Riana kembali ke kamar usai tamu yang menemuinya pulang. Padahal ia hanya diminta untuk memilih pakaian-pakaian yang sudah disediakan namun entah kenapa rasanya melelahkan sekali. Membuat Riana seketika langsung tertidur nyenyak usai makan siang hingga sore hari.
Ia sempat bermimpi jika Kelvin pulang ke rumah mereka. Namun Riana yang bangun harus menelan rasa kecewa karena semua ternyata hanya mimpi di siang bolong."Padahal aku merasa Mas Kelvin ada di sini," gumanya lantas menatap foto pernikahan yang dipajang di dinding di belakang tv besar di kamar mereka.Dua hari yang lalu beberapa orang mengantar foto tersebut ke rumah. Dan Riana langsung meminta untuk di pasang menghadap tempat tidur. Agar setiap ia bangun ia bisa melihat wajah Kelvin yang sudah seminggu ini sangat ia rindukan."Kamu pergi ke mana sebenarnya, Mas?" lirih Riana lalu menghembuskan napas begitu berat.Rindu yang menggelegak dengan segudang pertanyaan di kepalanya seolah membuat Riana kesulitan bernapas.Di tengah lamunannya, suara pintu yang dibuka tiba-tiba membuat Riana langsung menoleh. Muncul lah Kelvin yang selama ini ia cari di sana."Mas, itu kamu?" tanyanya seolah tak percaya."Aku di sini, Riana," ucap Kelvin dengan posisi masih berdiri di ambang pintu.Riana mengucek kedua matanya berulang kali. Seraya meyakinkan kalau yang dilihatnya bukanlah ilusi."Aku pulang, Riana." Kelvin kembali meyakinkan.Suara dan sosok yang nyata itu akhirnya membuat wajah Riana seketika sumringah. Kelvin menutup pintu lantas menghampiri sang istri yang sudah lebih dulu berlari dan memeluknya begitu erat."Mas ke mana saja?""Maaf, membuatmu menunggu lama," ujarnya lalu menggendong Riana dan membawanya kembali ke atas kasur."Aku rindu.""Aku juga," bisik Kelvin tepat di wajah Riana sebelum mencium bibirnya.Kelvin lantas mengajak Riana berbaring dalam pelukannya. Matanya terpejam rapat meski sebetulnya Kelvin tidak tidur. Ia hanya merasa lelah dan sejenak ingin menikmati keheningan dalam dekapan tubuh Riana yang hangat."Aku tidak tahu harus menghubungi Mas ke mana. Kenapa tidak ada kabar lama sekali?" cicit Riana protes.Kelvin tak merespon, Riana pikir memang bukan waktu yang tepat untuk bertanya tentang Kelvin dan pekerjaannya lebih jauh.Alih-alih semakin protes, Riana mencari ide apa yang harus dilakukannya untuk membuat Kelvin nyaman saat ini."Pejamkan matamu. Jangan bergerak-gerak.""Kenapa?" tanya Riana mengulur pelukan."Bulu matamu membuat leherku geli."Riana terkikik kecil lalu kembali memeluk Kelvin dan mengusap-usap punggung sang suami."Mas mau mandi?" tawar Riana memecah keheningan setelah hampir setengah jam mereka hanya berbaring dan saling memeluk dengan mata terpejam.Kelvin sempat tertidur sesaat namun langsung tersadar ketika Riana mengulur pelukan mereka dan bertanya."Mandi?""Iya. Berendam di bathub?" ujar Riana membuat mata pria itu akhirnya terbuka. "Kamu terlihat lelah sekali, Mas. Mau aku siapkan air hangatnya sekarang?"Kelvin menatap wajah teduh dan tulus itu untuk beberapa jenak sebelum akhirnya mengangguk.Riana langsung bangun dan bergegas menuju kamar mandi dengan riangnya. Membuat Kelvin tak ayal menatap perempuan itu dengan senyum di wajahnya."Seperti anak kecil, " gumanya lalu berbaring kembali dengan kedua telapak tangan menumpu kepalanya.Kelvin memejamkan matanya sementara Riana sibuk menyiapkan keperluan mandinya.Riana memasukan wewangian sabun yang menurutnya sangat harum dan akan membuat Kelvin merasa nyaman serta rileks saat berendam nanti.Tak lupa ia juga menyalakan lilin aroma terapi yang diletakan di beberapa tempat dan tepian bathub. Membuat suasana kamar mandi yang sengaja dibuat temaram semakin tentram dalam kesyahduan."Kalau ada hp aku bisa nyalakan musik relaksasi untuk Mas Kelvin."Sepertinya