Pesta kali ini diadakan di halaman samping perusahaan yang terbentang luas dengan di kelilingi taman di kanan kirinya, biasanya area ini memang digunakan untuk tempat bersantai para karyawan baik untuk duduk-duduk saja atau bermain sepeda mengelilingi taman.
Bekerja dengan tekanan dan konsentrasi yang tinggi membuat perusahaan harus mampu memberikan sedikit hiburan dan rasa nyaman pada karyawannya agar tidak terlalu stress, dan hal ini sepertinya diterapkan betul oleh perusahaan yang di pimpin oleh Angga.Wicaksana Tech. begitulah tulisan yang terpampang besar di depan pintu masuk.“Besar sekali perusahaan Mas Angga,” kata Keira yan takjub untuk pertama kalinya dia dbawa kemari.Angga yang mendengar komentar istri mudanya hanya menoleh sekilas tanpa mengatakan apapun. “Tolong bantu Non Keira duduk di kursi rodanya lagi, Pak,” kata Angga saat mobil sudah berhenti dan Pak Joko bersiap turun untuk membukakan pintu untuk tuannya itu.“BDina masih di sana berdiri diam terlindung di bawah bayang-bayang kelam sebuah tiang. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada wanita yang berstatus sebagai istri muda suaminya itu. Dinginnya angin malam membuat tubuh Dina sedikit menggigil kedinginan, gaun yang dia gunakan memang bukan jenis gaun yang terbuka tapi tetap saja, bahan sutra yang tidak terlalu tebal itu tak mampu melindunginya dari udara malam. “Aku heran bagaimana seorang Bos perusahaan besar seperti ini mau menikah dengan wanita cacat sepertimu!” hardik suara itu. Dina merasa suara itu begitu familiar tapi dia lupa suara siapa yang di dengarnya, apalagi sekarang dia sedang dalam posisi bersembunyi yang tidak bisa melihat jelas orang itu. “A…apa maumu?” tanya Keira dengan suara gemetar. “Mauku kamu menjauh dari kehidupan Mas Angga, jangan terbiasa jadi benalu. Aku tahu kamu memang sengaja mendekatinya setelah gagal mendapatkan anak Rudi Hartono.” Dengan kasar suara itu kembali menghardik. Mas Angga? Siapa wanita it
“Terima kasih, Pak, rupanya Anda punya banyak sekali waktu untuk membaca gosip yang tidak bermutu,” balas Angga tenang. “Kadang dari gosip yang tidak bermutu kita bisa tahu kebenaran yang disembunyikan.” Ternyata laki-laki itu benar-benar tak tahu malu meski Angga sudah menyindir dengan telak tapi tak mengubah keputusan laki-laki itu untuk duduk di hadapan Dina. “Pantas saja perusahaan yang anda pimpin tidak begitu pesat perkembangannya, anda lebih sering mengorek-orek sampah.” Sepertinya laki-laki itu terpancing emosi oleh omongan Angga, mutanya terlihat merah padam dan tangannya mengepal dengan erat. “Siapa Bapak ini, Mas?” tanya Dina lembut pada suaminya. Dia memang belum mengenal laki-laki bermulut ember ini. Dina memperhatikan dengan seksama laki-laki di depannya, usianya mungkin lebih tua tiga atau empat tahun darinya, saat pertama melihat laki-laki ini yang terbersit dipikirannya adalah Playboy dan seenaknya. Laki-laki itu menatap Dina tajam, tapi sebentar kemudian seny
Makin malam pesta itu makin berlangsung meriah, petugas catering sampai kewalahan mengisi bahan makanan yang telah habis, malam ini semua orang sepertinya kompak untuk gendut dan makan banyak. Acara hiburan oleh salah satu penyanyi papan atas di ibu kota juga tak ketinggalan menampilkan performanya, brosur-brosur dan demo tentang produk yang dihasilkan juga tak ketinggalan meramaikan acara. Anak-anak sudah mulai rewel karena jam tidur mereka sudah terlewat. Tapi Angga masih terlihat sibuk dengan beberapa kolega. “Mama bawa Ara pulang ke rumah saja, nanti kamu jemput di sana, Aksa dan Arsyi biar ikut oma opanya.” Mama mertuanya mendekati Dina dan memberikan ide itu. sebagai istri dari mendiang pimpinan perusahaan ini Nyonya Wicaksana senior juga tak kalah sibuk, menyapa beberapa orang yang dikenalnya. “Tapi teman-teman Mama?” Dina menatap kumpulan orang-orang yang tadi berbicara dengan mama mertuanya. “Mereka juga akan pulang, sudah capek katanya, biarkan yang muda-muda
Dina cukup terkejut dengan kebiasaan yang dia lakukan dan diketahui oleh Rudi Hartono dengan baik. Dina memang memperhatikan semua kebutuhan Keira selama tinggal di rumah sang mertua mulai dari makanan, perawatan ke dokter sampai senam hamil yang harus wanita ikuti. Bukan untuk Keira dia melakukan semua ini tapi untuk bayi yang ada dalam kandungan wanita itu dan tentu saja untuk menjauhkannya dari Angga. Dina tak akan memberi kesempatan pada Keira untuk bermanja-manja lagi pada suaminya dan berakibat yang tidak dia inginkan, bagaimanapun Keira itu wanita yang cantik dan suaminya tentu akan sulit menolak pesona wanita itu dia memang mereka sering bersama. “Anda sangat teliti dalam menggali suatu hal,” komentar Dina. “Dari ketelitian itu yang membawa saya berhasil seperti sekarang, anak tukang pecel keliling yang mampu membangun hotel mewah,” katanya dengan bangga. “Saya percaya, saya pernah mendengar kisah anda dan luar biasa menyentuh,” kata Dina. “Bukan itu inti yang aku bica
