Seperti yang dikatakan Kelvin, Riana tidak perlu bersusah payah lagi dalam hidupnya. Termasuk mempersiapkan pernikahan yang begitu cepat.
Meski Riana tak bisa memilih apa yang ingin ia kenakan di hari pernikahannya atau menentukan hal lainnya yang berkaitan dengan pernikahan, ia tetap bahagia karena hari ini semuanya terlihat benar-benar mengubah hidupnya.Hidup yang terasa seperti terlahir kembali meski dengan banyak air mata dan rasa sakit yang harus ia lalui lebih dulu.Malam-malam sendirian yang menikam dalam kesulitan tak akan lagi Riana rasakan karena kini ada Kelvin yang akan menemani hari-harinya.Meski tidak ada keluarga yang mendampingi, bahkan orang-orang dari panti asuhan yang dulu merawatnya sekalipun, Riana berharap ada kehadiran seseorang yang bisa meneminya di hari ini.Namun Riana merasa sungkan untuk minta izin pada Kelvin tentang harapannya di hari pernikahan mereka ini.“Cantik.” Batin Kelvin.Riana yang menyadari kehadiran Kelvin langsung menoleh.“Apa aku terlalu berlebihan?”Kelvin menggeleng dan Riana kembali menatap pria yang berdiri di belakangnya itu melalui cermin yang sedang mereka tatap bersama.“Ada sesuatu yang ingin kamu katakan?” Kelvin seolah bisa membaca kecemasan di raut wajah Riana.“Apa aku boleh mengundang temanku?”“Siapa?”“Teman kerjaku.”Kelvin menatap Riana begitu dalam. Dan ditatap seperti itu Riana sadar diri, Kelvin mungkin belum siap mengumumkan pernikahan mereka kepada banyak orang.Bahkan Riana tidak tahu di mana keberadaan orangtua Kelvin. Ia hanya tahu kalau Kelvin tinggal dengan kakeknya sejak kecil.“Nanti kita undang saat resepsi.”“Resepsi?”Sekali lagi Kelvin mengangguk sambil mengusap puncak kepala Riana dan menatapnya begitu dalam.“Aku tunggu di depan,” bisik Kelvin lalu sedikit mencium pipi Riana.Perias pun menyelesaikan rangkaian riasannya agar Riana segera bisa melangsungkan pernikahannya.Dan ketika semua sudah siap, Kelvin dan Riana pun mulai mengucapkan janji pernikahan yang dihadiri beberapa orang saja termasuk David sebagai saksi.Tak lama setelah acara berlangsung, mereka mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan pernikahan keduanya.Hingga satu persatu tamu yang datang pergi, Kelvin mengajak Riana masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah dirias sedemikian rupa.Tentu saja, malam yang akan mereka lalui sebagai pengantin harus menjadi malam yang spesial meski bukan yang pertama untuk keduanya.Riana pun bersiap, mengenakan pakaian terbaik yang dirasa dapat membuat Kelvin senang dan bahagia.Bahkan bukan saja membuat Kelvin senang, pria yang tak sabar menunggu istrinya keluar kamar mandi itu pun langsung menghampiri dan menggendong Riana ala bridal.Riana memekik namun terkikik kecil dan bahagia dengan perlakuan Kelvin yang memuja.“Sudah mandi?”“Memangnya aku bau?” katanya sambil menidurkan Riana lalu mengukungnya dari atas.“Tidak. Kamu wangi. Dan aku…”Riana mengedip-ngedip lucu. Kalimatnya terputus karena Kelvin mencium bibirnya lebih dulu.“Mas.”“Hmm?”Sudah menjadi suami istri, Riana merasa tidak boleh memanggil suaminya tersebut hanya dengan panggilan nama saja. Dan Kelvin nampak tak keberatan.“Anak laki-laki atau perempuan?”“Dua-duanya.”“Dua?” Kelvin mengangguk. “Kenapa?”“Supaya yang satu bisa menjadi teman ibunya dan satu lagi melindungi kalian berdua.”Entah kenapa Riana merasa aneh mendengar ucapan Kelvin tersebut. Seolah-olah Kelvin akan pergi jauh meninggalkannya.“Memangnya Mas mau ke mana?”“Aku tidak ke mana-mana. Memangnya kamu pikir aku akan pergi ke mana?” jawab Kelvin sambil melepskan tali kimono yang menutupi gaun malam seksi yang dikenakan Riana.Begity tubuh indah yang selalu membuat Kelvin kecanduan terlihat, pria itu langsung merunduk. Membaui aroma manis yang membuatnya begitu candu.