Riana harus meminta ponsel pada Kelvin mengingat ia kehilangan ponselnya saat kejadian naas malam itu.Selain itu dengan ponsel ia bisa menghubugi Kelvin nantinya jika pria itu pergi lagi dalam waktu yang lama."Mas, ayo bangun! Airnya sudah siap," Riana menggoyangkan tubuh Kelvin dengan lembut.Mereka bergandengan tangan sambil berjalan masuk ke dalam kamar mandi lalu berdiri berhadapan."Kenapa?"Riana segan melakukannya. Namun Kelvin meyakinkan kalau ia berhak melakukan apapun padanya."Kamu istriku. Lakukanlah tugasmu dengan baik."Riana ingat kata-kata Kelvin dulu kalau ia hanya harus jadi istri yang baik dan menyenangkan. Karenanya Riana langsung fokus dengan apa yang dikerjakannya saat ini. Membuka satu persatu kancing kemeja Kelvin lalu melepaskannya.Dadanya berdegup liar menatap tubuh Kelvin yang hanya mengenakan celana kain di hadapannya. Kelvin pun langsung melepaskan ikat pinggang dan celananya hingga menyisakan dalam saja. Membuat wajah Riana tertunduk dalam malu.Gemas dengan reaksi sang istri, Kelvin langsung menarik Riana ke dalam bathub bersamanya."Mas! Pakaianku jadi basah.""Kenapa kalau basah? Lepaskan saja kalau begitu," ujar Kelvin membuat Riana malah salah tingkah.Kelvin tak menyia-nyiakan waktu. Tangannya bergerak cepat melepaskan pakaian Riana yang basah lalu mendudukkan sang istri dengan posisi membelakanginya.Riana menyilangkan tangan di dada saat Kelvin hendak melepaskan kain penyangga dadanya."Mas jangan diremas," ucap Riana setengah mendesah karena kejahilan tangan pria tersebut.Kelvin menahan senyumnya sambil menelusupkan jarinya ke bawah. Membuat Riana reflek memukul tangan suaminya yang nakal."Mas, jangan nakal.""Kenapa? Kamu tidak mau?"Riana terdiam."Aku sangat merindukanmu," bisik Kelvin sedikit menggigit telinga Riana, membuat sang istri meremang hebat."Sudah pernah cek?" lanjut Kelvin membuat Riana sadar kembali.Kepalanya menengok ke samping. "Cek apa?'"Tes kehamilan.""Tidak. Lagipula aku sepertinya belum hamil. Kita kan..."Riana menggigit bibir. Merutuk diri karena sudah keceplosan dan hampir mengungkapkan hal yang membuatnya malah jadi malu sendiri sekarang."Kita kenapa?" tanya Kelvin membalikkan tubuh Riana menghadapnya. "Katakan cepat!" ancam Kelvin sambil meremas pinggang Riana."Kita baru berapa kali melakukannya. Jadi mungkin saja..."Kalimat Riana tenggelam dalam pagutan Kelvin yang begitu menuntut dan menggebu hingga membuat napas mereka terengah-engah."Tidak bisa di sini. Ayo mandi!" ajak Kelvin menarik Riana mandi di bawah shower.Sayangnya hasrat yang tak bisa menunggu membuat Kelvin tak bisa menahan diri. Riana terpojok dan berakhir dengan dua kali pelepasan dalam posisi punggung yang menekan dinginnya dinding kamar mandi."Mas."Kaki Riana rasanya lemas sekali hingga ia merasa tak sanggup menopang tubuhnya.Kelvin lantas mendudukkan Riana di atas wastafel sementara ia mencari bathrobe dan mengenakannya pada Riana.Mereka kembali ke kamar dan Kelvin merebahkan tubuh Riana lalu mengukungnya."Mas, basah."Kelvin tak peduli. Hasratnya tak bisa dijeda. Tubuh Riana yang polos membuat rasa candunya seolah mendidih.Riana hanya bisa pasrah saat tergulung-gulung dalam kenikmatan yang dihempaskan Kelvin padanya. Membuatnya seketika tertidur usai menggapai puncak kenikmatannya berulang kali.Kelvin lantas membetulkan posisi tidur Riana. Wajah yang lelap meski dalam kondisi yang berantakan membuat Kelvin tersenyum puas."Kamu harus segera hamil, Riana." lirih Kelvin lalu mengecup kening Riana sebelum berlalu menuju ruang kerjanya.Entah apa yang dikerjakan pria itu namun menjelang pagi Kelvin kembali ke kamar dan berbaring di samping Riana. Mendekap tubuh hangat yang sebelumnya sudah ia pakaikan baju tidur lebih dulu.Riana terbangun dengan rasa pegal dan