Wanita muda menggigit bibirnya, berjalan mondar mandir di depan pintu ruangan yang tertutup rapat itu, sejenak dia ingin masuk dan mengetuk pintu, tapi di waktu yang sama dia juga mengurungkan niatnya itu. “Masuk nggak, ya? Tapi kalau aku nggak masuk Mbak Dina bakalan ketinggalan berita penting, kalai aku masuk apa dia tidak sibuk?” wanita itu bermonolog sendiri. “Ngapain kamu mondar mandir dari tadi, Yan, kalau mau bicara sama aku masuk saja.” Dina membuka pintu ruangannya dan menegur salah satu staff yang bekerja bersamanya ini. “Eh, Mbak Dina, Mbak kayaknya sibuk banget, ya, makanya aku ragu untuk masuk,” jawabnya cengengesan. Yana ini tipikal wanita seperti Siska yang suka sekali bergosip dan mungkin akan bisulan kalau tidak mendapat update gosip terbaru di sekitarnya. “Nggak terlalu, masuk aja kalau kamu mau ngomong.” Dina kembali masuk ke dalam ruangannya dengan daun pintu yang dia biarkan terbuka supaya Yana dapat masuk. “Tutup lagi pintunya, yan.” “Iya, Mbak.” “Jadi
"Bukankah kamu ingin aku membuat profil orang yang bisa dipercaya dan tidak di sini? Bagaimana kalau wanita itu salah satu yang tidak bisa dipercaya apa kamu terima?” Dina memandang suaminya dengan garang. Bibirnya terkatup rapat, ada rasa khawatir yang terselip di hatinya saat mengajukan pertanyaan itu, apa hatinya siap jika Angga mengatakan kalau Vanya begitu penting untuknya. "Aku akan menjaga jarak darinya jika itu yang kamu inginkan." "Bukan keinginanku tapi itu pendapatku baik secara personal maupun profesional, aku sendiri heran bagaimana kamu yang biasanya pintar memilih lawan dan kawan bisa terjebak dengan wanita seperti itu." "Bisakah kita tinggalkan masa lalu, dan berjalan di masa sekarang?" "Tanyakan pada hatimu, Mas, apa bisa meninggalkan masa lalu di belakang dan benar-benar melupakannya?" Angga terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Dina, tapi sepertinya sang istri memang tidak butuh jawaban. "Untuk apa aku dipanggil kemari? Atau hanya ingin memperlihatkan kede
Persoalan uang memang bisa menjadi malapeka yang tidak berkesudahan, jangankan yang berjumlah trilyunan seperti aset yang dimiliki keluarga Wicaksana yang berjumlah ratusan bahkan puluhan ribu saja bisa mengancam nyawa. Dina menyadari betul konsekuensi hal ini. Dina bahkan harus merelakan telinganya mendapat omelan Angga, meski itu dilakukan melalui telepon karena tak ingin menarik perhatian. “Aku baik-baik saja, Mas, aku bisa jaga diri dengan baik lagi pula ini lingkungan kantor, meski di tempat sepi pasti tidak akan ada yang berani macam-macam.” “Jangan menyepelekan mereka, ini memang kantor tapi bukan berarti tidak memiliki cara untuk mencelakakanmu. Aku akan mengusahakan seseorang untuk selalu ada di dekatmu.” “Baiklah terserah kamu saja.” Dina meletakkan ponselnya dan memandang Bara tajam, sedangkan laki-laki yang dipandang bersiul ringan dan tak peduli dengan wanita yang terlihat berang di depannya. “Itu pasti kamu kan yang melaporkan pada Mas Angga,” tuduhnya langsung
Dina melangkah cepat ke arah meja kerjanya memeriksa file-file yang ada di sana. "Berapa lama dia di sini?" tanya Dina pada Yana yang masih berdiri di samping pintu. "Mungkin sepuluh menit," jawab Yana sambil memperhatikan jam tangannya. "Saat dia keluar apa membawa sesuatu?" Dina menoleh pada gadis di belakangnya yang tak segera menjawab pertanyaan. "Aku kurang tahu, Mbak, tapi jaman sekarang meski tidak diambil langsung bisa difoto dengan kamera ponsel," gumam Yana seolah bicara pada dirinya sendiri. Dina langsung menghentikan gerakannya mendengar gumaman Yana, benar sekarang ada benda keren bernama ponsel yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Dia terduduk dengan lemas di kursinya. "Apa dia tadi juga mengutak-atik komputerku?" tanya Dina lagi. "Nggak tahu, Mbak, nggak kelihatan juga dari luar." Dina menggerakkan kursornya mencoba mencari tanda-tanda apa ada kerusakan, tapi tetap saja dia bukan seorang teknisi dan Om Darma yang sudah lama malang melintang di dunia