“Kenapa bicaranya seperti tadi? Memangnya Mas tidak akan melindungiku dan anak-anak kita nanti?”Kelvin tersenyum manis sambil mengubah posisi menaiki tubuh Riana. Membuat wajah Riana seketika merona merah.Meski bukan yang pertama bagi keduanya, namun momen di malam ini tetap saja terasa spesial terutama bagia Riana.Maka, tanpa menunggu malam yang semakin larut, Kelvin mulai merunduk kembali. Mengecup satu persatu bagian wajah Riana sebelum membaui setiap inci kulit sang istri yang selalu membuatnya terpesona.Riana mendesah dibawah kurungan hasrat dan gairah sang suami yang memanas, membuat sekujur tubuhnya ikut memanas dan perlahan menggelinjang ketika Kelvin berhasil menurunkan pakainya dan menyentuh setiap jengkal kulit tubuh Riana yang halus hingga ke bawah.“Mas.”Tak ada jawaban. Kelvin membiarkan Riana menjambak rambutnya sementara ia sibuk membuai kenikmatan untuk sang istri di bawah sana.Sesekali kepalanya menengadah ke atas untuk memastikan bahwa Riana merasa nyaman dengan apa yang sedang ia lakukan.Dan tatapan keduanya yang bertemu tak sengaja membuat Riana buru-buru memalingkan wajah. Ia hanya bisa menggigit jari sambil meremas bantal dan memalingkan wajahnya ke samping.Nyatanya Riana masih saja malu mengakui bahwa ia begitu menikmati semua perlakuan Kelvin di atas tubuhnya. Dan hal itu membuat Kelvin merasa bangga. Terbukti dari desah Riana yang begitu merdu terdengar di telinganya.Kelvin pun semakin tak sabar mendatangi dan mensejajarkan dirinya kembali dengan Riana. Sayangnya, momen yang akan kembali menyatukan keduanya seketika harus terhenti ketika sebuah ketukan tak sabar terdengar di pintu kamar mereka.Kelvin menahan geram. Terlihat dari rahangnya yang mengetat. Namun ia sepertinya sudah tahu siapa yang mengetuk pintu kamarnya tersebut.“Tunggu di sini. Jangan keluar jika aku tidak memintamu.”Riana mengangguk patuh sambil menerima kecupan di keningnya.Kelvin keluar kamar dengan mengenakan celana panjang dan kimono yang semula ia kenakan. Ia lantas membuka pintu namun tak membiarkan Riana melihat siapa yang sudah mengganggu malam pertama mereka sebagai pasangan suami istri tersebut.Sayangnya hingga lima belas menit berlalu, Kelvin yang tak kunjung kembali membuat Riana penasaran.Perempuan itu lantas membuka lemari seraya mencari pakaian yang lebih baik untuk ia kenakan keluar kamar.Sayangnya, ketika Riana baru saja keluar kamar dua penjaga yang ditugaskan langsung menghadang.“Tuan berpesan agar Nyonya menunggu di kamar,” ucap salah satunya.Riana kaget. Namun ia berusaha tenang dan memberikan alasan yang tepat agar diizinkan pergi.Sayangnya, alasan apapun yang Riana berikan tak membuat kedua penjaga tersebut bergeming dan mengizinkannya pergi.“Saya hanya–“Prakkk…Tiba-tiba saja suara benda pecah dan teriakan seorang wanita membuat Riana terkejut. Bergegas kedua penjaga tersebut memaksa Riana masuk dan menguncinya dari luar.“Buka pintunya! Kenapa kalian mengurungku?” teriak Riana tak digubris.Riana pun terus berteriak sambil menarik gagang pintu. Berharap kedua penjaga tadi membukanya. Sebab dari dalam kamarnya sana ia tak bisa mendengar jelas suara wanita yang sebelumnya terdengar berteriak marah.“Ada apa ini?”Riana jelas butuh penjelasan. Namun hingga malam beranjak pagi, Kelvin yang tak kunjung kembali membuat Riana lelah hingga akhirnya tertidur.Bahkan hingga pagi hari Riana akhirnya bisa keluar kamar, tak nampak batang hidung dari suami barunya tersebut.Riana jelas sadar kalau ada yang tidak beres. Ia lantas mencari-cari jejak keributan semalam. Sayangnya semua itu sudah dibersihkan sebelum Riana bisa melihatnya.Ia tampak sungkan untuk bertanya. Dan kepala pelayan yang melihat hal itu bisa merasakan kebingungan Riana.“Tuan ada urusan mendadak, Nyonya. Beliau titip pesan agar Nyonya tidak menghubungi dan menunggunya saja di rumah.”Meski ragu Riana akhinya memberanikan diri untuk bertanya.