lelah yang mendera tubuhnya. Sudah lelah dan pegal, sulit pula ia bergerak karena Kelvin memeluknya seperti memeluk guling. Namun senyum bahagia tersungging di wajah Riana begitu melihat wajah pria yang ia rindukan akhirnya bisa ia tatap saat bangun tidur. "Mas, bangun!" Kelvin hanya bergumam tanpa sedikitpun mengulurkan pelukan. Pria itu malah semakin erat memeluk Riana yang merasa semakin kesulitan bergerak. "Mas bangun! Aku lapar," rajuknya membuat Kelvin akhirnya membuka mata. "Lapar?" Riana mengangguk. Kelvin lantas mengulur pelukan, membiarkan Riana bangun dan mandi. Ia sendiri pergi ke luar dan mengecek apakah sarapan sudah tersedia. Setelahnya Kelvin ke ruang kerja dan membuka laptop. Mengecek pekerjaan dari beberapa email yang masuk hingga Riana yang sudah selesai mandi mengetuk ruangannya. "Mas, aku boleh masuk?" "Masuklah!" Riana tersenyum sambil menghampiri meja Kelvin. "Ada apa?" "Sarapan sudah siap. Mas mau sarapan sekaran
Kepala pelayan datang bersama pengawal yang hendak menjemput Riana. Ia pun mengikuti setiap arahan yang diberikan anak buah Kelvin padanya. Kelvin memang mengatakan kalau mereka akan menginap di resort, di sebuah private island yang tak pernah Riana bayangkan sebelumnya. "Indah sekali pantainya," ujar Riana begitu turun dari yact dan kakinya menyentuh air pantai. "Mari, Nyonya." Riana lantas naik ke dalam mobil dengan wajah bersinar penuh kebahagian. Senyumnya semakin merekah ketika akhirnya ia tiba di sebuah resort yang berada di perbukitan pulau tersebut. Petugas resort menyambut dan memberikan welcome drink sebelum mengantar Riana dan orang-orang Kelvin menuju villa yang sudah dipesan. "Kamar bibi di mana?" "Tidak jauh dari villa ini, Nyonya." Riana mengangguk paham. "Jika nyonya memerlukan sesuatu, hubungi saja nomor saya," ujar kepala pelayan rumah Kelvin. Ada kolam renang di area belakang villa yang terhubung ke kamarnya. Membuat Riana memilih untuk berenang seraya menye
Riana terbangun. Tangan yang terluka akibat bisa ular yang menggigitnya masih terasa perih namun sudah lebih baik.Ia lantas meraih ponsel di atas nakas lalu mengamati ruang rawatnya. Tidak ada siapa-siapa di dalam kamarnya. Bahkan kepala pelayan yang biasanya menemani pun entah di mana keberadaannya. Riana pun melanjutkan tidur.Tak lama Kelvin masuk ke dalam kamar dan menghampiri Riana. Dilihatnya lamat-lamat wajah perempuan yang sudah ia nikahi beberapa minggu ini dengan tatapan yang tak terjemahkan.Ia lantas membetulkan selimut Riana sebelum berpindah ke sofa bed dan menanggalkan jasnya sembarang. Kelvin pun memejamkan mata.Namun pagi ketika Riana bangun, Kelvin sudah rapih dengan pakaian casualnya. Mereka saling tatap tanpa kata untuk beberapa jenak hingga perawat masuk untuk memeriksa kondisi Riana dan mengganti infusnya."Kapan datang?""Saat kamu masih tidur," jawab Kelvin ditanggapi gumamam oleh Riana. "Bagaimana keadaanmu?""Aku baik-baik saja."Ada aura dingin di antara o
Setelah hari itu, hubungan Riana dan Kelvin membaik. Meski Kelvin masih saja sering pergi tanpa mengatakan tujuan atau urusannya, namun Riana mencoba memahami kesibukan pria itu karena Kelvin selalu pulang ke rumah setiap hari. Kalaupun Kelvin tidak pulang, pria itu akan mengabarinya. Membuat Riana tak cemas dan galau karena menunggu kepulangannya. Ada banyak pertanyaan yang ingin Riana tanyakan sebenarnya. Pasalnya meski sudah menikah hampir satu bulan lamanya, Riana masih merasa banyak yang tak ia ketahui tentang Kelvin. Terutama tentang keluarganya, tentang kenapa keluarganya belum mengetahui pernikahan mereka. Bahkan Riana berpikir kalau ia hanya dijadikan simpanan oleh Kelvin. Tapi mereka jelas-jelas menikah secara resmi dan dicatat oleh negara. Riana bahkan memegang buku dan akte nikah mereka. Dan ia sudah memastikan kalau dokumen tersebut asli, yang mana artinya Kelvin belum pernah menikah dengan wanita manapun. Riana mendesah pelan. Ia berganti pakaian lantas memilih perg
