaf nyonya, namun memang seperti inilah aturan di rumah ini. Anda tidak bisa bertindak sesuka hati tanpa seijin tuan muda, termasuk meninggalkan rumah ini. Tuan muda berpesan bahwa anda harus tetap berada di sini sampai
“Nyonya, pelan-pelan saja makannya, masih banyak kok lauknya. Semua ini untuk anda, tenang saja.” Mbok Mina menelan salivanya saat melihat betapa rakusnya Selena Tan makan. Padahal nyonya muda itu yang makan dengan lahap namun malah ia yang merasa nyaris tersedak. Pelayan tua itu menggaruk tenggorokannya yang terasa kering dan takut tersedak padahal yang makan bukanlah dirinya.Mendengar sindiran halus itu barulah membuat Selena Tan memperbaiki cara makannya menjadi lebih feminim. Untung saja ia masih punya urat malu sehingga cukup tahu diri ketika disindir, Selena Tan tersenyum canggung seraya mengangguk pelan. Image-nya yang barbar dan sulit ditakhlukkan pun perlahan menjadi wanita yang lebih jinak. Setidaknya Selena Tan tidak perlu beradu urat dengan para pelayan yang tidak ada urusan dengannya. “Hehe, maaf ... Ini terlalu enak, atau mungkin aku yang terlalu lapar.” Ujar Selena Tan tanpa canggung mengakui apa yang ia rasakan sekarang. Kehadiran dua
Lucia menghela nafas kasar, kapasitas hatinya sudah nyaris penuh sesak mendengar keluh kesah menantunya. “Huft, Apa kamu tidak punya kerjaan lain? Kenapa sejak tadi ceritamu hanya berkutat tentang putraku? Kamu tak sadar sedang menjelekkan putraku, huh? Dia itu keturunan keluarga terhormat, mana mungkin sembarangan bertindak yang berpotensi mencoreng nama baik keluarga.”“Ibu kalau tidak percaya, ikut denganku sekarang. kita buktikan sama-sama kalau wanita yang aku maksud itu ada di sana.” Alice malah merasa senang dengan sikap Lucia sekarang, semakin wanita tua itu marah dan tidak terima, semakin besar potensi Alice memenangkan hati ibu mertuanya.“Tidak untuk hari ini, kamu tidak sadar sudah mengganggu kebahagiaanku? Kamu ngotot minta ketemu di waktu bunga-bungaku bermekaran. Aku pikir ada hal mendesak, ternyata hanya mengajakku menggosip tentang putraku sendiri.” Usai memberi jawaban telak, Lucia melangkah pergi meninggalkan Alice