“Semalam kenapa saya dengar ada yang berteriak serta melempar benda yang pecah?”Tidak ada yang berani menjelaskan. Kedua penjaga yang berjaga di depan kamar Riana tadi malam tak bergeming. Begitu pula dengan kepala asisten rumah tangga yang bersikap sama. Membuat Riana hanya bisa diam sambil menikmati sarapan yang tak menggugah seleranya."Aku akan segera pulang. Tunggu sebentar lagi." Hanya itu yang diucapkan Kelvin beberapa hari lalu dalam sambungan telepon rumah. Tapi sudah berhari-hari setelahnya, pria itu masih tak kunjung menunjukkan keberadaannya. Riana mulai jenuh dan kesepian. Tidak banyak hal yang bisa ia lakukan selain tiduran, makan atau menonton tv. Sesekali ia membaca buku di ruang kerja Kelvin setelah diizinkn sebelumnya. Kadang di pagi atau sore hari Riana berjalan-jalan di sekitar villa yang sangat luas tersebut.Beberapa area villa ditumbuhi dengan berbagai jenis bunga. Ada juga kebun sayur serta buah-buahan yang dikelola oleh pekerja khusus karena memang sengaja ditanam untuk dikonsumsi. Seperti pagi menjelang siang ini, Riana mengamati para pekerja yang sedang mengganti tanah dan pupuk di dalam pot-pot besar lalu memetik beberapa jenis buah. Ada buah strowberry putih yang bentuknya besar. Riana kira buah tersebut belum matang karena warnanya yang masih putih. "Kenapa belum matang sudah dipetik?
Riana kembali ke kamar usai tamu yang menemuinya pulang. Padahal ia hanya diminta untuk memilih pakaian-pakaian yang sudah disediakan namun entah kenapa rasanya melelahkan sekali. Membuat Riana seketika langsung tertidur nyenyak usai makan siang hingga sore hari. Ia sempat bermimpi jika Kelvin pulang ke rumah mereka. Namun Riana yang bangun harus menelan rasa kecewa karena semua ternyata hanya mimpi di siang bolong. "Padahal aku merasa Mas Kelvin ada di sini," gumanya lantas menatap foto pernikahan yang dipajang di dinding di belakang tv besar di kamar mereka. Dua hari yang lalu beberapa orang mengantar foto tersebut ke rumah. Dan Riana langsung meminta untuk di pasang menghadap tempat tidur. Agar setiap ia bangun ia bisa melihat wajah Kelvin yang sudah seminggu ini sangat ia rindukan. "Kamu pergi ke mana sebenarnya, Mas?" lirih Riana lalu menghembuskan napas begitu berat. Rindu yang menggelegak dengan segudang pertanyaan di kepalanya seolah membuat Riana kesulitan bernapas. Di t
Riana terbangun dengan rasa pegal dan lelah yang mendera tubuhnya. Sudah lelah dan pegal, sulit pula ia bergerak karena Kelvin memeluknya seperti memeluk guling. Namun senyum bahagia tersungging di wajah Riana begitu melihat wajah pria yang ia rindukan akhirnya bisa ia tatap saat bangun tidur. "Mas, bangun!" Kelvin hanya bergumam tanpa sedikitpun mengulurkan pelukan. Pria itu malah semakin erat memeluk Riana yang merasa semakin kesulitan bergerak. "Mas bangun! Aku lapar," rajuknya membuat Kelvin akhirnya membuka mata. "Lapar?" Riana mengangguk. Kelvin lantas mengulur pelukan, membiarkan Riana bangun dan mandi. Ia sendiri pergi ke luar dan mengecek apakah sarapan sudah tersedia. Setelahnya Kelvin ke ruang kerja dan membuka laptop. Mengecek pekerjaan dari beberapa email yang masuk hingga Riana yang sudah selesai mandi mengetuk ruangannya. "Mas, aku boleh masuk?" "Masuklah!" Riana tersenyum sambil menghampiri meja Kelvin. "Ada apa?" "Sarapan sudah siap. Mas mau sarapan sekaran
Kepala pelayan datang bersama pengawal yang hendak menjemput Riana. Ia pun mengikuti setiap arahan yang diberikan anak buah Kelvin padanya. Kelvin memang mengatakan kalau mereka akan menginap di resort, di sebuah private island yang tak pernah Riana bayangkan sebelumnya. "Indah sekali pantainya," ujar Riana begitu turun dari yact dan kakinya menyentuh air pantai. "Mari, Nyonya." Riana lantas naik ke dalam mobil dengan wajah bersinar penuh kebahagian. Senyumnya semakin merekah ketika akhirnya ia tiba di sebuah resort yang berada di perbukitan pulau tersebut. Petugas resort menyambut dan memberikan welcome drink sebelum mengantar Riana dan orang-orang Kelvin menuju villa yang sudah dipesan. "Kamar bibi di mana?" "Tidak jauh dari villa ini, Nyonya." Riana mengangguk paham. "Jika nyonya memerlukan sesuatu, hubungi saja nomor saya," ujar kepala pelayan rumah Kelvin. Ada kolam renang di area belakang villa yang terhubung ke kamarnya. Membuat Riana memilih untuk berenang seraya menye