"Bawa mereka ke hadapanku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Kelvin mematikan telepon lalu pergi mengemudikan mobilnya seorang diri hingga tiba di sebuah rumah dengan gerbang yang tinggi. Kelvin lantas memarkirkan mobil tepat di depan rumah yang berada di dalam gerbang tersebut. Beberapa orang pria berbadan tinggi tegap tengah berdiri menunggu kedatangannya. Kelvin lalu duduk di sebuah kursi yang sudah di sediakan. Empat ekor anjing terlihat sedang menyerang dua orang wanita dan satu orang pria. Ketiganya adalah pelaku yang sudah mencopet dompet dan ponsel serta pengunjung toko pakaian yang sudah mempermalukan Riana tadi saing. Kelvin lalu duduk di kursi yang sudah disediakan, mengambil rokok yang diberikan orang-orangnya lalu menyesap beberapa kali sambil memperhatikan ketiga orang yang sedang menjerit-jerit minta tolong. "Mereka belum mau mengaku?" "Belum, Bos. Sepertinya mereka dibayar cukup mahal untuk tutup mulut," ucap pria yang berdiri dekat di samping Kelvin. "Bawa mereka k
Kelvin membaca berita keesokan paginya. Namun tak ditemukan berita yang menghebohkan sama sekali tentang mayat pencopet yang dihabisi orang-orangnya semalam."Oh, ya, Mas." Kelvin menghentikan kegiatannya, menatap Riana yang bicara padanya sambil mengoleskan selai pada roti. "Aku dapat pesan kalau gaun yang dijahit sudah selesai.""Kapan diantar?""Aku mengatakan akan mengambilnya sendiri." Riana meletakan roti yang sudah diolesi selai di atas piring dan meletakkannya ke hadapan Kelvin. "Boleh aku pergi ke sana?""Kenapa tidak minta diantar?" Satu suapan masuk ke mulutnya."Biar sekalian dibetulkan kalau longgar atau kesempitan."Kelvin mengangguk. "Jangan pergi tanpa pengawal.""Iya, Mas." Riana patuh. "Mas pulang kantor jam berapa nanti?""Seperti Biasa."Mereka sarapan bersama lalu Riana mengantar Kelvin sampai naik ke mobilnya.Sepeninggalan Kelvin, Riana menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi ke butik.Sampai di butik yang baru saja buka, Riana langsung dipersilakan
Riana sudah diperbolehkan pulang hari itu juga. Ia tidak ingin berlama-lama di rumah sakit. Dan Kelvin pun merasa Riana akan lebih aman bersamanya.Namun sebelum mereka sampai ke rumah, Kelvin mendapat pesan kalau ia harus makan malam bersama sang kakek yang sudah dijadwalkan di sebuah hotel bintang lima.Kelvin ingin memberitahu Riana kalau ia harus pergi, namun melihat Riana yang sedang menyiapkan bahan masakan untuk makan malam mereka, Kelvin hanya berdiri diam sambil menatap punggung Riana."Mas, ngapain di situ?" tanya Riana lalu menghampiri."Saya harus pergi. Tidak apa kalau makan malamnya terlambat?" Kelvin akan berusaha pulang lebih awal."Mas mau ke mana?""Ada klien yang harus kutemui."Riana membuang napas panjang. "Tidak apa. Aku akan menunggu, Mas.""Kalau lapar, makan duluan saja. Kamu harus minum obat." Kelvin berkata sambil memainkan anak rambut Riana yang sedikit berantakan."Nggak. Aku mau menunggu, Mas."Akhir-akhir ini Riana memang lebih manja dan lebih berani men
Angela melempar barang apapun yang bisa ia lempar. Membuat kamarnya yang luas terlihat seperti baru saja mengalami gempa bumi. Hancur dan berantakan."Ya ampun, Angela. Kamu ini apa-apaan, sih? Malam-malam begini malah bikin ribut.""Kelvin sialan! Bisa-bisanya dia mengabaikan aku, Ma.""Memangnya dia mengabaikan kamu bagaimana?"Angela duduk di atas kasur dan menyugar rambutnya yang panjang, ia lalu menceritakan makan malam bersama Kelvin dan kakeknya yang pergi begitu saja."Sudahlah Angela. Kelvin itu bukan pengangguran. Kamu harusnya paham.""Tapi aku yakin dia pergi karena pe–"Perempuan yang dipanggil mama tersebut mengerutkan kening."Karena apa? Kalau ngomong yang jelas!""Ah, sudahlah. Aku pusing di rumah ini."Angela masuk kamar mandi lalu bersiap dengan pakaian yang lebih seksi. Perempuan pergi setelah membangunkan asisten rumah tangga yang sudah tidur untuk membereskan kamarnya yang berantakan."Kamu mau ke mana?" tanya sang Mama yang sedang duduk di ruang keluarga."Suntu
Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan
Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana
Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian
"Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua
Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas
Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta
Gabriella memilih pulang ke rumah Riana. Ia menolak dibawa ke rumah sakit karena memiliki pengalaman buruk yang berkaitan dengan rumah sakit. Riana pun langsung mengobati luka-luka di tubuh Gabriella."Kenapa bisa jatuh?"Bukannya menjelaskan Gabriella malah membuka ponsel dan menunjukkan foto yang ia dapatkan setelah kecelakaan yang menimpanya.Riana melotot, "Dari mana kamu dapat foto ini?"Barulah Gabriella pun menjelaskan kronologis kecelakaan yang dialaminya hingga bagaiaman ia bisa mendapatkan foto tersebut."Ini foto mama dan aku sebelum mama meninggal."Gabriella tak kalah kaget. "Hah? Kamu serius?" Riana mengangguk. "Kok bisa? Jangan-jangan, yang tadi itu benar papa kamu Riana.""Papa?""Iya, dia terus memanggil nama kamu dan mengatakan kalau kamu itu anaknya.""Lalu dibawa ke mana orang itu?""Tadi ada ambulance dinas sosial yang menjemput. Sepertnya dibawa ke sana.""Aku harus ke sana.""Aku antar."Gabriella memanggil bibi kepala pelayan dan pengawal. Namun belum mereka p
Riana terlihat jauh lebih bersemangat setelah mengetahui kalau dirinya hamil. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya sedikit malu. Hasrat bercintanya sering kali tak terbendung ketika melihat Kelvin baru saja pulang kerja.Riana merasa aroma tubuh Kelvin yang bercampur dengan aroma parfum membuat desir dalam darahnya seolah bergejolak.Namun ia ingat perkataan Kelvin setelah mereka pulang dari dokter kandungan untuk pertama kalinya waktu itu."Aku harus bisa menahan diri," gumamnya di dalam kamar.Ia lalu memutuskan mandi sebelum menyiapkan makan malam untuk Kelvin yang akan pulang sedikit terlambat hari ini.Hanya saja Riana tiba-tiba menerima telepon dari seseorang yang mengabarkan kalau Kelvin mengalami kecelakaan.Panik dan hampir saja pergi, untunglah bibi kepala pelayan yang mencegah berhasil meyakinkan Riana.Sayangnya ponsel Kelvin yang mati membuat Riana semakin panik. Bibi kepala pelayan pun menyarankan Riana untuk menghubungi Gabriella atau David. "Iya, Riana?""Gabriell
Kata-kata yang Riana ucapkan berhasil membuat Kelvin mengetatkan rahang. Gabriella mencoba menenangkannya."Bicaranya di rumah saja. Di sini bisa jadi tontonan. Tidak baik untuk Riana juga, Kak."Kelvin mengalah lalu pulanglah mereka bertiga. Kelvin langsung mengajak Riana ke kamar. Tapi perempuan itu menolak.Ia malah menangis kencang seperti anak kecil yang tantrum. Membuat Kelvin jadi pusing."Kak, sabar. Riana sedang terpengaruh hormon kehamilan."Gabriella menceritakan apa yang terjadi sebelum Riana pingsan. Tentang tingkah juga sikap Riana yang aneh sehingga mengerucutkan kesimpulan kalau Riana memang sedang terpengaruh hormon kehamilan."Ini semua gara-gara kamu yang keceplosan."Gabriella mengerucutkan bibir. "Ya, maaf. Aku reflek," belanya."Sekarang bagaimana menjelaskan semua ini pada Riana kalau tingkahnya saja seperti itu.""Lho, kan kamu suaminya, Kak. Ya kamu dong yang harus menenangkannya. Apa perlu aku panggil Kak David untuk membantu?" Dan pelototan Kelvin berhasil