Riana terbangun. Tangan yang terluka akibat bisa ular yang menggigitnya masih terasa perih namun sudah lebih baik.Ia lantas meraih ponsel di atas nakas lalu mengamati ruang rawatnya. Tidak ada siapa-siapa di dalam kamarnya. Bahkan kepala pelayan yang biasanya menemani pun entah di mana keberadaannya. Riana pun melanjutkan tidur.Tak lama Kelvin masuk ke dalam kamar dan menghampiri Riana. Dilihatnya lamat-lamat wajah perempuan yang sudah ia nikahi beberapa minggu ini dengan tatapan yang tak terjemahkan.Ia lantas membetulkan selimut Riana sebelum berpindah ke sofa bed dan menanggalkan jasnya sembarang. Kelvin pun memejamkan mata.Namun pagi ketika Riana bangun, Kelvin sudah rapih dengan pakaian casualnya. Mereka saling tatap tanpa kata untuk beberapa jenak hingga perawat masuk untuk memeriksa kondisi Riana dan mengganti infusnya."Kapan datang?""Saat kamu masih tidur," jawab Kelvin ditanggapi gumamam oleh Riana. "Bagaimana keadaanmu?""Aku baik-baik saja."Ada aura dingin di antara o
Setelah hari itu, hubungan Riana dan Kelvin membaik. Meski Kelvin masih saja sering pergi tanpa mengatakan tujuan atau urusannya, namun Riana mencoba memahami kesibukan pria itu karena Kelvin selalu pulang ke rumah setiap hari. Kalaupun Kelvin tidak pulang, pria itu akan mengabarinya. Membuat Riana tak cemas dan galau karena menunggu kepulangannya. Ada banyak pertanyaan yang ingin Riana tanyakan sebenarnya. Pasalnya meski sudah menikah hampir satu bulan lamanya, Riana masih merasa banyak yang tak ia ketahui tentang Kelvin. Terutama tentang keluarganya, tentang kenapa keluarganya belum mengetahui pernikahan mereka. Bahkan Riana berpikir kalau ia hanya dijadikan simpanan oleh Kelvin. Tapi mereka jelas-jelas menikah secara resmi dan dicatat oleh negara. Riana bahkan memegang buku dan akte nikah mereka. Dan ia sudah memastikan kalau dokumen tersebut asli, yang mana artinya Kelvin belum pernah menikah dengan wanita manapun. Riana mendesah pelan. Ia berganti pakaian lantas memilih perg
"Bawa mereka ke hadapanku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Kelvin mematikan telepon lalu pergi mengemudikan mobilnya seorang diri hingga tiba di sebuah rumah dengan gerbang yang tinggi. Kelvin lantas memarkirkan mobil tepat di depan rumah yang berada di dalam gerbang tersebut. Beberapa orang pria berbadan tinggi tegap tengah berdiri menunggu kedatangannya. Kelvin lalu duduk di sebuah kursi yang sudah di sediakan. Empat ekor anjing terlihat sedang menyerang dua orang wanita dan satu orang pria. Ketiganya adalah pelaku yang sudah mencopet dompet dan ponsel serta pengunjung toko pakaian yang sudah mempermalukan Riana tadi saing. Kelvin lalu duduk di kursi yang sudah disediakan, mengambil rokok yang diberikan orang-orangnya lalu menyesap beberapa kali sambil memperhatikan ketiga orang yang sedang menjerit-jerit minta tolong. "Mereka belum mau mengaku?" "Belum, Bos. Sepertinya mereka dibayar cukup mahal untuk tutup mulut," ucap pria yang berdiri dekat di samping Kelvin. "Bawa mereka k
Kelvin membaca berita keesokan paginya. Namun tak ditemukan berita yang menghebohkan sama sekali tentang mayat pencopet yang dihabisi orang-orangnya semalam."Oh, ya, Mas." Kelvin menghentikan kegiatannya, menatap Riana yang bicara padanya sambil mengoleskan selai pada roti. "Aku dapat pesan kalau gaun yang dijahit sudah selesai.""Kapan diantar?""Aku mengatakan akan mengambilnya sendiri." Riana meletakan roti yang sudah diolesi selai di atas piring dan meletakkannya ke hadapan Kelvin. "Boleh aku pergi ke sana?""Kenapa tidak minta diantar?" Satu suapan masuk ke mulutnya."Biar sekalian dibetulkan kalau longgar atau kesempitan."Kelvin mengangguk. "Jangan pergi tanpa pengawal.""Iya, Mas." Riana patuh. "Mas pulang kantor jam berapa nanti?""Seperti Biasa."Mereka sarapan bersama lalu Riana mengantar Kelvin sampai naik ke mobilnya.Sepeninggalan Kelvin, Riana menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi ke butik.Sampai di butik yang baru saja buka, Riana langsung dipersilakan
Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan
Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana
Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian
"Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua
Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas
Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta
Gabriella memilih pulang ke rumah Riana. Ia menolak dibawa ke rumah sakit karena memiliki pengalaman buruk yang berkaitan dengan rumah sakit. Riana pun langsung mengobati luka-luka di tubuh Gabriella."Kenapa bisa jatuh?"Bukannya menjelaskan Gabriella malah membuka ponsel dan menunjukkan foto yang ia dapatkan setelah kecelakaan yang menimpanya.Riana melotot, "Dari mana kamu dapat foto ini?"Barulah Gabriella pun menjelaskan kronologis kecelakaan yang dialaminya hingga bagaiaman ia bisa mendapatkan foto tersebut."Ini foto mama dan aku sebelum mama meninggal."Gabriella tak kalah kaget. "Hah? Kamu serius?" Riana mengangguk. "Kok bisa? Jangan-jangan, yang tadi itu benar papa kamu Riana.""Papa?""Iya, dia terus memanggil nama kamu dan mengatakan kalau kamu itu anaknya.""Lalu dibawa ke mana orang itu?""Tadi ada ambulance dinas sosial yang menjemput. Sepertnya dibawa ke sana.""Aku harus ke sana.""Aku antar."Gabriella memanggil bibi kepala pelayan dan pengawal. Namun belum mereka p
Riana terlihat jauh lebih bersemangat setelah mengetahui kalau dirinya hamil. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya sedikit malu. Hasrat bercintanya sering kali tak terbendung ketika melihat Kelvin baru saja pulang kerja.Riana merasa aroma tubuh Kelvin yang bercampur dengan aroma parfum membuat desir dalam darahnya seolah bergejolak.Namun ia ingat perkataan Kelvin setelah mereka pulang dari dokter kandungan untuk pertama kalinya waktu itu."Aku harus bisa menahan diri," gumamnya di dalam kamar.Ia lalu memutuskan mandi sebelum menyiapkan makan malam untuk Kelvin yang akan pulang sedikit terlambat hari ini.Hanya saja Riana tiba-tiba menerima telepon dari seseorang yang mengabarkan kalau Kelvin mengalami kecelakaan.Panik dan hampir saja pergi, untunglah bibi kepala pelayan yang mencegah berhasil meyakinkan Riana.Sayangnya ponsel Kelvin yang mati membuat Riana semakin panik. Bibi kepala pelayan pun menyarankan Riana untuk menghubungi Gabriella atau David. "Iya, Riana?""Gabriell
Kata-kata yang Riana ucapkan berhasil membuat Kelvin mengetatkan rahang. Gabriella mencoba menenangkannya."Bicaranya di rumah saja. Di sini bisa jadi tontonan. Tidak baik untuk Riana juga, Kak."Kelvin mengalah lalu pulanglah mereka bertiga. Kelvin langsung mengajak Riana ke kamar. Tapi perempuan itu menolak.Ia malah menangis kencang seperti anak kecil yang tantrum. Membuat Kelvin jadi pusing."Kak, sabar. Riana sedang terpengaruh hormon kehamilan."Gabriella menceritakan apa yang terjadi sebelum Riana pingsan. Tentang tingkah juga sikap Riana yang aneh sehingga mengerucutkan kesimpulan kalau Riana memang sedang terpengaruh hormon kehamilan."Ini semua gara-gara kamu yang keceplosan."Gabriella mengerucutkan bibir. "Ya, maaf. Aku reflek," belanya."Sekarang bagaimana menjelaskan semua ini pada Riana kalau tingkahnya saja seperti itu.""Lho, kan kamu suaminya, Kak. Ya kamu dong yang harus menenangkannya. Apa perlu aku panggil Kak David untuk membantu?" Dan pelototan Kelvin berhasil